Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ANAK SAKIT TONSILOFARINGITIS

DOSEN PENGAMPU:
DYAH DWI ASTUTI,M.Kep.,Ns.,Sp.Kep.An

DISUSUN OLEH:
MIMIN TRI WIYATNI (P27220018068)
2BD3 KEPERAWATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2020
KONSEP DASAR

A. Pengertian
Tonsil merupakan salah satu pertahanan tubuh terdepan. Antigen yang
berasal dari inhalan maupun ingestan dengan mudah masuk ke dalam tonsil
hingga terjadi perlawanan tubuh dan bisa menyebabkan peradangan oleh virus
yang tumbuh di membran mukosa kemudian terbentuk fokus infeksi. (Maulana
Fakh, Novialdi, dan Elmatris 2016).
Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari
semua penyakit tenggorok yang berulang. Tonsilitis kronis umumnya terjadi
akibat komplikasi tonsilitis akut, terutama yang tidak mendapat terapi adekuat.
Selain pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat, faktor predisposisi
timbulnya tonsilitis kronis lain adalah higien mulut yang buruk, kelelahan fisik
dan beberapa jenis makanan. (Maulana Fakh, Novialdi, dan Elmatris 2016).
Faringitis merupakan peradangan akut membrane mukosa faring dan
struktur lain di sekitarnya. Karena letaknya yang sangat dekat dengan hidung
dan tonsil, jarang terjadi hanya infeksi local faring atau tonsil. Oleh karena itu,
pengertian faringitis secara luas mencakup tonsillitis, nasofaringitis, dan
tonsilofaringitis. (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2008)
Tonsilofaringitis adalah peradangan pada tongsil dan faring yang masih
bersifat ringan radang faring pada anak hampir selalu melibatakan organ
disekitarnya sehinggga infeksi pada faring biasanya juga mengenal tongsil.
Sehingga disebut sebagai tongsilofaringitis akut (Suriadi, 2010).
B. Etiologi
Tonsilitis akut yang disebabkan oleh bakteri disebut peradangan lokal
primer. Setelah terjadi serangan tonsilitis akut, tonsil akan sembuh atau bahkan
tidak dapat kembali sehat seperti semula. Penyembuhan yang tidak sempurna
akan menyebabkan peradangan ringan pada tonsil. Peradangan dapat
menyebabkan keluhan tidak nyaman kepada penderita berupa rasa nyeri saat
menelan karena sesuatu yang ditelan menyentuh daerah yang mengalami
peradangan. (Maulana Fakh, Novialdi, dan Elmatris 2016).
Berbagai bakteri dan virus dapat menjadi etiologi faringitis, baik faringitis
sebagai manifestasi tunggal maupun sebagai bagian dari penyakit lain. Virus
merupakan etiologi terbanyak faringitis akut, terutama pada anak berusia ≤3 tahun
(prasekolah).

Mikroorganisme Kelainan yang ditimbulkan


Bakteri
Streptokokus, group A Faringitis, tonsilitis, demam scarlet
Streptokokus, group C dan G Faringitis, tonsilitis, scarlatiniform
Campuran bakteri anaerob Vincent’s angina
Neisseria gonorrhoeae Faringitis, tonsilitis
Corynebacterium diphtheriae Difteri
Arcanobacterium haemolyticum Faringitis, scarlatiniform
Yersinia enterocolitica Faringitis, enterokolitis
Yersinia pestis Plague
Francisella tularensis Tularemia (oropharyngeal form)
Virus
Virus Rhino Common cold/rinitis
Virus Corona Common cold
Virus Adeno Pharyngoconjunctival fever, IRA
Virus Herpes simplex 1 dan 2 Faringitis, gingivostomatitis
Virus Parainfluenza Cold, croup
Virus Coxsackie A Herpangina, hand-foot-and-mouth
disease
Virus Epstein-Barr Infeksi mononukleosis
Virus Sitomegalo Mononucleosis Virus Sitomegalo
Human immunodeficiency virus Infeksi HIV primer
VIrus Influenza A and B Influenza
Mikoplasma
Mycoplasma pneumoniae Pneumonia, bronkitis, faringitis(?)
Klamidia
Chlamydia psittaci IRA, pneumonia
C. pneumoniae Pneumonia, faringitis (?)

