Anda di halaman 1dari 15

TINJAUAN PUSTAKA

EKLAMPSIA
Istilah Eklampsia berasal dari bahasa yunani dan berarti halilintar. Kata tersebut
dipakai karena seolah-olah gejala-gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba tanpa
didahului oleh tanda-tanda lain. Sekarang kita ketahui bahwa eklampsia timbul
pada wanita hamil atau dalam nifas dengan tanda-tanda preeklampsia. Pada
wanita yang menderita eklampsia timbul serangan kejang yang diikuti oleh koma.
Tergantung dari saat timbulnya eklampsia dibedakan eklampsia gravidarum,
eklampsia parturientum, dan eklampsia puerperale. Perlu dikemukakan bahwa
pada eklampsia gravidarum sering kali persalinan mulai tidak lama kemudian.
Dengan pengetahuan bahwa biasanya eklampsia didahului oleh pre- eklampsia,
tampak pentingnya pengawasan antenatal yang diteliti dan teratur, sebagai usaha
untuk mencegah timbulnya penyakit itu.

Gejala dan Tanda
Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya pre- eklampsia dan
terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan,
mual keras, nyeri epigastrium, dan hiperefleksia. Bila keadaan ini tidak dikenall
dan tidak segera diobati, akan timbul kejang; terutama pada pada persalinan
bahaya ini besar. Konvulsi eklampsia dibagi dalam 4 tingkatan:
1. Tingkat awal atau aura. Keadaan ini berlangsung kira-kira 30 detik. Mata
penderita terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar demikian pula
tangannya, dan kepala di putar ke kanan atau ke kiri.
2. Kemudian timbul tingkat kejang tonik yang berlangsung kurang lebih 30
detik. Dalam tingkat ini seluru otot menjadi kaku, wajahnya kelihatan
kaku, tangan menggenggam dan kaki membengkok ke dalam. Pernapasan
berhenti, muka mulai menjadi sianotik, lidah dan gigi dapat tergigit.
3. Stadium ini kemudian di susul oleh tingkat kejang klonik yang
berlangsung antara 1-2 menit. Spasmus tonik menghilang. Semua otot
berkontraksi dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut mebuka
dan menutup dan lidah dapat tergigit lagi. Bola mata menonjol. Dari mulut
1
keluar ludah yang berbusa, muka menunjukkan kongesti dan sianosis.
Penderita menjadi tidak sadar. Kejang klonik ini dapat demikian hebatnya,
sehingga penderita dapat terjatuh dari tempat tidurnya. Akhirnya, kejang
terhenti dan penderita menarik nafas secara mendengkur.
4. Sekarang ia memasuki tingkat koma. Lamanya ketidaksadaran tidak selalu
sama. Secara perlahan-lahan penderita menjadi sadar lagi, akan tetapi
dapat terjdi pulabahwa sebelum itu timbul serangan baru dan yang
berulang, sehingga ia tetap dalam keadaan koma.
Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat, dan suhu meningkat sampai
40 derajad selsius. Sebagai akibat dari serangan dapat timbul komplikasi-
komplikasi seperti: (1) lidah tergigit; perlukaan dan fraktura; (2) gangguan
pernafasan (3) solusio placenta; (4) perdarahan otak.

