BAB I
PENDAHULUAN
Angina Ludwig atau dikenal sebagai Angina Ludovici, pertama kali
dijelaskan oleh Wilheim Frederickvon Ludwig pada tahun 1836 sebagai suatu
selulitis atau infeksi jaringan ikat leher dan dasar mulut yang cepat menyebar. Ia
mengamati bahwa kondisi ini akan memburuk secara progesif bahkan dapat
berakhir pada kematian dalam waktu 10 12 hari. 1
Angina Ludwig merupakan salah satu bentuk abses leher dalam. Abses
leher dalam terbentuk di dalam ruang potensial di antara fascia leher sebagai
akibat perjalanan infeksi dari berbagai sumber seperti gigi, mulut, tenggorok,
sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Tergantung ruang mana yang terlibat,
gejala dan tanda klinis setempat berupa nyeri dan pembengkakkan akan
menunjukkan lokasi infeksi.2
Angina Ludwig ialah infeksi ruang submandibular berupa selulitis atau
flegmon yang progresif dengan tanda khas berupa pembengkakan seluruh ruang
submandibula, tidak membentuk abses dan tidak ada limfadenopati. Hal ini
menyebabkan adanya perabaan keras seperti papan dan tidak adanya bekas
penekanan seperti edema pada umumnya di submandibula. 3 Ruang suprahyoid
berada di antara otot-otot yang melekatkan lidah pada os hyoid dan m.
mylohyoideus. Peradangan ruang ini menyebabkan ketegangan yang berlebihan
pada jaringan dasar mulut serta mendorong lidah ke atas-belakang. Hal ini dapat
menyebabkan obstruksi jalan napas secara potensial. 4
Walaupun
biasanya
imunokompromise, angina
penyebaran
yang
luas
terjadi
pada
pasien
ANGINA LUDWIG
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Definisi
ikat (selulitis) pada area di bawah lidah dan dagu. Penyakit ini termasuk
dalam grup penyakit infeksi odontogen, di mana infeksi bakteri berasal
dari rongga mulut seperti gigi, lidah, gusi, tenggorokan, dan leher.
Karakter spesifik yang membedakan angina Ludwig dari infeksi oral
lainnya ialah infeksi ini harus melibatkan dasar mulut serta kedua ruang
submandibularis
(bilateral).
(sublingualis
dan
submaksilaris)
pada
kedua
sisi
2.2.Anatomi
merupakan
ruang
di
atas
os
hyoid
yaitu
ruang
sublingual,
ruang
submental
dan
ruang
ANGINA LUDWIG
fascia superfisial
dan m. platysma
oleh
m.
digastricus.
Di
bagian
anteriornya,
ruang
ini
ANGINA LUDWIG
10
2.3.Etiologi
Dilaporkan sekitar 90% kasus angina Ludwig disebabkan oleh
odontogen baik melalui infeksi dental primer, postekstraksi gigi maupun
oral hygiene yang kurang.11 Selain itu, 95% kasus angina Ludwig
melibatkan ruang submandibular bilateral dan gangguan jalan nafas
merupakan komplikasi paling berbahaya yang seringkali merenggut
nyawa. Rute infeksi pada kebanyakan kasus ialah dari terinfeksinya molar
ketiga rahang bawah atau dari perikoronitis, yang merupakan infeksi dari
gusi sekitar gigi molar ketiga yang erupsi sebagian. Hal ini mengakibatkan
pentingnya mendapatkan konsultasi gigi untuk molar bawah ketiga pada
tanda
pertama
sakit,
perdarahan
dari
gusi,
kepekaan
terhadap
terletak
pada
tingkat
m.
myohyloid,
dan
abses
seperti
ANGINA LUDWIG
berasal
tenggorokan
ke
lidah dan
jaringan
11
2.4.Patogenesis
Infeksi gigi seperti nekrosis pulpa karena karies profunda yang tidak
terawat dan deep periodontal pocket, merupakan jalan bagi bakteri untuk
mencapai jaringan periapikal. Karena jumlah bakteri yang banyak, maka
infeksi akan menyebar ke tulang spongiosa sampai tulang kortikal. Jika
tulang ini tipis, maka infeksi akan menembus dan masuk ke jaringan
lunak. Penyebaran infeksi ini tergantung dari daya tahan jaringan tubuh. 4
Penyebaran infeksi odontogen dapat melalui jaringan ikat
(perkontinuitatum), pembuluh darah (hematogen), dan pembuluh limfe
(limfogen).
Yang
paling
sering
terjadi
adalah
penjalaran
secara
ANGINA LUDWIG
(tempat
melekatnya
m.
mylohyoideus)
dalam
ruang
ANGINA LUDWIG
di
bagian
superior
dan
posterior
sehingga
mendorong
pembengkakan
menyebar
ke
daerah
depan
leher
yang
2.5.Manifestasi Klinis
Gejala klinis umum angina Ludwig meliputi malaise, lemah, lesu,
malnutrisi, dan dalam kasus yang parah dapat menyebabkan stridor atau
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode Kepaniteraan 6 Desember 2010 8 Januari 2011
ANGINA LUDWIG
kesulitan
Gejala
klinis
ekstra
oral
meliputi
eritema,
lidah;
nyeri
menelan
(disfagia);
hipersalivasi
(drooling);
7
8
Gambar 7. Pembengkakkan berat dari submandibula bilateral dan regio
cervikal anterior pada anak usia 4 bulan dengan angina Ludwig.