Sumber: Clinical Infectious Diseases 1997;25:574–83.

C. Manifestasi Klinis
Menurut (Nurarif dan Kusuma 2015), tanda dan gejala tonsilofaringitis akut
adalah:
1. Awitan akut disertai mual muntah
2. Faring hiperemis
3. Tonsil bengkak dengan eksudasi
4. Kelenjar getah bening lehe anterior bengkak dan nyeri
5. Uvula bengkak dan merah
6. Ekskoriasi hidung disertai lesi impetigo sekunder
7. Ruam skarlatina
8. Petekie palatium mole
9. Nyeri tenggorok, nyeri telan, sulit menelan, mulut berbau
10. Demam, tonsil hyperemia, otalgia (sakit di telinga)

Menurut Wong (2010) manifestasi klinik dari faringitis akut:


1. Demam (mencapai 40°C)
2. Sakitkepala
3. Anorexia
4. Dysphagia
5. Mual, muntah
6. Faring edema atau bengkak

D. Patofisiologi
Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat
secara langsung menginvasi mukosa faring dan akan menyebabkan respon
inflamasi lokal. Kuman akan menginfiltrasi lapisan epitel, lalu akan mengikis
epitel sehingga jaringan limfoid superfisial bereaksi dan akan terjadi
pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium
awal terdapat hiperemis, kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Pada
awalnya eksudat bersifat serosa tapi menjadi menebal dan kemudian cenderung
menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan keadaan
hiperemis, pembuluh darah dinding faring akan melebar. Bentuk sumbatan yang
berwarna kuning, putih atau abu-abu akan didapatkan di dalam folikel atau
jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding
faring posterior atau yang terletak lebih ke lateral akan menjadi meradang dan
membengkak. Virus-virus seperti Rhinovirus dan Coronavirus dapat
menyebabkan iritasi sekunder pada mukosa faring akibat sekresi nasal (Bailey,
2006; Adam, 2009).
Infeksi streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan
pelepasan extracelullar toxins dan protease yang dapat menyebabkan kerusakan
jaringan yang hebat karena fragmen M protein dari Streptococcus ß hemolyticus
group A memiliki struktur yang sama dengan sarkolema pada miokard dan
dihubungkan dengan demam reumatik dan kerusakan katub jantung. Selain itu
juga dapat menyebabkan glomerulonefritis akut karena fungsi glomerulus
terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi (Bailey, 2006; Adam,
2009).
Pathway

Faringitis Droplet Resiko


penularan
Inflamasi

Demam Nyeri Edema Mukosa Batuk


mukosa kemerahan
Sputum
Penguapan Hipertermi mukosa
Kesulitan
menelan
Pembersihan
Resiko deficit nutrisi Jalan nafas
Gangguan
Tidak efektif
Nutrisi

Sumber: (Bailey, 2006; Adam, 2009).


