Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

“TONSILITIS”
Di Ruang 20 RSUD dr.SAIFUL ANWAR MALANG

Oleh :

Neny Kurnia W 1730040

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN PEMKAB MALANG

Jl.Trunojoyo No.16 Telp.(0341)397644,Fax.(0341)396625

Kepanjen Malang 65163

2017
LAPORAN PENDAHULUAN

TONSILITIS

A. Definisi
1. Tonsilitis adalah suatu penyakit yang dapat sembuh sendiri berlangsung sekitar lima
hari dengan disertai disfagia dan demam (Megantara, Imam, 2006)
2. Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman streptococcus beta
hemolyticus, streptococcus viridons dan streptococcus pygenes, dapat juga disebabkan
oleh virus (Mansjoer, A. 2000)
3. Tonsilitis kronik merupakan hasil dari serangan tonsillitis akut yang berulang.
Tonsil tidak mampu untuk mengalami resolusi lengkap dari suatu serangan akut kripta
mempertahankan bahan purulenta dan kelenjar regional tetap membesar akhirnya tonsil
memperlihatkan pembesaran permanen dan gambaran karet busa, bentuk jaringan
fibrosa, mencegah pelepasan bahan infeksi
4. Tonsilitis adalah radang yang disebabkan oleh infeksi bakteri kelompok A
streptococcus beta hemolitik, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri jenis lain atau
oleh infeksi virus
5. Tonsilitis adalah suatu peradangan pada hasil tonsil (amandel), yang sangat sering
ditemukan, terutama pada anak-anak.
6. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Tonsilitis adalah suatu
peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh infeksi bakteri kelompok Streptococcus
beta hemolitik, Streptococcus viridons dan Streptococcus pyrogenes namun disebabkan
juga oleh bakteri jenis lain atau oleh infeksi virus.

B. Anatomi Fisiologi Tonsil

Tonsil terbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing – masing tonsil mempunyai 10-30
kriptus yang meluas ke dalam yang meluas ke jaringan tonsil. Tonsil tidak mengisi seluruh fosa
tonsil, daerah kosong di atasnya dikenal sebagai fosa supratonsilaris. Bagian luar tonsil terikat
longgar pada mushulus kontriktor faring superior, sehingga tertekan setiap kali makan.

Tonsil (amandel) dan adenoid merupakan jaringan limfoid yang terdapat pada daerah
faring atau tenggorokan. Keduanya sudah ada sejak lahirkan dan mulai berfungsi sebagai
bagian dari sistem imunitas tubuh setelah imunitas “warisan” dari ibu mulai menghilang dari
tubuh. Tonsil dan adenoid merupakan organ imunitas utama. Sistem imunitas ada 2 macam
yaitu imunitas seluler dan humoral. Imunitas seluler bekerja dengan membuat sel (limfoid T)
yang dapat “memakan“ kuman dan virus serta membunuhnya. Sedangakan imunitas humoral
bekerja karena adanya sel (limfoid B) yang dapat menghasilkan zat immunoglobulin yang
dapat membunuh kuman dan virus. Kuman yang “dimakan” oleh imunitas seluler tonsil dan
adenoid terkadang tidak mati dan tetap bersarang disana serta menyebabklan infeksi amandel
yang kronis dan berulang (Tonsilitis kronis). Infeksi yang berulan ini akan menyebabkan tonsil
dan adenoid “bekerja terus “ dengan memproduksi sel-sel imun yang banyak sehingga ukuran
tonsil dan adenoid akan membesar dengan cepat melebihi ukuran yang normal. Tonsil dan
adenoid yang demikian sering dikenal sebagai amandel yang dapat menjadi sumber infeksi
(fokal infeksi)

C. Etiologi
Etiologi menurut Mansjoer (2001) etiologi tonslitis adalah sebagai berikut :
a. Streptokokus Beta Hemolitikus
Streptokokus beta hemolitikus adalah bakteri gram positif yang dapat berkembang biak
ditenggorokan yang sehat dan bisa menyebabkan infeksi saluran nafas akut.
b. Streptokokus Pyogenesis
Streptokokus pyogenesis adalah bakteri gram positif bentuk bundar yang tumbuh
dalam rantai panjang dan menyebabkan infeksi streptokokus group A. Streptokokus
Pyogenesis adalah penyebab banyak penyakit penting pada manusia berkisar dari
infeksi khasnya bermula ditenggorakan dan kulit.
c. Streptokokus Viridans
Streptokokus viridans adalah kelompok besar bakteri streptokokus komensal yang baik
a-hemolitik, menghasilkan warna hijau pekat agar darah. Viridans memiliki
kemampuan yang unik sintesis dekstran dari glukosa yang memungkinkan mereka
mematuhi agregat fibrin-platelet dikatup jantung yang rusak.
d. Virus Influenza
Virus influenza adalah virus RNA dari famili Orthomyxo viridae (virus influenza).
Virus ini ditularkan dengan medium udara melalui bersin pada manusia gejala umum
yang terjadi yaitu demam, sakit tenggorokan, sakit kepala, hidung tersumbat. Dalam
kasus yang buruk influenza juga dapat menyebabkan terjadinya pneumonia.
D. Klasifikasi
Macam-macam tonsillitis menurut Imam Megantara (2006)

