Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

TONSILITIS

Disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah

DisusunOleh :
Vatin Ashari Rahmawati
2011040145

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020
LAPORAN PENDAHULUAN TONSILITIS

A. PENGERTIAN
Tonsilitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau amandel
(Reeves, Roux, Lockhart, 2001). Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang
merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar
limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu : tonsil faringeal (adenoid), tonsil
palatina (tosil faucial), tonsil lingual (tosil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius
(lateral band dinding faring /Gerlach’s tonsil ) (Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk, 2007).
Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman streptococcus
beta hemolyticus, streptococcus viridans dan streptococcus pyogenes, dapat juga
disebabkan oleh virus (Mansjoer,2000).
Tonsilektomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan mengambil atau
mengangkat tonsil untuk mencegah infeksi selanjutnya (Shelov, 2004).
B. KLASIFIKASI

Macam-macam tonsillitis menurut Imam Megantara (2006)


1. Tonsillitis akut
Disebabkan oleh streptococcus pada hemoliticus, streptococcus viridians, dan

streptococcus piogynes, dapat juga disebabkan oleh virus


2. Tonsilitis falikularis
Tonsil membengkak dan hiperemis, permukaannya diliputi eksudat diliputi bercak
putih yang mengisi kipti tonsil yang disebut detritus. Detritus ini terdapat leukosit,
epitel yang terlepas akibat peradangan dan sisa-sisa makanan yang tersangkut.
3. Tonsilitis Lakunaris
Bila bercak yang berdekatan bersatu dan mengisi lacuna (lekuk-lekuk) permukaan

tonsil.
4. Tonsilitis Membranosa (Septis sore Throat)
Bila eksudat yang menutupi permukaan tonsil yang membengkak tersebut
menyerupai membrane. Membran ini biasanya mudah diangkat atau dibuang dan
berwarna putih kekuning-kuningan.

5. Tonsilitis Kronik
Tonsillitis yang berluang, faktor predisposisi : rangsangan kronik (rokok,
makanan) pengaruh cuaca, pengobatan radang akut yang tidak adekuat dan
hygiene mulut yang buruk.

C. ETIOLOGI

Penyebab tonsilitis menurut (Firman S, 2006) dan (Soepardi, Effiaty


Arsyad,dkk, 2007) adalah infeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus,
Streptococcus viridans, dan Streptococcus pyogenes. Dapat juga disebabkan oleh
infeksi virus.

D. PATOFISIOLOGI
Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut. Amandel atau
tonsil berperan sebagai filter, menyelimuti organisme yang berbahaya tersebut. Hal
ini akan memicu tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang akan datang
akan tetapi kadang-kadang amandel sudah kelelahan menahan infeksi atau virus.
Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid
superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi
leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang
berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit,
bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut
tonsillitis falikularis, bila bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi
tonsillitis lakunaris. Tonsilitis dimulai dengan gejala sakit tenggorokan ringan hingga
menjadi parah. Pasien hanya mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga
berhenti makan. Tonsilitis dapat menyebabkan kesukaran menelan, panas, bengkak,
dan kelenjar getah bening melemah didalam daerah sub mandibuler, sakit pada sendi
dan otot, kedinginan, seluruh tubuh sakit, sakit kepala dan biasanya sakit pada telinga.
Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sukar menelan, belakang
tenggorokan akan terasa mengental. Hal-hal yang tidak menyenangkan tersebut
biasanya berakhir setelah 72 jam.
Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu
(Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang
berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses
penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut
sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus,
proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengketan
dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan
pembesaran kelenjar limfe submandibula. (Reeves, Roux, Lockhart, 2001)
E. PATWAYS

F. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala Tonsilitis menurut (Smeltzer & Bare, 2000) ialah sakit
tenggorokan, demam, ngorok, dan kesulitan menelan. Sedangkan menurut Effiaty
Arsyad Soepardi,dkk (2007) tanda dan gejala yang timbul yaitu nyeri tenggorok, tidak
nafsu makan, nyeri menelan, kadang-kadang disertai otalgia, demam tinggi, serta
pembesaran kelenjar submandibuler dan nyeri tekan.

