Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

ANGINA LUDWIG

DISUSUN OLEH :
Bepriyana Yunitaningrum G99172005
Propana Yuananti G99172134
Maulidi Izzati G991903034
Merina Rachmadina G991903035
Luthfi Adijaya Laksana G991905034

PEMBIMBING :
drg. Eva Sutyowati Permatasari, Sp.BM, MARS

KEPANITERAAN KLINIK/ PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS
RSUD DR. MOEWARDI
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

Infeksi merupakan proses invasif oleh mikroorganisme dan berproliferasi didalam tubuh
yang menyebabkan sakit. Infeksi terjadi karena gangguan keseimbangan antara tuan rumah
(host), organisme mikro (agent) dan lingkungan. Faktor mikrobiologi (agent), yang
diperhatikan ialah kualitas, kuantitas, virulensi, dan resistensi. Faktor host ialah mekanisme
pertahanan tubuh, sedangkan faktor lingkungan adalah ketahanan jaringan terhadap invasi
organisme mikro.
Infeksi odontogenik merupakan infeksi dari geligi. Infeksi odontogen disebabkan bakteri
yang merupakan flora normal yaitu bakteri dalam plak, sulkus gingiva, dan mukosa mulut.
Bakteri yang ditemukan berupa bakteri kokus aerob gram positif, kokus anaerob gram positif,
dan batang anaerob gram negatif. Bakteri tersebut dapat menyebabkan karies, gingivitis, dan
periodontitis bila mencapai jaringan lebih dalam melalui nekrosis pulpa dapat menjadi infeksi
odontogen.
Angina Ludwig merupakan salah satu infeksi odontogenik yang sering terjadi. Ludwig’s
angina atau phlegmon dasar mulut atau angina Ludovici adalah penyakit kegawatdaruratan
karena terjadi penyebaran infeksi secara difus progresif yang menyebabkan timbulnya
tumpukan nanah pada daerah rahang bawah kanan dan kiri (submandibular), submental, dan
sublingual. Bila berkenlanjutan dapat menyebabkan gangguan jalan napas dengan gejala
seperti perasaan tercekik dan kesulitan bernafas.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Angina Ludwig merupakan selulitis difus yang menyebar dengan cepat yang
mengenai ruang sublingual, submandibular dan submental (Pak et al., 2017). Infeksi
berawal dari selulitis, berkembang menjadi fasciitis, dan menjadi abses yang
menyebabkan indurasi suprahioid, pembengkakan pada dasar mulut, dan perubahan
letak lidah ke posterior. Angina ludwid pertama kali dideskripsikan pada tahun 1836
oleh Wilhelm Fredrick von Ludwig sebagai gangrenous cellulitis yang progresif yang
berasal dari region kelenjar submandibula ( de Melo et al., 2013).

Gambar 1 Penyebaran infeksi pada spasium submandibular, submental, sublingual

Gambar 2 Pembengkakan pada submental dan submandibula


II. EPIDEMIOLOGI
Sebelum perkembangan antibiotik, mortalitas melebihi 50%. Dengan terapi
antibiotik, pencitraan yang canggih dan prosedur pembedahan, mortalitas sekitar 8%.
Pasien immunocompromised memiliki risiko yang lebih tinggi (An, Jason, & Mayank,
2018).

