Anda di halaman 1dari 14

ANGINA LUDWIG Putri Lestari (406100093)

BAB I
PENDAHULUAN

Angina Ludwig atau dikenal sebagai Angina Ludovici, pertama kali dijelaskan oleh Wilheim
Frederickvon Ludwig pada tahun 1836 sebagai suatu selulitis atau infeksi jaringan ikat leher dan
dasar mulut yang cepat menyebar. Ia mengamati bahwa kondisi ini akan memburuk secara progesif
bahkan dapat berakhir pada kematian dalam waktu 10 – 12 hari. 1
Angina Ludwig merupakan salah satu bentuk abses leher dalam. Abses leher dalam
terbentuk di dalam ruang potensial di antara fascia leher sebagai akibat perjalanan infeksi dari
berbagai sumber seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher.
Tergantung ruang mana yang terlibat, gejala dan tanda klinis setempat berupa nyeri dan
pembengkakkan akan menunjukkan lokasi infeksi. 2
Angina Ludwig ialah infeksi ruang submandibular berupa selulitis atau flegmon yang
progresif dengan tanda khas berupa pembengkakan seluruh ruang submandibula, tidak membentuk
abses dan tidak ada limfadenopati. Hal ini menyebabkan adanya perabaan keras seperti papan dan
tidak adanya bekas penekanan seperti edema pada umumnya di submandibula. 3 Ruang suprahyoid
berada di antara otot-otot yang melekatkan lidah pada os hyoid dan m. mylohyoideus. Peradangan
ruang ini menyebabkan ketegangan yang berlebihan pada jaringan dasar mulut serta mendorong
lidah ke atas-belakang. Hal ini dapat menyebabkan obstruksi jalan napas secara potensial. 4
Walaupun biasanya penyebaran yang luas terjadi pada pasien imunokompromise, angina
Ludwig juga bisa berkembang pada orang yang sehat.5 Faktor predisposisinya berupa karies dentis,
perawatan gigi terakhir, sickle cell anemia, trauma, dan tindikan pada frenulum lidah. 6 Selain itu
penyakit sistemik seperti diabetes melitus, neutropenia, aplastik anemia, glomerulositis,
dermatomiositis dan lupus eritematosus dapat mempengaruhi terjadinya angina Ludwig. 7 Penderita
terbanyak berkisar antara umur 20-60 tahun, walaupun pernah dilaporkan terjadi pada usia 12 hari –
84 tahun. Kasus ini dominan terjadi pada laki-laki (3:1 sampai 4:1). 6 Angka kematian akibat angina
Ludwig sebelum dikenalnya antibiotik mencapai angka 50% dari seluruh kasus yang dilaporkan,
sejalan dengan perkembangan antibiotika, perawatan bedah yang baik, serta tindakan yang cepat
dan tepat, maka saat ini angka kematiannya hanya 8%. 8

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode Kepaniteraan 6 Desember 2010 – 8 Januari 2011 1
ANGINA LUDWIG Putri Lestari (406100093)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Angina Ludwig merupakan infeksi dan peradangan serius jaringan ikat (selulitis) pada
area di bawah lidah dan dagu. Penyakit ini termasuk dalam grup penyakit infeksi odontogen,
di mana infeksi bakteri berasal dari rongga mulut seperti gigi, lidah, gusi, tenggorokan, dan
leher. Karakter spesifik yang membedakan angina Ludwig dari infeksi oral lainnya ialah
infeksi ini harus melibatkan dasar mulut serta kedua ruang submandibularis (sublingualis
dan submaksilaris) pada kedua sisi (bilateral). 9

2.2. Anatomi
Pengetahuan tentang ruang-ruang di leher dan hubungannya dengan fascia penting
untuk mendiagnosis dan mengobati infeksi. Ruang yang dibentuk oleh berbagai fascia pada
leher ini merupakan area yang berpotensi untuk terjadinya infeksi. Invasi dari bakteri akan
menghasilkan selulitis atau abses, dan menyebar melalui berbagai jalan termasuk melalui
saluran limfe.6
Ruang submandibular merupakan ruang di atas os hyoid (suprahyoid) dan m.
mylohyoid. Di bagian anterior, m. mylohyoid memisahkan ruang ini menjadi dua yaitu ruang
sublingual di superior dan ruang submaksilar di inferior. Adapula yang membaginya menjadi
tiga diantaranya yaitu ruang sublingual, ruang submental dan ruang submaksillar.2

