Anda di halaman 1dari 7

Bab 3

OSTEOPOROSIS
DEFINISI
 Osteoporosis dicirikan oleh rendahnya massa tulang dan rendahnya kualitas
jaringan tulang menyebabkan fragilitas tulang dan peningkatan resiko patah.
WHO mengklasifikasikan massa tulang berdasarkan skor T. Skor T adalah jumlah
standar deviasi dari rerata kerapatan massa tulang (bone mass density, BMD)
untuk populasi normal muda. Massa tulang normal adalah mereka dengan skor T
lebih besar dari –1, osteopenia –1 sampai –2,5 dan osteoporosis kurang dari –2,5.
 Tiga kategori osteoporosis telah dijelaskan: (1) postmenopausal osteoporosis
terutama mempengaruhi tulang trabekular setalah menopause, (2) osteoporosis
terkait-usia sebagai akibat dari kehilangan tulang yang mulai terjadi sesaat setelah
puncak massa tulang tercapai, dan (3) osteoporosis sekunder karena pengobatan
tertentu dan penyakit dan mempengaruhi kedua tipe tulang.
PATOFISIOLOGI
 Defisiensi estrogen meningkatkan resorpsi tulang di atas pembentukan. Faktor
tumor nekrosis dan cytokines lain merangsang aktivitas osteoclastic. Pengurangan
faktor pertumbuhan β terkait kehilangan estrogen juga merangsang aksi osteoklas.
 Kehilangan tulang terkait-usia sebagai hasil dari peningkatan resorpsi tulang.
Peningkatan apoptosis dari osteosit bisa menurunkan respon terhadap tekanan
mekanis dan memperlambat perbaikan tulang. Penuaan juga meningkatkan resiko
fraktur karena kondisi kesehatan, kelainan kognitif, pengobatan, kekurangan
asupan kalsium, dan kekurangan asupan dan absorpsi vitamin D.
 Osteoporosis karena obat bisa muncul dari glukortikoid sistemik (prednisone >7,5
mg/hari), penggantian (replacement) tiroid yang berlebihan, beberapa obat anti
epilepsi, dan penggunaan heparin jangka panjang (>15.000 sampai 30.000 unit
tiap hari untuk lebih dari 3-6 bulan).
CIRI KLINIK
 Ciri umum adalah bertambah pendek, kifosis, lordosis, rasa sakit pada tulang,
atau patah, terutama pada tulang belakang, pinggul, atau lengan bawah. Fraktur
bisa terjadi setelah menekuk, mengangkat, atau jatuh. Patah tulang belakang yang
paling sering, dan patah di banyak tempat bisa mengarah ke kifosis dorsal dan
memperparah lordosis. Lepasnya tulang belakang jarang mengakibatkan
kompresi spinal cord. Perubahan dinding dada bisa mengakibatkan komplikasi
kardiovaskular dan paru.
 Rasa sakit akut akibat patah biasanya selama 2-3 bulan. Rasa sakit bisa berupa
rasa sakit yang dalam dekat tempat patah.
DIAGNOSA
 Riwayat pasien harus didapatkan untuk mencari riwayat patah tulang sewaktu
dewasa, kondisi medis, operasi, dan kehadiran faktor resiko untuk osteoporosis.
o Faktor resiko genetik termasuk etnis Asia atau Kaukasia, riwayat keluarga
untuk osteoporosis atau patah tulang, dan kerangka tubuh yang kecil
(tinggi, kurus, indeks massa tubuh kecil).
o Gaya hidup dan faktor diet termasuk gaya hidup sedentary (banyak duduk)
dengan latihan minimal, merokok, penggunaan alkohol berlebih, jarang
terkena matahari, asupan kalsium rendah sepanjang hidupnya, intolerasnsi
laktosa, asupan kafeine tinggi, asupan protein hewani tinggi, turunnya
berat >10% setelah usia 50 tahun, dan anorexia nervosa.
o Faktor ginekologi termasuk menarche (dimulainya menstruasi) yang
terlambat, operasi atau menopause yang lebih cepat, oophorecthomy
(pengangkatan ovarium) tanpa terapi penggantian estrogen (estrogen
replacement theraphy, ERT), nulliparity, dan amenorrhea.
o Penyakit kronik yang bisa meningkatkan resiko termasuk hipertiroidisme,
sindroma Cushing, kanker tulang dan diabetes melitus.
o Pengobatan yang meningkatkan resiko termasuk glukokortikoid,
penggantian tiroid yang berlebihan, penggunaan heparin dosis tinggi
dalam waktu yang lama, dan anti convulsan.