3
III. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Ruang submandibula terletak di anterior dari ruang parafaring, sebelah inferior
berbatasan dengan lapisan superfisial fascia servikalis profunda, bagian inferior
berbatasan dengan korpus mandibulla dan bagian superior dengan mukosa dari dasar
mulut. Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual bagian superior dan bagian
inferior ruang submaksilla, keduanya dipisahkan oleh muskulus milohyoideus. Ruang
sublingual berisi kelenjar sublingual, n. Hipoglossus dan duktus Whartons. Ruang
submaksila dibagi oleh m. Digastrikus anterior menjadi kompartemen sentral,
kompartemen submental, dua kompartemen lateral dan kompartemen submaksilla.
Semua bagian saling berhubungan, karena kelenjar submaksilla meluas dari ruang
submaksilla sepanjang tepi posterior m. Milohyoideus hingga ke ruang sublingual
sehingga dapat menyebabkan penyebaran infeksi secara langsung.
Otot milohioid memegang peranan penting dalam penyebaran infeksi yang
bersumber dari gigi. Otot ini menempel ke mandibula dan, meninggalkan akar dari
gigi molar kedua dan ketiga di bawah garis milohioid dan puncak dari molar pertama
atas. Kebanyakan infeksi molar apikal melubangi mandibula pada sisi lingual,
sehingga bila puncak gigi berada di atas garis milohioid akan melibatkan ruang
sublingual. Bila perforasi terjadi pada bagian bawah garis milohioid maka yang
terkena adalah ruang submandibula. Pasien dengan infeksi pada daerah submandibula
umumnya akan mengalami demam, trismus, pembengkakan pada leher daerah
submandibula, kesulitan dalam membuka mulut dan makan.
Posisi akar gigi terhadap linea obliqua mandibula memberikan gambaran
klinis penyebaran infeksi odontogenik dari akar gigi. Infeksi yang berasal dari akar
gigi yang terletak superior terhadap linea obliqua mandibula yaitu dari gigi insisivus
sampai molar pertama pada umumnya akan memberikan gejala awal pada daerah
submentalis sedangkan infeksi yang berasal dari akar gigi yang terletak inferior yaitu
pada gigi molar umumnya memberikan gejala di ruang submandibula. Infeksi gigi
periapikal umumnya menembus korteks lingual dari mandibula dan timbul di ruang
submandibula.

4
Gambar 3. Anatomi ruang submandibula

IV. ETIOLOGI

Penyebab paling umum adalah penyakit gigi pada gigi molar bawah terutama
yang kedua dan ketiga yang menyumbang lebih dari 90% kasus. Beberapa etiologi
yang umum termasuk cedera atau laserasi pada dasar mulut, fraktur rahang bawah,
cedera lidah, tindik mulut, osteomielitis, intubasi traumatis, abses peritonsillar, dan
kista tiroglosus yang terinfeksi. Faktor predisposisi termasuk diabetes, keganasan oral,
karies gigi, alkoholisme, malnutrisi, dan status immunocompromised (An, Jason, &
Mayank, 2018).

V. PATOFISIOLOGI
Angina Ludwig adalah suatu selulitis dari ruang sublingual dan sub mandibular
karena infeksi dari mikroba yang berkembang dengan cepat bahkan dapat
menyebabkan kematian akibat dari gangguan jalan nafas. Pada pemeriksaan
bakteriologi ditemukan polimikroba yang merupakan flora normal mulut..
Organism yang ditemukan yaitu Streptokokus viridians dan Stafilokokus aureus.
Bakteri anaerob juga dapat ditemukan seperti bakteroides, peptostreptokokus, dan
peptokokus. Bakteri gram positif seperti yaitu Fusobacterium nucleatum, Aerobacter
aeruginosa, spirochetes, and Veillonella, Candida, Eubacteria, dan Clostridium
species. Bakteri gram negative seperti Neisseria species, Escherichia coli,
Pseudomonas species, Haemophilus influenzae, dan Klebsiella sp.

5
Angina Ludwig merupakan salah satu infeksi odontogenik yang berasal dari gigi
molar kedua atau ketiga bawah. Gigi tersebut mempunyai akar yang berada di atas
otot milohioid, dan abses di lokasi ini dapat menyebar ke ruang submandibular.
Infeksi yang menyebar diluar akar gigi yang berasal dari gigi premolar pada
umumnya terletak dalam sublingual pertama, sedangkan infeksi diluar akar gigi yang
berasal dari gigi molar umunya berada dalam ruang submandibular.
Infeksi secara cepat menyebar dari ruang submandibula,sublingual dan submental
kemudian menyebabkan pembengkakan dan elevasi lidah dan indurasi berotot dari
dasar mulut. Ruang potensial terjadinya peradangan selulitis ialah ruang suprahiod
yang berada antara otot-otot yang melekatkan lidah pada tulang hiod dan otot
milohiodeus, peradangan menyebabkan kekerasan yang berlebihan pada jaringan
dasar mulut dan mendorong lidah keatas dan belakang dan sehingga menyebabkan
obstruksi jalan napas secara potensial (Leminick, 2002).

VI. MANIFESTASI KLINIS

Angina Ludwig merupakan selulitis difus pada submandibular, sublingual, dan

submental spaces yang ditandai dengan penyebaran ke jaringan sekitarnnya secara

cepat (Pak et al., 2017). Biasanya muncul gejala yang bervariasi pada Angina Ludwig

berdasarkan penderita dan derajat infeksinya. Gejala umum tersering adalah demam,

lemah, dan lelah yang merupakan manifestasi dari respon imun pada infeksi bakteri.

