Anda di halaman 1dari 18

TONSILITIS

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. DEFINISI
Tonsilitis adalah terdapatnya peradangan umum dan
pembengkakan dari jaringan tonsil dengan pengumpulan leukosit,
sel-sel epitel mati dan bakteri patogen dalam kripta (Derricson,
2010).
Tonsillitis merupakan inflamasi atau pembengkakan
akut pada tonsil atau amandel (Reeves, 2011).
Tonsilitis adalah peradangan pada tonsil yang terjadi karena
virus, bakteri, atau jamur (Black, 2016).

B. KLASIFIKASI
Menurut Soepardi & Efiary Arsyad (2010) tonsilitis
dibedakan sebagai berikut :

1. Tonsillitis akut
a. Tonsilitis viral
Ini lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri
tenggorok. Penyebab paling tersering adalah virus Epstein
Barr.
b. Tonsilitis Bakterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A
stereptococcus beta hemoliticus yang dikenal sebagai strept
throat, pneumococcus, streptococcus viridian dan
streptococcus piogenes.
2. Tonsilitis membranosa
a. Tonsilitis Difteri
Penyebabnya yaitu oleh kuman Coryne bacterium diphteriae,
kuman yang termasuk Gram positif dan hidung di saluran
napas bagian atas yaitu hidung, faring dan laring.
b. Tonsilitis Septik
Penyebab streptococcus hemoliticus yang terdapat dalam susu
sapi sehingga menimbulkan epidemi. Oleh karena di
Indonesia susu sapi dimasak dulu dengan cara pasteurisasi
sebelum diminum
3. Angina Plout Vincent
Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau
triponema yang didapatkan pada penderita dengan higiene
mulut yang kurang dan defisiensi vitamin C. Gejala berupa
demam sampai 39° C, nyeri kepala , badan lemah dan kadang
gangguan pencernaan.
4. Tonsilitis kronik
Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronis ialah
rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis
makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca
kelemahan fisik dan pengobatan tonsilitis yang tidak adekuat
kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi
kadang-kadang kuman berubah menjadi kuman golongan
gram negatif.

C. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Gambar 1.1 letak tonsil pada saluran pencernaan dan pernafasan

Sumber : Mckesson, (2011)


Tonsil terbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing –
masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam
yang meluas ke jaringan tonsil. Tonsil tidak mengisi seluruh fosa
tonsil, daerah kosong di atasnya dikenal sebagai fosa
supratonsilaris. Bagian luar tonsil terikat longgar pada mushulus
kontriktor faring superior, sehingga tertekan setiap kali makan.
Walaupun tonsil terletak di orofaring karena perkembangan yang
berlebih tonsil dapat meluas kearah nasofaring sehingga dapat
menimbulkan insufiensi velofaring atau obstruksi hidung, walau
jarang di temukan. Arah perkembangan tonsil tersering adalah
kearah hipofaring, sehingga sering menyebabkan terganggunya
saat tidur karena gangguan pada jalan nafas. Secara mikroskopik
mengandung 3 unsur utama.

1. Jaringan ikat / trabekula sebagai rangka penunjang


pembuluh darah saraf.
2. Jaringan interfolikuler yang terjadi jaringan limfoid dalam
berbagai stadium.
3. Tonsil (amandel) dan adenoid merupakan jaringan limfoid
yang terdapat pada daerah faring atau tenggorokan. Keduanya
sudah ada sejak lahirkan dan mulai berfungsi sebagai bagian
dari sistem imunitas tubuh setelah imunitas “warisan” dari ibu
mulai menghilang dari tubuh. Tonsil dan adenoid merupakan
organ imunitas utama. Sistem imunitas ada 2 macam yaitu
imunitas seluler dan humoral. Imunitas seluler bekerja dengan
membuat sel (limfoid T) yang dapat “memakan“ kuman dan
virus serta membunuhnya. Sedangakan imunitas humoral
bekerja karena adanya sel (limfoid B) yang dapat menghasilkan
zat immunoglobulin yang dapat membunuh kuman dan virus.
Kuman yang “dimakan” oleh imunitas seluler tonsil dan adenoid
terkadang tidak mati dan tetap bersarang disana serta
menyebabklan infeksi amandel yang kronis dan berulang
(Tonsilitis kronis). Infeksi yang berulang ini akan menyebabkan
tonsil dan adenoid “bekerja terus “ dengan memproduksi sel-sel
imun yang banyak sehingga ukuran tonsil dan adenoid akan
membesar dengan cepat melebihi ukuran yang normal. Tonsil
dan adenoid yang demikian sering dikenal sebagai amandel
yang dapat menjadi sumber infeksi (fokal infeksi) (Reeves,
2011).

