Anda di halaman 1dari 11

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN ANGINA LUDWIG

PENDAHULUAN

Angina Ludwig atau dikenal juga dengan nama Angina Ludovici, pertama kali

dijelaskan oleh Wilheim Frederickvon Ludwig pada tahun 1836 (1- 4), merupakan salah

satu bentuk abses leher dalam. Abses leher dalam terbentuk di dalam ruang potensial di

antara fasia leher sebagai akibat perjalanan infeksi dari berbagai sumber seperti gigi,

mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Tergantung ruang mana yang

terlibat, gejala dan tanda klinik setempat berupa nyeri dan pembengkakan akan

menunjukkan lokasi infeksi. Yang termasuk abses leher dalam ialah abses peritonsil,

abses parafaring, abses retrofaring dan angina ludovici (angina Ludwig) atau abses

submandibular. (1)

Angina Ludwig ialah infeksi ruang submandibula berupa selulitis atau flegmon yang

progresif dengan tanda khas berupa pembengkakan seluruh ruang submandibula, tidak

membentuk abses dan tidak ada limfadenopati, sehingga keras pada perabaan

submandibula.(1-9) Ruang suprahioid berada antara otot-otot yang melekatkan lidah pada

os. Hyoid dan m. mylohyoideus. Peradangan ruang ini menyebabkan kekerasan yang

berlebihan pada jaringan dasar mulut dan mendorong lidah ke atas dan ke belakang.

Dengan demikian dapat menyebabkan obstruksi jalan napas secara potensial. (1,4)

EPIDEMIOLOGI

Kebanyakan kasus angina Ludwig dapat terjadi pada orang sehat secara dini. Dengan

terdapat faktor predisposisi berupa diabetes mellitus, neutropenia, alkoholik, anemia

aplastik, glomerulonefritis, dermatomyositis, dan sistemik lupus eritematosus. Penderita

terbanyak berkisar antara umur 20-60 tahun, walaupun pernah dilaporkan terjadi sejak 12

hari-84 tahun. Kasus ini dominan terjadi pada laki-laki sebanyak 3:1 sampai 4:1.(2, 3,8)
ANATOMI

Pengetahuan tentang ruang-ruang di leher dan hubungannya dengan fasia penting

untuk mendiagnosis dan mengobati infeksi pada leher. Ruang yang dibentuk oleh

berbagai fasia pada leher ini adalah merupakan area yang berpotensi untuk terjadinya

infeksi. Invasi dari bakteri akan menghasilkan selulitis atau abses, dan menyebar melalui

berbagai jalan termasuk melalui saluran limfe. (2)

Ruang submandibular merupakan ruang di atas tulang hyoid (suprahyoid) dan otot

mylohyoid. Di bagian anterior otot mylohyoid memisahkan ruang ini menjadi dua yaitu di

bagian superior adalah ruang sublingualis dan di bagian inferior yaitu otot

submaksilaris. Adapula yang membaginya menjadi tiga diantaranya yaitu ruang

sublingualis, ruang submentalis dan submaksillaris. (1-4)

Ruang submandibularis dipisahkan dengan ruang sublingualis di bagian superiornya

oleh otot mylohyoid dan otot hyoglossus, di bagian medialnya oleh styloglossus dan di

bagian lateralnya oleh korpus mandibula. Batas lateralnya berupa kulit, fasia superfisial,

otot platysma lapisan superfisial pada fasia servikal bagian dalam. Di bagian inferiornya

dibentuk oleh otot digastricus. Di bagian anteriornya, ruang ini berhubungan secara bebas

dengan ruang submental, dan di bagian posteriornya terhubung dengan ruang pharyngeal.