G. KOMPLIKASI
Komplikasi tonsilitis akut dan kronik yaitu :
1. Abses pertonsil
Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses ini
terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh
streptococcus group A ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ).
2. Otitis media akut
Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius (eustochi)
dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah pada ruptur spontan
gendang telinga ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ).
3. Mastoiditis akut
Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke dalam
sel-sel mastoid ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ).
4. Laringitis
Merupakan proses peradangan dari membran mukosa yang membentuk
larynx. Peradangan ini mungkin akut atau kronis yang disebabkan bisa karena
virus, bakter, lingkungan, maupunmkarena alergi (Reeves, Roux,
Lockhart, 2001).
5. Sinusitis
Merupakan suatu penyakit inflamasi atau peradangan pada satua atau lebih
dari sinus paranasal. Sinus adalah merupakan suatu rongga atau ruangan
berisi udara dari dinding yang terdiri dari membran mukosa
6. Rhinitis
Merupakan penyakit inflamasi membran mukosa dari cavum nasal dan
nasopharynx ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pasien tonsilitis menurut ( Mansjoer, 2000) yaitu :

1. Penatalaksanaan tonsilitis akut

a. Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat kumur
atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan eritromisin
atau klindomisin.

b. Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder, kortikosteroid untuk


mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik.

c. Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari komplikasi


kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan tenggorok 3x negatif.

d. Pemberian antipiretik.

2. Penatalaksanaan tonsilitis kronik

a.Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap.


b. Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi
konservatif tidak berhasil.

Tonsilektomi menurut ( Nettina, 2006 ) yaitu:

1) Perawatan pra Operasi :

a) Lakukan pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorok secara seksama dan


dapatkan kultur yang diperlukan untuk menentukan ada tidak dan sumber
infeksi.

b) Ambil spesimen darah untuk pemeriksaan praoperasi untuk menentukan


adanya resiko perdarahan : waktu pembekuan, pulasan trombosit, masa
protrombin, masa tromboplastin parsial.

c) Lakukan pengkajian praoperasi :

Perdarahan pada anak atau keluarga, kaji status hidrasi, siapkan anak secara
khusus untuk menghadapi apa yang diharapkan pada masa pascaoperasi, gunakan
teknik- teknik yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak ( buku, boneka,
gambar ), bicaralah pada anak tentang hal- hal baru yang akan dilihat di kamar
operasi, dan jelaskan jika terdapat konsep-konsep yang salah, bantu orang tua
menyiapkan anak mereka dengan membicarakan istilah yang umum terlebih
dahulu mengenai pembedahan dan berkembang ke informasi yang lebih spesifik,
yakinkan orang tua bahwa tingkat komplikasi rendah dan masa pemulihan
biasanya cepat, anjurkan orang tua untuk tetap bersama anak dan membantu
memberikan perawatan.

2) Perawatan pascaoperasi :

a) Kaji nyeri dengan sering dan berikan analgesik sesuai indikasi.

b) Kaji dengan sering adanya tanda-tanda perdarahan pascaoperasi

c) Siapkan alat pengisap dan alat-alat nasal packing untuk berjaga-jaga seandainya
terjadi kedaruratan.

d) Pada saat masih berada dalam pengaruh anestesi, beri posisi telungkup atau semi
telungkup dengan kepala dimiringkan kesamping untuk mencegah aspirasi

e) Biarkan pasien memperoleh posisi yang nyaman sendiri setelah ia sadar


(orangtua boleh menggendong anak)
f) Pada awalnya pasien dapat mengalami muntah darah lama. Jika diperlukan
pengisapan, hindari trauma pada orofaring.

g) Ingatkan pasien untuk tidak batuk atau membersihkan tenggorok kecuali jika
perlu.

h) Berikan asupan cairan yang adekuat; beri es batu 1 sampai 2 jam setelah sadar
dari anestesi. Saat muntah susah berhenti, berikan air jernih dengan hati- hati.