D. PATOFISIOLOGI
Saat bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau
mulut,amandel berperan sebagai filter, menyelimuti organisme
yang berbahaya tersebut sel-sel darah putih ini akan menyebabkan
infeksi ringan pada amandel. Hal ini akan memicu tubuh untuk
membentuk antibody terhadap infeksi yang akan datang akan
tetapi kadang-kadang amandel sudah kelelahan menahan infeksi
atau virus. Infeksi bakteri dari virus inilah yang menyebabkan
tonsillitis.
Bakteri atau virus menginfeksi lapisan epitel tonsil-tonsil
epitel menjadikan terkikis dan terjadi peradangan serta infeksi
pada tonsil. Infeksi tonsil jarang menampilkan gejala tetapi dalam
kasus yang ekstrim pembesaran ini dapat menimbulkan gejala
menelan. Infeksi tonsil yang ini adalah peradangan di tenggorokan
terutama dengan tonsil yang abses (abses peritonsiler). Abses
besar yang terbentuk dibelakang tonsil menimbulkan rasa sakit
yang intens dan demam tinggi (39C-40C).
Proses ini secara klinis tampak pada kriptus tonsil yang
berisi bercak kuning disebut detritus. Detritus merupakan
kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas. Akibat dari
proses ini akan terjadi pembengkakan atau pembesaran tonsil ini,
nyeri menelan, disfalgia. Kadang apabila terjadi pembesaran
melebihi uvula dapat menyebabkan kesulitan bernafas sehingga
secara perlahan-lahan mendorong tonsil menyeberang ke tengah
tenggorokan.
Apabila kedua tonsil bertamu pada garis tengah yang
disebut kidding tonsil dapat terjadi penyumbatan pengaliran udara
dan makana. Komplikasi yang sering terjadi akibat disflagia dan
nyeri saat menelan, klien akan mengalami malnutrisi yang
ditandai dengan gangguan tumbuh kembang, malaise, mudah
mengantuk. Pembesaran adenoid mungkin dapat menghambat
ruang samping belakang hidung yang membuat kerusakan lewat
udara dari hidung ke tenggorokan, sehingga akan bernafas melalui
mulut. Bila bernafas terus lewat mulut maka mukosa dari
membran faring menjadi kering dan teriritasi, adenoid yang
mendekati tuba eustachus dapat meyumbat saluran mengakibatkan
berkembangnya otitis media.
Selain itu, tonsilitis dapat menyebabkan kesukaran menelan,
panas, bengkak, dan kelenjar getah bening melemah didalam
daerah submandibuler, sakit pada sendi dan otot, kedinginan,
seluruh tubuh sakit, sakit kepala dan biasanya sakit pada telinga.
Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sukar menelan,
belakang tenggorokan akan terasa mengental. Hal-hal yang tidak
menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam.
(Reeves, 2011).
Patoflow

Bakteri (dlm udara & makanan) Virus (dlm udara & makanan)

Streptococcus hemoliticus tipe A

Virus hemoliticus influenza

Reaksi antigen dan antibodi dalam tubuh

Antibody dalam tubuh tidak dapat melawan antigen kuman

Virus dan bakteri menginfeksi tonsil

Epitel terkikis

Peradangan tonsil produksi sekret berlebih

Tonsilitis Bersihan jln nafas tdk efektif

Pembesaran tonsil Peningkatan suhu tubuh

Benda asing dijalan nafas Demam

Obst. Jalan nafas Hipertermia

Bersihan Jalan nafas tdk efektif

Obst. Mekanik Nyeri Akut

Tonsilektomi gangguan menelan

Kurang pemahaman Perdarahan berlebih Anoreksia

Cemas Kehilangan volume cairan Defisit Nutrisi

Hipovolemia

( Reeves, 2011 )
E. ETIOLOGI

Penyebab utama tonsilitis adalah kuman golongan


streptokokus (streptokus α streptokokus ß hemolycitus, viridians
dan pyogeneses), penyebab yang lain yaitu infeksi virus
influenza, serta herpes (Nanda, 2010). Infeksi ini terjadi pada
hidung / faring menyebar melalui sistem limpa ke tonsil
hiperthropi yang disebabkan oleh infeksi bisa menyebabkan
tonsil membengkak sehingga bisa menghambat keluar masuk
udara. 50% bakteri merupakan penyebabnya. Tonsil bisa
dikalahkan oleh bakteri maupun virus, sehingga membengkak
dan meradang, dan juga menyebabkan tonsilitis (Reeves, 2011).

