A. Definisi
Angina Ludwig merupakan infeksi dan peradangan serius jaringan ikat (selulitis) atau
flegmon pada area di bawah lidah dan dagu ari bagian superior ruang suprahioid.
Tanda khas berupa pembengkakan, tidak membentuk abses tanda khas berupa
pembengkakan, tidak membentuk abses,keras pada perabaan submandibula Penyakit
ini termasuk dalam grup penyakit infeksi odontogen, di mana infeksi bakteri berasal
dari rongga mulut seperti gigi, lidah, gusi, tenggorokan, dan leher. Karakter spesifik
yang membedakan angina Ludwig dari infeksi oral lainnya ialah infeksi ini harus
melibatkan dasar mulut serta kedua ruang submandibularis (sublingualis dan
submaksilaris) pada kedua sisi (bilateral)
B. Etiologi
1. Odontogen, baik melalui infeksi dental primer, postekstraksi gigi, maupun oral
hygiene yang kurang
2. Rute infeksi pada kebanyakan kasus ialah dari terinfeksinya molar ketiga
rahang bawah atau dari perikoronitis, yang merupakan infeksi dari gusi sekitar
gigi molar ketiga yang erupsi sebagian. Gigi molar kedua bawah juga menjadi
penyebab. Gigi-gigi ini mempunyai akar yang terletak pada tingkat m.
myohyloid, dan abses seperti perimandibular abses akan menyebar ke ruang
submandibular.
C. Diagnosis
Ditegakkan dari riwayat sakit gigi, gejala, dan tanda klinis
Kriteria Grodinsky
1. Keterlibatan secara bilateral atau lebih ruang leher dalam
2. Gangren yang disertai dengan pus serosanguinous
3. Keterlibatan jaringan ikat, fasia, dan otot tetapi tidak mengenai struktur kelenjar.
4. Penyebaran melalui ruang fasial lebih sering daripada melalui sistem limfatik
(Lemonick, 2002).
1. Anamnesis
Gejala awal biasanya berupa nyeri pada area gigi yang terinfeksi. Dagu terasa
tegang dan nyeri saat menggerakkan lidah. Penderita mungkin akan mengalami
kesulitan membuka mulut, berbicara, dan menelan, yang mengakibatkan
keluarnya air liur terus-menerus serta kesulitan bernapas. Penderita juga
dilaporkan mengalami kesulitan makan dan minum. Dapat dijumpai demam dan
rasa menggigil. Biasanya penderita akan mengalami dehidrasi akibat kurangnya
cairan yang diminum maupun makanan yang dimakan. Demam tinggi mungkin
ditemui, yang menindikasikan adanya infeksi sistemik Takikardi. hambatan pada
jalan napas: pasien tidak mampu menelan air liurnya sendiri, dispneu, takipneu,
stridor inspirasi dan sianosis. Disfonia (hot potato voice) akibat edema pada organ
vokal. Kesulitan dalam artikulasi bicara (disarthria). Nyeri menelan (disfagia);
Hipersalivasi (drooling).
2. Pemeriksaan Fisik
a. Ekstra oral
Leher dan jaringan ruang submandibula-sublingual yang terinfeks: Eritema,
pembengkakan, perabaan yang keras seperti papan (board-like), peningkatan
suhu. Pembengkakkan, nyeri dan peninggian lidah. Trismus dapat terjadi dan
menunjukkan adanya iritasi pada m. masticator.
b. Intra oral
Dasar mulut yang tegang dan keras. Dasar mulut akan terlihat merah dan
membengkak. Saat infeksi menyebar ke belakang mulut, peradangan pada
dasar mulut akan menyebabkan lidah terdorong ke atas-belakang sehingga
menyumbat jalan napas. Jika laring ikut membengkak, saat bernapas akan
terdengar suara tinggi (stridor). Karies pada gigi molar bawah dapat dijumpai.
Biasanya ditemui pula indurasi dan pembengkakkan ruang submandibular
yang dapat disertai dengan lidah yang terdorong ke atas.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
a) Pemeriksaan darah: tampak leukositosis yang mengindikasikan adanya
infeksi akut. Pemeriksaan waktu bekuan darah penting untuk dilakukan
tindakan insisi drainase.
b) Pemeriksaan kultur dan sensitivitas: untuk menentukan bakteri yang
menginfeksi (aerob dan/atau anaerob) serta menentukan pemilihan
antibiotik dalam terapi.
2) Pencitraan
1) Rontgent: menunjukkan luasnya pembengkakkan jaringan lunak.
Radiografi dada dapat menunjukkan perluasan proses infeksi ke
mediastinum dan paru-paru. Foto panoramik rahang dapat membantu
menentukan letak fokal infeksi atau abses, serta struktur tulang rahang
yang terinfeksi.
2) USG: USG dapat menunjukkan lokasi dan ukuran pus, serta metastasis
dari abses. USG dapat membantu diagnosis pada anak karena bersifat
non-invasif dan non-radiasi. USG juga membantu pengarahan aspirasi
jarum untuk menentukan letak abses.
3) CT-scan: memberikan evaluasi radiologik terbaik pada abses leher
dalam. CT-scan dapat mendeteksi akumulasi cairan, penyebaran
infeksi serta derajat obstruksi jalan napas sehingga dapat sangat
membantu dalam memutuskan kapan dibutuhkannya pernapasan
buatan
4) MRI lebih baik dari pada ct-scan untuk jaringan lunak, tapi karena
waktunya lama jadi tidak dipilih.
D. Management
Penatalaksaan angina Ludwig memerlukan tiga fokus utama, yaitu:
1. Menjaga patensi jalan napas.
a. Dexamethasone 10-20mg dilanjutkan 4-6mg/6jam selama 48 jam
memperbaiki prognosis penutupan jalan napas
2. Antibiotik progesif, untuk mengobati dan membatasi penyebaran infeksi. Setelah
patensi jalan napas telah teratasi maka antibiotik IV segera diberikan. Awalnya
pemberian Penicillin G dosis tinggi (2-4 juta unit IV terbagi setiap 4 jam)
merupakan lini pertama pengobatan angina Ludwig. Namun, dengan
meningkatnya prevalensi produksi beta-laktamase terutama pada Bacteroides sp,
penambahan metronidazole, clindamycin, cefoxitin, piperacilin-tazobactam
(2g+0,25g IV), amoxicillin-clavulanate (250mg+125mg PO), Ampisilin-
Sulbactam (1g+0,5g IV) harus dipertimbangkan.