 Pemeriksaan fisik menyeluruh dan analisis laboratorium diperlukan untuk
mengetahui penyebab sekunder dan untuk menaksir kifosis dan sakit punggung.
Evaluasi biokimia harus memasukkan complete blood count, panel kimia
(termasuk koreksi kalsium untuk tingkat serum albumin, fosfor, dan alkaline
fosfatase), dan konsentrasi 25-hydroxyvitamin D.
 Radiograf sumsum lateral bisa dilakukan pada sakit punggung yang baru atau
yang parah untuk mendeteksi patah tulang belakang.
 Pengukuran BMD pusat (pinggul dan sumsum) dengan dual-energy x-ray
absorptiometry (DXA) adalah standar tertinggi untuk diagnosa osteoporosis.
Untuk setiap 1 SD dibawah rerata BMD dewasa muda, resiko patah meningkat
dua kali. Pengukuran pada bagian tepi (lengan bawah, tumit, dan phalanges)
dengan single-energy x-ray absorptiometry (SXA), ultrasonic, atau DSA hanya
digunakan untuk skrining.; prediksi akurat untuk fraktur sudah disediakan oleh
BMD pinggul.
 Biopsi tulang jarang berguna untuk osteoporosis tapi bisa digunakan untuk
mencari sebab sekunder, seperti osteomalacia.
 Penanda biokimia untuk turnover tulang digunakan pada uji klinik. Penanda
untuk resorpsi tulang termasuk C-terminal atau N-terminal telopeptide dan
deoxypyridinolline. Penanda pembentukan tulang termasuk alkaline fosfat
spesifik tulang, osteocalcin, dan C-terminal dan N-terminal peptide dengan
procolagen.
HASIL YANG DIINGINKAN
Pada pasien dengan resiko osteoporosis, tujuan pencegahan adalah mendapatkan massa
tulang optimal dan mengurangi kehilangan massa tulang. Pencegahan idealnya dimulai
dengan meningkatkan massa puncak tulang pada anak, remaja, dan dewasa muda. Tujuan
perawatan untuk mengurangi hilangnya massa tulang dan mengurangi fraktur. Kontrol
rasa sakit bisa dibutuhkan terutama setelah fraktur dan untuk osteoporosis parah.
PENCEGAHAN DAN PERAWATAN
Gambar 3-1 memberikan panduan termasuk pendekatan farmakologi dan non
farmakologi.
Pencegahan dan Perawatan non Farmakologi
 Semua individu dietnya harus seimbang dengan asupan kalsium dan vitamin D
yang cukup (Tabel 3-1). Tabel 3-2 mencantumkan makanan dengan konsentrasi
kalsium tinggi. Jika asupan diet yang cukup tidak bisa dicapai, suplemen kalsium
bisa diberikan.
Gambar 3-1
Tabel 3-1
Tabel 3-2
 Latihan beban bisa mencegah hilangnya massa tulang dan menurunkan resik
fraktur.
Pencegahan dan Perawatan Farmakologis
Pengobatan Antiresoptif
Kalsium
 Kalsium harus diberikan dalam jumlah yang cukup untuk mencegah
hipertiroidisme sekunder dan perusakan tulang. Asupan kalsium lebih tinggi telah
menunjukkan mencegah atau mengurangi hilangnya massa tulang pada dewasa.
Efeknya diperkuat ketika dikombinasikan dengan terapi antiresoptif lain atau
latihan fisik. Kombinasi kalsium dan vitamin D menurunkan fraktur vertebral,
non-vertebral dan pinggul.
 Kalsium karbonat adalah garam pilihan karena mengandung konsentrasi tertinggi
kalsium (40%) dan paling murah (Tabel 3-3). Kalsium karbonat sebaiknya
diberikan dengan makanan untuk meningkatkan absorpsi dengan peningkatan
sekresi asam. Absorpsi kalsium sitrat tergantung asam dan tidak diberikan
bersama makanan. Karena fraksi kalsium terabsorbsi menurun dengan
peningkatan dosis, dosis terbagi (500-600 mg atau kurang) disarankan.