E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang tonsilofaringitis menurut (Nurarif dan Kusuma 2015)
sebagai berikut:
1. Terjadi peningkatan leukosit
2. Terjadi penurunan hemoglobin
3. Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas obat
Faringitis didiagnosis dengan cara pemeriksaan tenggorokan (kultur apus
tenggorokan). Pemeriksaan kultur memiliki sensitivitas 90−95% dari diagnosis,
sehingga lebih diandalkan sebagai penentu penyebab faringitis yang diandalkan
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005).
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tonsilofaringitis menurut (Nurarif dan Kusuma 2015) adalah
sebagai berikut:
1. Penatalaksanaan Umum
a. Istirahat yang cukup dan pemberian nutrisi dan cairan yang cukup
b. Pemberian obat kumur dan obat hisap pada anak yang lebih besar
untuk mengurangi nyeri tenggorokan.
c. Pemberian antipiretik, dianjurkan parasetamol atau ibuprofen
2. Terapi Antibiotik
Pemberian antibiotik harus berdasarkan gejala klinis dugaan faringitis
streptokokus dan diharapkan didukung hasil Rapid antigen detection test
dan/atau kultur positif dari hasil usap tenggorok. Antibiotik empiris dapat
diberikan pada anak dengan klinis mengarah ke faringitis streptokokus, tapak
toksik dan tidak ada fasilitas pemeriksaan laboratorium. Golongan penisilin
(pilihan untuk faringitis streptokokus) yaitu penisilin V oral 15 – 30
mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis selama 10 hari atau amoksisilin
50mg/kgBB/hari dibagi 2 selama 6 hari. Bila alergi dengan penisilin dapat
diberikan :
a. Eritromisin estolt 20-40 mg/kgBB/hari dengan pemberian 2, 3
atau 4 kali per hari selama 10 hari
b. Eritromisin etil suksinat 40 mg/kgBB/hari
c. Makrolid baru misalnya azitromisin dosis tunggal 10
mg/kgBB/hari selama 3 hari
Penanganan faringitis streptokokus persisten antara lain:
a. Klindamisin oral 20-30 mg/kgBB/hari (10hari) atau
b. Amoksilin clavulanat 40 mg/kgBB/hari terbagi menjadi 3 dosis selama 10
hari atau
c. Injeksi benzathine penicilin G intramuskular, dosis tunggal 600.000 IU
(BB<30kg) atau 1.200.000 IU (BB>30kg).
G. Komplikasi
Menurut Mansjoer (2011) komplikasi yang bias timbul akibat penyakit
tonsilofaringitis yang tidak tertangani secara baik adalah :
1. Otitis media akut
2. Abses peritonsil
3. Toksemia
4. Bronkitis
5. Miokarditis
6. Artritis
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengakajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang
bertujuan utnuk mengumpulkan data atau informasi tentang klien, agar
dapat mengidentifikasi, mengenai masalah-masalah, kebutuhan kesehatan
dan keperawatan klien baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Nasrul
Effendi, 1995).
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan,
tanggal MRS, diagnosa medis dan nomor register.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Sakit tenggorokan, nyeri telan, demam dll
b. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang dirasakan klien, hal yang dilakukan untuk
mengurangi keluhan. Daerah yang terserang baik atas atau bawah
sehingga klien pergi kerumah sakit serta hal atau tindakan yang
dilakukan saat klien dirumah sakit. Serangan, karakteristik, insiden,
perkembangan, efek terapi dll
c. Riwayat kesehatan lalu
Masalah-masalah yang pernah dialami oleh klien, penyakit-
penyakit yang sebelumnya perna diderita klien.
1) Riwayat kelahiran
2) Riwayat imunisasi
3) Penyakit yang pernah diderita ( faringitis berulang, ispa, otitis
media)
d. Riwayat hospitalisasi
e. Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penyakit-penyakit yang pernah diderita oleh keluarga baik
penyakit yang sama dengan klien, penyakit keturunan seperti
diabetes meletus, hipertensi  maupun penyakit menular seperti
hepatitis, tb paru.
f. Riwayat psikososial dan spiritual.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Pengkajian umum
Usia, tingkat kesadaran, antopometri, tanda – tanda vital dll
b. Pernafasan
Kesulitan bernafas, batuk
Ukuran besarnya tonsil dinyatakan dengan:
T0: bila sudah dioperasi
T1: ukuran yang normal ada
T2: pembesaran tonsil tidak sampai garis tengah
T3: pembesaran mencapai garis tengah
T4: pembesaran melewati garis tengah
c. Nutrisi
Sakit tenggorokan, nyeri telan, nafsu makan menurun, menolak
makan dan minum, turgor kurang
d. Aktifitas / istirahat
Anak tampak lemah, letargi, iritabel, malaise
e. Keamanan / kenyamanan
Kecemasan anak terhadap hospitalisasi
4. Pemeriksaan Penunjang
Misal : leukosit meningkat, hemoglobin turun, kultur bakteri (+)
5. Program Terapi
Missal: NACl 500ml, obat injeksi atau oral.
B. Diagnosa Keperawatan
Menurut buku (SDKI, 2016) diagnose keperawatan yang mungkin muncul pada
anak dengan tonsilofaringitis akut adalah :
1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (infeksi pada faring dan
tonsil).
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
3. Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
makanan.
4. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan pendengaran
C. Intervensi Keperawatan
DIAGNO
N SA
NOC NIC RASIONAL
o. KEPERA
WATAN
1. Hipertemi Setelah dilakukan O: Monitor suhu O: Untuk mengetahui
a tindakan 3x24jam
tubuh perkembangan
berhubung diharapkan
an dengan masalah N: Lakukan tapid pasien
proses Hipertermia dapat
sponge N: Untuk memberikan
penyakit teratasi dengan
(infeksi kriteria hasil : E: Anjurkan untuk rasa nyaman
pada a. Suhu tubuh
tirah baring E: Untuk
faring dan dalam rentang
tonsil) normal 35º- C: Kolaborasi dengan mempercepat
37,5ºC dokter dalam
kesembuhan pasien
b. Nadi dan RR pemberian obat
dalam rentang antipiretik C: Untuk membantu
normal
proses kesembuhan
pasien
2. Nyeri akut Setelah dilakukan O: Identifikasi skala O: Untuk mengetahui
berhubung tindakan 3x24 jam
nyeri keadaan pasien
an dengan diharapkan
agen masalah skala N: Berikan teknik N: Untuk mengurangi
pencedera Nyeri dapat
nonfarmakologis nyeri
fisiologis berkurang atau
hilang dengan untuk mengurangi E: Untuk
kriteria hasil :
nyeri mengurangi/mengk
a. Tanda-tanda
vital dalam batas (misal:kompres ontrol rasa nyeri
normal
hangat/dingin, C: Untuk
(N:<120x/mnt,
mempercepat
S:<37,5°c, terapi bermain)
kesembuhan pasien
RR:<40x/mnt)
E: Ajarkan teknik
b. Skala nyeri
berkurang atau nonfarmakologis
hilang
untuk mengurangi
nyeri
C: Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian obat
analgetik, jika perlu
3. Risiko Setelah dilakukan O: Monitor asupan O: Untuk mengetahui
deficit
tindakan makanan keadaan pasien
nutrisi
berhubung keperawatan N: Timbang berat N: Untuk mengetahui
an dengan
selama 3 x 24 jam badan secara rutin perkembangan
ketidakma
mpuan Risiko defisit E: Ajarkan keadaan pasien
menelan
nutrisi dapat pengaturan diet E: Untuk
makanan
dicegah dengan yang tepat mempecepat
Kriteria Hasil : C: Kolaborasi dengan kesembuhan pasien
ahli gizi tentang target
a. Berat badan C: Untuk
berat badan,
dapat mempercepat
kebutuhan kalori, dan
dipertahankan/d kesembuhan pasien
pilihan makanan
itingkatkan
b. Nafsu makan
pasien normal
c. Kebutuhan
serat dan gizi
pasien adekuat

