Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

ANGINA LUDWIG
A. KONSEP DASAR MEDIK
1. Definisi
Angina Ludwig merupakan infeksi dan peradangan serius jaringan
ikat (selulitis) pada area di bawah lidah dan dagu.Penyakit ini
termasuk dalam grup penyakit infeksi odontogen, di mana infeksi
bakteri berasal dari rongga mulut seperti gigi, lidah, gusi,
tenggorokan, dan leher. Karakter spesifik yang membedakan
angina Ludwig dari infeksi oral lainnya ialah infeksi ini harus
melibatkan dasar mulut serta kedua ruang submandibularis
(sublingualis dan submaksilaris) pada kedua sisi (bilateral).
2. Etiologi
Dilaporkan sekitar 90% kasus angina Ludwig disebabkan oleh
odontogen baik melalui infeksi dental primer, postekstraksi gigi
maupun oral hygiene yang kurang. Selainitu, 95% kasus angina
Ludwig melibatkan ruang submandibular bilateral dan gangguan jalan
nafas merupakan komplikasi paling berbahaya yang seringkali
merenggut nyawa. Ruteinfeksi pada kebanyakan kasus ialah dari
terinfeksinya molar ketiga rahang bawah atau dariperikoronitis, yang
merupakan infeksi dari gusi sekitar gigi molar ketiga yang
erupsisebagian. Hal ini mengakibatkan pentingnya mendapatkan
konsultasi gigi untuk molar bawah ketiga pada tanda pertama
sakit, perdarahan dari gusi, kepekaan terhadappanas/dingin atau
adanya bengkak di sudut rahang.
Selain gigi molar ketiga, gigi molar kedua bawahjuga
menjadipenyebab odontogenik dari angina Ludwig. Gigi-gigi ini
mempunyai akar yang terletak pada tingkat m.myohyloid, dan abses
seperti perimandibular abses akan menyebar ke ruang submandibular.
Di samping itu, perawatan gigi terakhir juga dapat menyebabkan
angina Ludwig, antara lain: penyebaran organisme dari gangren
pulpa ke jaringan periapikal saat dilakukan terapiendodontik, serta
inokulasi Streptococcus yang berasal dari mulut dan tenggorokan ke
lidahdan jaringan submandibular oleh manipulasi instrumen saat
perawatan gigi.
Ada juga penyebab lain yang sedikit dilaporkan antara lain
sialadenitis kelenjar submandibula, fraktur mandibula terbuka, infeksi
sekunder akibat keganasan mulut, abses peritonsilar, infeksi kista
ductus thyroglossus, epiglotitis, injeksi obat intravena melalui
leher, trauma oleh karena bronkoskopi, intubasi endotrakeal, laserasi
oral, luka tembus di lidah, infeksi saluran pernafasan atas, dan trauma
pada dasarmulut.
Organisme yang paling banyak ditemukan pada penderita
angina Ludwig melalui isolasi adalah Streptococcus viridians dan
Staphylococcus aureus. Bakteri anaerob yang diisolasi seringkali
berupa bacteroides, peptostreptococci, dan peptococci.
Bakteri gram positif yang telah diisolasiadalahFusobacterium
nucleatum, Aerobacter aeruginosa,spirochetes,Veillonella, Candida,
Eubacteria,danspesiesClostridium. Bakteri Gram negatif yang
diisolasi antara lain spesies Neisseria, Escherichia coli,spesies
Pseudomonas, Haemophillus influenza dan spesies Klebsiella.
3. Manifestasi klinik
Gejala klinis umum angina Ludwig meliputi malaise, lemah,
lesu, malnutrisi, dan dalam kasus yang parah dapat menyebabkan
stridor atau kesulitan bernapas. Gejala klinis ekstra oral meliputi
eritema, pembengkakan, perabaan yang keras seperti papan (board-
like) serta peninggian suhu pada leher dan jaringan ruang
submandibula-sublingual yang terinfeksi; disfonia (hot potato voice)
akibat edema pada organ vokal. Gejala klinis intra oral meliputi
pembengkakkan, nyeri dan peninggian lidah; nyeri menelan (disfagia);
hipersalivasi (drooling); kesulitan dalam artikulasi bicara (disarthria).
Pemeriksaan fisik dapat memperlihatkan adanya demam dan
takikardi dengan karakteristik dasar mulut yang tegang dan keras.
Karies pada gigi molar bawah dapat dijumpai. Biasanya ditemui
pula indurasi dan pembengkakkan ruang submandibular yang dapat
disertai dengan lidah yang terdorong ke atas. Trismus dapat terjadi dan
menunjukkan adanya iritasi pada m. masticator. Tanda-tanda
penting seperti pasien tidak mampu menelan air liurnya sendiri,
dispneu, takipneu, stridor inspirasi dan sianosis menunjukkan adanya
hambatan pada jalan napas yang perlu mendapat penanganan segera.
4. Anatomi Fisiologi
Pengetahuan tentang ruang-ruang di leher dan hubungannya
dengan fascia penting untuk mendiagnosis dan mengobati
infeksi.Ruang yang dibentuk oleh berbagai fascia pada leher ini
merupakan area yang berpotensi untuk terjadinya infeksi. Invasi dari
bakteri akan menghasilkan selulitis atau abses, dan menyebar melalui
berbagai jalan termasuk melalui saluran limfe.
Ruang submandibular merupakan ruang di atas os hyoid
(suprahyoid) dan m. mylohyoid. Di bagian anterior, m. mylohyoid
memisahkan ruang ini menjadi dua yaitu ruang sublingual di superior
dan ruang submaksilar di inferior. Adapula yang membaginya menjadi
tiga diantaranya yaitu ruang sublingual, ruang submental dan ruang
submaksillar.
Ruang sublingual di bagian superior dari m. mylohyoid.
Ruang submandibular di Inferior dari m. mylohyoid. Ruang
submaksilar dipisahkan dengan ruang sublingual di bagian superiornya
oleh m. mylohyoid dan m. hyoglossus, di bagian medialnya oleh m.
styloglossus dan di bagian lateralnya olehcorpus mandibula. Batas
lateralnya berupa kulit, fascia superfisial dan m. platysma
superficialis pada fascia servikal bagian dalam. Di bagian inferiornya
dibentuk oleh m.digastricus. Di bagian anteriornya, ruang ini
berhubungan secara bebas dengan ruang submental, dan di bagian
posteriornya terhubung dengan ruangpharyngeal. Ruang submaksilar
dibatasi oleh m. mylohyoid, m. hyoglossus, danm. styloglossus. Ruang
submandibular ini mengandung kelenjar submaxillar, duktus
Wharton, n.x lingualis dan hypoglossal, a. facialis, sebagian nodus
limfe dan lemak. Ruang submental merupakan ruang yang berbentuk
segitiga yang terletak di garis tengah bawah mandibula dimana batas
superior dan lateralnya dibatasioleh bagian anteriordari m.
digastricus.Dasar ruangan ini adalah m. mylohyoid sedangkan atapnya
adalah kulit, fascia superfisial, dan m. platysma. Ruang submental
mengandung beberapa nodus limfe dan jaringan lemak fibrous.
Infeksi pada ruang submandibular ini menyebar hingga
bagian superior dan posterior, mengakibatkan peninggian dasar
mulut dan lidah. Os hyoid membatasi penyebaran ke inferior,
sedangkan pembengkakkan dapat menyebar hingga bagian anterior 6
leher, menyebabkan distorsi dan gambaranbull neck.
5. Patofisiologi
Infeksi gigi seperti nekrosis pulpa karena karies profunda yang
tidak terawat dan deep periodontal pocket, merupakan jalan bagi
bakteri untuk mencapai jaringan periapikal. Karena jumlah bakteri
yang banyak, maka infeksi akan menyebar ke tulang spongiosa sampai
tulang kortikal. Jika tulang ini tipis, maka infeksi akan menembus dan
masuk ke jaringan lunak. Penyebaran infeksi ini tergantung dari daya
tahan jaringan tubuh.
Penyebaran infeksi odontogen dapat melalui jaringan ikat
(perkontinuitatum), pembuluh darah (hematogen), dan pembuluh limfe
(limfogen). Yang paling sering terjadi adalah penjalaran secara
perkontinuitatum karena adanya celah/ruang di antara jaringan yang
berpotensi sebagai tempat berkumpulnya pus.
Penjalaran infeksi pada rahang atas dapat membentuk
absespalatal, abses submukosa, abses gingiva,trombosis sinus
kavernosus,abses labial dan abses fasial. Penjalaran infeksi pada
rahangbawah dapat membentuk abses sublingual, abses submental,
abses submandibular, abses submaseter dan angina Ludwig.
Ujung akar molar kedua dan ketiga terletak di belakang bawah
linea mylohyoidea (tempat melekatnya m. mylohyoideus) dalam
ruang submandibula, menyebabkan infeksi yang terjadi pada gigi
tersebut dapat membentuk abses dan pusnya menyebar ke ruang
submandibular, bahkan meluas hingga ruang parafaringeal. Abses
pada akar gigi yang menyebar ke ruang submandibula akan
menyebabkan sedikit ketidaknyamanan pada gigi, nyeri terjadi jika
terjadi ketegangan antara tulang.
Infeksi pada ruang submental biasanya terbatas karena ada
kesatuan yang keras dari fascia cervikal profunda dengan m.
digastricus anterior dan os hyoid. Edema dagu dapat terbentuk
dengan jelas.Infeksi pada ruang submaksilar biasanya terbatas di
dalam ruang itu sendiri, tetapi dapat pula menyusuri sepanjang
duktus submaksilaris Whartoni dan mengikuti struktur kelenjar
menuju ruang sublingual, atau dapat juga meluas ke bawah
sepanjang m. hyoglossus menuju ruang-ruang fascia leher.
Pada infeksi ruang sublingual, edema terdapat pada daerah
terlemah di bagian superior dan posterior sehingga mendorong
supraglotic larynx dan lidah ke belakang, akhirnya mempersempit
saluran dan menghambat jalan nafas.Penyebaran infeksi berakhir di
bagian anterior yaitu mandibula dan di bagian inferior yaitu m.
mylohyoid. Proses infeksi kemudian berjalan di bagian superior
dan posterior, meluas ke dasar lantai mulut dan lidah.
Os hyoid membatasi terjadinya proses ini di bagian inferior
sehingga pembengkakan menyebar ke daerah depan leher yang
menyebabkan perubahan bentuk dan gambaran “bull neck”.
6. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul pada angina Ludwig yang tidak diterapi
secara tepat adalah sebagai berikut:
a. Obstrksi jalan napas
b. Infeksi carotid sheath
c. Tromboplebitis supuratif pada vena jungularis interna
d. Mediastenitis
e. Empiema
f. Efusi pleura
g. Osteomielitis mandibula
h. Pneumonia aspirasi
7. Penatalaksanaan
Penatalaksaan angina Ludwig memerlukan tiga fokus utama, yaitu: 7
a. Pertama dan paling utama, menjaga patensi jalan napas.
b. Kedua, terapi antibiotik secara progesif, dibutuhkan untuk mengobati
dan membatasi penyebaran infeksi.
c. Ketiga, dekompresi ruang submandibular, sublingual, dan submental.
Trakeostomi awalnya dilakukan pada kebanyakan pasien,
namun dengan adanya teknik intubasi serta penempatan fiber-optic
Endotracheal Tube yang lebih baik, maka kebutuhan akan
trakeostomi berkurang. Intubasi dilakukan melalui hidung
dengan menggunakan teleskop yang fleksibel saat pasien masih sadar
dan dalam posisi tegak. Jika tidak memungkinkan, dapat dilakukan
krikotiroidotomi atau trakheotomi dengan anestesi lokal. 7
Pemberian dexamethasone IV selama 48 jam, di samping
terapi antibiotik dan operasi dekompresi, dilaporkan dapat membantu
proses intubasi dalam kondisi yang lebih terkontrol, menghindari
kebutuhan akan trakheotomi/krikotiroidotomi, serta mengurangi
waktu pemulihan di rumah sakit. Diawali dengan dosis 10mg, lalu
diikuti dengan pemberian dosis 4 mg tiap 6 jam selama 48 jam. 7
Setelah patensi jalan napas telah teratasi maka antibiotik IV
segeradiberikan.Awalnya pemberian Penicillin G dosis tinggi (2-4 juta
unit IV terbagi setiap 4 jam) merupakan lini pertama pengobatan
angina Ludwig. Namun, dengan meningkatnya prevalensi produksi
beta-laktamase terutama pada Bacteroides sp, penambahan
metronidazole,clindamycin, cefoxitin, piperacilin-tazobactam,
amoxicillin-clavulanate harus dipertimbangkan. Kultur darah dapat
membantu mengoptimalkan regimen terapi. 7
Selain itu, dilakukan pula eksplorasi dengan tujuan dekompresi
(mengurangi ketegangan)dan evaluasi pus, di mana pada umumnya
angina Ludwig jarang terdapat pus atau jaringan
nekrosis.Eksplorasilebih dalam dapat dilakukan memakai cunam
tumpul. Jika terbentuk nanah, dilakukan insisi dan drainase. Insisi
dilakukan di garis tengah secara horisontal setinggi os hyoid (3-4
jari di bawah mandibula). Insisi dilakukan di bawah dan parallel
dengan corpus mandibula melaluifascia dalam sampai kedalaman
kelenjar submaksila.Insisi vertikal tambahan dapat dibuat di atas os
hyoid sampai batas bawah dagu.Jika gigi yang terinfeksi merupakan
fokal infeksi dari penyakit ini, maka gigi tersebut harus diekstraksi
untuk mencegah kekambuhan. Pasien di rawat inap sampai infeksi
reda.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Data yang harus dikumpulkan dalam pengkajian yang dilakukan pada
kasus angina ludwig adalah sebagai berikut :

a. Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas.
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan
cedera (trauma).
b. Sirkulasi
Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas
(hipoventilasi, hiperventilasi, dll).
c. Integritas ego
Data Subyektif: Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau
dramatis)
Data Obyektif : cemas, bingung, depresi.
d. Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera
makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.
e. Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : nyeri pada rahang dan bengkak
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
f. Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas.
Data Objektif: Pernapasan menggunakan otot bantu pernapasan/ otot
aksesoris.
2. Diagnosa Keperawatan
Pre Operatif
a. Nyeri Akut
b. Hipertermi
c. Ansietas
d. Gangguan Integritas Kulit
Intra Operatif
a. Resiko Infeksi

Post Operatif
a. Nyeri Akut
b. Hipotermi
3. Implementasi

Implementasi merupakan wujud nyata dari rencana keperawatan yang


telah dibuat sebelumnya.
4. Evaluasi

Evaluasi merupakan pengkajian sejauh mana pencapaian dari tindakan


keperawatan yang telah diberikan kepada pasien.

Anda mungkin juga menyukai