Gambar 1. Ruang sublingual di bagian superior dari m. mylohyoid. Ruang


submandibular di inferior dari m. mylohyoid.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode Kepaniteraan 6 Desember 2010 – 8 Januari 2011 2
ANGINA LUDWIG Putri Lestari (406100093)

Ruang submaksilar dipisahkan dengan ruang sublingual di bagian superiornya oleh


m. mylohyoid dan m. hyoglossus, di bagian medialnya oleh m. styloglossus dan di bagian
lateralnya oleh corpus mandibula. Batas lateralnya berupa kulit, fascia superfisial dan m.
platysma superficialis pada fascia servikal bagian dalam. Di bagian inferiornya dibentuk oleh
m. digastricus. Di bagian anteriornya, ruang ini berhubungan secara bebas dengan ruang
submental, dan di bagian posteriornya terhubung dengan ruang pharyngeal.

Gambar 2. Ruang submaksilar dibatasi oleh m. mylohyoid, m. hyoglossus, dan m.


styloglossus.

Ruang submandibular ini mengandung kelenjar submaxillar, duktus Wharton, n.


lingualis dan hypoglossal, a. facialis, sebagian nodus limfe dan lemak.10
Ruang submental merupakan ruang yang berbentuk segitiga yang terletak di garis
tengah bawah mandibula dimana batas superior dan lateralnya dibatasi oleh bagian anterior
dari m. digastricus. Dasar ruangan ini adalah m. mylohyoid sedangkan atapnya adalah kulit,
fascia superfisial, dan m. platysma. Ruang submental mengandung beberapa nodus limfe
dan jaringan lemak fibrous. 10

Gambar 3. Segitiga ruang submental.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode Kepaniteraan 6 Desember 2010 – 8 Januari 2011 3
ANGINA LUDWIG Putri Lestari (406100093)

Infeksi pada ruang submandibular ini menyebar hingga bagian superior dan
posterior, mengakibatkan peninggian dasar mulut dan lidah. Os hyoid membatasi
penyebaran ke inferior, sedangkan pembengkakkan dapat menyebar hingga bagian anterior
leher, menyebabkan distorsi dan gambaran bull neck.6

2.3. Etiologi
Dilaporkan sekitar 90% kasus angina Ludwig disebabkan oleh odontogen baik
melalui infeksi dental primer, postekstraksi gigi maupun oral hygiene yang kurang.11 Selain
itu, 95% kasus angina Ludwig melibatkan ruang submandibular bilateral dan gangguan jalan
nafas merupakan komplikasi paling berbahaya yang seringkali merenggut nyawa. Rute
infeksi pada kebanyakan kasus ialah dari terinfeksinya molar ketiga rahang bawah atau dari
perikoronitis, yang merupakan infeksi dari gusi sekitar gigi molar ketiga yang erupsi
sebagian. Hal ini mengakibatkan pentingnya mendapatkan konsultasi gigi untuk molar
bawah ketiga pada tanda pertama sakit, perdarahan dari gusi, kepekaan terhadap
panas/dingin atau adanya bengkak di sudut rahang. 5
Selain gigi molar ketiga, gigi molar kedua bawah juga menjadi penyebab
odontogenik dari angina Ludwig. Gigi-gigi ini mempunyai akar yang terletak pada tingkat m.
myohyloid, dan abses seperti perimandibular abses akan menyebar ke ruang submandibular.
Di samping itu, perawatan gigi terakhir juga dapat menyebabkan angina Ludwig, antara lain:
penyebaran organisme dari gangren pulpa ke jaringan periapikal saat dilakukan terapi
endodontik, serta inokulasi Streptococcus yang berasal dari mulut dan tenggorokan ke lidah
dan jaringan submandibular oleh manipulasi instrumen saat perawatan gigi. 11
Ada juga penyebab lain yang sedikit dilaporkan antara lain sialadenitis kelenjar
submandibula, fraktur mandibula terbuka, infeksi sekunder akibat keganasan mulut, abses
peritonsilar, infeksi kista ductus thyroglossus, epiglotitis, injeksi obat intravena melalui
leher, trauma oleh karena bronkoskopi, intubasi endotrakeal, laserasi oral, luka tembus di
lidah, infeksi saluran pernafasan atas, dan trauma pada dasar mulut. 11
Organisme yang paling banyak ditemukan pada penderita angina Ludwig melalui
isolasi adalah Streptococcus viridians dan Staphylococcus aureus. Bakteri anaerob yang
diisolasi seringkali berupa bacteroides, peptostreptococci, dan peptococci. 11

