Anda di halaman 1dari 29

SEORANG PRIA USIA 25 TAHUN DENGAN ABSES SUBMANDIBULA

SINISTRA

Diajukan untuk memenuhi tugas kepaniteraan senior Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Pembimbing
drg. Muhammad Reza Pahlevi, Sp.BM

Disusun Oleh:

Aldy Ridho Pangestu 22010117220152

Chairunnisa Wirdina 22010118220153

Helen Malinda K 22010118220171

Riskia Nada Suci P 22010118220092

BAGIAN GIGI DAN MULUT FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2019
HALAMAN PENGESAHAN

Judul :Seorang Pria 25 Tahun dengan Abses Submandibula Sinistra


Dosen pembimbing : drg. Muhammad Reza Pahlevi, Sp.BM

Dibacakan oleh :

Aldy Ridho Pangestu 22010117220152

Chairunnisa Wirdina 22010118220153

Helen Malinda K 22010118220171

Riskia Nada Suci P 22010118220092

Dibacakan tanggal :
Diajukan guna memenuhi tugas kepaniteraan senior di bagian Ilmu Penyakit Gigi
danMulut Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Semarang, 14 Februari 2019


Pembimbing,

drg. Muhammad Reza Pahlevi, Sp.BM

2
BAB I
PENDAHULUAN

Abses adalah kumpulan nanah dalam suatu rongga yang terjadi akibat adanya suatu
proses infeksi bakteri piogenik yang terdapat dibawah jaringan, organ, atau pada ruang-
ruang kosong.1 Abses submandibula adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan
pus pada daerah submandibula. Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual dan
submaksila yang dipisahkan oleh otot milohioid.2 Ruang submaksila dibagi lagi menjadi
ruang submental dan submaksila (lateral) oleh otot digastrikus anterior. Pada umumnya
sumber infeksi pada ruang submandibula berasal dari proses infeksi dari gigi, dasar mulut,
faring, kelenjar limfe submandibular. Bakteri penyebab infeksi terbanyak adalah golongan
Streptococcus, Staphylococcus, bakteri anaerob Bacteroides atau bakteri campuran.3,4
Ruang submandibula merupakan daerah yang paling sering terlibat penyebaran
infeksi dari gigi. Selain disebabkan oleh infeksi gigi, infeksi diruang submandibula bisa
disebabkan oleh sialadenitis kelenjar submandibula, limfadenitis, trauma, atau
pembedahan dan bisa juga sebagai kelanjutan infeksi ruang leher dalam lain. Angka
kejadian abses submandibula berada di bawah abses peritonsil dan retrofaring. Huang dkk
(2004) dalam penelitiannya menemukan kasus infeksi leher dalam sebanyak 185 kasus dan
abses submandibula merupakan kasus terbanyak ke dua dengan presentasi sebesar 15,7%
setelah abses parafaring 38,4%, diikuti oleh angina Ludovici 12,4%, parotis 7%, dan
retrofaring 5,9%.5,6,7
Pembengkanan daerah submandibula dan nyeri leher merupakan keluhan yang sering
membuat pasien mencari pertolongan. Penatalaksanaan abses submandibula dapat
diberikan terapi antibiotik yang adekuat dan drainase abses. Umumnya pasien diberikan
antibiotik intravena untuk kuman aerob dan anaerob. Drainase abses dapat
berupa aspirasi abses atau insisi dan eksplorasi, tergantung pada luasnya abses dan
komplikasi yang ditimbulkannya.3,8
Pada laporan kasus ini disajikan suatu kasus penderita abses submandibula dengan
trismus yang datang ke IGD RSUP dr. Kariadi Semarang. Oleh karena itu diperlukan
penegakan diagnosis yang tepat, sebagai dasar dari penatalaksanaan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Pengetahuan tentang ruang-ruang dileher dan hubunganya dengan fasia penting


untuk mendiagnosis dan mengobati infeksi pada leher. Ruang yang dibentuk oleh berbagai
fasia pada leher ini adalah merupakan area yang berpotensi untuk terjadinya infeksi. Invasi
dari bakteri akan menghasilkan selulitis atau abses, dan menyebar melalui berbagai jalan
termasuk melalui saluran limfe.9

Regio colli terbagi menjadi regio colli anterior dan posterior oleh muskulus
sternocleidomastoideus.Regio colli anterior terbagi menjadi regio suprahyoid dan
infrahyoid. Regio colli suprahyoid terdiri dari trigonum submental (medial) dan trigonum
submandibula (lateral). Sumber lain menyertakan pembagian ruangan lainnya yaitu
terdapatnya ruang sublingual. Ruang sublingual dipisahkan dari ruang submandibula oleh
otot mylohioid. Regio colli infrahyoid terbagi menjadi trigonum caroticum dan trigonum
muscularis oleh muskulus omohyoid venter anterior. Di sisi lain, regio colli posterior
terbagi menjadi dua oleh musculus omohyoid venter posterior menjadi trigonum
occipitalis dan trigonum subclavia.7,8