Diagnosis Hipertensi
Hipertensi dalam kehamilan mencakupi hipertensi karena kehamilan dan
hipertensi kronk (meningkatnya tekanan darah sebelum usia kehamilan 20
minggu). Nyeri kepala ,kejang, dan hilangnya kesadaran sering berhubungan
dengan hipertensi dalam kehamilan. Keadaan lain yang dapat mengaibatkan
kejang adalah epilepsi, malaria, trauma kepala, meningitis, enchealitis, dan lain-
lain.
Tekanan diastolik merupakan indikator untuk pronosis pada penenganan
hipertensi dalam kehamilan.
Tek. Diastolik mengukur tahanan perifer dan tidak dipengaruhi oleh
keadaan emosi pasien (seperti pada tek. Sistolik)
Jika tek diastolik > 90 mmHg pada dua pemeriksaan berjarak 4 jam atau
lebih, diagnosisnya adalah hipertensi. Pada keadaan urgen, tek diastolik
110 mmHg dapat dipakai sebagai dasar diagnosis, dengan jarak waktu
pengukuran <4 jam.
o Jika hipertensi pada kehamilan > 20 minggu, pada persalinan atau
dlam 48 jam sesudah persalinan, diagnosisnya adalah hipertensi
dalam kehamilan
2
o Jika hipertensi terjadi pada kehamilan <20 minggu, diagnosisnya
adalah hipertensi kronik
Hipertensi dalam kehamilan:
Klasifikasinya meliputi:
- Hipertensi ( tanpa proteinuria atau edema)
- Pre- eklampsia ringan
- Pre- eklampsia berat
- eklampsia
Proteinuria
Terdapatnya proteinuria mengubah diagnosis hipertensi dalam kehamilan menjadi
pre- eklampsia. Beberapa keadaan lain yang dapa menyebabkan terdapatnya
proteinuria adalah: infeksi traktus urinarius, anemia berat, gagal jantung, partus
lama, hematuria, skistosomiasis, dan kontaminasi dengan darah dari vagina.

Pre- Eklampsia Berat Dan Eklampsia
Penanganan pre- eklampsia dan eklampsia sama, kecuali bahwa persalinan harus
berlangsung dalam 12 jam setelah timbulnya kejang pada eklampsia. Semua
kasusu pre- eklampsia berat harus ditangani secara aktif. Penanganan konservatif
tidak dianjurkan karena gejala dan tanda eklampsia hiperefleksi dan gangguan
pandangan seringkali tidak sahih.

Diagnosis
Diagnosis eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran. Dengan adanya tanda
dan gejal pre- eklampsia yang disusul oleh serangan kejang. Eklampsia harus
dibedakan dari (1) epilepsi; dalam anamnesisdiketahui adanya serangan sebelum
hamil atau pada hamil muda dan tanda pre- eklampsia tidak ada. (2) kejang karena
obat anesthesia; apabila obat anesthesia likal disuntikkan ke dalm vena, dapat
timbul kejang; (3) koma karena sebab lain, seperti diabetes, perdarahan otak,
meningitis, encefalitis, dan lain-lain.

Komplikasi
Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre- eklampsia dan eklampsia.
3
Komplikasi yang tersebut dibawah ini biasanya terjadi pada pre- eklampsia berat
dan eklampsia
1. Solutia placenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita
hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada pre- eklampsia. Di RSCM
15,5% penderita solutio placenta disertai pre- eklampsia.
2. Hipofibrinogenemia. Pada pre- eklampsia berat, Zuspan (1987)
menemukan 23% hipofibrinogenemia, pemeriksaan kadar fibrinogen
secara berkala.
3. Hemolisis. Penderita dengan pre- eklampsia berat kadang-kadang
menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum
diketahui pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi
sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada
autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus tersebut.
4. Perdarahan otak. Komplikasi ni merupakan penyebab utama kematian
maternal penderita eklampsia.
5. Kelaian mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung
sampai seminggu dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada
retina; hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
6. Edema paru-paru., Zuspan (1978) menemukan satu penderita dari 69
kasus eklampsia, hakl ini dikarenakan oleh payah jantung.
7. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pre- eklampsia- eklampsia
merupakan vasospasmus arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk
eklampsia, tetapi ternyata juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan
sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama
penentuan enzim-enzimnya.
8. Sindroma HELLP, yaitu hemolisis, elevated liver protein, dan low platelet
9. Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu
pembengkakan sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan
struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal
ginjal.
10. Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma dan fraktur karena terjatuh akibat
kejang-kejang pneumonia aspirasi, dan DIC.
4
11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra-uterin.