1. Tonsillitis akut
Disebabkan oleh streptococcus pada hemoliticus, streptococcus viridians, dan
streptococcus piogynes, dapat juga disebabkan oleh virus.
2. Tonsilitis falikularis
Tonsil membengkak dan hiperemis, permukaannya diliputi eksudat diliputi bercak
putih yang mengisi kipti tonsil yang disebut detritus. Detritus ini terdapat leukosit,
epitel yang terlepas akibat peradangan dan sisa-sisa makanan yang tersangkut.
3. Tonsilitis Lakunaris
Bila bercak yang berdekatan bersatu dan mengisi lacuna (lekuk-lekuk) permukaan
tonsil.
4. Tonsilitis Membranosa (Septis Sore Throat)
Bila eksudat yang menutupi permukaan tonsil yang membengkak tersebut menyerupai
membran. Membran ini biasanya mudah diangkat atau dibuang dan berwarna putih
kekuning-kuningan.
5. Tonsilitis Kronik
Tonsillitis yang berluang, faktor predisposisi : rangsangan kronik (rokok, makanan)
pengaruh cuaca, pengobatan radang akut yang tidak adekuat dan hygiene mulut yang
buruk.

E. Patofisiologi
Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid
superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit
poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak
kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel
yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis lakunaris, bila bercak
detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsillitis lakonaris.
Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu
(Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang berulang
maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan,
jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara
kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses ini meluas sehingga
menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengkapan dengan jaringan sekitar fosa
tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.
F. Pathway
G. Manifestasi Klinis
Menurut Megantara, Imam 2006, Gejalanya berupa nyeri tenggorokan (yang semakin
parah jika penderita menelan) nyeri seringkali dirasakan ditelinga (karena tenggorokan dan
telinga memiliki persyarafan yang sama). Gejala lain :
1. Demam
2. Tidak enak badan
3. Sakit kepala
4. Muntah
Menurut Mansjoer, A (1999) gejala tonsilitis antara lain :

1. Pasien mengeluh ada penghalang di tenggorokan


2. Tenggorokan terasa kering
3. Persarafan bau
4. Pada pemeriksaan tonsil membesar dengan permukaan tidak rata, kriptus membesar
dan terisi detritus
5. Tidak nafsu makan
6. Mudah lelah
7. Nyeri abdomen
8. Pucat
9. Letargi
10. Nyeri kepala
11. Disfagia (sakit saat menelan)
12. Mual dan muntah

Gejala pada tonsillitis akut :

1. Rasa gatal / kering di tenggorokan


2. Lesu
3. Nyeri sendi
4. Odinafagia
5. Anoreksia
6. Otalgia
7. Suara serak (bila laring terkena)
8. Tonsil membengkak
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes Laboratorium
Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang ada dalam
tubuh pasien merupkan akteri gru A, karena grup ini disertai dengan demam
renmatik, glomerulnefritis, dan demam jengkering.
2. Pemeriksaan penunjang
Kultur dan uji resistensi bila diperlukan.
3. Terapi
Dengan menggunakan antibiotic spectrum lebar dan sulfonamide, antipiretik, dan
obat kumur yang mengandung desinfektan.