Gambar 1. Regio Colli

4
Pembagian ruang - ruang di leher berdasarkan Hollinshead (1954).10

1. Di bawah hyoid:
 Carotid Sheath
 Ruang Pretrakeal
 Ruang Retroviseral
 Ruang Viseral
 Ruang prevertebral.
2. Di atas hyoid:
 Ruang submandibula
 Ruang submental
 Ruang masticator
 Ruang parotid
3. Area perifaring:
 Ruang retrofaring
 Ruang parafaring (lateral Pharyngeal)
 Ruang submandibula
4. Area intrafaring:
 Ruang paratonsil

Abses paling sering mengenai ruang retrofaring, ruang parafaring (lateral pharyngeal), dan
ruang submandibula.10

5
Gambar 2. Otot milohioid yang memisahkan ruang sublingual dan submental.

Gambar 3. Potongan vertical ruang submandibula.

Ruang submandibula terletak diantara mukosa dasar mulut (sebagai batas superior)
dan lapisan superficial pada fasia servikalis bagian dalam (sebagai batas inferior). Di
bagian inferiornya dibentuk oleh otot digastrikus. Batas lateralnya berupa kulit, otot
platysma, dan korpus mandibula. Sedangkan dibagian medialnya berbatasan dengan
hyoglosus dan milohioid. Di bagian anteriornya, ruang ini berbatasan dengan otot

6
digastrikus anterior dan milohioid. Bagian posteriornya berbatasan dengan ligamentum
submandibula dan otot digastrikus posteriornya. 9,10,11,12,13,14

Ruang submandibula merupakan ruang di atas hyoid yang terdiri dari ruang
sublingual dan ruang submaksila. Ruang sublingual dipisahkan dari ruang submaksila oleh
otot milohioid. Ruang submaksila selanjutnya dibagi atas ruang submental dan ruang
submaksila (lateral) oleh otot digastrikus anterior tetapi kedua ruang ini berhubungan
secara bebas. Namun ada pembagian lain yang tidak menyertakan ruang sublingual
kedalam ruang submandibula, dan membagi ruang submandibula atas ruang submental dan
ruang submaksila saja.3,11,14

Ruang sublingual mengandung kelenjar sublingual, duktus Wharton, dan saraf


hipoglosal. Ruang ini terletak dia atas otot milohioid tetapi masih dianterior lidah, dan
dilateral otot intrinsic lidah (genioglosus dan geniohioid) dan superior dan medial dengan
otot milohioid. Dibagian anteriornya, berbatasan dengan sepanjang genu mandibula dan
bagian posteriornya berhubungan bebas dengan ruang submaksila.11,13,15

Ruang submandibula berada di bawah otot milohioid, dan mengandung kelenjar


submandibula dan kelenjar getah bening. Ruang submandibula ini berhubungan bebas
dengan ruang sublingual sepanjang tepi posterior otot milohioid. Kelenjar submandibula
terletak diantara kedua ruang tersebut.9,11

Ruang submental merupakan ruang yang terbentuk segitiga yang terletak di garis
tengah dibawah mandibula dimana batas superior dan lateralnya dibatasi bagian anterior
otot digastricus. Dasar pada ruangan ini adalah otot milohyoid sedangkan atapnya adalah
kulit, facia superficial, otot platysma. Ruang submental mengandung beberapa nodus
limfe dan jaringan lemak fibrous.9

2.2 Etiologi

Pada ruang submandibula, infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring,
tonsil, sinus, dan kelenjar liur atau kelenjar limfe submandibula. Sumber infeksi dari abses
leher dalam pada orang dewasa dan anak-anak terdapat perbedaan yaitu pada orang
dewasa sumber infeksi biasanya berasal dari gigi dan kelenjar ludah sedangkan pada anak-

7
anak penyebaran infeksi ke ruang leher dalam terutama berasal dari infeksi dari daerah
tonsil dan faring. Kuman penyebab biasanya campuran kuman aerob dan anaerob.3,9

Pada abses submandibula yang bersumber dari infeksi gigi, bakteri yang paling
sering ditemukan adalah grup Streptokokus dan bakteri Jenis streptokokus yang paling
sering ditemukan pada penderita abses submandibula yang disebabkan oleh infeksi gigi
adalah Streptokokus viridians sedangkan pada abses submandibula yang tidak disebabkan
oleh infeksi gigi, kuman yang paling sering ditemukan adalah Stafilokokus aureus.10