4. Gangguan Setelah dilakukan O: Periksa status O: Untuk mengetahui


persepsi
tindakan mental, status keadaan pasien
sensori
berhubung keperawatan sensori, dab N: Untuk mengetahui
an dengan
selama 3 x 24 jam tingkat keadaan pasien
gangguan
pendengar Gangguan persepsi kenyamanan E: Untuk
an dan sensori pasien (mis. Nyeri atau mempecepat
dapat teratasi kelelahan) kesembuhan pasien
dengan N : Diskusikan C: Untuk
mempercepat
Kriteria Hasil : tingkat toleransi
kesembuhan pasien
a. pasien dapat terhadap beban
mendengar dengan sensori (misal:
baik tanpa alat bising, terlalu
bantu pendengaran, terang)
mampu E : Ajarkan cara
menentukan letak meminimalisir
suara dan sisi stimulus (misal:
paling keras mengatur
dengan garputala, pencahayaan
membedakan suara ruangan,
jam dengan mengurangi
gesekan tangan kebisingan,
b. Pasien tidak membatasi
meminta
kunjungan)
mengulang setiap
pertanyaan yang C: Kolaborasi
diajukan pemberian obat yang
kepadanya mempengaruhi
persepsi stimulus

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan
intervensi keperawatan. Implementasi terdiri dari melakukan dan
mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan keperawatan khusus
yang diperlukan untuk melakukan intervensi (atau program keperawatan).
E. Evaluasi
Evaluasi adalah aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan, dan terarah
ketika klien dan profesional kesehatan menentukan kemajuan klien menuju
pencapaian tujuan atau hasil dan keefektifan rencana asuhan keperawatan.
Evaluasi adalah aspek penting proses keperawatan karena kesimpulan yang
ditarik dari evaluasi menentukan apakah intervensi keperawatan harus diakhiri,
dilanjutkan atau diubah.
Berdasarkan kriteria hasil dalam perencanaan keperawatan diatas adalah
sebagai berikut:
1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (infeksi pada faring dan
tonsil).
a. Suhu tubuh dalam rentang normal 35º-37,5ºC
b. Nadi dan RR dalam rentang normal
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
a. Tanda-tanda vital dalam batas normal (N:<120x/mnt, S:<37,5°c,
RR:<40x/mnt)
b. Skala nyeri berkurang atau hilang

3. Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan


makanan.
a. Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
b. Nafsu makan pasien normal
c. Kebutuhan serat dan gizi pasien adekuat
4. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan pendengaran
a. pasien dapat mendengar dengan baik tanpa alat bantu pendengaran,
mampu menentukan letak suara dan sisi paling keras dengan garputala,
membedakan suara jam dengan gesekan tangan
b. Pasien tidak meminta mengulang setiap pertanyaan yang diajukan
kepadanya
DAFTAR PUSTAKA

Bailey, B.J., Johnson, J.T. 2006. American Academy of Otolaryngology – Head and
Neck Surgery. Lippincott Williams & Wilkins, Fourth Edition, Volume one, United
States of America. pp. 601-13.
Ii, B A B. 2012. “BAB II_Tinjauan Pustaka_E99ysa-3.pdf.” : 9–66.
Mansjoer A, dkk. Tenggorok dalam KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN, Jilid I. Edisi

ketiga. Media Aescalapius FKUI. Jakarta. 2011

Maulana Fakh, Ivan, Novialdi Novialdi, dan Elmatris Elmatris. 2016. “Karakteristik
Pasien Tonsilitis Kronis pada Anak di Bagian THT-KL RSUP Dr. M. Djamil
Padang Tahun 2013.” Jurnal Kesehatan Andalas.
Nurarif, Amin Huda, dan Hardhi Kusuma. 2015. trjectoriesof sleep quality and mood in
the perinatal period Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis &
NANDA.
N.Rahajoe, Nastiti, Bambang Supriyanto, dan Darmawan Budi Setyanto. 2008. “Buku
Ajar Respirologi Anak.” Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.
N.Rahajoe, Nastiti, Bambang Supriyanto, dan Darmawan Budi Setyanto. 2015. “Buku
Ajar Respirologi Anak.” Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.
PPNI (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai