PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Abses submandibula adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus pada
daerah submandibula. Abses submandibula menempati urutan pertama abses leher yang
paling sering dijumpai (42,30%) dengan prevalensi causa odontogenik sebesar 34,21%.
Infeksi odontogenik dengan asal dari periapikal sebagai akibat dari nekrosis pulpa adalah
yang paling banyak dijumpai. Nekrosis pulpa gigi sebagai akibat dari karies yang dalam
menjadi alur masuk untuk bakteri menuju jaringan periapikal. Setelah terjadi inokulasi
bakteri di periapikal, terjadi pembentukan infeksi yang akan menyebar ke segala arah,
namun lebih banyak pada daerah dengan daya tahan paling rendah.
Infeksi akan menyebar melalui tulang kanselus sampai memasuki tulang kortikal.
Bila tulang kortikal ini tipis, infeksi akan menembus tulang dan memasuki jaringan lunak
disekitarnya. Perluasan infeksi ke jaringan sekitarnya tergantung pada gigi penyebab.
Infeksi pada gigi molar mandibula biasanya akan keluar ke arah bukal menuju spasia
submandibula. Bila terjadi abses odontogenik, maka harus dilakukan tindakan untuk
membuat drainase dan mengeliminasi etiologi infeksi.
Sebagian besar infeksi leher dalam disebabkan oleh berbagai kuman, baik aerob
maupun anaerob. Kuman aerob yang paling sering ditemukan adalah Streptococcus sp,
Staphylococcus sp, Neisseria sp, Klebsiella sp, Haemophillus sp. Pada kasus yang berasal
dari infeksi gigi, sering ditemukan kuman anaerob Bacteroides melaninogenesis,
Eubacterium Peptostreptococcus dan yang jarang adalah kuman Fusobacterium. Infeksi
dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring,kelenjarliurataukelenjerlimfa submandibula.
Sebagian lain dapat merupakan kelanjutan infeksi ruang leher dalam lainnya. Abses pada
spasium submandibula berasal dari gigi premolar atau molar rahang bawah.yang meluas
ke arah lingual di bawah otot mylohyoid.
Diagnosis abses pada spasium submandibula ditegakkan berdasarkan hasil.
Anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik dan penunjang. Pemeriksaan penunjang sangat
berperan menegakkan diagnosis. Clarence LT. Periodontal and pulpal infections. In Topazian,
Goldberg, Hupp. Oral maxillofacial, 4th edition. St. Louis: WB. Saunders Company; 2002.p.126-30 7.
Rabie MS, Thomas RF. Principles of antimicrobial and surgical infection management. In
James RH. Head, neck, and orofacial infections an interdisciplinary approach. Mosby Elsevier, 2016.
p.121-39
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Infeksi odontogenik merupakan infeksi akut atau kronis yang berasal dari gigi yang
berhubungan dengan patologi. Mayoritas infeksi yang bermanifestasi pada region
orofacial adalah odontogenik. Infeksi odontogenik tersebut dapat menyebabkan
terjadinya abses. Abses adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai akibat dari
infeksi yang melibatkan mikroorganisme. Nanah merupakan campuran dari jaringan
nekrotik, bakteri dan sel darah putih yang sudah mati, yang dicairkan oleh enzim
autolitik. Pada saat tekanan di dalam rongga meningkat, maka nanah mengambil jalur
pada daya tahan terendah dan dapat keluar melalui kulit.
Abses rongga mulut adalah suatu infeksi pada mulut, wajah, rahang, atau
tenggorokan yang dimulai sebagai infeksi gigi atau karies gigi.Jumlah dan penyebaran
infeksi tergantung pada lokasi gigi yang terkena serta virulensi organisme. Pencabutan
gigi dengan riwayat infeksi juga harus memperhatikan beberapa hal yang bisa
mengakibatkan tersebarnya infeksi lebih luas. Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan
gigi dari dalam soket dari tulang alveolar. Ekstraksi gigi dapat dilakukan dengan dua
teknik yaitu teknik sederhana dan teknik pembedahan.