Proliferasi bakteri dan invasi bakteri melalui organ enamel menyebabkan nekrosis
tulang di sekeliling akar gigi. Biasanya ini terjadi pasien yang sedang menjalani
pengobatan gigi dan drainase abses akar gigi. Jika absen akar gigi tidak di drainase dan
tidak diperiksa, infeksi dapat menyebar dengan abses ke bagian leher dan mediastinum.
Infeksi kebanyakan menyebar dari gigi mandibula. Dan di beberapa kasus dari luka
mukosa mulut. Abses dapat juga disebabkan oleh trauma,tonsilitis lidah atau penyakit
kelenjar ludah. Infeksi dapat menyebar keruang leher dalam, ke ruang submandibula,
ruang parafaring dan ruang retrofaring. Ruang prevertebral dapat juga terlibat. Infeksi
ruang leher dalam dapat menyebabkan komplikasi berbeda yang dapat menganca nyawa
seperti obstruksi saluran nafas atas dan mediastinitis. Dan ketika ketiga ruang
submandibula (bilateral submandibula dan ruang sublingual) terinfeksi maka disebut
dengan Ludwig’s angina.12

2.3 Patogenesis

Berawal dari etiologi diatas seperti infesi gigi, nekrosis pulpa karena karies dalam
yang tidak terawat dan periodontal pocketmerupakan jalan bakteri untuk mencapai
jaringan periapikal. Karena jumlah bakteri yang banyak, maka infeksi yang terjadi akan
menyebar ke tulang spongiosa sampai tulang cortical. Jika tulang ini tipis, maka infeksi
akan menembus dan masuk ke jaringan lunak. Penyebaran infeksi ini tergantung dari daya
tahan jaringan dan tubuh.

Infeksi odontogen dapat menyebar melalui jaringan ikat (perikontinuitatum),


pembuluh darah (hematogenous), dan pembuluh limfe (limfogenous). Yang paling sering
terjadi adalah penjalaran secara perkontinuitatum karena adanya celah/ruang di antara
jaringan berpotensi sebagai tempat berkumpulnya pus. Penjalaran infeksi pada rahang atas

8
dapat membentuk abses palatal, abses submukosa, abses gingiva, cavernous sinus
thrombosis, abses labial, dan abses facial. Penjalaran infeksi pada rahang bawah dapat
membentuk abses subingual, abses submental, abses submandibular, abses submaseter,
dan angina ludwig. Ujung akar molar kedua dan ketiga terletak dibelakang bawah linea
mylohyoidea (tempat melekatnya m. Mylohyoideus) yang terletak di aspek daam
mandibula, sehingga jika molar kedua dan ketiga terinfeksi dan membentuk abses, pus nya
dapat menyebar ke ruang submandibula dan dapat meluas ke ruang parafaringeal. Abses
pada akar gigi menyebar ke ruang submandibula akan menyebabkan ketidaknyamanan
pada gigi, dan pembengkakan sekitar wajah di daerah bawah. Setelah 3 hari
pembengkakan akan terisi pus. Jika tidak diberikan penanganan, maka pus akan keluar,
menyebabkan terbentuknya fistel pada kulit. Pus tersebut juga dapat menyebar ke jaringan
lain sekitar tenggorokan, dan ini dapat menyebabkan problem pernafasan. Jadi abses
submandibular merupakan kondisi yang serius.6,14,15

2.4 Gejala Klinis

Secara umum, gejala abses antara lain :

 Bengkak
 Trismus
 Eritema pada jaringan
 Nyeri
 Demam

Pembengkakan pada abses biasanya :

 Panas
 Terasa Nyeri
 Berkembang sangat cepat
 Disertai sakit gigi atau terlihat karies gigi12

Gejala klinis abses submandibula meliputi :

 Demam tinggi,
 Nyeri leher disertai pembengkakan di bawah mandibula dan atau di bawah lidah,
 Dapat berfluktuasi atau tidak.

9
Abses submandibular dapat juga terjadi sakit pada dasar mulut, trismus, indurasi
submandibula dan kulit di bawah dagu eritema dan oedem.1,12
2.5 Diagnosis

Diagnosis di tegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan


penunjang .

a. Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan mencari dan mengarah pada etiologi yang paling
sering mengakibatkan abses submandibula, seperti adanya riwayat sakit gigi,
mengorek atau mencabut gigi atau adanya riwayat oral hygiene yang buruk. Dari
anamnesis juga didapatkan gejala berupa sakit pada dasar mulut dan sukar
membuka mulut.1,9,13
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan tanda vital biasa ditemukan peningkatan suhu tubuh.Selain itu
juga ditemukan adanya pembengkakan di bawah dagu. Pembengkakan tersebut
apabila di palpasi, akan terasa kenyal dan terdapat pus. Pemeriksaan dilakukan
pada kedua sisi, untuk memeriksa apakah abses terjadi unilateral atau bilateral.
Sebagian besar abses mandibula terjadi unilateral (81,5%). Pada pemeriksaan
rongga mulut juga dapat ditemukan kelainan seperti gangren pada radix.1,13,14
c. Pemeriksaan penunjang

