B. KLASIFIKASI
Menurut Soepardi & Efiary Arsyad (2010) tonsilitis
dibedakan sebagai berikut :
1. Tonsillitis akut
a. Tonsilitis viral
Ini lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri
tenggorok. Penyebab paling tersering adalah virus Epstein
Barr.
b. Tonsilitis Bakterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A
stereptococcus beta hemoliticus yang dikenal sebagai strept
throat, pneumococcus, streptococcus viridian dan
streptococcus piogenes.
2. Tonsilitis membranosa
a. Tonsilitis Difteri
Penyebabnya yaitu oleh kuman Coryne bacterium diphteriae,
kuman yang termasuk Gram positif dan hidung di saluran
napas bagian atas yaitu hidung, faring dan laring.
b. Tonsilitis Septik
Penyebab streptococcus hemoliticus yang terdapat dalam susu
sapi sehingga menimbulkan epidemi. Oleh karena di
Indonesia susu sapi dimasak dulu dengan cara pasteurisasi
sebelum diminum
3. Angina Plout Vincent
Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau
triponema yang didapatkan pada penderita dengan higiene
mulut yang kurang dan defisiensi vitamin C. Gejala berupa
demam sampai 39° C, nyeri kepala , badan lemah dan kadang
gangguan pencernaan.
4. Tonsilitis kronik
Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronis ialah
rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis
makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca
kelemahan fisik dan pengobatan tonsilitis yang tidak adekuat
kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi
kadang-kadang kuman berubah menjadi kuman golongan
gram negatif.
D. PATOFISIOLOGI
Saat bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau
mulut,amandel berperan sebagai filter, menyelimuti organisme
yang berbahaya tersebut sel-sel darah putih ini akan menyebabkan
infeksi ringan pada amandel. Hal ini akan memicu tubuh untuk
membentuk antibody terhadap infeksi yang akan datang akan
tetapi kadang-kadang amandel sudah kelelahan menahan infeksi
atau virus. Infeksi bakteri dari virus inilah yang menyebabkan
tonsillitis.
Bakteri atau virus menginfeksi lapisan epitel tonsil-tonsil
epitel menjadikan terkikis dan terjadi peradangan serta infeksi
pada tonsil. Infeksi tonsil jarang menampilkan gejala tetapi dalam
kasus yang ekstrim pembesaran ini dapat menimbulkan gejala
menelan. Infeksi tonsil yang ini adalah peradangan di tenggorokan
terutama dengan tonsil yang abses (abses peritonsiler). Abses
besar yang terbentuk dibelakang tonsil menimbulkan rasa sakit
yang intens dan demam tinggi (39C-40C).
Proses ini secara klinis tampak pada kriptus tonsil yang
berisi bercak kuning disebut detritus. Detritus merupakan
kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas. Akibat dari
proses ini akan terjadi pembengkakan atau pembesaran tonsil ini,
nyeri menelan, disfalgia. Kadang apabila terjadi pembesaran
melebihi uvula dapat menyebabkan kesulitan bernafas sehingga
secara perlahan-lahan mendorong tonsil menyeberang ke tengah
tenggorokan.
Apabila kedua tonsil bertamu pada garis tengah yang
disebut kidding tonsil dapat terjadi penyumbatan pengaliran udara
dan makana. Komplikasi yang sering terjadi akibat disflagia dan
nyeri saat menelan, klien akan mengalami malnutrisi yang
ditandai dengan gangguan tumbuh kembang, malaise, mudah
mengantuk. Pembesaran adenoid mungkin dapat menghambat
ruang samping belakang hidung yang membuat kerusakan lewat
udara dari hidung ke tenggorokan, sehingga akan bernafas melalui
mulut. Bila bernafas terus lewat mulut maka mukosa dari
membran faring menjadi kering dan teriritasi, adenoid yang
mendekati tuba eustachus dapat meyumbat saluran mengakibatkan
berkembangnya otitis media.