F. TANDA DAN GEJALA

1. Gejala tonsilitis akut : gejala tonsilitis akut biasanya


disertai rasa gatal / kering ditenggorokan, lesu, nyeri
sendi, anoreksia, suara serak, tonsil membangkak.
2. Gambaran tonsilitis kronis : nyeri telan, bahkan dapat
menginfeksi telinga bagian tengah, misal proses
berjalannya kronis, tingkat rendahnya yang pada akhirnya
menyebabkan ketulian permanen.
3. Di mulai dengan sakit tenggorokan yang ringan hingga
parah, sakit menekan terkadang muntah. Pada tonsilitis
dapat mengakibatkan kekambuhan sakit tenggorokan dan
keluar nanah pada lekukan tonsil. (Baughman, 2010).

G. KOMPLIKASI
Komplikasi tonsillitis akut dan kronik menurut Reeves
(2011) yaitu:
1. Abses pertosil
Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior
dan palatum mole, abses ini terjadi beberapa hari setelah
infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh streptococcus
group A.
2. Otitis media akut
Infeksis dapat menyebar ke telinga tengah melalui
tuba auditorius (eustachi) dan dapat mengakibatkan otitis
media yang dapat mengakibatkan otitis media yang dapat
mengarah pada rupture spontan gendang telinga.
3. Mastoiditis akut
Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh
menyebar infeksi ke dalam sel-sel mastoid.
4. Laringitis
5. Sinusitis
6. Rhinitis

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Baughman (2010) pemeriksaan penunjang dalam
diagnosis tonsilitis yaitu :
1. Usap tonsilar dikultur untuk menentukan adanya infeksi
bakteri. Usapan bias teenggorokan, hidung
2. Biopsy dilakukan pada semua kasus dengan pembesaran
tonsil unuilateral
3. Pemeriksaan darah lengkap
4. Radiologi

I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan tonsillitis secara umum:
1. Jika penyebab bakteri, diberikan antibiotik peroral (melalui
mulut ) selama 10 hari, jika mengalami kesulitan menelan,
bisa diberikan dalam bentuk suntikan.
2. Pengangkatan tonsil (Tonsilektomi ) dilakukan jika:
a. Tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih /tahun.
b. Tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih / tahun dalam
kurun waktu 2 tahun.
c. Tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih / tahun dalam
kurun waktu 3 tahun.
d. Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian
antibiotik.
3. Diet
a. Memberikan cairan bila muntah telah reda.
b. Mendukung posisi untuk menelan potongan makanan
yang besar (lebih nyaman dari adanya kepingan kecil).
c. Hindari pemakaian sedotan (suction dapat menyebabkan
perdarahan. (Soepardi & Efiary Arsyad, 2010).

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan.


Disini, semua data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan
status kesehatan klien saat ini. Pengkajian harus di lakukan secara
komprehensif terkait dengan aspek biologis, psikologis, sosial, maupun
spiritual klien (Asmadi, 2011).

Menurut Muttaqin & Sari (2011) pengkajian pada tonsilitis


meliputi :

1. Biodata
a. Identitas klien
b. Identitas penanggung jawab
2. Keluhan utama : keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi,
mulai dari sulit menelan, demam, sakit tenggorokan.
3. Riwayat kesehatan sekarang
4. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah pernah menderita penyakit yang berhubungan dengan sistem
pernafasan riwayat merokok, serta riwayat pemakaian obat-obatan
dimasa lalu.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah keluarga pernah menderita penyakit yang sama dengan
pasien.
6. Genogram
7. Riwayat kesehatan lingkungan
8. Fokus pengkajian :
Menurut Doenges, E Marlilyin (2000) dalam Rendy & Margareth
(2012) fokus pengkajian pada tonsilitis yaitu :

a. Intergritas ego
Gejala : perasaan takut, khawatir

Tanda : ansietas, depresi, menolak.

b. Makanan cair
Gejala : kesulitan menelan.

Tanda : kesulitan menelan, tersedak.

c. Nyeri / keamanan
Gejala : sakit tenggorokan kronis.