Gambar 4. Gambaran anatomi spasium fasialis dari potongan aksial

10
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan berupa pemeriksaan laboratorium
darah rutin dan radiologis.Pada pemeriksaan darah rutin dapat ditemukan
leukositosis. Radiologis CT scan merupakan pencitraan pilihan yang dipakai untuk
infeksi leher dalam karena dapat mengetahui lokalisasi kumpulan abses yang tidak
dapat diperiksa. CT scan menunjukkan lokasi, batas-batas, dan hubungan infeksi ke
struktur neurovascular sekitarnya. Pada CT scan abses terlihat sebagai lesi densitas
rendah, ataupun gambaran air fluid level. Pemeriksaan X Ray panoramik rahang
juga dapat membantu untuk menentukan tempat fokal infeksinya.8,16
Dapat juga dilakukan kultur darah bila terjadi sepsis dan kultur abses untuk
pengobatan yang tepat terhadap kuman penyebab.8

Gambar 5. CT Scan pasien abses submandibulapotongan aksial


Pasien dengan keluhan trismus, pembengkakan submandibula yang terasa nyeri dan berwarna
kemerahan selama 12 hari. CT Scan menunjukkan pembesaran muskulus pterygoid medial (panah
hitam), peningkatan intensitas ruang submandibular dan batas yang jelas dari muskulus platysmal
(ujung panag-panah putih)

2.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan abses submandibula meliputi:

- Penatalaksanaan terhadap abses


- Penatalaksanaan terhadap penyebab1,6

11
Antibiotik dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus diberikan secara
parenteral. Abses submandibula sering disebabkan oleh infeksi gigi dan paling sering
menyebabkan trismus. Bila terdapat trismus, untuk mengatasi rasa nyeri dapat diberikan
analgetik (lokal) dengan menyuntikkan xylocain atau novocaine 1% di ganglion
sfenopalatina. Ganglion ini terletak di bagian belakang atas lateral dari konka media.
Ganglion sfenopalatina mempunyai nervus palatina anterior, media dan posterior yang
mengirimkan cabang aferennya ke tonsil dan palatum molle di atas tonsil. Sesegera
mungkin setelah trismus hilang, sebaiknya pengobatan terhadap penyebab segera
dilakukan, sebagai pilihan dapat menggunakan golongan penicillin ataupun antibiotik
spektrum luas tunggal maupun kombinasi. Mikroorganisme penyebab dapat tunggal
maupun gabungan bakteri aerob dan anaerob.

Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anastesi lokal untuk abses yang dangkal dan
terlokalisasi atau eksplorasi dalam bila letak abses dalam dan luas.Insisi dibuat pada
tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os hyoid, tergantung letak dan luas
abses.Pasien dirawat inap sampai 1-2 hari hingga gejala dan tanda infeksi reda.

Gambar 6. Insisi dan drinase abses

2.7 Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi adalah Ludwig’s angina. Ludwig’s angina adalah
infeksi berat yang melibatkan dasar mulut, ruang submental, dan ruang submandibula.
Penyebab dari Ludwig’s angina ini pun bisa karena infeksi lokal dari mulut, karies gigi,

12
terutama gigi molar dan premolar, tonsilitis, dan karena trauma ekstraksi gigi. Dapat juga
disebabkan oleh kuman aerob maupun anaerob.9,17

Ludwig’s angina merupakan peradangan selulitis atau flegmon dari bagian superior
ruang suprahioid. Ruang potensial ini berada antara otot-otot yang melekatkan lidah pada
tulang hioid dan otot milohioideus. Peradangan ruang ini menyebabkan kekerasan yang
berlebihan pada jaringan dasar mulut dan mendorong lidah ke atas dan ke belakang.
Dengan demikian dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas secara potensial.18

Gejalanya sangat cepat. Dapat menyebabkan trismus, disfagia, leher membengkak


secara bilateral berwarna kecoklatan. Dan pada perabaan akan terasa keras. Yang paling
berakibat fatal adalah Ludwig’s angina tersebut dapat menyebabkan lidah terdorong ke
atas dan belakang sehingga menimbulkan sesak nafas dan asfiksia karena sumbatan jalan
nafas yang kemudian dapat menyebabkan kematian.6,8,9,17,18

2.8 Pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan gigi ke dokter secara rutin dan
teratur, penanganan infeksi gigi dan mulut yang tepat dapat mencegah kondisi yang akan
meningkatkan terjadinya Ludwig’s angina.6

13
2.9 Prognosis

Pasien dengan infeksi leher dalam yang diobati dapat sembuh sempurna bila
infeksi ditangani dengan baik dan tepat waktu. Pasien yang mendapat pengobatan yang
terlambat dapat mengakibatkan terjadinya komplikasi dan penyembuhan yang lama. Sekali
infeksi leher dalam ditangani secara sempurna, maka tidak ada kecenderungan untuk
kambuh lagi.8

14
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1.Identitas pasien
Nama : Tn. ATM
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 25 tahun
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Agama : Islam
Alamat : Semarang
No. RM : C582829
Tanggal Pemeriksaan : 11 Oktober 2018