Ruang submandibular ini mengandung kelenjar submaxillaris, duktus Wharton, nervus

lingualis dan hypoglassal, arteri fasialis, dan sebagian nodus limfe dan lemak. (10)

Ruang submental merupakan ruang yang berbentuk segitiga yang terletak di garis

tengah di bawah mandibula dimana batas superior dan lateralnya dibatasi bagian anterior

dari otot digastricus. Dasar pada ruangan ini adalah otot mylohyoid sedangkan atapnya

adalah kulit, fasia superficial, dan otot platysma. Ruang submental mengandung beberapa
nodus limfe dan jaringan lemak fibrous. (10) Ruang submaksillaris berada di bawah otot

myelohyoid, dan ruang sublingual berada di atasnya tetapi masih di bawah lidah (11)

Ruang-ruang yang sering terkontaminasi adalah leher bagian depan, ruang

faringomaksilaris (parafaringeal), retrofarings dan mediastinum superior.(3)

ETIOLOGI

Dilaporkan sekitar 50%-90% angina Ludwig berawal dari infeksi odontogenik,

khususnya dari molar dua atau tiga bawah. Gigi-gigi ini mempunyai akar yang terletak

pada tingkat otot myohyloid, dan abses di sini akan menyebar ke ruang submandibula.

Ada juga penyebab lain yang sedikit dilaporkan antara lain adalah sialadenitis, abses

peritonsilar, fraktur mandibula terbuka, infeksi kista duktus thyroglossus, epiglotitis,

injeksi obat intravena melalui leher, trauma oleh karena bronkoskopi, intubasi

endotrakeal, laserasi oral, luka tembus di lidah, infeksi saluran pernafasan atas, dan

trauma pada dasar atau lantai mulut. (1, 3, 5,12 ,13)

Organisme yang paling banyak ditemukan padapenderita angina Ludwig melalui

isolasi adalah Streptococcus viridians dan Staphylococcus aureus. Banteri anaerob

seringkali juga diisolasi meliputi bacteroides, peptostreptococci, dan peptococci. Bakteri

gram positif yang telah diisolasi adalahFusobacterium nucleatum, Aerobacter

aeruginosa, spirochetes, dan Veillonella, Candida, Eubacteria, dan spesies Clostridium.

Bakteri Gram negatif yang diisolasi antara lain spesies Neisseria, Escherichia

coli, spesiesPseudomonas, Haemophillus influenza dan spesies Klebsiella. (1-3,5,7,13)

PATOGENESIS

Berawal dari etiologi di atas seperti infeksi gigi. Nekrosis pulpa karena karies dalam

yang tidak terawat dan periodontal pocket dalam yang merupakan jalan bakteri untuk

mencapai jaringan periapikal. Karena jumlah bakteri yang banyak, maka infeksi yang
terjadi akan menyebar ke tulang spongiosa sampai tulang cortical. Jika tulang ini tipis,

maka infeksi akan menembus dan masuk ke jaringan lunak. Penyebaran infeksi ini

tergantung dari daya tahan jaringan tubuh. Odontogen dapat menyebar melalui jaringan

ikat (perkontinuitatum), pembuluh darah (hematogenous), dan pembuluh limfe

(limfogenous). Yang paling sering terjadi adalah penjalaran secara perkontinuitatum

karena adanya celah/ruang di antara jaringan yang berpotensi sebagai tempat

berkumpulnya pus. Penjalaran infeksi pada rahang atas dapat membentuk abses palatal,

abses submukosa, abses gingiva, cavernous sinus thrombosis,abses labial, dan abses

fasial. Penjalaran infeksi pada rahangbawah dapat membentuk abses subingual, abses

submental, abses submandibular, abses submaseter, dan angina Ludwig. Ujung akar

molar kedua dan ketiga terletak di belakang bawah linea mylohyoidea (tempat

melekatnya m.mylohyoideus) yang terletak di aspek dalam mandibula,sehingga jika molar

kedua dan ketiga terinfeksi dan membentuk abses, pusnya dapat menyebar ke ruang

submandibula dan dapat meluas ke ruang parafaringeal.(1) Abses pada akar gigi yang

menyebar ke ruang submandibula akan menyebabkan sedikit ketidaknyamanan pada gigi,

nyeri terjadi jika terjadi ketegangan antara tulang.(7)

Infeksi pada ruang submental biasanya terbatas karena ada kesatuan yang keras dari

fasia servikal profunda dengan m.digastricus anterior dan tulang hyoid. Edema dagu

dapat terbentuk dengan jelas.(1)