I. Komplikasi
1. Abses pertonsil
Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses ini terjadi
beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh streptococcus group
A.
2. Otitis media akut
Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius (eustochi) dan dapat
mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah pada ruptur spontan gendang
telinga.
3. Mastoiditis akut
Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke dalam sel-sel
mastoid.
4. Laringitis
5. Sinusitis
6. Rhinitis

J. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara umum
1. Jika penyebabnya bakteri, diberikan antibiotik peroral (melalui mulut) selama 10 hari,
jika mengalami kesulitan menelan, bisa diberikan dalam bentuk suntikan.
2. Pengangkatan tonsil (tonsilektomi) dilakukan jika :
a. Tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih / tahun.
b. Tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 2 tahun.
c. Tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 3 tahun.
d. Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotik.
Menurut Mansjoer, A penatalaksanan tonsillitis adalah :
1. Penatalaksanaan tonsilitis akut
a. Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat kumur atau
obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan eritromisin atau
klindomisin.
b. Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder, kortikosteroid untuk
mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik.
c. Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari komplikasi
kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan tenggorok 3x negatif.
d. Pemberian antipiretik.
2. Penatalaksanaan tonsilitis kronik
a. Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap
b. Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi
konservatif tidak berhasil.

Tonsilektomi menurut Firman S (2006), yaitu :


1. Perawatan Prabedah
Diberikan sedasi dan premedikasi, selain itu pasien juga harus dipuasakan,
membebaskan anak dari infeksi pernafasan bagian atas.
2. Teknik Pembedahan
Anestesi umum selalu diberikan sebelum pembedahan, pasien diposisikan
terlentang dengan kepala sedikit direndahkan dan leher dalam keadaan ekstensi mulut
ditahan terbuka dengan suatu penutup dan lidah didorong keluar dari jalan. Penyedotan
harus dapat diperoleh untuk mencegah inflamasi dari darah. Tonsil diangkat dengan
diseksi / quillotine.
Metode apapun yang digunakan penting untuk mengangkat tonsil secara lengkap.
Perdarahan dikendalikan dengan menginsersi suatu pak kasa ke dalam ruang post nasal
yang harus diangkat setelah pembedahan. Perdarahan yang berlanjut dapat ditangani
dengan mengadakan ligasi pembuluh darah pada dasar tonsil.
3. Perawatan Paska-bedah
a) Berbaring ke samping sampai bangun kemudian posisi mid fowler
b) Memantau tanda-tanda perdarahan
1) Menelan berulang
2) Muntah darah segar
3) Peningkatan denyut nadi pada saat tidur
c) Diet
1) Memberikan cairan bila muntah telah reda

a) Mendukung posisi untuk menelan potongan makanan yang besar (lebih


nyaman dari ada kepingan kecil).

b) Hindari pemakaian sedotan (suction dapat menyebabkan perdarahan).

2) Menawarkan makanan

a) Es crem, crustard dingin, sup krim, dan jus.

b) Refined sereal dan telur setengah matang biasanya lebih dapat dinikmati
pada pagi hari setelah perdarahan.

c) Hindari jus jeruk, minuman panas, makanan kasar, atau banyak bumbu
selama 1 minggu.

3) Mengatasi ketidaknyamanan pada tenggorokan

a) Menggunakan ice color (kompres es) bila mau

b) Memberikan anakgesik (hindari aspirin)

c) Melaporkan segera tanda-tanda perdarahan.

d) Minum 2-3 liter/hari sampai bau mulut hilang.

4) Mengajari pasien mengenal hal berikut

a) Hindari latihan berlebihan, batuk, bersin, berdahak dan menyisi hidung


segera selama 1-2 minggu.

b) Tinja mungkin seperti teh dalam beberapa hari karena darah yang tertelan.

c) Tenggorokan tidak nyaman dapat sedikit bertambah antara hari ke-4 dan ke-
8 setelah operasi.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Focus pengkajian menurut Firman S (2006), yaitu :
1. Wawancara
a. Kaji adanya riwayat penyakit sebelumnya (tonsillitis)
b. Apakah pengobatan adekuat
c. Kapan gejala itu muncul
d. Apakah mempunyai kebiasaan merokok
e. Bagaimana pola makannya
f. Apakah rutin / rajin membersihkan mulut
2. Pemeriksaan fisik
Data dasar pengkajian menurut Doengoes, (1999), yaitu :
a. Intergritas Ego
Gejala : Perasaan takut
Khawatir bila pembedahan mempengaruhi hubungan keluarga, kemampuan kerja, dan
keuangan.
Tanda : ansietas, depresi, menolak.
b. Makanan / Cairan
Gejala : Kesulitan menelan
Tanda : Kesulitan menelan, mudah terdesak, inflamasi, kebersihan gigi buruk.
c. Hygiene
Tanda : Kesulitan menelan
d. Nyeri / Keamanan
Tanda : Gelisah, perilaku berhati-bati
Gejala : Sakit tenggorokan kronis, penyebaran nyeri ke telinga
e. Pernapasan
Gejala : Riwayat merokok / mengunyah tembakau, bekerja dengan serbuk kayu, debu.