3.2.Skrining dan tanda vital


Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis (GCS E4M6V5)
Alergi : Tidak ada
Nyeri : VAS 5
Gizi : Baik
TD : 130/80 mmHg
Nadi : 84 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : 36,8 oC
TB : 165 cm
BB : 62 kg
IMT : 22,7 kg/m2

3.3.Pemeriksaan subjektif
Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien di Bangsal Rajawali RSDK
pada hari Rabu, 13 Februari 2018 pada pukul 12.00 WIB.
 Keluhan Utama : Bengkak pada rahang kiri belakang

15
 Riwayat Penyakit Sekarang :
±2 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien merasakan dasar gigi geraham
kiri belakangnya bengkak. Bengkak bias kempes dengan sendirinya tanpa pemberian
obat dan mengeluarkan nanah dari gigi geraham belakang. Keluhan demam disangkal.
Pasien juga merasakan nyeri pada rahang kiri bawah bagian belakang. Nyeri hilang
timbul. Nyeri bertambah berat dengan perubahan posisi ke posisi kepala miring ke kiri
dan ketika sujud. Keluhan demam disangkal. Sesak napas disangkal. Pasien belum
memeriksakan diri ke dokter.
±1 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien merasakan rahang kiri bagian
bawah kembali bengkak, berwarna merah, dan mengeluarkan nanah. Bengkak semakin
lama semakin membesar. Pasien juga merasakan nyeri pada rahang kiri bawah yang
menjalar ke kepala. Nyeri diperberat dengan perubahan posisi dan gerakan mengunyah
makanan. Nyeri menimbulkan ganguan ringan pada aktivitas sehari-hari. Riwayat
demam disangkal. Sesak napas disangkal. Pasien memeriksakan diri ke dokter keluarga
dan mendapatkan obat dexamethasone dan asam mefenamat. Keluhan membaik
dengan meminum obat yang diberikan oleh dokter.
±2 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan bengkak pada rahang
bagian bawah kiri. Bengkak timbul mendadak dan dirasakan semakin membesar.
Keluhan membuat pasien semakin sulit tidur, makan, minum, maupun membuka
mulut. Keluhan disertai demam menggigil (+) selama kurang lebih 2 hari, sulit
membuka mulut (+), dan nyeri (+) seperti tertusuk-tusuk dan terasa kencang yang
semakin bertambah ketika pasien sedang mengunyah ataupun membuka mulut. Sesak
napas disangkal, nyeri tenggorokan (-), maupun nyeri pada daerah dada (-). Pasien
sudah meminum obat yang diberikan oleh dokter keluarga namun keluhan tidak
membaik. Kemudian pasien dibawa ke IGD RSUP Dr. Kariadi Semarang.
 Riwayat penyakit dahulu :
o Riwayat bengkak berulang pada rahang bawah kiri sejak ±2 tahun yang lalu namun
tidak sebesar sekarang. Keluhan bengkak disertai nyeri pada gigi regio belakang
kiri bawah. Bengkak sebelumnya tidak sampai pecah dan mengeluarkan nanah.
Pasien ke dokter dan diberi obat antinyeri.

16
o Riwayat sakit gigi regio belakang kiri bawah sejak tahun 2017 disertai dengan
bengkak berulang pada gusi. Namun pasien tidak berobat karena dapat sembuh
dengan sendirinya.
o Riwayat diabetes mellitus disangkal
o Riwayat tumor disangkal
o Riwayat terpapar radiasi jangka panjang disangkal
o Riwayat trauma disangkal
o Riwayat tekanan darah tinggi disangkal
o Riwayat penyakit jantung disangkal
o Riwayat perdarahan yang sulit berhenti disangkal
o Riwayat alergi disangkal
 Riwayat penyakit keluarga :
o Riwayat keluhan serupa disangkal
o Riwayat keganasan disangkal
o Riwayat tekanan darah tinggi disangkal
o Riwayat penyakit jantung disangkal
o Riwayat kencing manis disangkal
o Riwayat alergi dan asma disangkal
o Riwayat perdarahan yang sulit berhenti disangkal
 Riwayat Sosial Ekonomi:
o Pasien merupakan seorang pegawai swasta, pembiayaan ditanggung oleh BPJS
PBI.
o Pasien merokok dan tidak minum minuman keras.
o Kesan sosial ekonomi: kurang.
 Obat-obatan yang sedang dikonsumsi : Tidak ada
3.4.Pemeriksaan objektif
Pemeriksaan fisik dilakukan di IGD RSDK pada hari Sabtu, 9 Februari 2019 pada pukul
09.00 WIB.
Status general
 Kondisi umum : Tampak sakit
 Sistem Kardiorespirasi :
o Inspeksi : Gerakan dada simetris saat statis dinamis, sela iga

17
melebar (-/-), iktus kordis tidak tampak
o Palpasi : Stem fremitus paru kanan sama dengan paru kiri,
iktus kordis teraba di SIC VI di 1 cm lateral linea
midclavicularis sinistra, kuat angkat (-)
o Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru, batas jantung dan
paru normal
o Auskultasi : suara dasar vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-),
BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