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode Kepaniteraan 6 Desember 2010 – 8 Januari 2011 4
ANGINA LUDWIG Putri Lestari (406100093)

Bakteri gram positif yang telah diisolasi adalah Fusobacterium nucleatum,


Aerobacter aeruginosa, spirochetes, Veillonella, Candida, Eubacteria, dan spesies
Clostridium. Bakteri Gram negatif yang diisolasi antara lain spesies Neisseria, Escherichia coli,
spesies Pseudomonas, Haemophillus influenza dan spesies Klebsiella.11

2.4. Patogenesis
Infeksi gigi seperti nekrosis pulpa karena karies profunda yang tidak terawat dan
deep periodontal pocket, merupakan jalan bagi bakteri untuk mencapai jaringan periapikal.
Karena jumlah bakteri yang banyak, maka infeksi akan menyebar ke tulang spongiosa sampai
tulang kortikal. Jika tulang ini tipis, maka infeksi akan menembus dan masuk ke jaringan
lunak. Penyebaran infeksi ini tergantung dari daya tahan jaringan tubuh. 4
Penyebaran infeksi odontogen dapat melalui jaringan ikat (perkontinuitatum),
pembuluh darah (hematogen), dan pembuluh limfe (limfogen). Yang paling sering terjadi
adalah penjalaran secara perkontinuitatum karena adanya celah/ruang di antara jaringan
yang berpotensi sebagai tempat berkumpulnya pus. 4
Penjalaran infeksi pada rahang atas dapat membentuk abses palatal, abses
submukosa, abses gingiva, trombosis sinus kavernosus, abses labial dan abses fasial.
Penjalaran infeksi pada rahang bawah dapat membentuk abses sublingual, abses submental,
abses submandibular, abses submaseter dan angina Ludwig. 4
Ujung akar molar kedua dan ketiga terletak di belakang bawah linea mylohyoidea
(tempat melekatnya m. mylohyoideus) dalam ruang submandibula, menyebabkan infeksi
yang terjadi pada gigi tersebut dapat membentuk abses dan pusnya menyebar ke ruang
submandibular, bahkan meluas hingga ruang parafaringeal. Abses pada akar gigi yang
menyebar ke ruang submandibula akan menyebabkan sedikit ketidaknyamanan pada gigi,
nyeri terjadi jika terjadi ketegangan antara tulang. 4

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode Kepaniteraan 6 Desember 2010 – 8 Januari 2011 5
ANGINA LUDWIG Putri Lestari (406100093)

Gambar 4. Linea mylohyoidea, tempat perlekatan m. mylohyoideus.

Gambar 5. Ruang submandibular terletak antara m. mylohyoid, fascia dan kulit.


Ruang submandibular terinfeksi langsung oleh molar kedua dan ketiga.

Infeksi pada ruang submental biasanya terbatas karena ada kesatuan yang keras dari
fascia cervikal profunda dengan m. digastricus anterior dan os hyoid. Edema dagu dapat
terbentuk dengan jelas.4
Infeksi pada ruang submaksilar biasanya terbatas di dalam ruang itu sendiri, tetapi
dapat pula menyusuri sepanjang duktus submaksilaris Whartoni dan mengikuti struktur
kelenjar menuju ruang sublingual, atau dapat juga meluas ke bawah sepanjang m.
hyoglossus menuju ruang-ruang fascia leher.4
Pada infeksi ruang sublingual, edema terdapat pada daerah terlemah di bagian
superior dan posterior sehingga mendorong supraglotic larynx dan lidah ke belakang,
akhirnya mempersempit saluran dan menghambat jalan nafas. 4
Penyebaran infeksi berakhir di bagian anterior yaitu mandibula dan di bagian inferior
yaitu m. mylohyoid. Proses infeksi kemudian berjalan di bagian superior dan posterior,
meluas ke dasar lantai mulut dan lidah. 6