Gambar 8. Edema dan indurasi dari dasar mulut mengakibatkan
peninggian lidah pada anak usia 5 tahun dengan angina Ludwig.
2.6.Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesa
Gejala awal biasanya berupa nyeri pada area gigi yang terinfeksi.
Dagu terasa tegang dan nyeri saat menggerakkan lidah. Penderita
mungkin akan mengalami kesulitan membuka mulut, berbicara, dan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode Kepaniteraan 6 Desember 2010 8 Januari 2011
ANGINA LUDWIG
c. Pemeriksaan penunjang
Meskipun diagnosis angina Ludwig dapat diketahui berdasarkan
anamnesa dan pemeriksaan fisik, beberapa metode pemeriksaan
penunjang seperti laboratorium maupun pencitraan dapat berguna
untuk menegakkan diagnosis.7
Laboratorium:
Pemeriksaan darah: tampak leukositosis yang mengindikasikan
adanya infeksi akut. Pemeriksaan waktu bekuan darah penting
dan
paru-paru.
Foto
panoramik
rahang
dapat
ANGINA LUDWIG
buatan.7
MRI: MRI menyediakan resolusi lebih baik untuk jaringan lunak
dibandingkan dengan CT-scan. Namun, MRI memiliki kekurangan
dalam lebih panjangnya waktu yang diperlukan untuk pencitraan
sehingga sangat berbahaya bagi pasien yang mengalami kesulitan
bernapas.7
2.7.Penatalaksanaan
10
ANGINA LUDWIG
sakit. Diawali dengan dosis 10mg, lalu diikuti dengan pemberian dosis 4
mg tiap 6 jam selama 48 jam.7
Setelah patensi jalan napas telah teratasi maka antibiotik IV segera
diberikan. Awalnya pemberian Penicillin G dosis tinggi (2-4 juta unit IV
terbagi setiap 4 jam) merupakan lini pertama pengobatan angina Ludwig.
Namun,
dengan
meningkatnya
prevalensi
produksi
beta-laktamase
piperacilin-tazobactam,
amoxicillin-clavulanate
harus
Gambar
9.
membutuhkan
Kondisi
pasien
drainase
post-trakeostomi
abses.
Tampak
depan
namun
dan
masih
samping
11
ANGINA LUDWIG
2.8.Komplikasi
Angina
Ludwig
merupakan
selulitis
bilateral
dari
ruang
submandibular yang terdiri dari dua ruang yaitu ruang sublingual dan
ruang submaksilar. Secara klinis, kedua ruang ini berfungsi sebagai satu
kesatuan karena adanya hubungan bebas serta kesamaan dalam tanda
dan
gejala
klinis.
Celah
buccopharingeal,
yang
dibentuk
oleh
m.
meliputi
sepsis,
mediastinitis,
efusi
perikardial/pleura,
2.9.Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan gigi ke dokter
secara rutin dan teratur. Penanganan infeksi gigi dan mulut yang tepat
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode Kepaniteraan 6 Desember 2010 8 Januari 2011
12
ANGINA LUDWIG
2.10.
Prognosis
Prognosis angina Ludwig tergantung pada kecepatan proteksi jalan
BAB III
RINGKASAN
Angina Ludwig ialah infeksi ruang submandibular berupa selulitis atau
flegmon yang progresif.3 Karakter spesifik yang membedakan angina Ludwig dari
infeksi oral lainnya ialah infeksi ini harus melibatkan dasar mulut serta kedua
ruang
submandibularis
(sublingualis
dan
submaksilaris)
pada
kedua
sisi
(bilateral).9
Dilaporkan sekitar 90% kasus angina Ludwig disebabkan oleh odontogen
baik melalui infeksi dental primer, postekstraksi gigi maupun oral hygiene yang
kurang.11 Rute infeksi pada kebanyakan kasus ialah dari terinfeksinya molar
kedua atau ketiga rahang bawah, dapat pula dari perikoronitis. 5 Organisme yang
13
ANGINA LUDWIG
lidah
ke
atas; pembengkakan
leher dan
jaringan
ruang
DAFTAR PUSTAKA
1.
Murphy SC. The Person Behind the Eponym: Wilhelm Frederick von Ludwig.
Journal of Oral Pathology & Medicine. August 9 1996.
2.
3.
14
ANGINA LUDWIG
4.
Raharjo SP. Penatalaksanaan Angina Ludwig. Jurnal Dexa Media. JanuariMaret 2008;Vol.21.
5.
6.
7.
8.
9.
Anonymous.
Ludwig's
Angina.
available
at:
http://www.mdguidelines.com/ludwigs-angina.
10.
11.
Topazian R. Oral and Maxillofacial Infection. 4th ed. St. Louis: W.B.
Saunders; 2002.
15