Prognosis
Eklampsia di Indonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan yang meminta
korban besar dari ibu dan bayi. Dari berbagai engumuman, diketahui kematian ibu
berkisar antara 9,8-25,5% sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi, yakni
42,2%-48,9%. Sebaliknya, kematian ibu dan bayi di negara maju lebih kecil.
Tingginya kematian ibu dan anak di negara-negara yang kurang maju disebabkan
oleh kurang sempurnanya pengawasan antenatal dan natal. Penderita-penderita
eklampsia sering terlambat mendapatkan pengobatan yang tepat. Kematian ibu
biasanya disebabkan oleh perdarahan otak, dekompensasio kordis dengan edema
paru-paru, payah ginjal, dan aspirasi saat kejang.
Sebab kematian bayi terutama oleh hipoksia intrauterun dan prematuritas.
Berlawanan dengan yang sering diduga, pre- eklampsia dan eklampsia tidak
menyebabkan hipertensi menahun.

Pencegahan
Pada umumnya timbulnya eklampsia dapat dicegah, atau frekuensinya dikurangi.
Usaha-usaha untuk menurunkan frekuensi eklampsia terdiri atas:
1. Meningkatkan jumlah balai pengobatan ante natal dan mengusahakan agar
semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil muda.
2. Mencari pada tiap pemeriksaa tanda-tanda pre- eklampsia dan
mengobatinya segera apabila ditemukan,
3. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke
atas apabila setelah dirawat tanda-tanda pre- eklampsia tidak juga dapat
dihilangkan.
Penanggulangan
Tujuan utama pengobatan eklampsia ialah menghentikan berulangnya serangan
kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah
keadaan ibu mengizinkan.
Pengawasan dan perawatan yang intensif sangat penting bagi penanganan
penderita eklampsia, sehingga ia harus dirawat dirumah sakit. Pada pengangkutan
ke rumah sakit diperlukan obat penenang yang cukup untuk menghindarkan
5
timbulnya kejang; penderita dalam keadaan in dapat diberikan diazepam 20mg
IM. Selain itu, penderita harus didampingi tenaga yang terlatih untuk resusitasi
dan mencegah terjadinya trauma.
Tujuan pertama pengobatan eklampsia ialah menghentikan kejang mengurangi
vasospasmu, dan meningkatkan diuresis. Pertolongan yang perlu diberikan jika
timbul kejang ialah mempertahankan jalan napas bebas, menghindarkan tergiitnya
lidah, pemberian oksigen, dan menjaga agar penderita tidak mengalami trauma.
Untuk menjaga jangan sampai terjadi kejang lagi dpat diberikan beberapa obat,
misalnya:
1. Sodium pentotal, sangat berguna menghentikan kejang segera setelah
pemberian IV, namun hanya daat diberikan apabila berada di rumah sakit
karena adanya kemungkinan dilakukan resusitasi dan intubasi. Dosis
inisial 0,2-0,3 gram disuntikkan perlahan.
2. Sulfas magnesicus, yang mengurangi kepekaan saraf pusat pada
hubunganneuromuskuler tanpa mempengaruhi bagian lain dari susunan
saraf. Obat ini menyebabkan vasodilatasi, menyebabkan penurunan
tekanan darah, meningkatkan diuresis dan menambah aliran darah ke
uterus. Dosis inisial 8 gram dalam larutan 40% IM, selanjutnya tiap 6 jam
4 gram, dengan syarat bahwa
a. Refleks patella masih positif
b. Pernafasan >16x/menit
c. Diuresis > 600 mL/hari
Selain IM, sulfas magnesicus dapat diberikan adalah 4 gram 40% MgSO4
dalam larutan 10 mL IV secara perlahan, diikuti 8 gram IM dan selalu
disediakan Ca-glukonas 1g dalam 1`0 mL sebagai antidotum
3. Lytic cocktail,yang terdiri atas petidin 100 mg, klorpromazin 100mg, dan
prometazin 50 mg dilarutkan dalam glukosa 5% 500 mL dan diberikan
secra infus IV. Jumlah tetesan disesuaikan dengan keadaan dan tensi
penderita. Maka darii tu tensi dan nadi diukur setiap 5 menit dalam waktu
setengah jam ynag pertama dan bila keadaan sudah stabil, pengukuran
dapat dijarangkan menurut keadaan penderita.
6
Sebelum diberikan obat penenang yang cukup, maka penderita eklampsia harus
dihindarkan dari semua rangsang yang dapat menimbulkan kejang, seperti
keributan, injeksi atau pemeriksaan dalam.
Penderita dirawat dalam kamar isolasi yang tenang, tekanan darah, nadi,
perrnapasan dicatat setiap 30 menit, suhu dicatat tiap jam perrektal.
Bila penderita belum melahirkan, dilakukan pemeriksaan obstetrik untuk