Respon inflamasi mampu menyebakan edema regio leher dan jaingan submandibular,

sublingual, dan submaxillary spaces (Costain dan Marrie, 2011). Edema yang timbul

menyebabkan trismus dan ketidakmampuan menelan ludah. Biasanya penderita

Angina Ludwig sulit menggerakan lidah karena terjadi pembengkakan di jaringan

sekitar. Tanda-tanda yang ditemukan pada pemeriksaan fisik berkaitan dengan

keparahan penyakit dan obstruksi saluran nafas yaitu stridor, disfonia, disfagia,

sianosis, dan takipnea (Caplivski dan Scheld, 2012). Obstruksi saluran nafas

disebabkan oleh terangkatnya bagian posterior lidah dan edema glotis

(Balasubramanian, 2014).

6
Gambar 1. Gambaran klinis pembengkakan submandibular bilateral (Costain dan

Marrie, 2011)

Gambar 2. Gambaran klinis pembesaran ruang submandibular bilateral, ruang

submental dan sublingual sebelum operasi (Candamourty et al., 2012)

7
Gambar 3. Obstruksi saluran nafas atas (Costain dan Marrie, 2011)

Gambar 4. Pembengkakan pada daerah submandibula dan sublingual (Pak et al.,

2017)

8
Gambar 5. Pembengkakan pada dasar mulut sebelah kanan (Kobayashi dan Watanabe,

2017)

Gambar 6. Double tongue pada penderita Angina Ludwig (Mohamad et al., 2019)

Gambar 7. Gambaran croaking toad pada Angina Ludwig (Braimah et al., 2016)

9
Gambar 8. Kesulitan dalam membuka mulut (Braimah et al., 2016)

VII. DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

Penentuan diagnosis Angina Ludwig ditentukan berdasarkan temuan klinis pada

pemeriksaan fisik. Grodinsky pada tahun 1939 menentukann beberapa kriteria untuk

mendiagnosis Angina Ludwig yaitu (Costain dan Marrie, 2011):

1. Tidak hanya melibatkan satu submandibular space dan biasanya bilateral

2. Berbentuk selulitis namun bukan berupa abses

3. Gangren yang disertai pus serosanguinous

4. Melibatkan jaringan ikat, fasia, dan otot namun tidak berkaitan dengan kelenjar

5. Penyebaran lebih sering melalui ruang fasial dibandingkan melalui sistem

limfatik.

Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan dalam membantu menegakan

diagnosis Angina Ludwig yaitu computed tomography atau magnetic resonance

imaging untuk menentukan letak timbunan cairan dan mengonfirmasi adanya edema

(Costain dan Marrie, 2011). CT scan dengan kontras untuk mengevaluasi keparahan

infeksi dan obstruksi saluran nafas. An et al. (2019) menyebutkan kultur darah

dilakukan jika terjadi penyebaran infeksi secara hematogen. Selain itu, ultrasound

digunakan untuk mengidentifikasi pembentukan abses karena pada kasus Angina

Ludwig tidak ditemukan pembentukan abses (An et al. 2019).

10
Gambar 9. Hasil CT scan pada Angina Ludwig

Gambar 10. Hasil pemeriksaan ultrasound pada Angina Ludwig

VIII. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding untuk kasus Angina Ludwig yaitu abses peritonsilar, abses

retrofaring, abses submandibular, epiglotitis, carcinoma mulut, angioedema,

hematoma submandibular, dan difteri.

11
IX. TATALAKSANA

Hal yang menjadi perhatian utama pada penatalaksanaan Angina Ludwig adalah

pernafasan yang stabil. Intubasi endotrakeal biasanya tidak disarankan untuk

dilakukan pada kasus ini karena mampu menimbulkan komplikasi seperti trismus,

poolede secretions, dan perubahan anatomi saluran nafas (Caplivski dan Scheld,

2012). Trakeostomi menjadi gold standard dalam mengatasi obstruksi saluran nafas

namun dibutuhkan ketrampilan khusus dalam pemasangan karena posisi yang

dibutuhkan untuk trakeostomi dan terjadinya distorsi leher bagian anterior

(Candamourty et al., 2012). Antibiotik menjadi komponen penting dalam tatalaksana

Angina Ludwig. Antibiotik spektrum luas intravena yang menjadi pilihan pertama

adalah ampisilin sulbaktam atau klindamisin. Pilihan antibiotik untuk penderita

immunocompromised antara lain cefepime meropenem, atau piperacilin-tazobactam.