3.4.1. Pemeriksaan fisik


 Ekstra oral :
Kelenjar limfesubmandibular kiri : Sulit diperiksa karena ada benjolan
Kelenjar limfe submandibular kanan : Pembesaran nnll (-)
Asimetri muka : Tidak Simetris
Trismus : (+) 1 jari
 Intra oral :
Mukosa pipi kanan dan kiri : Sulit dinilai
Mukosa palatum : Sulit dinilai
Mukosa dasar mulut atau lidah : Sulit dinilai
Mukosa pharynx : Sulit dinilai
Kelainan periodontal : Sulit dinilai
Gingiva RA : Sulit dinilai
Ginggiva RB : Sulit dinilai
Kalkulus/plak : Sulit dinilai
Palatum : Sulit dinilai
Diastema : Sulit dinilai
 Status lokalis
Inspeksi :
Lokalis/region : Submandibular sinistra
Bentuk kelainan : tampak benjolan di submadibular sinistra

18
Warna : Hiperemis
Palpasi : fluktuasi (+)
Suhu : febris
Batas : tidak tegas
Mobile/tidak : unmobile
Permukaan : halus, licin
Konsistensi : kenyal
Nyeri tekan : (+)
Ukuran : P 5 x L 4 x T 3 cm

Gambar 7. Foto pemeriksaan fisik ekstraoral pasien

 Status dental
Inspeksi : Tampak sisa akar gigi 4.6
Tampak impaksi pada 2.8 dan 3.8
Sondasi : tidak dilakukan
Perkusi : tidak dilakukan
Palpasi : tidak dilakukan
Vitalitas : tidak dilakukan
Mobilitas : tidak dilakukan
Pressure : tidak dilakukan
3.5.Odontogram
ED

19
ED

3.6.Pemeriksaan Penunjang

Gambar 8. Foto Panoramik, Pemeriksaan tanggal 6 Februari 2019

a) Panoramic:
- Struktur tulang mandibula baik
- tampak sisa akar gigi 4.6
- tampak impaksi gigi 2.8 dan 3.8
- tak tampak caries gigi
- tak tampak tumpatan
- tak tampak periapikal lusensi
- tak tampak missing teeth

20
- Canalis alveolaris kanan kiri tampak baik

b) Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan tanggal 8 Februari 2019


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal Keterangan
HEMATOLOGI
Hematologi Paket
Hemoglobin 16,8 g/dL 13,00 - 16,00 H
Hematokrit 48,3 % 40 - 54
Eritrosit 5,42 10ʌ6/uL 4,4 - 5,9
MCH 31 Pg 27,00 - 32,00
MCV 89,1 fL 76 - 96
MCHC 34,8 g/dL 29,00 - 36,00
Leukosit 14,3 10ʌ3/uL 3,8 - 10,6 H
Trombosit 257 10ʌ3/uL 150 - 400
RDW 12 % 11,60 - 14,80
MPV 10,9 fL 4,00 – 11,00
KIMIA KLINIK
Glukosa Sewaktu 103 mg/dL 80 – 160
Ureum 20 mg/dL 15 – 39
Kreatinin 0,9 mg/dL 0,60 – 1,30
ELEKTROLIT
Natrium 133 mmol/L 136 – 145 L
Kalium 3,9 mmol/L 3,5 – 5,1
Chlorida 105 mmol/L 98 – 107

IMUNSEROLOGI
HbsAg <0,10 Negatif <1 Negatif
Equivocal 1-50
Positif >50
KOAGULASI
Plasma
prothrombin
Time (PPT)
 Waktu 9,9 detik 11.0-14.5
prothrombin
 PPT Kontrol 10,9 detik
Partial
thromboplastin
time (PTTK)
Waktu 30,6 detik 24.0-36.0
thromboplastin
APTT kontrol 29,3 detik

21
Pemeriksaan tanggal 9 Februari 2019
Pemeriksaan Hasil Keterangan
Pewarnaan BTA
BTA (-)/Negatif
Leukosit >25/LPK
Pewarnaan Gram
Diplococcus Gram (+) (+)/Positif
Kuman Bentuk Batang Gram (-) (+)/Positif
Pewarnaan Jamur
Yeast Cell (-)/Negatif

3.7.Diagnosis
Diagnosis kerja : Abses submandibula sinistra
3.8.Terapi
Tatalaksana definitif
Tindakan operatif berupa insisi dan drainase abses serta ekstraksi gigi yang menjadi fokal
infeksi
Tatalaksana sebagai dokter umum
 Menjaga jalan napas agar tetap terbuka dan bebas sumbatan.
 Memposisikan pasien dalam posisi trendelenberg
 Injeksi antibiotik Ceftriaxon 1 gram setiap 12 jam.
 Injeksi metronidazole 500 mg setiap 8 jam.
 Injeksi ketorolac 30 mg setiap 8 jam.
 Injeksi ranitidin 1 amp setiap 8 jam.
 Memberikan edukasi kepada pasien mengenai penyakit yang diderita pasien yaitu
abses submandibula, sehingga harus dilakukan tindakan operatif berupa insisi dan
drainase abses, serta perlu dilakukan ekstraksi gigi yang menjadi penyebab infeksi.
 Merujuk ke dokter gigi spesialis bedah mulut untuk dilakukan tindakan operatif
berupa insisi dan drainase abses serta ekstraksi gigi yang menjadi fokal infeksi.

