Anda di halaman 1dari 8

BAB II

ABSES LEHER DALAM

II.1 Definisi

Abses leher dalam adalah terkumpulnya nanah (pus) di dalam ruang potensial di
antara fasia leher dalam sebagai akibat penjalaran dari berbagai sumber infeksi, seperti gigi,
mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga dan leher. Gejala dan tanda klinik biasanya berupa
nyeri dan pembengkakan di ruang leher dalam yang terkena. Secara anatomi daerah potensial
leher dalam merupakan daerah yang sangat komplek. Pengetahuan anatomi fasia dan ruang-
ruang potensial leher secara baik, serta penyebab abses leher dalam mutlak diperlukan untuk
dapat memperkirakan perjalanan penyebaran infeksi dan penatalaksanaan yang adekuat.1,2,3,4

II.2 Pembagian Abses Leher Dalam

Abses leher dalam dapat berupa abses peritonsil, retrofaring, parafaring,


submandibula, dan angina ludovici (angina ludwig).1,3

Abses peritonsil

Abses peritonsil merupakan abses yang paling banyak ditemukan, dan biasanya
merupakan lanjutan dari infeksi tonsil. Pada abses peritonsil didapatkan gejala demam, nyeri
tenggorok, nyeri menelan, hipersalivasi, nyeri telinga dan suara bergumam. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan arkus faring tidak simetris, pembengkakan di daerah peritonsil,
uvula terdorong ke sisi yang sehat, dan trismus. Tonsil hiperemis, dan kadang terdapat
detritus. Abses ini dapat meluas ke daerah parafaring.1,2,5,6

Untuk memastikan diagnosis dapat dilakukan pungsi aspirasi dari tempat yang paling
fluktuatif.1,2,5,6

Abses retrofaring
Merupakan abses leher dalam yang jarang terjadi, terutama terjadi pada anak dan
merupakan abses leher dalam yang terbanyak pada anak. Pada anak biasanya abses terjadi
mengikuti infeksi saluran nafas atas dengan supurasi pada kelenjar getah bening yang
terdapat pada daerah retrofaring. Kelenjar getah bening ini biasanya mengalami atropi pada
usia 3-4 tahun. Pada orang dewasa abses retrofaring sering terjadi akibat adanya trauma
tumpul pada mukosa faring, perluasan abses dari struktur yang berdekatan.1,2,3,

Gejala klinis berupa demam, nyeri tenggorok, pergerakan leher terbatas, sesak nafas,
odinofagi maupun disfagi. Pada pemeriksaan didapatkan pembengkakan dinding posterior
faring.4

Abses Parafaring

Abses parafaring dapat terjadi setelah infeksi faring, tonsil, adenoid, gigi, parotis, atau
kelenjar limfatik. Pada banyak kasus abses parafaring merupakan perluasan dari abses leher
dalam yang berdekatan seperti; abses peritonsil, abses submandibula, abses retrofaring
maupun mastikator. Gejala abses parafaring berupa demam, trismus, nyeri tenggorok,
odinofagi dan disfagia. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembengkakan di daerah
parafaring, pendorongan dinding lateral faring ke medial, dan angulus mandibula tidak
teraba. Pada abses parafaring yang mengenai daerah prestiloid akan memberikan gejala
trismus yang lebih jelas.4,5,6

Abses Submandibula

Pasien biasanya akan mengeluh nyeri di rongga mulut, air liur banyak, Pada
pemeriksaan fisik didapatkan pembengkakan di daerah submandibula, fluktuatif, lidah
terangkat ke atas dan terdorong ke belakang, angulus mandibula dapat diraba. Pada aspirasi
didapatkan pus. Ludwigs angina merupakan sellulitis di daerah sub mandibula, dengan tidak
ada fokal abses. Biasanya akan mengenai kedua sisi submandibula, air liur yang banyak,
trismus, nyeri, disfagia, massa di submandibula, sesak nafas akibat sumbatan jalan nafas oleh
lidah yang terangkat ke atas dan terdorong ke belakang.5,6

II.3 Definisi Abses Submandibula


Abses submandibula di definisikan sebagai terbentuknya abses pada ruang potensial
di regio submandibula yang disertai dengan nyeri tenggorok, demam dan terbatasnya gerakan
mulut. Abses submandibula merupakan bagian dari abses leher dalam terbentuk di ruang
potensial diantara fasial leher dalam sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber,
seperti gigi, sinus paranasal, tenggorok, mulut, telinga tengah, dan leher. Gejala dan tanda
klinik biasanya berupa nyeri dan pembengkakan di ruang leher dalam yang terlibat. 1,2,3 Ruang
submandibula merupakan daerah yang paling sering terlibat penyebaran infeksi dari
gigi.penyebab lain adalah infeksi saluran nafas atas, trauma, infeksi kelenjar ludah, dan 20%
tidak diketahui fokus infeksinya.7,8

II.4 Etiologi Abses Submandibula

Kebanyakan abses disebabkan oleh banyak mikroba, sebagai contoh mereka


mengandung flora campuran, dan dalam studi didapatkan ada lebih dari 5 spesies yang dapat
di isolasi dari satu kasus.1

Pada ruang submandibula, infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring,
tonsil, sinus, dan kelenjar liur atau kelenjar limfe submandibula. Mungkin juga sebagian
kelanjutan infeksi ruang leher dalam lainnya. Kuman penyebab biasanya campuran kuman
aerob dan anaerob.3,9

Proliferasi bakteri dan invasi bakteri melalui organ enamel menyebabkan nekrosis
tulang di sekeliling akar gigi. Biasanya ini terjadi pasien yang sedang menjalani pengobatan
gigi dan drainase abses akar gigi. Jika absen akar gigi tidak di drainase dan tidak diperiksa,
infeksi dapat menyebar dengan abses ke bagian leher dan mediastinum. Infeksi kebanyakan
menyebar dari gigi mandibula. Dan di beberapa kasus dari luka mukosa mulut. Abses dapat
juga disebabkan oleh trauma,tonsilitis lidah atau penyakit kelenjar ludah. Infeksi dapat
menyebar keruang leher dalam, ke ruang submandibula, ruang parafaring dan ruang
retrofaring. Ruang prevertebral dapat juga terlibat. Infeksi ruang leher dalam dapat
menyebabkan komplikasi berbeda yang dapat menganca nyawa seperti obstruksi saluran
nafas atas dan mediastinitis. Dan ketika ketiga ruang submandibula (bilateral submandibula
dan ruang sublingual) terinfeksi maka disebut dengan Ludwigs angina.10

II.5 Patogenesis
Beratnya infeksi tergantung dari virulensi kuman, daya tahan tubuh dan lokasi
anatomi. Infeksi gigi dapat mengenai pulpa dan periodontal. Penyebaran infeksi dapat meluas
melalui foramen apikal gigi ke daerah sekitarnya. 11,12,13 Infeksi dari submandibula dapat
meluas ke ruang mastikor kemudian ke parafaring. Perluasan infeksi ke parafaring juga dapat
langsung dari ruang submandibula. Selanjutnya infeksi dapat menjalar ke daerah potensial
lainnya.12,14 (Gambar 1)

Gambar 1. Skema perluasan infeksi pada ruang potensial leher.


( PMS : ruang faringo maksila, VVS : ruang vaskuler visera)

Penyebaran abses leher dalam dapat melalui beberapa jalan yaitu limfatik, melalui celah
antara ruang leher dalam dan trauma tembus.3,12,13

II.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan abses submandibula meliputi:

- Penatalaksanaan terhadap abses


- Penatalaksanaan terhadap penyebab

Antibiotik dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus diberikan secara
parenteral. Abses submandibula sering disebabkan oleh infeksi gigi dan paling sering
menyebabkan trismus. Maka sesegera mungkin setelah trismus hilang, sebaiknya pengobatan
terhadap penyebab segera dilakukan.3,15

Pola Kepekaan kuman anerob terhadap antibiotik


Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anastesi lokal untuk abses yang dangkal dan
terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas.3,15

Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os hyoid, tergantung
letak dan luas abses.3,15

II.7 Komplikasi

Komplikasi terjadi karena keterlambatan diagnosis, terapi yang tidak tepat dan tidak
adekuat. Komplikasi diperberat jika disertai dengan penyakit diabetes mellitus, adanya
kelainan hati dan ginjal dan kehamilan. Komplikasi yang berat dapat menyebabkan
kematian.1,14

Infeksi dapat menjalar ke ruang leher dalam lainnya, dapat mengenai struktur neurovaskular
seperti arteri karotis, vena jugularis interna dan n. X. Penjalaran infeksi ke daerah selubung
karotis dapat menimbulkan erosi sarung karotis atau menyebabkan trombosis vena jugularis
interna. Infeksi yang meluas ke tulang dapat menimbulkan osteomielitis mandibula dan
vertebra servikal. Dapat juga terjadi obstruksi saluran nafas atas, mediastinitis, dehidrasi dan
sepsis.14,16

DAFTAR PUSTAKA

1. Ballenger JJ. Infection of the facial space of neck and floor of the mouth. In: Ballenger JJ
editors. Diseases of the nose, throat, ear, head and neck.15 th ed. Philadelphia, London: Lea
and Febiger. 1991:p.234-41
2. Gadre AK, Gadre KC. Infection of the deep Space of the neck. In: Bailley BJ, Jhonson JT,
editors. Otolaryngology Head and neck surgery. 4th ed. Philadelphia: JB.Lippincott
Company 2006.p.666-81
3. Fachruddin D. Abses leher dalam. Dalam: Iskandar M, Soepardi AE editor. Buku ajar ilmu
penyakit telinga hidung tenggorok. Edisi ke 6. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI. 2007:p. 185-
8
4. Abshirini H, Alavi SM, Rekabi H, Ghazipur A, Shabab M. Predisposing factors for the
complications of deep neck infection. The Iranian J of otorhinolaryngol 2010;22 (60):
139-45.
5. Murray A.D. MD, Marcincuk M.C. MD. Deep neck infections. [update July 2009; cited
June 16th, 2010] Available from: http://www.eMedicine Specialties//Otolaringology and
facial plastic surgery.com
6. McKellop JA, Mukherji SK. Emergency head and neck radiology: Neck infection. Applied
radiologi 2010;Juli-Agustus: 23-9
7. Sakaguchi M, Sato S, Ishiyama T, Katsuno T, Taguchi K. Characterization and
Management of Deep Neck Infection. J. Oral Maxillofac Surg. 1997;26:131-134.
8. Huang T, chen T, Rong P, Tseng F, Yeah T, Shyang C. Deep neck infection analysis of 18
cases. Head and neck. Ock, 2004.860-4.
9. Lee KJ. Essential Otolaryngology. Head and Neck Surgery. New York: McGraw-Hill.
2003. Page 422-432.
10. Anniko M, Sprekelsen Mb, Bonkowsky V, dkk. Otorhinology Head and Neck
Surgery. New York: Springer. Page 414-415. Available in:
http://books.google.co.id/books?
id=13fPEPZQqoQC&pg=PA414&dq=submandibular+space+abcess,
+otorhinolaryngology&hl=id&ei=I1ttTJ7FGou4vgOqvJC3DQ&sa=X&oi=book_result&ct
book-thumbnail&resnumb=1nfed=0CCjQ6wEwAA#v=onepage&q=submandibular
%20space%20abscess%2c%20otorhinolaryngology&f=false
11. Lawson W, Reino AJ. Odontogenic infection. In: Byron
Bailey, MD editor. Otolaryngologi head and neck
surgery. Philadelphia: JB.Lippincott.Co 1998:p. 671-80
12. Ariji Y. Odontogenic infection pathway to the submandibular space: imaging
assessment. Int J. Oral Maxillofac. Surg. 2002; 31:165-9
13. Rosen EJ. Deep neck spaces and infections. Grandrounds Presentation University of
Texas Dept of Otolaryngology; 2002.p
14. Scott BA, Steinberg CM, Driscoll BP. Infection of the deep Space of the neck. In:
Bailley BJ, Jhonson JT, Kohut RI et al editors. Otolaryngology Head and neck surgery.
Philadelphia: JB.Lippincott Company 2001.p.701-15
15. Ludwigs Angina. Available in: http:/dilamhealth.blogspot.com/2010/03/angina-
ludwig.html
16. Al-Ebrahim KE. Descending necrotizing mediastenitis: a case report and review of
the literature. Eur J Cardio-thorac Surg 1995;9:161-2.

Anda mungkin juga menyukai