mengetahui saat permulaan atau kemajuan persalinan. Penderita dibaringkan
dalam sikap trendelenburg untuk mempermudah keluarnya sekret. Dan dibalikkan
ke sisi kiri dan kanan setiap jam untuk mengjindari dekubitus. Sediakan suction
dan oksigen untuk menghindari sianosis.
Dauer catter dipasang untk mengatahui diuresis dan untuk mengetahui protein
dalam air kencing secara kuantitatif. Balas cairan harus diperhatikan dengan
cermat. Pemberian cairan disesuaikan dengan jumlah diuresis dan air ynag hilang
melalui kulit dan paru-paru; pada umumnya dalam 24 jam diberikan 2000
mL.balans cairan dinilai dan disesuaikan tiap 6 jam.
Kalori yang adekuat diberikan untuk menghindarkan katabolismus jaringan dan
asidosis. Pada penderita koma atau kurang sadar pemberian kalori dilakukan
dengan infud dekstran, glukosa 10%, atau larutan asam amino, seperti aminofusin
yang mengandung kalori cukup dan asam amino yang diperlukan.
Penanganan Kejang
- Beri obat anti-konvulsi
- Pelengkapan untuk menangani kejang ( jalan napas, sedotan, masker dan
baln, oksigen)
- Veri oksigen 4-6 L
- Lindungi pasien dari kemungkinan trauma, tetapi jangan diikat terlalu
keras.
- Baringkan pasien pada sisi kiri untuk mengurangi resiko aspirasi
- Setelah kejang, aspirasi mulut dan tenggorokan jika perlu
Umum
- Jika tek diasstolik tetap lebih dari 110 mmHg, berikan obat antihipertensi,
sampai tekanan diastolik 90-100 mmHg
- Pasang infus dengan jrum besar
7
- Ukur keseimbangna cairan, jangan samai teralu overload cairan
- Kateterisasi urin untuk memantau jumlah urin dan proteinuria
- Jika jumlah urin < 30 mL per jam
o Hentikan magnesium sulfat (MgSO4) dan berikan cairan IV ( NaCl
0,9% atau RL) pada kecepatan 1 L/8Jam
o Pantau kemungkinan edema paru.
- Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat
mengakibatkan kematian ibu dan janin.
- Obs, tanda2 vital. Refleks dan DJJ setiap jam
- Hentikan pemberian cairan IV dan berikan diuretik furosemid 40 mg IV
sekali saja jika ada edema pru.
- Nilai pembekuan darah, bila pembekuan tidak terjadi sesudah 7 menit,
kemungkinan terdapat koagulopati
Antikonvulsan
Magnesium sulfat (MgSO4) merupakan obat pilihan untuk mencegah dan
mengatasi kejang pada pre- eklampsia dan eklampsia.
Cara pemberian MgSO4
- Dosis Awal
o MgSO4 4 gram IV sebagai larutan 40% selama 5menit
o Segera dilanjutkan dgn pemberian 10 g larutan MgSO4 50%,
masing-masing 5 g di bokong kanan dan kiri secara IM, ditambah 1
ml lignokain 2% pada semprit yang saa. Pasien akan merasa agak
panas pada pemberian MgSO4
o Jika kejang berulang setelah 15 menit, berikan MgSO4 2 g (
larutan 40%) IV selama 5 menit
- Dosis pemeliharaan
o MgSO4 1-2 g per jam per infus, 15 tpm atau 5 g MgSO4 IM tiap 4
jam
o Lanjutkan pemberian MgSO4 sampai 24 jam pasca persalinan atau
kejang berakhir.
- Sebelum diberikan MgSO4, periksa:
o RR minimal < 16/m
8
o Releks patella (+)
o Urin minimal 30 mL/jam dalam 4 jam terakhir
- Hentikan MgSO4 jika:
o RR minimal < 16/m
o Releks patella (-)
o Urin < 30 mL/jam dalam 4 jam terakhir
- Siapkan antidotum
o Jika terjadi henti nafas; lakukan ventilasi (masker dan baln,
ventilator) veri Ca-gluk 1 g ( 20 ml dalam larutan 10%) IV pelahan
sampai pernafasan mulai
Jika MgSO4 tidak tersedia dapat diberikan diazepam, dengan resiko terjadinya
depresi pernafasan neonatal. Dosis tunggal diazepam jarang menimbulkan depresi
pernafasan neonatal. Pemerian terus-menerus secara iv meningkatkan resiko
depresi pernapasan pada bayi yang sudah mengalami isquemia uteroplasental dan
persalinan prematur. Pengaruh diazepam dapat berlangsung beberapa hari.
Cara pemberian diazepam:
Pemberian intravena
- Dosis Awal
o Diaz 10 mg iv perlahan selama 2 menit
o Jika kejang berulang ulangi dosis awal
- Dosis pemeliharaan
o Diazepam 40 mg dalam IVFD 500 mL RL
o Depresi pernafasan ibu mungkin akan terjadi jika dosis >30mg/jam
o Jangan berikan >100mg/24 jam
Pemberian melalui rektum
- Jika pemberian iv tidak mungkin , diazepam dapat diberikan per rektal,
dengan dosis awal 20 mg dalam semprit 10 mL tanpa jarum
- Jika konvulsi tidak teratasi dalam 10 menit, veri tambahan 10 mg/jama tau
lebih, bergantung pada berat badan pasien dan respon klinik.

Tindakan obstetrik
Setelah kejang dapat diatasi dan keadaan umum penderita diperbaiki, maka
direncanakan untuk mengakhiri kehamilan atau mempercepat persalinan dengan
9
cara yang aman. Apakah pengakhiran kehamilan dilakukan dengan seksio sesaria
ataupun dengan induksi persalinan pervaginam, hal tersebut tergantung kepada
banyak faktor, seperti keadaan serviks, komplikasi obstetrik, paritas, adanya ahli
anesthesia dansebagainya.
Persalinan
Persalinan pervaginam merupakan cara yang paling baik bila dapat dilaksanakan
cepat tanpa banyak kesulitan. Pada eklampsia gravidarum perlu diadakan induksi
dengan amniotomi dan infus pitosin, setelah penderita bebas dari serangan kejang
selama12 jam dan keadaan serviks mengijinkan. Tetapi apabila serviks masih
lancip dan tertutup seperti pada primigravida, kepala janin masih tinggi, ada
kemungkinan disptoporsi sefalopelviks, sebaiknya dilakukan seksio secara.
Jika persalinan sudah mulai pada kala I, dilakukan amniotomi untuk mempercepat
partus dan bila syarat2 telah dipenuhi, dilakukan ekstraksi vacuum atau cunam.
Pilihan anesthesia untuk untuk mengakhiri persalinan pada eklampsia tergantung
dari keadaan umum penderita dan jenis sedativa yang dipakai. Anestesi spinal
dapat menyebabkan hipotensi yang berat.
Pengalaman menunjukkan bahwa penderita eklampsia rentan terhadap
oerdarahan post partum dan trauma obstetrik. Keduanya dapat menyebabkan
syok., maka dari itu semua tindakan obstetrik harus dilakukan seringan mungkin,
dan selalu disediakan darah. Ergometrin atau metergin boleh diberikan pada
perdarahan postpartum disebabkan oleh atona uteri, tetapi tidak digunakan secara
rutin tanpa indikasi.
Persalinan harus diusahakan segera setelah keadaan pasien stabil, penundan
persalinan menungkatkan resiko untuk ibu dan janin.
- Periksa seviks
- Jika serviks matangg, lakukan pemecahan ketuban, lalu induksi persalinan
dengan oksitosin atau prostaglandin
- Jika persalinan pervaginam tidak dapat diharapkan dalam 12 jam (pada
eklampsia) atau dalam 24 jam ( pada preeklampsia), lakukan seksio secara
- Jika DJJ <100/menita tau >180x/menit lakukan sectio secara
- Jika serviks belum matang, janin hidup, lakukan sectio secara
10
- Jika anestesi untuk seksio secara tidak tersedia, atau jika janin mati atau
terlalu kecil:
o Usahakan lahir pervaginam
o Matangkan serviks dgn mosiprostol, prostaglandina tau kateter
Foley.
Catatan jika SC akan dilakukan, perhatikan bahwa:
- Tidak terdapat koagulopatie
- Anestesi yang aman terpilih adalah anestesi umum, sedangkan anestesi
spinal berhubungan dengan resiko hipotensi. Risiko ini dpat dikurangi
dengan memberikan cairan iv 500-1000 sebelum anestesia
- Jika anesthesia umum tidak tersedia, janin mati, atau mungkin hdup kecil,
lakukan persalinan pervaginam.