22
SURAT RUJUKAN
Semarang, 13 Februari 2019

Yth. TS Dokter Gigi Sp. BM


di RSDK

Mohon pemeriksaan dan pengobatan lebih lanjut terhadap penderita,


Nama : Tn. ATM
Jenis kelamin : Pria
Umur : 25 tahun
Alamat : Semarang
Keluhan : Bengkak pada rahang kiri bawah
Diagnosa sementara : Abses submandibula sinistra
Tatalaksana yang telah diberikan :
 Injeksi antibiotik Ceftriaxon 1 gram setiap 12 jam.
 Injeksi metronidazole 500 mg setiap 8 jam.
 Injeksi ketorolac 30 mg setiap 8 jam.
 Injeksi ranitidin 1 amp setiap 8 jam.
Demikian surat rujukan ini kami kirim. Kami mohon balasan atas surat rujukan ini. Atas
perhatian Bapak/Ibu kami ucapkan terima kasih.
Salam sejawat,

dr. yyyyyyyyy
SIP 220101131200000

23
Gambar 9. Pasien pre operasi
Gambar 10. Abses pecah terakumulasi intraoral (panah hitam)

Gambar 11. Durante op


Gambar 12. Post operasi insisi drainase dan odontektomi

24
BAB IV
PEMBAHASAN

Seorang pria 25 tahun datang dengan bengkak di rahang kiri bawah belakang.
Bengkak dirasa sekitar 2 minggu yang lalu. Pada minggu pertama, bengkak masih bisa
kempes sendiri setelah diberi obat asam mefenamat, serta keluar nanah dari gigi bagian
belakang. Pada minggu kedua, bengkak semakin bertambah, nyeri, memerah, namun tidak
keluar nanah. Keluhan dirasakan terus menerus dan nyeri menjalar hingga ke kepala dan
leher. Keluhan membuat aktivitas sehari-hari pasien terganggu seperti sulit tidur, makan,
minum, maupun membuka mulut. Keluhan disertai badan nggreges, sulit membuka mulut,
dan nyeri seperti tertusuk-tusuk dan terasa kencang yang semakin bertambah ketika pasien
sedang mengunyah ataupun membuka mulut. Kemudian pasien dibawa ke IGD RSUP Dr.
Kariadi Semarang.
Dari pemeriksaan fisik umum didapatkan hasil dalam batas normal. Hasil
pemeriksaan kepala, jantung, paru, abdomen dan ekstremitas dalam batas normal. Pada
pemeriksaan status lokalis didapatkan pembengkakan di daerah submandiblular kiri (+)
dengan warna hiperemis, fluktuasi (+), batas tidak tegas, tidak dapat digerakkan,
konsistensi kenyal, nyeri tekan (+), ukuran 5x4x3 cm.
Pada pemeriksaan rongga mulut didapatkan trismus 1 jari sehingga hanya
dilakukan inspeksi. Dari hasil pemeriksaan dentalis didapatkan sisa akar pada gigi 4.6 dan
impaksi gigi 2.8 dan 3.8.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
didapatan gejala dan tanda yang sesuai dengan abses leher dalam, cenderung abses
submandibula. Menurut kepustakaan, lokasi abses leher dalam yang paling sering terjadi
adalah abses submandibula. Pada pasien ini hanya terjadi pada satu sisi yaitu sebelah kiri.
Hal tersebut sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa sebagian besar adalah
unilateral. Hal ini berhubungan dengan sumber infeksi, dimana pada pasien terdapat
perikoronitis yang muncul akibat adanya impaksi sehingga jaringan lunak perikoronal
mengalami infeksi dan menjadi sumber masuknya sisa makanan serta bakteri yang ada di
rongga mulut.
Abses submadibula dapat terjadi karena infeksi gigi, nekrosis pulpa karena karies
dalam yang tidak terawat dan periodontal pocket merupakan jalan bakteri untuk mencapai