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode Kepaniteraan 6 Desember 2010 – 8 Januari 2011 6
ANGINA LUDWIG Putri Lestari (406100093)

Os hyoid membatasi terjadinya proses ini di bagian inferior sehingga pembengkakan


menyebar ke daerah depan leher yang menyebabkan perubahan bentuk dan gambaran “bull
neck”.6

Gambar 6. Proses penyebaran ke bagian superior dan posterior yang mendorong


lantai dasar mulut dan lidah. Pada penyebaran secara anterior, batas os hyoid
meluas ke arah inferior dan menyebabkan gambaran “bull neck”.

2.5. Manifestasi Klinis


Gejala klinis umum angina Ludwig meliputi malaise, lemah, lesu, malnutrisi, dan
dalam kasus yang parah dapat menyebabkan stridor atau kesulitan bernapas. Gejala klinis
ekstra oral meliputi eritema, pembengkakan, perabaan yang keras seperti papan (board-like)
serta peninggian suhu pada leher dan jaringan ruang submandibula-sublingual yang
terinfeksi; disfonia (hot potato voice) akibat edema pada organ vokal. Gejala klinis intra oral
meliputi pembengkakkan, nyeri dan peninggian lidah; nyeri menelan (disfagia); hipersalivasi
(drooling); kesulitan dalam artikulasi bicara (disarthria). 3
Pemeriksaan fisik dapat memperlihatkan adanya demam dan takikardi dengan
karakteristik dasar mulut yang tegang dan keras. Karies pada gigi molar bawah dapat
dijumpai. Biasanya ditemui pula indurasi dan pembengkakkan ruang submandibular yang
dapat disertai dengan lidah yang terdorong ke atas. Trismus dapat terjadi dan menunjukkan
adanya iritasi pada m. masticator. Tanda-tanda penting seperti pasien tidak mampu menelan
air liurnya sendiri, dispneu, takipneu, stridor inspirasi dan sianosis menunjukkan adanya
hambatan pada jalan napas yang perlu mendapat penanganan segera. 7

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode Kepaniteraan 6 Desember 2010 – 8 Januari 2011 7
ANGINA LUDWIG Putri Lestari (406100093)

7 8
Gambar 7. Pembengkakkan berat dari submandibula bilateral dan regio cervikal anterior
pada anak usia 4 bulan dengan angina Ludwig.
Gambar 8. Edema dan indurasi dari dasar mulut mengakibatkan peninggian lidah pada anak
usia 5 tahun dengan angina Ludwig.

2.6. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
a. Anamnesa
Gejala awal biasanya berupa nyeri pada area gigi yang terinfeksi. Dagu terasa
tegang dan nyeri saat menggerakkan lidah. Penderita mungkin akan mengalami kesulitan
membuka mulut, berbicara, dan menelan, yang mengakibatkan keluarnya air liur terus-
menerus serta kesulitan bernapas. Penderita juga dilaporkan mengalami kesulitan makan
dan minum. Dapat dijumpai demam dan rasa menggigil. 9
b. Pemeriksaan fisik
Dasar mulut akan terlihat merah dan membengkak. Saat infeksi menyebar ke
belakang mulut, peradangan pada dasar mulut akan menyebabkan lidah terdorong ke
atas-belakang sehingga menyumbat jalan napas. Jika laring ikut membengkak, saat
bernapas akan terdengar suara tinggi (stridor). Biasanya penderita akan mengalami
dehidrasi akibat kurangnya cairan yang diminum maupun makanan yang dimakan.
Demam tinggi mungkin ditemui, yang menindikasikan adanya infeksi sistemik. 9