Hasil pemerisaan fisik secara umum di dapat :


1. Pembesaran tonsil dan hiperemis
2. Letargi
3. Kesulitan menelan
4. Demam
5. Nyeri tenggorokan
6. Kebersihan mulut buruk
3. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan usap tenggorok
Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan sebelum memberikan pengobatan, terutama bila
keadaan memungkinkan. Dengan melakukan pemeriksaan ini kita dapat mengetahui
kuman penyebab dan obat yang masih sensitif terhadapnya.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre Operasi
1. Kerusakan menelan berhubungan dengan proses inflamasi.
2. Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan jaringan tonsil.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
4. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
5. Cemas berhubungan dengan rasa tidak nyaman
Post Operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah, diskontinuitas jaringan.
2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
3. Kurang pengetahuan tentang diet berhubungan dengan kurang informasi.

C. INTERVENSI
Pre Operasi
Dx 1 : Kerusakan menelan berhubungan dengan proses inflamasi.
NOC : Perawatan Diri : Makan
Tujuan : Setelah dlakukan tindakan keperawatan terapi menelan selama 3 x24 jam
diharapkan tidak ada masalah dalam makan dengan skala 4 sehingga kerusakan menelan
dapat diatasi
Kriteria hasil :
1. Reflek makan
2. Tidak tersedak saat makan
3. Tidak batuk saat menelan
4. Usaha menelan secara normal
5. Menelan dengan nyaman
Skala : 1. Sangat bermasalah
2. Cukup bermasalah
3. Masalah sedang
4. Sedikit bermasalah
5. Tidak ada masalah
NIC : Terapi menelan
Intervensi :
1. Pantau gerakan lidah klien saat menelan
2. Hindari penggunaan sedotan minuman
3. Bantu pasien untuk memposisikan kepala fleksi ke depan untuk menyiapkan menelan.
4. Libatkan keluarga untuk memberikan dukungan dan penenangan pasien selama makan
/ minum obat.

Dx 2 : Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan jaringan tonsil.


NOC : Kontrol Nyeri
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan manejemen nyeri selama 3 x 24 jam
diharapkan tidak ada masalah dalam nyeri dengan skala 4 sehingga nyeri dapat hilang atau
berkurang
Kriteria hasil :
a. Mengenali faktor penyebab.
b. Mengenali serangan nyeri.
c. Tindakan pertolongan non analgetik
d. Mengenali gejala nyeri
e. Melaporkan kontrol nyeri
Skala : 1. Ekstream
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak Ada
NIC : Menejemen Nyeri
Intervensi :
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
2. Ajarkan teknik non farmakologi dengan distraksi / latihan nafas dalam.
3. Berikan analgesik yang sesuai.
4. Observasi reaksi non verbal dari ketidanyamanan.
5. Anjurkan pasien untuk istirahat.

Dx 3: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


anoreksia.
NOC : Fluid balance
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan manejemen nutrisi selama 3 x 24 jam
diharapkan tidak ada masalah nutrisi dengan skala 4 sehingga ketidak seimbangan nutrisi
dapat teratasi
Kriteria hasil :
a. Adanya peningkatan BB sesuai tujuan
b. BB ideal sesuai tinggi badan
c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
Skala : 1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang-kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Manajemen nutrisi
1. Berikan makanan yang terpilih
2. Kaji kemampuan klien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
3. Berikan makanan sedikit tapi sering
4. Berikan makanan selagi hangat dan dalam bentuk menarik.

Dx 4: Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit


NOC : Termoregulasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan fever treatment selama 3 x 24 jam
diharapkan tidak ada masalah dalam suhu tubuh dengan skala 4 sehingga suhu tubuh
kembali normal atau turun.
Kriteria hasil :
a. Suhu tubuh dalam rentang normal
b. Suhu kulit dalam batas normal
c. Nadi dan pernafasan dalam batas normal.
Skala : 1. Ekstrem
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
NIC : Fever Treatment
1. Monitor suhu sesering mungkin
2. Monitor warna, dan suhu kulit
3. Monitor tekanan darah, nadi, dan pernafasan.
4. Monitor intake dan output
5. Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam.