Penggunaan antibiotik biasanya sekitar 2-3 minggu.

Pencabutan gigi disarankan pada kasus yang sumber infeksinya berasal dari

odontogenik. Pada penderita Angina Ludwig yang tidak merespon initial antibiotic

atau tampak kumpulan cairan pada pemeriksaan imaging maka perlu dilakukan needle

aspiration atau insisi dan drainase (Caplivski dan Scheld, 2012). Drainase akan tetap

terpasang untuk dilakukan pengeluaran purulen selanjutnya.

12
Gambar 10a dan b. Tindakan insisi dan drainase pada tatalaksana Angina Ludwig (Kamala et

al., 2017)

Gambar 11. Pemasangan drainase dan trakeostomi pada penderita Angina Ludwig

(Candamourty et al., 2012)

X. KOMPLIKASI

Komplikasi yang mungkin terjadi pada Angina Ludwig yang tidak ditangani secara

tepat adalah obstruksi saluran nafas, ruptur arteri karotis, tromboflebitis vena jugularis

interna, mediastinits, empiema, necritizing fascitis, efusi perikardium, osteomyelitis,

abses subfrenik, pneumonia aspirasi dan efusi pleura. Angina Ludwig dapat

mengancam jiwa dengan tingkat mortalitas 8% (Pak et al., 2017).

13
XI. PROGNOSIS

Komplikasi tesering dari Angina Ludwig adalah obstruksi saluran nafas sehigga

tingkat motalitas melebihi 50% sebelum pemberian antibiotik. Pada terapi antibiotik

yang diikuti evaluasi dengan imaging dan teknik pembedahan mampu menurunkan

tingkat mortalitas menjadi 8% (An et al., 2019).

14
DAFTAR PUSTAKA

An J, Madeo J, Singhal M. Ludwig Angina. [Updated 2019 Jul 3]. In: StatPearls

[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2019 Jan-. Available

from:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482354/ (Diakses pada 31 Juli

2019)

Balasubramanian S, Elavenil P, Shanmugasundaram S, Himarani J, Krishnakumar

Raja VB. Ludwig’s angina: A case report and review of management. SRM J

Res Dent Sci. 2014;5:211-4.

Braimah RO, Taiwo AO, Ibikunle AA. 2016. Ludwig's Angina: analysis of 28 cases

seen and managed in Sokoto, Northwest Nigeria. Saudi Surgical Journal.

2016;4(2):77-83

Candamourty R, Venkatachalam S, Babu MR, Kumar GS. Ludwig's Angina - An

emergency: A case report with literature review. J Nat Sci Biol Med.

2012;3(2):206–208. doi:10.4103/0976-9668.101932

Caplivski,D dan Scheld,WM. 2017. Consultations inn Infectious disease: a case

based approach to diagnosis and management. New York: Oxford University

Press. pp 109-111.

Costain N dan Marrie TJ. Ludwig's Angina.The American Journal of Medicine,

2011:124(2).

de Melo, Tiago André Fontoura, et al. "Ludwig's angina: diagnosis and

treatment." RSBO Revista Sul-Brasileira de Odontologia 10.2 (2013): 172-

175.

Kamala KA Sankethguddad S, Sujith SG. Ludwig’s angina: emergency treatment. J

Health Sci Res 2017;8(1):46-48.

15
Kobayashi M, Watanabe K. Ludwig angina. CMAJ. 2017;189(6):E246.

doi:10.1503/cmaj.160279

Leminick M david,MD. Ludwig’s Angina :Diagnosis and treatment.Www.turner-

white.com.July 2002

Mohamad I dan Narayanan MS. 2019. Double Tongue Appearance in Ludwig's

Angina. N Eng J Med. 381:163.

Pak S, Cha D, Meyer C, Dee C, Fershko A. Ludwig's Angina. Cureus.

2017;9(8):e1588. Published 2017 Aug 21. doi:10.7759/cureus.1588

Rasul, Muh Irfan, and Netty N. Kawulusan. "Penatalaksanaan infeksi rongga mulut:

Ludwig’s angina (Laporan Kasus) Management of oral cavity infection:

Ludwig’s angina (case report)." Makassar Dental Journal 7.1 (2018): 30-30.

16

Anda mungkin juga menyukai