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode Kepaniteraan 6 Desember 2010 – 8 Januari 2011 8
ANGINA LUDWIG Putri Lestari (406100093)

c. Pemeriksaan penunjang
Meskipun diagnosis angina Ludwig dapat diketahui berdasarkan anamnesa dan
pemeriksaan fisik, beberapa metode pemeriksaan penunjang seperti laboratorium
maupun pencitraan dapat berguna untuk menegakkan diagnosis. 7
Laboratorium:
 Pemeriksaan darah: tampak leukositosis yang mengindikasikan adanya infeksi akut.
Pemeriksaan waktu bekuan darah penting untuk dilakukan tindakan insisi drainase. 7
 Pemeriksaan kultur dan sensitivitas: untuk menentukan bakteri yang menginfeksi
(aerob dan/atau anaerob) serta menentukan pemilihan antibiotik dalam terapi.7
Pencitraan:
 RÖ: walaupun radiografi foto polos dari leher kurang berperan dalam mendiagnosis
atau menilai dalamnya abses leher, foto polos ini dapat menunjukkan luasnya
pembengkakkan jaringan lunak. Radiografi dada dapat menunjukkan perluasan
proses infeksi ke mediastinum dan paru-paru. Foto panoramik rahang dapat
membantu menentukan letak fokal infeksi atau abses, serta struktur tulang rahang
yang terinfeksi.7
 USG: USG dapat menunjukkan lokasi dan ukuran pus, serta metastasis dari abses.
USG dapat membantu diagnosis pada anak karena bersifat non-invasif dan non-
radiasi. USG juga membantu pengarahan aspirasi jarum untuk menentukan letak
abses.7
 CT-scan: CT-scan merupakan metode pencitraan terpilih karena dapat memberikan
evaluasi radiologik terbaik pada abses leher dalam. CT-scan dapat mendeteksi
akumulasi cairan, penyebaran infeksi serta derajat obstruksi jalan napas sehingga
dapat sangat membantu dalam memutuskan kapan dibutuhkannya pernapasan
buatan.7
 MRI: MRI menyediakan resolusi lebih baik untuk jaringan lunak dibandingkan dengan
CT-scan. Namun, MRI memiliki kekurangan dalam lebih panjangnya waktu yang
diperlukan untuk pencitraan sehingga sangat berbahaya bagi pasien yang mengalami
kesulitan bernapas.7

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode Kepaniteraan 6 Desember 2010 – 8 Januari 2011 9
ANGINA LUDWIG Putri Lestari (406100093)

2.7. Penatalaksanaan
Penatalaksaan angina Ludwig memerlukan tiga fokus utama, yaitu: 7
 pertama dan paling utama, menjaga patensi jalan napas.
 kedua, terapi antibiotik secara progesif, dibutuhkan untuk mengobati dan membatasi
penyebaran infeksi.
 ketiga, dekompresi ruang submandibular, sublingual, dan submental.

Trakeostomi awalnya dilakukan pada kebanyakan pasien, namun dengan adanya


teknik intubasi serta penempatan fiber-optic Endotracheal Tube yang lebih baik, maka
kebutuhan akan trakeostomi berkurang. Intubasi dilakukan melalui hidung dengan
menggunakan teleskop yang fleksibel saat pasien masih sadar dan dalam posisi tegak. Jika
tidak memungkinkan, dapat dilakukan krikotiroidotomi atau trakheotomi dengan anestesi
lokal.7
Pemberian dexamethasone IV selama 48 jam, di samping terapi antibiotik dan
operasi dekompresi, dilaporkan dapat membantu proses intubasi dalam kondisi yang lebih
terkontrol, menghindari kebutuhan akan trakheotomi/krikotiroidotomi, serta mengurangi
waktu pemulihan di rumah sakit. Diawali dengan dosis 10mg, lalu diikuti dengan pemberian
dosis 4 mg tiap 6 jam selama 48 jam.7
Setelah patensi jalan napas telah teratasi maka antibiotik IV segera diberikan.
Awalnya pemberian Penicillin G dosis tinggi (2-4 juta unit IV terbagi setiap 4 jam) merupakan
lini pertama pengobatan angina Ludwig. Namun, dengan meningkatnya prevalensi produksi
beta-laktamase terutama pada Bacteroides sp, penambahan metronidazole, clindamycin,
cefoxitin, piperacilin-tazobactam, amoxicillin-clavulanate harus dipertimbangkan. Kultur
darah dapat membantu mengoptimalkan regimen terapi. 7
Selain itu, dilakukan pula eksplorasi dengan tujuan dekompresi (mengurangi
ketegangan) dan evaluasi pus, di mana pada umumnya angina Ludwig jarang terdapat pus
atau jaringan nekrosis. Eksplorasi lebih dalam dapat dilakukan memakai cunam tumpul. Jika
terbentuk nanah, dilakukan insisi dan drainase. Insisi dilakukan di garis tengah secara
horisontal setinggi os hyoid (3-4 jari di bawah mandibula). Insisi dilakukan di bawah dan
paralel dengan corpus mandibula melalui fascia dalam sampai kedalaman kelenjar
submaksila. Insisi vertikal tambahan dapat dibuat di atas os hyoid sampai batas bawah dagu.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode Kepaniteraan 6 Desember 2010 – 8 Januari 2011 10
ANGINA LUDWIG Putri Lestari (406100093)