Perawatan pasca persalinan
Setelah kelahiran, perawatan dan pengobatan intensif diteruskan untuk 48 jam.
Bila tekanan darah turun, maka pemberian obat penenang dapat dikurangi setelah
48 jam post partum untuk kemudian lambat laun dihentikan. Bisanya diuresis
bertambah 24-48 jam setelah kelahiran dan edema serta proteinuria berkurang.
- Antikonvulsan tetap diteruskan sampai 24 jam atau kejang terakhir
- Teruskan terapi antihipertensi jika tek. Diastolik masih 110 mmHg atau
lebih
- Pantau urine
KEJANG
- Jika terjadi kejang, berikan diazepam 10 mg iv perlahan selama 2 menit
- Jika didiagnosis sebagai eklampsia, cegah jkejang selanjutnya dgn MgSO4
(baca antikonvulsan)
- Jika eklampsia dapat disingkirkan, berikan fenitoin.
Fenitoin
Dosis Awal ; infus fenitoin 1 g ( 18 mb/kgBB) dalam 50-100 mL NaCl selama 30
menit. Jangan masukkan fenitoin ke dalam selain larutan NsCl, karena akan
terjadi kristalisasi,
- Bilas dengan NaCl sebelum sesudah infus fenitoin
11
- Jangan berikan infus fenitoin melebihi 50 mg/menit, karena dapat terjadi
denyut jantung irregular, hipotensi dan depresi pernafasan.
Dosis pemeliharaan; Beri fenitoin 100 mg iv perlahan selama 2 menit atau
peroral setiap 8 jam dimulai 12 jam sesudah dosis awal.
Keseimbangan Cairan
- Ukur cairan yang masuk dan keluar
- Jika terdapat edema paru:
o Berikan oksigen 4 liter/menit dengan masker atau kanula nasal
o Berikan furosemid 40 mg IV, dosis tunggal
- Jika produksi urin kurang (<30 ml/jam)
o Periksa kreatinin serum
o Rehidrasi dengan NaCl atau RL perinfus.
- Jika produksi urin tetap berkurang, berikan furosemid 40 mg iv dosis
tunggal
- Jika produksi urin tetap < 30 ml/jam selama 4 jam dan kreatinin serum >
2,9 mg/dl tangani sebagai gagal ginjal.