Dx 5: Cemas berhubungan dengan rasa tidak nyaman


NOC : Kontrol Cemas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pengurangan cemas selama 3 x 24 jam
diharapkan tidak ada masalah dengan kecemasan dengan skala 4 sehingga rasa cemas
dapat hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
a. Ansietas berkurang
b. Monitor intensitas kecemasan
c. Mencari informasi untuk menurunkan kecemasn
d. Memanifestasi perilaku akibat kecemasan tidak ada
Skala : 1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang-kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Pengurangan Cemas
1. Sediakan informasi yang sesungguhnya meliputi diagnosis, treatmen dan prognosis.
2. Tenangkan anak / pasien.
3. Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan. (takhikardi, eskpresi
cemas non verbal)
4. Berikan pengobatan untuk menurunkan cemas dengan cara yang tepat.
5. Instruksikan pasien untuk melakukan teknik relaksasi
Post Operasi

Dx 6 : Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah, diskontinuitas jaringan.


NOC : Level Nyeri
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan manejemen nyeri selama 3 x 24 jam
diharapkan tidak ada masalah tentang nyeri dengan skala 4 sehingga nyeri dapat hilang
atau berkurang
Kriteria hasil :
a. Melaporkan nyeri
b. Frekuensi nyeri.
c. Lamanya nyeri
d. Ekspresi wajah terhadap nyeri
Skala : 1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Menejemen Nyeri
Intervensi :
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
2. Ajarkan teknik non farmakologi dengan distraksi / latihan nafas dalam.
3. Berikan analgesik yang sesuai.
4. Observasi reaksi non verbal dari ketidanyamanan.
5. Tingkatkan istirahat pasien.

Dx 7 : Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif.


NOC: Kontrol Infeksi
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan kontrol infeksi selama 3 x 24 jam
diharapkan tidak ada infeksi dengan skala 4 sehingga resiko infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil:
a. Dapat memonitor faktor resiko
b. Dapat memonitor perilaku individu yang menjadi faktor resiko
c. Mengembangkan keefektifan strategi untuk mengendalikan infeksi.
d. Memodifikasi gaya hidup untuk mengurangi faktor resiko.
Keterangan Skala :
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
NIC: Kontrol Infeksi
a. Ajarkan teknik mencuci tangan dengan benar.
b. Gunakan sabun anti mikroba untuk cuci tangan.
c. Lakukan perawatan aseptik pada semua jalur IV.
d. Lakukan teknik perawatan luka yang tepat.

Dx 8 : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang mengenal informasi.


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan pengajaran pengobatan selama 3 x 24
jam diharapkan tidak ada masalah dengan kurang pengetahuan dengan skala 4 sehingga
pengetahuan pasien dan keluarga dapat bertambah
NOC : Knowledge: Diet
a. Menyebutkan keuntungan dan diet yang
b. Menyebutkan makanan-makanan yang diperbolehkan
c. Menyebutkan makanan-makanan yang dilarang.
Ket: 1 : Tidak mengetahui
2 : Terbatas pengetahuannya
3 : Sedikit mengetahui
4 : Banyak pengetahuannya
5 : Intensif atau mengetahuinya secara kompleks
NIC : Pengajaran Pengobatan
1. Jelaskan kepada anak dan orang tua tentang tujuan obat.
2. Informasikan kepada anak akibat tidak minum obat.
3. Ajarkan anak untuk minum obat sesuai dnegan dosis.
4. Informasikan kepada anak dan keluarga tentang efek samping
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC
Efiaty Arsyad Soepardi & Nurbaiti Iskandar. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2001
Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih
bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.
R. Sjamsuhidajat &Wim de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta : EGC ; 1997
http://isyajackdoel.blogspot.com/2012/06/lp-tonsilitis.html di unduh tanggal 23 Oktober 2017
jam 19.20 WIB
http://nandarnurse.blogspot.com/2013/03/asuhan-keperawatan-askep
tonsilitis.html#axzz2RTwdUmXJ di unduh tanggal 23 Oktober 2017 jam 19.20 WIB
http://neurs-siliwangi.blogspot.com/2012/11/asuhan-keperawatan-klien-post-operasi.html di
unduh tanggal 23 Oktober 2017 jam 19.20 WIB
http://ners-mitha.blogspot.com/2012/08/laporan-tonsilitis.html di unduh tanggal 23 Oktober
2017 jam 19.20 WIB
http://runtah.com/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan-tonsilitis di unduh tanggal 23
Oktober 2017 jam 19.20 WIB
http://sigitpurnomodankeluarga.blogspot.com/2010/11/askep-tonsilitis.html di unduh tanggal
23 Oktober 2017 jam 19.20 WIB

Anda mungkin juga menyukai