Jika gigi yang terinfeksi merupakan fokal infeksi dari penyakit ini, maka gigi tersebut harus
diekstraksi untuk mencegah kekambuhan. Pasien di rawat inap sampai infeksi reda. 4

Gambar 9. Kondisi pasien post-trakeostomi namun masih membutuhkan drainase


abses. Tampak depan dan samping menunjukkan pembengkakkan submandibular
dan sublingual.

Gambar 10. Kondisi pasien 3 hari post-operasi, memperlihatkan drainase


submandibula bilateral dan occluded tracheostomy tube.

2.8. Komplikasi
Angina Ludwig merupakan selulitis bilateral dari ruang submandibular yang terdiri
dari dua ruang yaitu ruang sublingual dan ruang submaksilar. Secara klinis, kedua ruang ini
berfungsi sebagai satu kesatuan karena adanya hubungan bebas serta kesamaan dalam
tanda dan gejala klinis. Celah buccopharingeal, yang dibentuk oleh m. styloglossus melalui
m. constrictor media dan superior, merupakan penghubung antara ruang submandibular

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode Kepaniteraan 6 Desember 2010 – 8 Januari 2011 11
ANGINA LUDWIG Putri Lestari (406100093)

dengan ruang pharingeal lateral. Infeksi angina Ludwig dapat menyebar secara langsung
melalui celah buccopharingeal ini ke ruang pharingeal lateral, di mana selulitis akan dengan
cepat menjadi berbahaya serta menimbulkan obstruksi jalan napas yang berat. 7
Akibat barrier anatomik yang tidak dibatasi, infeksi dapat menyebar secara mudah
ke jaringan leher, ruang fascia retropharingeal, bahkan hingga mediastinum dan ruang
subphrenik. Selain gejala obstruksi jalan napas yang dapat terjadi tiba-tiba, komplikasi dari
angina Ludwig dapat berupa trombosis sinus kavernosus, aspirasi dari sekret yang terinfeksi,
dan pembentukan abses subphrenik. Komplikasi lebih lanjut yang telah dilaporkan meliputi
sepsis, mediastinitis, efusi perikardial/pleura, empiema, infeksi dari carotid sheath yang
mengakibatkan ruptur a. carotis, dan thrombophlebitis supuratif dari v. jugularis interna.7

2.9. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan gigi ke dokter secara rutin dan
teratur. Penanganan infeksi gigi dan mulut yang tepat dapat mencegah kondisi yang akan
meningkatkan terjadinya angina Ludwig.4

2.10. Prognosis
Prognosis angina Ludwig tergantung pada kecepatan proteksi jalan napas untuk
mencegah asfiksia, eradikasi infeksi dengan antibiotik, serta pengurangan radang. Sekitar
45% – 65% penderita memerlukan insisi dan drainase pada area yang terinfeksi, disertai
dengan pemberian antibiotik untuk memperoleh hasil pengobatan yang lengkap. Selain itu,
35% dari individu yang terinfeksi memerlukan intubasi dan trakeostomi. 9
Angina Ludwig dapat berakibat fatal karena membahayakan jiwa.4 Kematian pada
era preantibiotik adalah sekitar 50%. Namun dengan diagnosis dini, perlindungan jalan nafas
yang segera ditangani, pemberian antibiotik intravena yang adekuat serta penanganan
dalam ICU, penyakit ini dapat sembuh tanpa mengakibatkan komplikasi. Begitu pula angka
mortalitas dapat menurun hingga kurang dari 5%.4

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode Kepaniteraan 6 Desember 2010 – 8 Januari 2011 12
ANGINA LUDWIG Putri Lestari (406100093)

BAB III
RINGKASAN

Angina Ludwig ialah infeksi ruang submandibular berupa selulitis atau flegmon yang
progresif.3 Karakter spesifik yang membedakan angina Ludwig dari infeksi oral lainnya ialah infeksi ini
harus melibatkan dasar mulut serta kedua ruang submandibularis (sublingualis dan submaksilaris)
pada kedua sisi (bilateral).9
Dilaporkan sekitar 90% kasus angina Ludwig disebabkan oleh odontogen baik melalui infeksi
dental primer, postekstraksi gigi maupun oral hygiene yang kurang.11 Rute infeksi pada kebanyakan
kasus ialah dari terinfeksinya molar kedua atau ketiga rahang bawah, dapat pula dari perikoronitis. 5
Organisme yang paling banyak ditemukan pada penderita melalui isolasi adalah Streptococcus
viridians dan Staphylococcus aureus. 11
Manifestasi klinis dari angina Ludwig meliputi pembengkakan, nyeri dan terdorongnya lidah
ke atas; pembengkakan leher dan jaringan ruang submandibular yang keras seperti papan; malaise;
demam; disfagia. Tanda-tanda penting seperti pasien tidak mampu menelan air liurnya sendiri dan
adanya stridor inspirasi mengindikasikan adanya obstruksi jalan napas. 5
Penatalaksaan angina Ludwig memerlukan tiga fokus utama, yaitu: pertama, menjaga
patensi jalan napas dengan intubasi nasal,trakeostomi, krikotiroidotomi atau trakheotomi; kedua,
terapi antibiotik IV secara progesif, dibutuhkan untuk mengobati dan membatasi penyebaran infeksi;
ketiga, dekompresi ruang submandibular, sublingual, dan submental dengan cara insisi atau drainase
abses.7 Prognosis angina Ludwig tergantung pada kecepatan proteksi jalan napas untuk mencegah
asfiksia, eradikasi infeksi dengan antibiotik, serta pengurangan radang. 9

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode Kepaniteraan 6 Desember 2010 – 8 Januari 2011 13
ANGINA LUDWIG Putri Lestari (406100093)

DAFTAR PUSTAKA

1. Murphy SC. The Person Behind the Eponym: Wilhelm Frederick von Ludwig. Journal of Oral
Pathology & Medicine. August 9 1996.
2. Fachruddin D. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009.
3. Damayanti. Kumpulan Kuliah Stomatologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Tarumanagara.
4. Raharjo SP. Penatalaksanaan Angina Ludwig. Jurnal Dexa Media. Januari-Maret 2008;Vol.21.
5. Anonymous. Ludwig's Angina. 2010. available at: http://en.wikipedia.org/wiki/Ludwig
%27s_angina.
6. Hartmann RW. Ludwig's Angina in Children. Journal of American Family Physician. July
1999;Vol. 60.
7. Winters S. A Review of Ludwig's Angina for Nurse Practitioners. Journal of the American
Academy of Nurse Practitioners. December 2003;Vol. 15(Issue 12).
8. Arfani A. Dentist: Phlegmon. available at:
http://asnuldentist.blogspot.com/2010/08/phlegmon.
9. Anonymous. Ludwig's Angina. available at: http://www.mdguidelines.com/ludwigs-angina.
10. Bailey B. Odontogenic Infection. Head and Neck Surgery. 4th ed. Pennsylvanya: Elsener
Mosby; 2005.
11. Topazian R. Oral and Maxillofacial Infection. 4th ed. St. Louis: W.B. Saunders; 2002.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode Kepaniteraan 6 Desember 2010 – 8 Januari 2011 14

Anda mungkin juga menyukai