 Efek samping paling umum adalah konstipasi dan flatulen; batu ginjal jarang
terjadi.
Tabel 3-3
Diuretik
 Thiazide meningkatkan reabsorpsi kalsium urin, tapi meresepkannya tunggal
hanya untuk osteoporosis tidak dianjurkan.
Vitamin D dan Metabolit
 Defisiensi vitamin D muncul karena asupan yang kurang, kurang terkena sinar
matahari, atau penurunan produksi di kulit. Lebih jarang, penurunan sintesis
calcitriol di ginjal terjadi karena usia atau disfunsi liver atau ginjal.
 Suplemen vitamin D telah menunjukkan meningkatkan BMD, dan bisa
mengurangi fraktur.
 Kebanyakan tablet multivitamin mengandung 400 IU vitamin D, dan produk
kombinasi kalsium-vitamin D mengandung 100-200 IU per dosis. Untuk manula,
satu tablet multivitamin sehari (dua tablet sehari untuk yang berusia di atas 70
tahun) cukup untuk asupan vitamin D harian.
 Vitamin D dosis tinggi bisa menyebabkan hiperkalsimea dan hiperkalsiuria.
Bifosfanat
 Bifosfanat terserap ke apatite (grup kalsium fosfat pada tulang) tulang dan
menyatu permanen dengan tulang. Osteoklas tidak mampu menempel pada
permukaan tulang yang mengandung bifosfanat. Perkiraan waktu paruh terminal
bifosfanat serupa dengan turnover tulang (1-10 tahun).
 Alendronate (Fosamax) diindikasikan untuk pencegahan (5 mg/hari) dan
perawatan (10 mg.hari) osteoporosis pada wanita postmenopausal. Pemberian
sekali seminggu (70 mg) memberikan hasil BMD yang serupa, juga mengurangi
paparan obat kepada pasien.
 Risedronate (Actonel: 5 mg/hari) diindikasikan untuk perawatan dan pencegahan
osteoporosis pada wanita postmenopausal serta pria dan wanita yang menerima
glukokortikoid sistemik (prednisone setara 7,5 mg/hari atau lebih besar) untuk
penyakit kronik. Pemberian risedronate sekali seminggu (30-35 mg) masih dalam
penyelidikan.
 Bifosfonat memberikan peningkatan BMD tertinggi untuk agen antiresorptif.
Alendronate, 10 mg.hari, meningkatkan BMD sumsum lumbar 5,4-6%, tulang
femoral leher 2,9% dan trochanter (bagian atas tulang femur) 4,4-4,9%.
Risedronate, 5 mg/hari, memberikan hasil yang serupa. Peningkatan BMD paling
tinggi pada tahun pertama perawatan dan berlanjut selama 7 tahun. Setelah
dihentikan, BMD dipertahankan atau menurun perlahan tapi tetap lebih tinggi dari
bukan pengguna. Terapi kombinasi dengan estrogen atau terapi penggantian
hormon (hormon/estrogen replacement theraphy HRT/ERT) menghasilkan
peningkatan BMD yang lebih tinggi daripada pengobatan tunggal. Pengurangan
fraktur pada vertebral, non-vertebral dan pinggul telah dibuktikan.
 Bifosfonat harus diberikan dengan hati-hati untuk menghindari efek samping
saluran cerna yang serius. Semua bifosfonat sulit diabsorbsi (1-5%), dan
makanan, minuman, dan kalsium menurunkan absorbsi signifikan. Bifosfonat
sebaiknya diberikan pada pagi hari 30-120 menit sebelum pemberian makanan,
minuman atau obat pertama dengan segelas penuh air (bukan kopi, jus, air
mineral, atau susu). Pasien harus tetap dalam posisi tegak selama 30 menit untuk
mencegah iritasi esophageal dan ulserasi. Kalsium dan, jika dibutuhkan, vitamin
D sebaiknya juga diberikan tapi pada waktu yang berbeda.
 Efek samping paling umum untuk bifosfonat adalah nausea; rasa sakit pada
abdominal; dispepsia; diare; dan iritasi, perforasi, ulserasi atau perdarahan
esophageal, lambung atau duodenal
Estrogen dan Terapi Hormon
 Estrogen menurunkan aktivitas dan recruitment osteoklas, menginhibit
parathyroid hormone (PTH), meningkatkan konsentrasi calcitriol dan absorbsi
kalsium intestinal, dan menurunkan ekskresi kalsium ginjal.
 ERT dan kombinasi terapi penggantian estrogen-progestin meningkatkan BMD,
tapi datanya kurang untuk pencegahan fraktur. Peningkatan BMD kebanyakan
terlihat pada tahun pertama perawatan, dengan sedikit peningkatan atau plato
setelahnya. Progestin yang ditambahkan ke ERT tidak memberikan perubahan
atau sedikit meningkatkan BMD. Estrogen oral dan transdermal pada dosis yang
sama dan berlanjut atau siklus ERT/HRT mempunyai efek BMD yang serupa.
Efek pada BMD adalah meningkat ketika ERT/HRT dikombinasikan dengan
alendronate. Percepatan hilangnya massa tulang terjadi dengan penghentian
ERT/HRT. Agen ini telah disetujui oleh FDA untuk pencegahan osteoporosis tapi
bukan untuk perawatan.
 Karena bukti yang bertentangan mengenai penggunaan ERT/HRT untuk
pencegahan penyakit kardiovaskular dan potensi terjadinya kaker payudara
tergantung-estrogen, penggunaan ERT/HRT untuk pencegahan dan perawatan
osteoporosis berlanjut dalam kontroversi.
 ERT/HRT menurunkan fraktur vertebral dan non-vertebral secara signifikan pada
beberapa ujicoba pada tidak di ujicoba lain. Efek bervariasi oleh tipe tulang, usia
pasien, onset terapi, dan durasi ERT. Proteksi dikurangi setelah HRT telah
dihentikan selama paling tidak 5 tahun.
 Dosis harian ERT yang disarankan untuk pencegahan osteoporosis adalah
conjugated equine estrogen 0,625 mg, ethinyl estradiol 0,02 mg, estropipate 0,625
mg, esterified estrogen 0,625 mg, micronized estradiol 1 mg, 17-β-estradiol 2 mg,
estrone sulfat 1,5 mg, dan estradiol transdermal 0,05 mg/hari.
 ERT biasanya diberikan berkelanjutan dengan pemberian berkelanjutan atau
siklus progestin. HRT berkelanjutan paling umum digunakan karena 60-80%
wanita akan mengalami amenorrheic dalam 6-12 bulan setelah memulai terapi dan
lebih sedikit wanita yang mengalami endometrial hyperplasia. Sampai waktu itu,
perdarahan bisa terjadi tanpa terdeteksi. Jika amenorrhea tidak terjadi setelah 10-
12 bulan, pola perdarahan yang bisa diprediksi dengan terapi siklus lebih disukai.
 Pemberian ERT tunggal berkelanjutan untuk wanita yang sudah mendapat
hysterectomy (pengangkatan uterus).ERT meningkatkan resiko endometrial
carcinoma pada wanita dengan uterus yang intact (belum rusak). Terapi progestin
untuk palin tidak 12-14 hari sebulan biasanya menghilangkan resiko ini dan
bahkan bisa protektif. Conterone medroxyprogesterone acetate 2,5-5 mg,
micronized progesterone 100 mg per hari, norethindrone acetate 5-10 mg selama
12-14 hari setiap bulan bisa digunakan. Pemberian harian meningkatkan
adherence dan merangsang amenorrhea.
 Nilai resiko relatif untuk kanker payudara pada wanita yang menjalani ERT/HRT
antara 1,1-1,5, dengan resiko sedikit meningkat dengan terapi lebih lama ( paling
tidak 5-20 tahun) dan penambahan progestin.
 Efek samping dari HRT termasuk perdarahan vagina, melunaknya payudara,
migrain, perubahan mood, cholelithiasis (membentuk batu kandung empedu), dan
tromboemboli vena.
 Kontraindikasi untuk ERT/HRT termasuk kanker aktif atau dicurigai tergantung
estrogen, perdarahan vagina abnrmal, penyakit liver yang parah, dan trombosis
vaskular aktif. Kontraindikasi relatif termasuk migrain, riwayat pemyakit
tromboemboli (terutama dengan kehamilan atau setelah penggunaan kontrasepsi
oral), hipergliceridemia, fibroid uterine, endometriosis, penyait kandung empedu,
riwayat keluarga untuk kanker payudara, dan disfungsi hepatik kronik.