Infeksi pada ruang submaksilar biasanya terbatas di dalamruang itu sendiri, tetapi

dapat pula menyusuri sepanjang duktus submaksilar Whartoni dan mengikutistruktur

kelenjar menuju ruang sublingual, atau dapat juga meluas ke bawah sepanjangm.

hyoglossus menuju ruang- ruang fasia leher. (1). Pada infeksi ruang sublingual, edema

terdapat pada daerah terlemah dibagian superior dan posterior, sehingga


mendorongsupraglotic larynx dan lidah ke belakang akhirnya mempersempit saluran dan

menghambat jalan nafas.(1,3)

Penyebaran infeksi berakhir di bagian anterior yaitu mandibula dan di bagian inferior

yaitu otot mylohyoid. Proses infeksi kemudian berjalan di bagian superior dan posterior,

meluas ke dasar lantai mulut dan lidah.(2) Tulang hyoid membatasi terjadinya proses ini di

bagian inferior, dan pembengkakan menyebar di daerah depan leher yang menyebabkan

perubahan bentuk dan gambaran “Bull neck”. (2)

GEJALA KLINIS

Penderita angina Ludwig yang mempunyai riwayat hygiene mulut atau baru saja

malakukan ekstraksi gigi dan sakit gigi.yang buruk gejala yang timbul dapat bersamaan

dengan sepsis seperti demam, takipne dan takikardi. (3)

Gejala yang lain adalah nyeri tenggorok dan leher, disertai pembengkakan di daerah

submandibula, yang tampak hiperemis, nyeri tekan dan keras pada perabaan (seperti

kayu), drooling, dan trismus. Ada juga yang mengalami disfonia (a hot potato voice),

dikarenakan edema pada organ vokal. (3)

Pada pemeriksaan mulut didapatkan dasar mulut dan leher depan membengkak secara

bilateral berwarna kecoklatan , dapat mendorong lidah ke atas dan belakang sehingga

menimbulkan sesak nafas. Pada palpasi teraba tegang dan kadangkala ada emfisema

subkutan serta tidak ada fluktuasi atau adenopati.. Meskipun banyak pasien sembuh tanpa

komplikasi, angina Ludwig dapat berakibat fatal dasar mulut membengkak, dapat

mendorong lidah ke atas belakang, sehingga menimbulkan sesak napas dan atau stridor

karena sumbatan jalan napas kemudian sianosis. (1, 3,5,6)


DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan

penunjang.

a. Anamnesis

Daria anamnesis didapatkan gejala berupa nyeri pada leher (1), kesulitan makan

dan menelan(13). Dari anamnesis juga didapatkan adanya riwayat sakit gigi,

mengorek atau mencabut gigi(1,3,5) atau adanya riwayat higien gigi yang buruk(3).

b. Pemeriksaan fisis

Pada pemeriksaan tanda vital biasa ditemukan tanda-tanda sepsis seperti

demam, takipnea, dan takikardi.(3,7) Selain itu juga ditemukan adanya edema

bilateral, nyeri tekan dan perabaan keras seperti kayu pada leher,

trismus, drooling,(1,3,7)disfonia, dan pada pemeriksaan mulut didapatkan elevasi

lidah, tetapi biasanya tidak didapatkan pembesaran kelenjar limfe.(3)

c. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dapat berupa foto polos leher dan dada,

yang mana sering memberikan gambaran pembengkakan jaringan lunak, adanya

gas, dan penyempitan jalan napas.(3)Pemeriksaan CT-Scan memberikan

gambaran pembengkakan jaringan lunak, adanya gas, akumulasi cairan, dan

juga dapat sangat membantu untuk memutuskan kapan dibutuhkannya

pernapasan bantuan.(3,4) Selain itu foto panoramik rahang dapat membantu untuk

menentukan tempat fokal infeksinya.(3)

i. Pemeriksaan Penunjang.

ii. Pemeriksaan Laboratorium darah tampak leukositosis

yang mengindikasikan adanya infeksi akut. Pemeriksaan waktu bekuan

darah penting untuk dilakukan tindakan insisi drainase.