Tanda : gelisah, perilaku berhati- hati.

d. Pernafasan
Gejala : riwayat merokok, bekerja dengan serbuk kayu.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah penyataan yang dibuat oleh
perawat profesional yang memberi gambaran tentang masalah atau
status kesehatan klien, baik aktual maupun potensial, yang
ditetapkan berdasarkan analisis dan interpretasi data hasil
pengkajian (Asmadi, 2011).
Menurut Nurarif & Kusuma (2015) diagnosa keperawatan
pasien tonsilitis yang kalimatnya telah di sesuaikan dengan
diagnosa SDKI (2016) adalah :
2. Pre Operasi :

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan


produksi sekret berlebihan.
b. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan
menelan makanan.
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi.
d. Gangguan menelan berhubungan dengan obstruksi
mekanisme tonsilitis.
e. Hipertemia berhubungan dengan proses penyakit.
f. Cemas berhubungan dengan akan dilakukan tindakan
tonsilektomi.
3. Post Operasi :
a.Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan
menelan makanan.
b.Hipovolemia berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan.
c. Nyeri akut berhubungan dengan tindakan pembedahan.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi
ditandai dengan luka terbuka.

C. Intervensi Keperawatan

Perencanaan keperawatan merupakan petunjuk pelaksanaan


tindakan keperawatan yang akan digunakan (Hidayati, 2012).
Menurut Nurarif & Kusuma (2015) diagnosa keperawatan dan
perencanaan yang muncul pada pasien tonsilitis yang kalimatnya
telah di sesuaikan dengan diagnosa SDKI (2016) adalah :

a) Pre Operasi
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
produksi sekret berlebihan.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan jalan


nafas efektif dan adekuat.

Kriteria hasil : Jalan nafas efektif, tidak ada sputum dan


suara nafas tambahan.

a. I : Monitor tanda tanda vital


R : Memantau perkembangan pasien dalam tahap awal
b. I: Auskultasi suara nafas
R: Mengkaji adanya suara nafas tambahan
c. I: Beri posisi semi fowler
R: Menaikan ekspansi paru
d. I: kolaborasi dalam pemberian bronkodilator
R: mengencerkan sputum.

2. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan


makanan.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan


kebutuhan nutrisi terpenuhi dan seimbang.

Kriteria hasil : Kebutuhan nutrisi pasien adekuat, tidak ada


tanda-tanda malnutrisi.

a. I: Monitoring masukan dan berat badan sesuai indikasi.


R: Memberitahu informasi sehubung dengan kebutuhan
nutrisi.
b. I: Berikan makanan sedikit dan lunak.
R: Dapat membantu pasien saat menelan makanan.

c. I: Mulai makanan yang kecil dan sesuai toleransi.


R: Kandungan makanan dapat mengakibatkan
ketoleransian.

d. I: Auskultasi bunyi usus.


R: Maka hanya dimulai setelah bunyi usus membaik

3. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri
dapat terkontrol
Kriteria hasil : Nyeri dapat terkontrol, nyeri berkurang.
a. I: Monitor perkembangan nyeri.
R : Mengetahui tindakan dari yang dilakukan.
b. I: Monitor tanda-tanda vital darah dan nadi.
R : Mengetahui keadaan pasien.
c. I: Berikan tindakan nyaman.
R : Meningkatkan relaksasi.
d. I : Cari perubahan karakteristik nyeri, periksa mulut dan
tenggorokan.
R : Dapat menunjukkan terjadinya komplikasi yang
memerlukan evaluasi lanjutan.

4. Gangguan menelan berhubungan dengan obstruksi


mekanisme tonsilitis
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien
mampu menelan dengan baik.
Kriteria hasil : Reflek menelan baik, tidak tersedak saat
menelan, tidak muntah, usaha menelan secara normal.
a. I: Berikan makanan lunak.
R: Dapat membantu pasien untuk menelan.
b. I: Cek mulut adakah sisa-sisa makanan.
R : Agar dapat mengetahui adakah gangguan saat
menelan.
c. I: Bantu pasien dengan posisi tegak sebelum makan
R : Dapat menghindari tersedak saat makan.

5. Hipertemi berhubungan dengan proses penyakit


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan suhu tubuh normal.

Kriteria hasil : Pasien tidak gelisah, suhu tubuh normal


{36°-37°C}.

a. I: Pantau suhu lingkungan.