Selain itu, tonsilitis dapat menyebabkan kesukaran menelan,
panas, bengkak, dan kelenjar getah bening melemah didalam
daerah submandibuler, sakit pada sendi dan otot, kedinginan,
seluruh tubuh sakit, sakit kepala dan biasanya sakit pada telinga.
Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sukar menelan,
belakang tenggorokan akan terasa mengental. Hal-hal yang tidak
menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam.
(Reeves, 2011).
Patoflow
Bakteri (dlm udara & makanan) Virus (dlm udara & makanan)
Epitel terkikis
Hipovolemia
( Reeves, 2011 )
E. ETIOLOGI
G. KOMPLIKASI
Komplikasi tonsillitis akut dan kronik menurut Reeves
(2011) yaitu:
1. Abses pertosil
Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior
dan palatum mole, abses ini terjadi beberapa hari setelah
infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh streptococcus
group A.
2. Otitis media akut
Infeksis dapat menyebar ke telinga tengah melalui
tuba auditorius (eustachi) dan dapat mengakibatkan otitis
media yang dapat mengakibatkan otitis media yang dapat
mengarah pada rupture spontan gendang telinga.
3. Mastoiditis akut
Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh
menyebar infeksi ke dalam sel-sel mastoid.
4. Laringitis
5. Sinusitis
6. Rhinitis
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Baughman (2010) pemeriksaan penunjang dalam
diagnosis tonsilitis yaitu :
1. Usap tonsilar dikultur untuk menentukan adanya infeksi
bakteri. Usapan bias teenggorokan, hidung
2. Biopsy dilakukan pada semua kasus dengan pembesaran
tonsil unuilateral
3. Pemeriksaan darah lengkap
4. Radiologi
I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan tonsillitis secara umum:
1. Jika penyebab bakteri, diberikan antibiotik peroral (melalui
mulut ) selama 10 hari, jika mengalami kesulitan menelan,
bisa diberikan dalam bentuk suntikan.
2. Pengangkatan tonsil (Tonsilektomi ) dilakukan jika:
a. Tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih /tahun.
b. Tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih / tahun dalam
kurun waktu 2 tahun.
c. Tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih / tahun dalam
kurun waktu 3 tahun.
d. Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian
antibiotik.
3. Diet
a. Memberikan cairan bila muntah telah reda.
b. Mendukung posisi untuk menelan potongan makanan
yang besar (lebih nyaman dari adanya kepingan kecil).
c. Hindari pemakaian sedotan (suction dapat menyebabkan
perdarahan. (Soepardi & Efiary Arsyad, 2010).
1. Biodata
a. Identitas klien
b. Identitas penanggung jawab
2. Keluhan utama : keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi,
mulai dari sulit menelan, demam, sakit tenggorokan.
3. Riwayat kesehatan sekarang
4. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah pernah menderita penyakit yang berhubungan dengan sistem
pernafasan riwayat merokok, serta riwayat pemakaian obat-obatan
dimasa lalu.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah keluarga pernah menderita penyakit yang sama dengan
pasien.
6. Genogram
7. Riwayat kesehatan lingkungan
8. Fokus pengkajian :
Menurut Doenges, E Marlilyin (2000) dalam Rendy & Margareth
(2012) fokus pengkajian pada tonsilitis yaitu :
a. Intergritas ego
Gejala : perasaan takut, khawatir
b. Makanan cair
Gejala : kesulitan menelan.
c. Nyeri / keamanan
Gejala : sakit tenggorokan kronis.
d. Pernafasan
Gejala : riwayat merokok, bekerja dengan serbuk kayu.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah penyataan yang dibuat oleh
perawat profesional yang memberi gambaran tentang masalah atau
status kesehatan klien, baik aktual maupun potensial, yang
ditetapkan berdasarkan analisis dan interpretasi data hasil
pengkajian (Asmadi, 2011).
Menurut Nurarif & Kusuma (2015) diagnosa keperawatan
pasien tonsilitis yang kalimatnya telah di sesuaikan dengan
diagnosa SDKI (2016) adalah :
2. Pre Operasi :
C. Intervensi Keperawatan
a) Pre Operasi
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
produksi sekret berlebihan.