25
jaringan periapikal. Karena jumlah bakteri yang banyak, maka infeksi yang terjadi akan
menyebar ke tulang spongiosa sampai tulang cortical. Jika tulang ini tipis, maka infeksi
akan menembus dan masuk ke jaringan lunak. Penyebaran infeksi ini tergantung dari daya
tahan jaringan dan tubuh. Infeksi odontogen dapat menyebar melalui jaringan ikat
(perikontinuitatum), pembuluh darah (hematogenous), dan pembuluh limfe (limfogenous).
Yang paling sering terjadi adalah penjalaran secara perkontinuitatum karena adanya
celah/ruang di antara jaringan berpotensi sebagai tempat berkumpulnya pus. Penjalaran
infeksi pada rahang bawah dapat membentuk abses submandibular, abses submaseter, dan
angina ludwig.
Terapi definitif pada abses submandibula adalah sesegera mungkin dilakukan
penanggulangan nyeri sehingga dapat segera dilakukan tindakan operatif berupa insisi dan
drainage abses. Pada pasien ini, tatalaksana awal yang diberikan adalah pemberian obat
antibiotik berupa injeksi antibiotik ceftriaxon 1 gram setiap 12 jam, injeksi metronidazole
500 mg setiap 8 jam dan injeksi ketorolac 30 mg setiap 8 jam untuk mengatasi nyeri.
Kemudian pasien dirujuk ke dokter gigi spesialis bedah mulut untuk dilakukan tatalaksana
lebih lanjut berupa insisi dan drainase abses serta ekstraksi gigi yang menjadi penyebab
infeksi.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Pawatri, Dwi Reno. Diagnosis dan Penatalaksanaan Abses Parafaring. FK UNAIR


2008.
2. Rahardjo P. Infeksi Leher Dalam. Makassar : Graha Ilmu. 2013
3. Fachruddin D. 2007. Abses Leher Dalam. Dalam:Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J eds. Buku Ajr Ilmu esehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan
Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FK UI
4. Ardehali MM, Jafari M, Haqh AB. Submandibular space abcess: a clinical trial for
testing a new technique. Cited 2018 Oct 15. Available from:
www.ncbi.nml.nih.gov/pubmed/22267495#
5. A. Mazita, mbbcH bAo, mys Hazim, MS ORL-HNS, MAR Megant Shiraz ORL-
HNS, S H A Primuharsa Putra, MS ORL-HNS. Neck Abcess: Five Year Retrospective
Review of Hospital University Kebangsaan Malaysia Experience. Med J Malaysia.
2006;61(2)
6. Ludwig’s Angina. Available in: Huang T, chen T, Rong P, Tseng F, Yeah T, Shyang
C. Deep neck infection: analysis of 18 cases. Head and neck. Ock, 2004.860-4
7. Riviello RJ. Otolaryngologic Procedures. In: Roberts JR, Hedges JR. Clinical
Procedures in Emergency Medicine, 4th ed. Philadelphia: Elsevier; 2004.p.
8. Hibbert J. Laryngology and Head and Neck Surgery. Oxford: Butterworth-
Heinemann. 1997. Page 5,16,17
9. Murray AD, Marcincuk MC. Deep Neck Infection. Available in:
http:/emedicine.medscape.com./article/837048-overview
10. Das R, Manickam A, Saha j, Basu s. Unilateral Marginal Mandibular Nerve Palsy in a Case of
Submandibular Space Abscess – A Rare Case Report with Review of Literature. Global
Journal of Medical Research: J Dentistry and Otolaryngology. 2015; 15(1):5-7.
11. Lee KJ. Essential Otolaryngology. Head and Neck Surgery. New York: McGraw-Hill.
2003. Page 422-432
12. Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD. Head and Neck Surgery-Otolaryngology. 4th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2006. Page 668-680
13. Ruckenstein MJ. Comprehensive Review of Otolaryngology. Philadelphia: Saunders.
2004. Page 178-179

27
14. Cummings CW, Robbins KT. Otolaryngology Head and Neck Surgery. 4th Ed.
Pennsylvania: Elsevier Mosby. 2005. Page 64-67
15. Anniko M, Sprekelsen Mb, Bonkowsky V, dkk. Otorhinology Head and Neck
Surgery. New York: Springer. Page 414-415. Available in:
http://books.google.co.id/books?id=13fPEPZQqoQC&pg=PA414&dq=submandibular
+space+abcess,+otorhinolaryngology&hl=id&ei=I1ttTJ7FGou4vgOqvJC3DQ&sa=X
&oi=book_result&ctbook-
thumbnail&resnumb=1nfed=0CCjQ6wEwAA#v=onepage&q=submandibular%20spa
ce%20abscess%2c%20otorhinolaryngology&f=false
16. Mansjoer A, Trianti K, Savitri R, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Ed 3. Jakarta:
Penerbit Media Aesculapius. 2001. Page 149-150
17. Dental Health International Netherland. Available in:
http.//www.dhin.nl/boh_part4.htm
18. Treatment Available in:
http.//www.ebmedicine.net/topics.thp?pactionshowtopicseg&topics_id=32&seg_id=5
77
19. Ballenger JJ. Disease of Nose, Throat and Ear. 12th Ed. Philadelphia: Lea & Febiger;
1980. Page 280-290
20. Adams JL, Boies LR, Higler PA. Boeis Buku Ajar Penyakit THT. Ed 6. Jakarta: EGC;
2007. Page 345-346

28
29

Anda mungkin juga menyukai