Selective Estrogen Modulator (SERM)
 Ralofexine (Evista) 60 mg sehari diterima untuk pencegahan dan perawatan
osteoporosis postmenopausal. BMD pinggul dan spinal meningkat dari 2-3 % dan
menurunkan fraktur vertevral tapi belum dibuktikan menurunkan fraktur pinggul.
Ini pilihan yang baik untuk wanita yang tidak bisa atau tidak boleh menerima
estrogen. Bifosfonat mungkin merupakan pilihan yang lebih baik pada osteoprosis
parah ketika reduksi resiko fraktur diinginkan.
 Ralofexine merupakan antagonis estrogen di jaringan uterine dan payudara
sehingga tidak meningkatkan resiko endometrial carcinoma, seperti pada estrogen
dan tamoxifen.
 Ralofexine dihubungkan dengan peningkatan resiko tiga kali lipat trombemboli
vena, serupa dengan resiko pada estrogen. Ralofexine dikontraindikasikan pada
wanita dengan penyakit tromboemboli aktif. Efek samping lain termasuk kaki
kaku.
Testosterone dan Anabolic Steroid
 Metil testosterone (1,25 atau 2,5 mg) dan testosterone yang ditanam (50 mg tiap 3
bulan) dan patch transdermal terkadang diberikan bersama dengan ERT/HRT
pada wanita dengan depresi atau libido yang menurun, fungsi seksual, atau tingkat
energi setelah oophorectomy (pengangkatan ovarium). Terapi bersama umumnya
memberikan efek BMD yang lebih bak daripada ERT tunggal/
 Meski anabolik steroid merangsang aktivitas osteoblas, efek predominannya
adalah mengurangi resorpsi tulang, yang mungkin sekunder setelah peningkatan
massa otot dan kekuatan. Perubahan BMD relatif kecil, dan kebanyakan wanita
mendapat efek samping (efek virilizing seperti hirsutisme, jerawat, dan suara yang
berat).
Calcitonin
 Semprotan nasal Calcitonin (Mialcacin) diindikasikan untuk perawatan
osteoporosis untuk wanta paling tidak 5 tahun setelah menopause. Karena kurang
efektif jika dibandingkan dengan pengobatan osteporosis lainnya, calcitonin lebih
sering digunakan untuk pasien dengan rasa sakit akibat fraktur atau untuk mereka
yang tidak sesuai dengan terapi lainnya.
 Regimen 200 IU calcitonin nasal meningkatkan BMD spinal dan mengurangi
fraktur vertebral baru sebesar 36%. BMD pinggul tidak selalu dipengaruhi dan
tidak menurunkan fraktur pinggul.
 Calcitonin salmon digunakan secara klinik karena lebih poten dan efeknya lebih
lama daripada calcitonin mamalia. Dosis intranasalnya 200 IU sehari, bergantian
di tiap nares (lubang hidung). Pemberian subkutan (injeksi Miacalcin) 100 IU/hari
tersedia tapi jarang digunakan.
 Calcitonin nasal bisa menyebabkan rhinitis, epistaxis, dan iritasi nasal. Pemberian
subkutan bisa menyebabkan simtom saluran cerna, rasa sakit di tempat injeksi,
dan wajah memerah.
Terapi Pembentukan Tulang Investagisional
Hrmon paratiroid
 Meski PTH bisa meningkatkan resportion tulang, PTH (1-84) dan fragmen N-
terminalnya (1-34) (teriparatide, masih dalam penyelidikan ketika tulisan ini
dibuat) adalah anabolik jika digunakan sekali sehari. Aktivitas anabolik bisa
timbul dari menurunnya apoptosis osteoblas dan peningkatan pembentukan tulang
dari osteoblas yang hidup lebih lama.
 Pada uji klinik fase III kontrol-plasebo pada 1637 wanita postmenopausal yang
sudah mengalami fraktur vertebral, 14% yang menerima plasebo mendapatkan
fraktur vertebral baru jika dibandingkan 5% dan 4% yang menerima teriparatide
subkutan 20 dan 40 μg sehari. BMD juga naik pada spinal lumbar dan femur lebih
tinggi pada pasien yang menerima dua dosis teriparatide. Efek samping minor
(nausea dan sakit kepala) tapi terjadi lebh sering dengan naiknya dosis
Fluorida
 Fluorida meningkatkan aktivitas osteblas dan pembentukan tulang. Tetapi, meski
dengan studi bertahun-tahun, efek anti fraktur dari fluoridse masih diragukan, dan
fluoride bisa meningkatkan kerapuhan tulang.