iii. Pemeriksaan kultur dan sensitivitas untuk menentukan pemilihan

antibiotik dalam terapi.

iv. Foto x-ray posisi lateral untuk mengidentifikasi adanya pembengkakan

jaringan lunak dan menyingkirkan kemungkinan penyebab lain adanya

obstruksi jalan nafas.

v. Foto panoramik berguna untuk mengidentifikasi lokasi abses serta

struktur tulang yang terlibat infeksi.

vi. CT-scan

DIAGNOSIS BANDING

Diagnosa banding dari angina Ludwig adalah : karsinoma lingua, sublingual

hematoma, abses glandula salivatorius, limfadenitis, dan peritonsilar abses.(3)

Untuk dapat menegakkan diagnosis Angina Ludwig ada empat kriteria yang

dikemukakan oleh Grodinsky yaitu(1,3) :

1. Terjadi secara bilateral pada lebih dari satu rongga

2. Menghasilkan infiltrasi yang gangren-serosanguineous dengan atau tanpa pus

3. Mencakup fasia jaringan ikat dan otot namun tidak melibatkan kelenjar

4. Penyebaran secara perkontinuitatum dan bukan secara limfatik

PENATALAKSANAAN

Setelah diagnosis angina Ludwig ditegakkan, maka penanganan yang utama adalah

menjamin jalan napas yang stabil melalui trakeostomi yang dilakukan dengan anastesi

lokal.(1,3,4,9) Selain itu, untuk mengurangi pembengkakan mukosa dapat diberikan

nebulisasi epinefrin.(3) Kemudian diberikan antibiotik dosis tinggi dan berspektrum luas

secara intravena untuk organisme gram positif dan gram negatif, aerob maupun anaerob.

Antibiotik yang diberikan sesuai dengan hasil kultur dan hasil sensitifitas

pus.(1,3) Antibiotik yang diberikan misalnya penicillin-G dengan metronidazole,


clindamicin,cefoxitin,piperacilin-tazobactam, amoksisilin-clavulanate.(3,4,13,14) Walaupun

masih merupakan suatu kontroversial, tetapi pemberian dexamethason secara intravena

untuk mengurangi edema pada jalan napas masih sering diterapkan.(3,4)

Drainase dipertimbangkan apabila terdapat infeksi supuratif, adanya penemuan

radiologis berupa akumulasi cairan atau udara pada jaringan lunak, krepitus, atau needle

aspirate yang purulen.(3) Drainase juga dipertimbangkan bila tidak ada perbaikan klinik

setelah pemberian terapi antibiotik.(3) 4 Prinsip utama dalam penatalaksanaan, yaitu

1. Proteksi dan kontrol jalan napas

2. Pemeberian antibiotik yang adekuat

3. Insisi dan drainase abses

4. Hidrasi dan nutrisi adekuat

KOMPLIKASI3

Komplikasi yang dapat timbul pada angina Ludwig yang tidak diterapi secara tepat

adalah sebagai berikut:

a. Obstruksi jalan napas

b. Infeksi carotid sheath

c. Tromboplebitis supuratif pada vena jugular interna

d. Mediastenitis

e. Empiema

f. Efusi pleura

g. Osteomielitis mandibula

h. Pneumonia aspirasi
PENCEGAHAN

Pencegahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan gigi ke dokter secara rutin dan

teratur, penanganan infeksi gigi dan mulut yang tepat dapat mencegah kondisi yang akan

meningkatkan terjadinya angina Ludwig.(1)

PROGNOSIS

Prognosis Angina Ludwig tergantung pada kecepatan proteksi jalan napas dan

kemudian pemberian antibiotik.(3)Angina Ludwig dapat berakibat fatal karena

membahayakan jiwa. (1) Kematian pada era preantibiotik adalah sekitar 50%.(3) Namun

dengan diagnosis dini, perlindungan jalan nafas yang segera ditangani, pemberian

antibiotik intravena yang adekuat, penanganan dalam ICU, penyakit ini dapat sembuh

tanpa mengakibatkan komplikasi. Dengan begitu angka mortalitas juga menurun hingga

kurang dari 5%.(3)

KESIMPULAN

Angina Ludwig adalah suatu penyakit infeksi jaringan lunak dasar mulut dan leher.

Infeksi tersebut disebabkan oleh bakteri gram positif, gram negatif, aerob maupun

anaerob. Biasanya penderita dengan penyakit tersebut memiliki riwayat sakit gigi,

mengorek, dan mencabut gigi. Untuk menghindari terjadinya komplikasi yang fatal,

maka harus mewaspadai gejala-gejala klinik dari penyakit tersebut, salah satunya

penyempitan jalan napas.

Mengontrol jalan napas sangat penting dan untuk itu dipertimbangkan pemberian

antibiotik, drainase, dan trakeostomi. Dengan deteksi dan pengobatan dini, maka angka

mortalitas dapat dikurangi.


DAFTAR PUSTAKA

1. Rahardjo, S P. Penatalaksanaan angina Ludwig. [serial online] Januari-Maret 2008

[cited 2008 Feb 05]; Vol.21.No.1. Available from

: URL:http://www.DexaMedica.co.id

2. Hartman jr,R W. Ludwig’s Angina in Children. [serial online] July 1999 [cited 2009

Feb 05]; Vol.60/No.1. Available

from:URL:http://www.aafp.org/afp/990700ap/contents.html

3. Lemonick, D M. Ludwig’s Angina : Diagnosis and treatment. [serial online] July 2002

[cited 2009 Feb 03]; Clinical review Article. Available from: URL:http://www.turner-

white.com

4. Kulkarni A H, Pai S D, Bhattarai B, Rao S T, Ambareesha M. Ludwig’s Angina and

airway consideration : a case report. [serial online] June 2008 [cited 2009 Feb

03];Cases Journal 2008, 1:19. Available from: URL:

http://www.casesjournal.com/content/1/1/19

5. Fachruddin, D. Abses leher Dalam. In:Soapardi E A, Iskandar N I, Bashiruddin J

eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan-Telingan hidung tenggorokan Kepala & Leher. Edidi

ke-6. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2007. P.230.

6. Adams G L, Boeis jr L R, Higler P A, eds. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6.

Philadelphia: W.B. Sauders Company; 1994.p.345-6.

7. Hibbert J. ed. Laryngology and Head and Neck Surgery. Oxford: Butterworth-

Heinemann; 1997.p.5/16/17

8. Ocasio-Tasco M E, Martinez m, Cedeno A, Torres Palacios A, Alicea E, Rodrigues-

Cintro W. Ludwig's Angina: An Uncommon Cause of Chest Pain [serial online] May
2005 [cited 2009 Feb 03]; South Med J. 2005;98(5):561-563.Available

from: URL:http://www.medscape.com/viewarticle/504979_2

9. Cummings C W.Ed. Otolaringology Head and Neck Surgery.4th Ed. Pennsylvania:

Elsevier Mosby; 2005. P. 2517.

10. Bailey BJ. Odontogenic infection. Head and Neck Surgery- Otolaryngology. 2nd ed.

Philadelphia:Lippincott-Raven; 1998.p.674-5

11. Ballenger J J. Disease of the oral cavity. In: Ballenger J J, Snow Jr J B,eds.

Otorhinolaryngology: Head and Neck Surgery. 15th Ed. United states of America :

Williams & Walkins; 1996.p.233-234.

12. Chummings, CW. Odontogenic infection. Otolaryngology-Head and Neck Surgery.

2nd ed. p. 1206-8.

13. Chow A W. infection of the oral cavity, neck, and head. In: Mandell GL, Bennet J E,

Dolin R. Mandell, Douglas and Bennet’s Principle and Practice of Infectious

Disease.6thEd. Churchill Livingstone: Elsevier;2005. p.793.

14. Bisno AL. Pharyngitis. In: Mandell GL, Bennet JE, Dolin R. 6th Ed, Vol. 1. Mandell,

Douglas, and Bennet’s Principles and Practice of Infectious Diseases. Elsevier

Churchill Livingstone Pennsylvania: 2005. p.756

Anda mungkin juga menyukai