HIPOGLIKEMIA
- Pantau kadar gula darah tiap 4 jam, jika pasien mandapat quinine, periksa
gula darah setiap jam
- Jika terdapat hipoglikemia, veri 50 ml dekstrose 50% iv diikuti infus
500mL cairan dekstrose 5-10% selama 8 jam. Pantau kadar gula darah dan
keseimbangan cairan

ANEMIA
- Pantau kadar Hb setiap hari
- Jika perluberi transfusi
- Pantau keseimbangan cairan
- Beri furosemid 20 mg iv atau peroral
- Beri SF atau ferrosus fumarat 60 mg PO di tambah asam folat 400 mcg PO
sekali sehari.



12
TETANUS
Terapi dilakukan sesegera mungkin
- Tanda pertama adalah trismus, yang kemudian menjalar menjadi kaku
muka, leher dan tengkuk. Dinding perut kaku seperti papan.
- Atasi kejang dengan pemberian diazepam 10 mg iv perlahan selama 2
menit, jika perlu dapat diberikan pankuranium atau verkuronium dan
dimasukkan dalam ventilator jika tersedia.
- Penanganan Umum:
o Rawat di ruangan yang tenag
o Hindari rangsangan
o Pertahankan hidrasi dan pemberian makanan
o Obati infeksi sekunder.
- Beri 3000IU anti toksin tetanus IM
- Cegah produksi toksin selanjutnya dengan:
o Keluarkan sumber infeksi ( misalnya sisa abortus terinfeksi dari
kavum uteri)
o Suntikkan benzyl penisilin 2 juta unit setiap 4-6 jam iv selama 48
jam, setelahnya berikan ampisilin 500 mg PO 3x sehari selama 10
hari

EPILEPSI DALAM KEHAMILAN
Pada umumnya epilepsi tidak dipenaruhi oleh kehamilan
- Lakukan observasi, pada umumnya ,wanita dengan epilepsi mempunyai
resiko terhadap:
o Hipertensi karena kehamilan
o Persalinan prematur
o Bayi BBL rendah
o Bayi dengan kelainan bawaan
o Kematian perinatal
- Prinsip penanganan epilepsi adalah penggunaan obat dengan dosis sekecil-
kecilnya. Hindari pemberian obat pada kehamilan muda yang berhubungan
dengan kelainan bawaan (asam valproat)
13
- Fenitoin dapat mengakibatkan fdefisiensi neonatal terhadap faktor
pembekuan yang bergantung pada vit. K.berikan vit k 1 mg pada neonatal.
- Suplemen asam folat diberikan bersamaan dengan terapi epilepsi pada
kehamilan.
- Jika pasien kejang, berikan 10 mg diazepam iv perlahan selama 2 menit,
dapat diulang sesudah 10 menit.
- Jika kejang berlanjut (status epileptikius) berikan 1000 mg fenitoin iv yang
dilarutkan dalam NaCl 50-100 mL selama 30 menit (18 mg/kgbb)
- Jika diketahui sebelumnya bahwa pasien tsb epilepsi, pengobatan yang
selama ini diberikan dapat diteruskan . beri asam folat siuplemen dan
berikan 1 mg vit K pada bayi baru lahir.
- Def. asam folat dapat disebabkan oleh antikonvulsan. Berikan asam folat
600 mcg peroral 1kali perhari bersama-sama dengan tepai epilepsi
- Jika pengobatan selama ini tidak diketahui, beri fenitoin 100 mg 2-3 kali
sehari PO. Obs dan sesuaikan dengan keadaan klinik.
- Lakukan evaluasi terhadap epilepsi jika epilepsi tsb baru muncul dalam
kehamilan ini.















14
DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, Sarwono dan Winkjosastro, Hanifa. 2002. Ilmu Kebidanan.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Saifudin, Abdul Bari. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Japar, Iskandar. 2002. Epilepsi dalam kehamilan. www.digitedusulibrary.com

Anda mungkin juga menyukai