 Pada satu studi, pria dan wanita yang diberikan fluoride monofosfat dan wanita
yang menerima dosis kecil lepas lambat natrium fluoride mengalami fraktur
vertebral yang lebih sedikit. Tetapi, hasil ini belum divalidasi pada studi lain.
Fluoride saat ini tidak direkomendasikan untuk terapi, tapi produk lepas lambat
sedang diuji oleh FDA.
OSTEOPOROSIS YANG DIRANGSANG OLEH GLUKOKORTIKOID
 Meski kehilangan massa tulang terus berlanjut dengan terapi steroid, kehilangan
terbesar terjadi pada 6-12 bulan pertama. Tulang trabekular (rusuk, vertebrae, dan
pelvis) lebih terpengaruh daripada tulang kortikal. Dosis oral prednisne >7,5 mg
atau yang setara dan dosis yang dihirup lebih besar dari 800-1200 μg
beclomethasone, 800-1000 μg budesonide, 750 μg fluticasone, dan 1000 μg
flunisolide umumnya dibutuhkan untuk kehilangan massa tulang yang signifikan,
tapi hilangnya massa dan fraktur bisa terjadi dengan dosis lebih rendah. Pria,
wanita dan anak-anak semua rentan.
 Glukkortikoid menurunkan kekuatan otot dan pembentukan tulang dan
peningkatan resorpsi tulang. Penurunan absorpsi kalsium saluran cerna dan
peningkatan ekskresi ginjal mengakibatkan hiperparatiroidisme sekunder.
 Pengukuran ekskresi kaslium urin 24 jam bisa membantu pada penaksiran
keseimbangan kalsium dan kebutuhan akan suplementasi kalsium, terapi diuretik,
dan perubahan pengobatan. Pemeriksaan sinar x bisa mengindikasikan
osteoporosis yang dirangsang steroid.
 Jika penghentian obat tidak dimungkinkan, glukokortikoid sebaiknya digunakan
sesdikit mungkin dan untuk durasi yang singkat. Terapi pada hari bergantian tidak
mengeliminasi hilangnya massa tulang. Steroid yang dihirup mempunyai efek
lebh kecil pada tulang daripada terapi oral.
 Semua pasien merubah gaya hidupnya dan mengkonsumsi kalsium dan vitamin D
yang cukup. HRT sebaiknya ditawarkan kepada semua wanita yang menggunakan
steroid. Testosterone bisa dpertimbangkan untuk pria dengan konsentrasi
testosterone rendah. Jika terapi berlanjut lebih dari 3 bulan, terapi antiresorptif
bisa diberikan. Bifosfonat bisa menghasilkan peningkatan densitas tulang yang
lebih besar daripada calcitonin, fluoride dan vitamin D.
 Semua pasien harus melakukan pengukuran BMD dalam 1 tahun dan lalu tiap 2
tahun. Jika kehilangan massa tulang lebih besar dari 2-3% per tahun, pengobatan
tambahan diperlukan. Terapi dilanjutkan sampai 3 tahun setelah penghentian
steroid pada pasien dengan massa tulang yang rendah.
EVALUASI HASIL TERAPI
 Pasien yang menerima pencegahan atau perawatan dengan ERT/HRT, bifosfonat,
atau calcitonin harus diperiksa paling tidak tiap tahun. Untuk wanita dengan
ERT/HRT, ini termasuk pemeriksaan payudara dan pelvik tahunan, mammografi,
dan pap smear. Perdarahan berlebih harus dievaluasi dengan biopsi endometrial,
transvaginal ultrasonografi, atau dilatasi dan kuret jika dibutuhkan.
 Kepatuhan dan toleransi atas pengobatan harus diperiksa tiap kunjungan.
 Pengukuran BMD disarankan tiap 2-3 tahun jika baseline untuk skor T kurang
dari –1,5. Untuk program pencegahan, BMD harus diukur tiap tahun selama 3
tahun. Jika stabil, pengukuran bisa dilanjutkan tiap 2 tahun; jika tidak tetap
dilakukan tiap tahun sampai stabil.
 Peran penanda biokimia pada remodelling tulang untuk monitoring rutin pasien
dan evaluasi pengobatan masih diselidiki.

Anda mungkin juga menyukai