2.2 Etiologi
Abses pada umumnya disebabkan karena patologi, trauma atau perawatan gigi dan
jaringan pendukungnya. Infeksi odontogenik ini dimulai dengan terjadinya kematian
pulpa, invasi bakteri dan perluasan proses infeksi kearah periapikal. Terjadinya
peradangan yang terlokalisir atau abses periapikal akut tergantung dari virulensi kuman
dan efektivitas pertahanan hospes Infeksi odontogenik dapat berasal dari tiga jalur, yaitu:
a. Jalur periapikal, sebagai hasil dari nekrosis pulpa dan invasi bakteri ke jaringan
periapikal
b. Jalur periodontal, sebagai hasil dari inokulasi bakteri pada periodontal poket;
dan
c. Jalur perikoronal, yang terjadi akibat terperangkapnya makanan di bawah
operkulum tetapi hal ini terjadi hanya pada gigi yang tidak/belum dapat tumbuh
sempuna. Infeksi odontogen dapat menyebar secara perkontinuatum, hematogen
dan limfogen, namun yang paling sering adalah melalui perkontinuatum atau
kontinuitas jaringan.
2.3 Macam-macam Abses Odontogen
2.3.1 Abses periapikal
Abses periapikal sering juga disebut abses dento-alveolar, terjadi di daerah
periapikal gigi yang sudah mengalami kematian dan terjadi keadaan eksaserbasi
akut. Mungkin terjadi segera setelah kerusakan jaringan pulpa atau setelah periode
laten yang tiba-tiba menjadi infeksi akut dengan gejala inflamasi, pembengkakan
dan demam. Mikroba penyebab infeksi umumnya berasal dari pulpa, tetapi juga
bisa berasal sistemik (bakteremia).
Ruang Submandibula
Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual, submaksila dan submental.
Muskulus milohioid memisahkan ruang sublingual dengan ruang submental dan
submaksila. Ruang sublingual dibatasi oleh mandibula di bagian lateral dan
anterior, pada bagian inferior oleh m. milohioid, di bagian superior oleh dasar
mulut dan lidah, dan di posterior oleh tulang hioid. Di dalam ruang sublingual
terdapat kelenjer liur sublingual beserta duktusnya.
Ruang submental di anterior dibatasi oleh fasia leher dalam dan kulit dagu, di
bagian lateral oleh venter anterior m. digastrikus, di bagian superior oleh m.
milohioid, di bagian inferior oleh garis yang melalui tulang hyoid. Di dalam ruang
submental terdapat kelenjer limfa submental. (gambar 2) Ruang maksila bagian
superior dibatasi oleh m. milohioid dan m. hipoglossus. Batas inferiornya adalah
lapisan anterior fasia leher dalam, kulit leher dan dagu. Batas medial adalah m.
digastrikus anterior dan batas posterior adalah m. stilohioid dan m. digastrikus
posterior. Di dalam ruang submaksila terdapat kelenjer liur submaksila atau
submandibula beserta duktusnya. Kelenjar limfa submaksila atau submandibula
beserta duktusnya berjalan ke posterior melalui tepi m. milohioid kemudian masuk
ke ruang sublingual. Akibat infeksi pada ruang ini mudah meluas dari satu ruang
ke ruang lainnya.
2.4.2 Etiologi
Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjer liur atau kelenjer
limfa submandibula. Sebagian lain dapat merupakan kelanjutan infeksi ruang leher
dalam lainnya. Sebelum ditemukan antibiotika, penyebab tersering infeksi leher
dalam adalah faring dan tonsil, tetapi sekarang adalah infeksi gigi. Bottin dkk.
mendapatkan infeksi gigi merupakan penyebab yang terbanyak kejadian angina
Ludovici (52,2%), diikuti oleh infeksi submandibula (48,3%), dan parafaring.
Sebagian besar kasus infeksi leher dalam disebabkan oleh berbagai kuman, baik
aerob maupun anaerob. Kuman aerob yang paling sering ditemukan adalah
Streptococcus sp, Staphylococcus sp, Neisseria sp, Klebsiella sp, Haemophillus sp.
Pada kasus yang berasal dari infeksi gigi, sering ditemukan kuman anaerob
Bacteroides melaninogenesis, Eubacterium Peptostreptococcus dan yang jarang
adalah kuman Fusobacterium.
2.4.3 Patogenesis
Beratnya infeksi tergantung dari virulensi kuman, daya tahan tubuh dan lokasi
anatomi. Infeksi gigi dapat mengenai pulpa dan periodontal. Penyebaran infeksi
dapat meluas melalui foramen apikal gigi ke daerah sekitarnya. Infeksi dari
submandibula dapat meluas ke ruang mastikor kemudian ke parafaring. Perluasan
infeksi ke parafaring juga dapat langsung dari ruang submandibula. Selanjutnya
infeksi dapat menjalar ke daerah potensial lainnya. Penyebaran abses leher dalam
dapat melalui beberapa jalan yaitu limfatik, melalui celah antara ruang leher dalam
dan trauma tembus.
2.4.4 Gejala klinis
Pada abses submandibula didapatkan pembengkakan di bawah dagu atau di bawah
lidah baik unilateral atau bilateral, disertai rasa demam, nyeri tenggorok dan
trismus. Mungkin didapatkan riwayat infeksi atau cabut gigi. Pembengkakan dapat
berfluktuasi atau tidak
2.4.5 Diagnosis
Diagnosis abses leher dalam ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis yang cermat,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada beberapa kasus kadang-
kadang sulit untuk menentukan lokasi abses terutama jika melibatkan beberapa
daerah leher dalam dan jika pasien sudah mendapatkan pengobatan sebelumnya.
Pemeriksaan penunjang sangat berperan dalam menegakkan diagnosis. Pada foto
polos jaringan lunak leher anteroposterior dan lateral didapatkan gambaran
pembengkakan jaringan lunak, cairan di dalam jaringan lunak, udara di subkutis
dan pendorongan trakea. Pada foto polos toraks, jika sudah terdapat komplikasi
dapat dijumpai gambaran pneumotoraks dan juga dapat ditemukan gambaran
pneumomediastinum. Jika hasil pemeriksaan foto polos jaringan lunak
menunjukkan kecurigaan abses leher dalam, maka pemeriksaan tomografi
komputer idealnya dilakukan. Tomografi Komputer (TK) dengan kontras
merupakan standar untuk evaluasi infeksi leher dalam. Pemeriksaan ini dapat
membedakan antara selulitis dengan abses, menentukan lokasi dan perluasan abses.
Pada gambaran TK dengan kontras akan terlihat abses berupa daerah hipodens
yang berkapsul, dapat disertai udara di dalamnya, dan edema jaringan sekitar. TK
dapat menentukan waktu dan perlu tidaknya operasi. Pemeriksaan penunjang
lainnya adalah pemeriksaan pencitraan resonansi magnetik (Magnetic resonance
Imaging / MRI) yang dapat mengetahui lokasi abses, perluasan dan sumber infeksi.
Sedangkan Ultrasonografi (USG) adalah pemeriksaan penunjang diagnostik yang
tidak invasif dan relatif lebih murah dibandingkan TK, cepat dan dapat menilai
lokasi dan perluasan abses. Foto panoramik digunakan untuk menilai posisi gigi
dan adanya abses pada gigi. Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada kasus abses
leher dalam yang diduga sumber infeksinya berasal dari gigi. Pemeriksaan darah
rutin dapat melihat adanya peningkatan leukosit yang merupakan tanda infeksi.
Analisis gas darah dapat menilai adanya sumbatan jalan nafas. Pemeriksaan kultur
dan resistensi kuman harus dilakukan untuk mengetahui jenis kuman dan antibiotik
yang sesuai.
2.4.6 Komplikasi
Komplikasi terjadi karena keterlambatan diagnosis, terapi yang tidak tepat dan
tidak adekuat. Komplikasi diperberat jika disertai dengan penyakit diabetes
mellitus, adanya kelainan hati dan ginjal dan kehamilan. Komplikasi yang berat
dapat menyebabkan kematian. Infeksi dapat menjalar ke ruang leher dalam lainnya,
dapat mengenai struktur neurovaskular seperti arteri karotis, vena jugularis interna
dan n. X. Penjalaran infeksi ke daerah selubung karotis dapat menimbulkan erosi
sarung karotis atau menyebabkan trombosis vena jugularis interna. Infeksi yang
meluas ke tulang dapat menimbulkan osteomielitis mandibula dan vertebra
servikal. Dapat juga terjadi obstruksi saluran nafas atas, mediastinitis, dehidrasi
dan sepsis.
2.4.7 Terapi
Antibiotik dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus diberikan secara
parenteral. Hal yang paling penting adalah terjaganya saluran nafas yang adekuat
dan drainase abses yang baik. Seharusnya pemberian antibiotik berdasarkan hasil
biakan kuman dan tes kepekaan terhadap bakteri penyebab infeksi, tetapi hasil
biakan membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan
pengobatan harus segera diberikan. Sebelum hasil mikrobiologi ada, diberikan
antibiotik kuman aerob dan anaerob. Evakuasi abses dapat dilakukan dalam
anastesi lokal untuk abses yang dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam
narkosis bila letak abses dalam dan luas. Adanya trismus menyulitkan untuk
masuknya pipa endotrakea peroral. Pada kasus demikian diperlukan tindakan
trakeostomi dalam anastesi lokal. Jika terdapat fasilitas bronkoskop fleksibel,
intubasi pipa endotrakea dapat dilakukan secara intranasal. Insisi abses
submandibula untuk drainase dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau
setinggi os hyoid, tergantung letak dan luas abses.
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. S.M
No. RM : 48 97 72
Usia : 25 Thn
Jenis kelamin : Laki-laki
Suku : Papua
Agama : Kristen
Masuk Rumah Sakit: : 03 Maret 2021
Tanggal Pemeriksaan : 01 Maret 2021
Kepala Leher
Kepala : normocephal, rambut warna hitam
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : simetris, sekret (-/-)
Telinga : simetris
Leher : Pembesaran KGB (+)
Foto Thorax
Deskripsi
Cor: Tidak membesar
Sinus Kostofrenikus: Tajam
Diafragma: normal
Pulmo
Hilus: normal
Corakan bronkovaskular: normal
Tidak tampak infiltrate
Foto Skull
3.5 Diagnosis
Abses Submandibula + Obstruksi jalan napas parsial
3.6 Terapi
IVFD RL : D5 1000:500cc/24 jam Pro persiapan operasi
Injeksi Ceftriaxone 2g/24 jam IV
Metronidazole 500mg /8 jam
Injeksi Antrain/8jam (1g IV)
Injeksi Metilpredisonolone 125mg (IV)
Terapi pascaoperasi
1. IVFD RL:D5 1000:500
2. Injeksi Cefriaxone 2g/24jam
3. Injeksi Metronidazole 500mg/8jam
4. Injeksi Antrain 1g/8jam
5. GV (rawat luka) setiap hari, pertahankan drain jangan dilepas
6. Bila sadar baik, minum sedikit-sedikit
7. Bila tidak muntah, makan 1 jam setelahnya
8. Monitor tanda-tanda vital dan perdarahan
Foto Pre OP
A. Anterior B. Lateral C. Posterior
Tampak Asimetris pada Tampak Edema (+), eritema Tidak tampak edema, dan
wajah, edema pada daerah (+) eritema
buccal hingga ke
submandibular sebelah
kanan
Foto Durante OP