i) Tawarkan jus jeruk dingin disaring karena cairan itulah yang paling baik
ditoleransi pada saat ini, kemudian berikan es loli dan air dingin selama 12
sampai 24 jam pertama.

j) Ada beberapa kontroversi yang berkaitan dengan pmberian susu dan es krim pada
malam pembedahan : dapat menenangkan dan mengurangi pembengkakan, tetapi
dapat meningkatkan produksi mukus yang menyebabkan anak lebih sering
membersihkan tenggorokanya, meningkatkan resiko perdarahan.

k) Berikan collar es pada leher, jika didinginkan. (lepas collar es tersebut, jika
pasien menjadi gelisah ).

l) Bilas mulut pasien dengan air dingin atau larutan alkalin.

m)Jaga agar anak dan lingkungan sekitar bebas dari drainase bernoda darah untuk
membantu menurunkan kecemasan.

I. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Fokus

1. Fokus pengkajian

a. Wawancara

1) Kaji adanya riwayat penyakit sebelumnya (tonsillitis)

2) Apakah pengobatan adekuat

3) Kapan gejala itu muncul

4) Bagaimana pola makannya

5) Apakah rutin / rajin membersihkan mulut


b. Pemeriksaan fisik

a) Intergritas Ego
Gejala : Perasaan takut, khawatir
Tanda : ansietas, depresi, menolak.
b) Makanan / Cairan
Gejala : Kesulitan menelan
Tanda : Kesulitan menelan, mudah terdesak, inflamasi
c) Hygiene
Tanda : kebersihan gigi dan mulut buruk
d) Nyeri / Keamanan
Tanda : Gelisah, perilaku berhati-bati
Gejala : Sakit tenggorokan kronis, penyebaran nyeri ke telinga
e) Pernapasan
Gejala : Riwayat menghisap asap rokok (mungkin ada anggota
keluarga yang merokok ), tinggal di tempat yang berdebu.

2. Pemeriksaan penunjang
a. Tes Laboratorium

Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang ada
dalam tubuh pasien dengan tonsilitis merupakan bakteri grup A, kemudian
pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenisnya, serta laju endap darah.
Persiapan pemeriksaan yang perlu sebelum tonsilektomi adalah :

1) Rutin : Hemoglobine, lekosit, urine.

2) Reaksi alergi, gangguan perdarahan, pembekuan.

3) Pemeriksaan lain atas indikasi (Rongten foto, EKG, gula darah, elektrolit, dan
sebagainya.

b.
c. Kultur
Kultur dan uji resistensi bila diperlukan.

d. Terapi
Dengan menggunakan antibiotik spectrum lebar dan sulfonamide, antipiretik, dan
obat kumur yang mengandung desinfektan. (Soetomo, 2004)

B. Diagnosa Keperawatan

1. Pre Operasi

a. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat.

b. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan respon inflamasi.

c. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan


akan dilakukannya tonsilektomi.
2. Post Operasi

a. Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah, diskontinuitas jaringan.

b. Resiko tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan


sekret.

c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya


perdarahan

d. Resiko infeksi berhubungan dengan pemajanan mikroorganisme.

C. Intervensi Keperawatan

1. Pre Operasi

a. Dx 1 : Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan anoreksia. Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi. Kriteria hasil :
kebutuhan nutrisi pasien adekuat, tidak ada tanda malnutrisi, mampu
menghabiskan makanan sesuai porsi yang diberikan
Intervensi :

1) Awasi masukan dan berat badan sesuai indikasi

Rasional : Memberikan informasi sehubungan dengan kebutuhan


nutrisi dan keefektifan terapi
2) Auskultasi bunyi usus

Rasional : Makanan hanya dimulai setelah bunyi usus membaik

3) Mulai dengan makanan kecil dan tingkatkan sesuai toleransi

Rasional : Kandungan makanan dapat mengakibatkan


ketidaktoleransian, memerlukan perubahan pada kecepatan
4) Berikan diet nutrisi seimbang ( makanan cair atau halus ) atau makanan
selang sesuai indikasi
Rasional : mempertahankan nutrisi yang seimbang
b. Dx 2 : Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan
respon inflamasi Tujuan : setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan suhu tubuh normal, Kriteria hasil
: suhu tubuh normal ( 36ºC-37ºC ) tubuh tidak terasa
panas,pasien tidak gelisah. Intervensi :
1) Pantau suhu tubuh pasien, perhatikan menggigil
atau diaphoresis. Rasional : suhu 38,1°C-41,1°C
menunjukan infeksius
2) Pantau suhu lingkungan, batasi/ tambahan linen tempat
tidur sesuai indikasi Rasional : Suhu ruangan harus
diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal
3) Berikan kompres mandi hangat,
hindari penggunaan alkohol
Rasional : Dapat membantu
menurunkan suhu tubuh
4) Berikan antipiretik

Rasional : obat antipiretik sebagai obat penurun demam

c. Dx 3: Cemas berhubungan dengan kurang


pengetahuan akan dilakukanya tonsilektomi.
Tujuan : cemas berkurang atau hilang. Kriteria
hasil : kecemasan berkurang, pasien tampak
tenang. Intervensi :
1) Jelaskan prosedur bedah kepada anak dan orang
tua dengan menggunakan bahasa yang
sederhana.
Rasional : informasi yang demikian dapat mengurangi
rasa takut dan kecemasan dengan mempersiapkan
anak dan orang tua.
2) Jelaskan bahwa tergantung waktu
pembedahan, anak mungkin
tidak diberi makan atau minum setelah tengah
malam pada hari pembedahan dilakukan untuk
mencegah anak muntah dan aspirasi selama
pembedahan.
Rasional : anak mungkin terjadi takut jika ia tidak
memperoleh makanan atau minuman sepanjang malam,
atau pagi hari sebelum pembedahan.
3) Jelaskan kepada orang tua bahwa pembedahan
mungkin tidak dilakukan jika anak memiliki tanda
dan gejala infeksi akut, termasuk peningkatan suhu,
hidung terdapat sekret, dan nyeri pada telinga pada
hari pembedahan.
Rasional : pembedahan tidak dapat dilakukan dalam
kondisi ini, sehubungan dengan risiko septikemia atau
infeksi meluas.
4) Beri tahu orang tua tentang kemungkinan lama
pembedahan dan tempat mereka menungggu selama
prosedur dan periode pemulihan.
Rasional : tidak mengetahui berapa lama pembedahan
berlangsung dapat membuat orang tua cemas selama
pembedahan.
5) Jelaskan kepada anak dan orang tua tentang
kemungkinan kondisi pasca operasi
Rasional : memahami apa yang akan terjadi setelah
prosedur, dapat mengurangi rasa cemas

2. Post Operasi

a. Dx 1 : Nyeri akut berhubungan dengan insisi


bedah, diskontinuitas jaringan. Tujuan : tidak ada
masalah tentang nyeri , nyeri dapat hilang atau
berkurang. Kriteria hasil : Melaporkan nyeri
berkurang, ekspresi wajah tampak rileks.
Intervensi :

1) Lakukan pengkajian nyeri secara


komprehensif
termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
faktor presipitasi.
Rasional : sebagai dasar penentuan intervensi berikutnya

2) Ajarkan teknik non farmakologi dengan


distraksi / latihan nafas dalam.
Rasional : teknik distraksi/latihan nafas dalam dapat
mengurangi nyeri
3) Tingkatkan istirahat pasien

Rasional : istirahat dapat melupakan dari rasa nyeri

4) Anjurkan klien untuk mengurangi nyeri


dengan: Minum air dingin atau es,
Hindarkan makanan panas, pedas, keras dan
melakukan teknik relaksasi
Rasional : tindakan non analgesik diberikan dengan cara
alternatif untuk mengurangi nyeri dan menghilangkan
ketidaknyamanan
5) Ciptakan lingkungan tenang dan nyaman

Rasional : menurunkan sterss dan


rangsangan berlebihan,
meningkatkan istirahat
b. Dx 2 : Resiko tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan
dengan penumpukan secret Tujuan : jalan nafas efektif. Kriteria
hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan, resiko
ketidakefektifan jalan nafas dapat teratasi ditandai dengan tidak
adanya secret. Intervensi :
1) Pantau irama / frekuensi irama pernafasan

Rasional : pernafasan dapat melambat dan


frekuensi ekspirasi memanjang dibanding
inspirasi
2) Auskultasi bunyi nafas, cata adanya bunyi nafas,
misalnya mengi, krekles, atau ronkhi
Rasional : bunyi nafas krekles dan ronkhi terdengar
pada inspirasi dan atau ekspirasi pada respon terhadap
pegumpulan secret
3) Kaji pasien untuk posisi yang
nyaman, misalnya peninggian kepala
tempat tidur, duduk pada sandaran tempat
tidur
Rasional : peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi
pernafasan

4) Dorong pasien untuk mengeluarkan lendir


secara perlahan Rasional : membersihkan
jalan nafas dan membantu mencegah
komplikasi pernafasan

c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan


perdarahan yang berlebihan. Tujuan : kebutuhan cairan
terpenuhi. Kriteria hasil : setelah dilakukan tindaka
keperawatan resiko kekurangan volume cairan dapat teratasi
ditandai dengan tanda vital stabil, membran mukosa lembab,
turgor kulit baik, kapiler refill cepat. Intervensi :
1) Kaji / ukur dan catat jumlah perdarahan

Rasional : potensi kekurangan cairan, khususnya jika tidak ada


tambahan cairan

2) Awasi tanda-tanda vital

Rasional : perubahan tekanan darah, nadi dapat digunakan


untuk perkiraan kehilangan darah
3) Catat respon fisiologis individual pasien terhadap
perdarahan, misalnya perubahan mental, kelemahan,
gelisah, ansietas, pucat, berkeringat, peningkatan suhu.
Rasional : simtomatologi dapat berguna dalam
mengukur berat badan atau lamanya episode
perdarahan
4) Awasi batuk dan bicara karena akan mengiritasi luka dan
menambah perdarahan Rasional : aktifitas batuk dan
bicara meningkatkan tekana intra abdomen dan dapat
mencetuskan perdarahan langit- langit.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan
pemajanan mikroorganisme. Tujuan :
menyatakan pemahaman penyebab atau
fakto resiko individu
Kriteria hasil : mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau
menurunkan resiko infeksi, tidak ada tanda-tanda infeksi, tanda-
tanda vital normal.
Intervensi :

1) Pantau tanda-tanda vital.

Rasional : Jika ada peningkatan suhu tubuh kemungkinan infeksi

2) Lakukan perawatan luka aseptik dan lakukan


pencucian tangan yang baik. Rasional : Mencegah
risiko infeksi
3) Lakukan perawatan
terhadap prosedur
invasive. Rasional :
Mengurangi infeksi
nosocomial
4) Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.

Rasional : Mencegah perkembangan mikroorganisme pathogen


Daftar pustaka

Rusmarjono, Soepardi EA. Faringitis, tonsilitis, dan hipertrofi adenoid. Dalam: Soepardi

EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga

Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Ed 6. Jakarta: FK UI; 2007. h.221-5.

Ningsih MW. Hubungan kebiasaan makan dengan risiko terjadinya tonsilitis kronik pada

penderita di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun

2015 [skripsi]. Aceh: Universitas Syiah Kuala; 2015.

Mita DN. Analisis faktor risiko tonsilitis kronik. Semarang: Repository Unimus; 2017

Kartika II, Eldawati, Margen. Faktor-faktor yang berhubungan dengan angka kejadian

tonsilitis pada anak usia 5-18 tahun di Poliklinik THT RSUD Karawang tahun 2015.

Jurnal Kesehatan Bhakti Husada. 2016; 3(1): 23-32

Wahyuni S. Hubungan usia, konsumsi makan, dan hygien mulut dengan gejala tonsilitis

kronik pada anak di SDN 005 Sungai Pinang Kecamatan Sungai Pinang Samarinda.

Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur: 2017.

Anda mungkin juga menyukai