R : Suhu lingkungan harus diubah untuk mempertahankan
suhu mendekati normal.
b. I: Pantau suhu pasien.
R : Menunjukkan proses penyakit infeksius.
c. I: Berikan kompres hangat
R : Dapat mengurangi demam

6. Cemas berhubungan dengan akan dilakukan tindakan


tonsilektomi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan cemas
dapat berkurang.
Kriteria hasil : Kecemasan dapat berkurang
a. I: Identifikasikan tingkat rasa cemas.
R: Untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien.
b. I: Beri tahu pasien yang kemungkinan akan dilakukan
tindakan operasi.
R: Mengurangi rasa cemas atau takut.
b) Post Operasi
1. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan
menelan makanan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan
nutrisi terpenuhi dan seimbang.
Kriteria hasil : Kebutuhan nutrisi pasien adekuat, tidak ada
tanda-tanda malnutrisi.

a. I: Monitoring masukan dan berat badan sesuai


indikasi.
R: Memberitahu informasi sehubung dengan
kebutuhan nutrisi.
b. I: Berikan makanan sedikit dan lunak.
R: Dapat membantu pasien saat menelan makanan.

c. I: Mulai makanan yang kecil dan sesuai toleransi.


R: Kandungan makanan dapat mengakibatkan
ketoleransian.

d. I: Auskultasi bunyi usus.


R: Maka hanya dimulai setelah bunyi usus membaik

2. Hipovolemia berhubungan dengan perdarahan yang


berlebihan

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan


cairan terpenuhi.

Kriteria hasil : Tanda vital stabil, membran mukosa lembab,


turgor kulit baik.

a. I: Ukur dan catat jumlah darah.


R: Potensial kekurangan cairan, khususnya bila tidak ada
tambahan cairan.
b. I: Awasi tanda vital bandingkan dengan hasil normal
R: Perubahan tanda vital dan nadi dapat digunakan untuk
perkiraan
kehilangan darah.
c.I: Catat respon fisiologi individual pasien terhadap
pendarahan
R : Memburuknya gejala dapat menunjukkan berlanjutnya
perdarahan
atau tidak adekuatnya penggantian cairan.
d.I: Awasi batuk karena akan mengiritasi luka dan menambah
perdarahan.
R : Aktivitas batuk dapat meningkatkan tekanan intra
abdomen

3. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri
dapat terkontrol
Kriteria hasil : Nyeri dapat terkontrol, nyeri berkurang.
a. I: Monitor perkembangan nyeri.
R : Mengetahui tindakan dari yang dilakukan.
b. I: Monitor tanda-tanda vital darah dan nadi.
R : Mengetahui keadaan pasien.
c. I: Berikan tindakan nyaman.
R : Meningkatkan relaksasi.
d. I : Cari perubahan karakteristik nyeri, periksa mulut dan
tenggorokan.
R : Dapat menunjukkan terjadinya komplikasi yang
memerlukan evaluasi lanjutan.
D. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan
rencana asuhan keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan
guna membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kemampuan yang harus dimiliki perawat pada tahap implementasi
adalah kemampuan komunikasi yang efektif, kemampuan untuk
menciptakan hubungan saling percaya dan saling bantu, kemampuan
melakukan teknik psikomotor, kemampuan melakukan observasi
sistematis, kemampuan memberikan pendidikan kesehatan,
kemampuan advokasi, dan kemampuan evaluasi (Asmadi, 2011).
Implementasi tindakan keperawatan menurut Asmadi (2011),
dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu independent, interdependent,
dan dependen.
1. Independent yaitu suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh
perawat tanpa petunjuk dari dokter atau tenaga kesehatan
lainnya. Lingkup tindakan keperawatan independent antara
lain:
a. Mengkaji klien atau keluarga melalui riwayat keperawatan
dan pemeriksaan fisik untuk mengetahui status kesehatan
klien.
b. Merumuskan diagnosis keperawatan sesuai respons klien
yang memerlukan intervensi keperawatan.
c. Mengidentifikasi tindakan keperawatan untuk memper-
tahankan atau memulihkan kesehatan klien.
d. Mengevaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
dan medis.
2. Interdependent, yaitu suatu kegiatan yang memerlukan kerja
sama dari tenaga kesehatan lain (misalnya: ahli gizi,
fisioterapi, dan dokter).
3. Dependen, berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan
medis/instruksi dari tenaga medis.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai