Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN SEMINAR KASUS ASUHAN KEPERAWATAN

DEMAM THYPOID PADA An.A DI RUANG ANGGREK


BRSUD TABANAN TANGGAL 9 SEPTEMBER 2019

OLEH :
NI PUTU SINTHA DEVI SUARDIANTI (P07120319036)
I GEDE AGUS PUTRA ADITYA (P07120319037)
NI LUH PUTU PUSPA DEWI (P07120319038)
CHANDRA DEWI (P07120319039)
NI MADE APRILAYONI ASTUTI (P07120319040)
I DEWA GEDE WISNU BUDI SURYAWAN (P07120319041)
GUSTI AYU SANTIKA DEWI (P07120319042)
PUTU TAMARA SUCI ARTINI (P07120319043)
I PUTU BAYU SUADNYANA (P07120319044)
NYM. AYU SRI MELDYA RYANDAYANTI (P07120319045)
KETUT RATIH KIMILANINGSIH (P07120319046)
PUTU DIAH PEBRISUNDARI (P07120319047)
I GEDE PATRIA PRASTIKA (P07120319048)
NLP MEGA WIJAYANTHI (P07120319049)
PUTU SUSMITHA DEVY LARASATI (P07120319050)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demam Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang

disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam Typhoid ditandai dengan panas

berkepanjangan yang diikuti dengan bakteremia dan invasi bakteri Salmonella

typhi sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuclear dari hati, limpa,

kelenjar limfe usus dan peyer’s patch (Soedarmo, et al., 2015).

Penyakit ini mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga

dapat menimbulkan wabah. Demam Typhoid mulai dikenali sebagai penyakit

menular yang disebabkan oleh bacillus (salmonella) pada tahun 1880 di Amerika

serikat. Wabah penyakit demam typhoid pertama kali muncul di Amerika Serikat

pada tahun 1907 yang disebabkan oleh Mary Mallon yang dikenal sebagai karier

Typhoid yang sehat, dan dijuluki sebagai “typhoid mary” (Filio, et al., 2013).

Demam Typhoid terjadi di seluruh dunia, terutama pada negara berkembang

dengan sanitasi yang buruk. Delapan puluh persen kasus Typhoid di dunia berasal

dari Banglades, Cina, India, Indonesia, Laos, Nepal, Pakistan. Demam Typhoid

menginfeksi setiap tahunnya 21.6 juta orang (3.6/1.000 populasi) dengan angka

kematian 200.000/tahun (Date, et al., 2014; Widodo, 2015; Ochiai, et al., 2008).

Di Indonesia, Typhoid harus mendapat perhatian serius dari berbagai pihak, karena

penyakit ini bersifat endemis dan mengancam kesehatan masyarakat.

Permasalahannya semakin kompleks dengan meningkatnya kasus-kasus karier


(carrier) atau relaps dan resistensi terhadap obat-obat yang dipakai, sehingga

menyulitkan upaya pengobatan dan pencegahan (Keputusan Menteri Kesehatan,

2006). Di Indonesia insidensi kasus demam typhoid masih termasuk tinggi di Asia,

yakni 81 kasus per 100.000 populasi per tahun. Prevalensi Typhoid banyak

ditemukan pada kelompok usia Sekolah (5 – 14 tahun) yaitu 1.9% dan terendah

pada bayi (0.8%). Kelompok yang berisiko terkena demam typhoid adalah anak –

anak yang berusia dibawah usia 15 tahun (Ochiai, et al., 2008; Depkes RI, 2008).

Demam Typhoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia dengan

angka kejadian yang masih tinggi serta merupakan masalah kesehatan masyarakat

yang berkaitan dengan kesehatan lingkungan dan sanitasi yang buruk. Demam

Typhoid juga merupakan salah satu penyakit menular penyebab kematian di

Indonesia (6% dengan n = 1.080), khusus pada kelompok usia 5 – 14 tahun

Typhoid merupakan 13% penyebab kematian pada kelompok tersebut. Penegakan

diagnosis pada anak dengan demam juga menjadi tantangan bagi para dokter.

Demam Typhoid merupakan penyebab demam yang umum pada anak dengan

tanda dan gejala yang sangat bervariasi dibandingkan dengan penderita Demam

Typhoid yang dewasa (Retnosari & Tumbelaka, 2000; Depkes RI, 2008; Ahmad,

et al., 2016).

Karakteristik Klinis demam Typhoid pada anak usia sekolah dengan infant dan

usia <5 tahun berbeda. Pada anak usia sekolah di awitan awal telah menunjukkan

berbagai gejala seperti demam, nyeri perut, malaise, batuk, dan lain – lain. Pada

infant dan <5 tahun, biasanya hanya menunjukkan kondisi demam dan malaise

serta diikuti diare yang sering disangka oleh praktisi sebagai gejala infeksi virus

atau gastroenteritis akut (Nelson, 2004). Orang tua jarang menyadari bila anaknya

3
mengalami demam Typhoid, kondisi demam yang lama pada anak tidak membuat

orang tua untuk membawa anaknya ke faskes terdekat terlebih dahulu, bahkan

pemberian antibiotic secara mandiri (tanpa resep) sehingga terjadi resistensi dan

komplikasi dari demam Typhoid. (Ahmad, et al., 2016; Parry, et al., 2011).

Salah satu upaya untuk mencegah terjadinya demam Typhoid adalah dengan

cara memperbaiki kebersihan sanitasi lingkungan (Keputusan Menteri Kesehatan,

2006). Memperbaiki kebersihan sanitasi lingkungan merupakan usaha yang sangat

mendasar, komplit, melibatkan banyak pihak dan sektor, serta merupakan bagian

terpenting dalam upaya pembangunan kesehatan masyarakat. Dengan

memperbaiki kebersihan sanitasi lingkungan diharapkan dapat memutus rantai

penularan penyakit, diantaranya penularan Typhoid. Pengendalian upaya

pencegahan demam Typhoid yang buruk akan menimbulkan masalah lanjutan

diantaranya adalah kejang demam.

Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi

pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses

ekstakramium. Kejang tersebut biasanya timbul pada suhu badan yang tinggi

(demam). Demamnya sendiri dapat disebabkan oleh berbagai sebab, tetapi yang

paling utama adalah infeksi. Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat

memprovokasi terjadinya kejang demam. (Price, S.A, 2000). Menurut Consensus

Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah bangkitan kejang pada bayi

dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan sampai 5 tahun, berhubungan

dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab

tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4
minggu tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus dibedakan

dengan epilepsi yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.

Demam Typhoid tentunya perlu mendapat perhatian dan penanganan yang

tepat, mengingat penyakit ini masih menjadi permasalahan kesehatan di Indonesia.

Untuk itu, diagnosis yang tepat, pemberian terapi antipiretik dan antibiotika yang

tepat, perawatan yang baik serta usaha preventif yang bermakna terhadap penyakit

ini perlu dilakukan agar morbiditas dan mortalitas pada penderita demam Typhoid

berkurang. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penyusun mengangkat

kasus ini sebagai bahan pembelajaran dalam upaya penanganan penyakit demam

Typhoid pada anak.

B. Tujuan

1. Tujuan umum

Mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan demam Typhoid di Ruang

Anggrek, BRSUD Tabanan tahun 2019.

2. Tujuan khusus

a. Mampu melakukan pengkajian utama yang dilakukan pada anak dengan

demam Typhoid di Ruang Anggrek, BRSUD Tabanan tahun 2019.

b. Mampu menentukan diagnosa yang tepat anak dengan demam Typhoid di

Ruang Anggrek, BRSUD Tabanan tahun 2019.

c. Mampu menyusun rencana keperawatan yang diberikan pada anak dengan

demam Typhoid di Ruang Anggrek, BRSUD Tabanan tahun 2019.

d. Mampu melaksanakan impelementasi sesuai dengan rencana keperawatan

yang sudah direncanakan pada anak dengan demam Typhoid di Ruang

Anggrek, BRSUD Tabanan tahun 2019.

5
e. Mampu mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan pada anak dengan

demam Typhoid di Ruang Anggrek, BRSUD Tabanan tahun 2019.

C. Manfaat

Dapat dijadikan pedoman dalam pemberian asuhan keperawatan pada anak

dengan demam Typhoid.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Demam Typhoid

Typhoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala

demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan

dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Rampengan, 2008).Demam typhoid

adalah suatu penyakit infeksi sistematik bersifat akut yang disebabkan oleh

Salmonella typhi (Sumarmo, 2008).

Demam typhoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai

saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan

pada pencernaan dan gangguan kesadaran (Nursalam, 2005).

B. Etiologi

Penyebab penyakit ini adalah bakteri Salmonella typhi. Infeksi umumnya

diperoleh dari makanan atau air yang terkontaminasi bakteri dari tinja yang

terinfeksi (Valman, 2006).

Etiologi penyakit demam typhoid menurut Rampengan (2008) disebabkan

oleh infeksi kuman Salmonella typhos atau Eberthella typhosa yang merupakan

kuman gram negative, motil dan tidak menghasilkan spora. Kuman ini dapat

hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang sedikit lebih

rendah, serta mati pada suhu 70˚c ataupun oleh antiseptik. Sampai saat ini,

diketahui bahwa kuman ini hanya menyerang manusia.

Salmonella typhosa mempunyai 3 macam antigen, yaitu :

7
1. Antigen O = Ohne Hauch = antigen somatic (tidak menyebar).

2. Antigen H = Hauch (menyebar), terdapat pada flgela dan bersifat termolabil.

3. Antigen V1 = Kapsul = merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan

melindungi antigen O terhadap fagositosis.

Ketiga jenis antigen tersebut di dalam tubuh manusia akan menimbulkan

pembentukan tiga macam antibodi yang lazim disebut agglutinin. Salmonella

typhosa juga memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi

terhadap multiple antibiotic.

Ada 3 spesies utama, yaitu :


a. Salmonella typhosa (satu serotipe).
b. Salmonella choleraesius (satu serotipe).
c. Salmonella enteretidis (lebih dari 1500 serotipe).

C. Manifestasi Klinis
Menurut ngastiyah (2005: 237), demam thypoid pada anak biasanya lebih
ringan daripada orang dewasa. kemudian gejala klinis yang biasanya
ditemukan, yaitu:
1. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten
dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur
naik setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan
malam hari. Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya
kemerahan. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan
limpa membesar disertai nyeri dan peradangan.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang
terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat
mendapatkan pengobatan). Gejala lain yang juga dapat ditemukan pada
punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseol, yaitu bintik-bintik
kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada
minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula trakikardi dan
epistaksis.
4. Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam thypoid, akan
tetap berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah
suhu badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps
terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat
dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zatanti.

Kuman Salmonella
thypii

Masuk tubuh melalui


mulut bersama

makanan dan

minuman
Masuk sampai ke
usus halus

Organ tubuh, Peredaran darah Bakteri mengadakan Gangguan


limfe, hati, multiplikasi di penurunan
empedu usus absorbsi
D. Pohon Masalah Gejala mual, muntah, pada usus
Demam besar
Hati membesar nafsu makan menurun
Panas Gangguan
Kembung Muka merah pemenuhan
Suplai tidak adekuat
Perut tegang Kulit terasa kebutuhan
kering eliminasi BAB
Gangguan pemenuhan
Nyeri : konstipasi
tekan Hipertermi Kurang intake kebutuhan nutrisi
cairan

Gangguan Gerak kurang


Defisit volume
rasa
cairan
nyaman Lemah, lesu,
Penekanan terlalu
nyeri aktivitas dibantu
lama di punggung
9
Kemurahan Intoleransi
Lecet aktivitas
Panas
E. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang

1. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap


Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit
normal. Leukositosit dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi
sekunder.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah
sembuh. Peningkatana SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan
khusus.
3. Pemeriksaan Uji Widal
Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri
Salmonella typhi.Uji Widal dimaksudkan untuk menyatukan adanya
Salmonela tyhpi maka penderita membuat antibodi (aglutini).
4. Kultur
a) Kultur darah : bisa positif pada minggu pertama
b) Kultur urin : bisa positif pada akhir minggu kedua
c) Kultur feses: bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga.
5. Anti Salmonella typhi IgM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut
Salmonella typhi, karena antibodi IgM muncul pada hari ke-3 dan ke-4
terjadinya demam.

F. Penatalaksanaan Medis Demam Typhoid


1. Perawatan.
Penderita Thypoid perlu dirawat di Rumah Sakit untuk isolasi, observasi
dan pengobatan, penderita harus tirah baring sampai minimal 7 hari, batas
panas atau kurang lebih 14 hari.Mobilisasi dilakukan secara sesuai dengan
pulihnya kekuatan pasien, penderita yang kesadarannya menurun posisi
tubuh harus diubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari
komplikasi dekubitus, defekasi, dan miksi perlu diperhatikan karena
kadang-kadang terjadi konstipasi dan retensi urine.
2. Diet/ Terapi Diet.
Yaitu penatalaksanaan diet penyakit Thypus Abdominalis dengan tujuan :
a) Memberi makanan secukupnya untuk memenuhi kebutuhan yang bertambah
guna mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh.
b) Pemberian makanan yang cukup dan seimbang tidak merangsang dan tidak
memperberat kerja saluran pernafasan.
c) Jika adanya peradangan pada usus halus, maka harus diberikan secara hati-
hati untuk menghindari rangasangan terutama dari serat kasar.
d) Penderita diberi bubur saring kemudian bubu kasar, dan akhirnya diberi nasi
sesuai dengan tingkat kesembuhan.Beberapa penelitian menunjukan bahwa
pemberian makanan pada dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa
(pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman pada
penderita Thypoid.
3. Obat – Obatan.
a) Klorampenikol 4.500 mg selama 14 hari.
b) Limfenikol 3.300 mg.
c) Kotrimoxazol 12.480 mg selama 4 hari.
d) Ampicillin dan Amoxillin 341 gr selama 14 hari.

11
e) Obat-obatan anti piretik tidak perlu diberikan secara rutin pada penderita
Thypoid.Pada penderita toksik dapat diberikan kortikosteroid oral atau
parenteral dalam dosis yang menurun secara bertahap selama 5 hari, hasil
biasanya memuaskan. Kesadaran penderita menjadi baik dan suhu tubuh
cepat turun sampai normal, akan tetapi kortikosteroid tidak boleh
diberikan tanpa indikasi karena dapat menyebabkan pendarahan intestinal.
4. Non Farmakologi
a) Bed rest
b) Diet, diberikan bubur saring kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi
sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Diet berupa makanan rendah
serat.
5. Farmakologi
Kloramfenikol, dosis 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4 kali pemberian
oral atau IV selama 14 hari.
Bila ada kontraindikasi kloramfenikol diberikan ampisilin dengan dosis
200 mg/KgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian intravena saat
belum dapat minum obat, selama 21 hari, atau amoksisilin dengan dosis
100 mg/KgBB/hari, terbagi selama 3-4 kali. Pemberian oral/intravena
selama 21 hari kortrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/KgBB/hari
terbagi dalam 2-3 kali pemberian, oral selama 14 hari.
Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50 mg/KgBB/hari
dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/KgBB/hari , sekali sehari, intravena
selama 5-7 hari.
Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah
meropenem, azithromisin dan fluoroquinolone

G. Komplikasi
a. Komplikasi Intestinal
1) Perdarahan Usus
Sekitar 25% penderita demam Typhoid dapat mengalami perdarahan minor
yang tidak membutuhkan tranfusi darah.Perdarahan hebat dapat terjadi
hingga penderita mengalami syok.Secara klinis perdarahan akut darurat
bedah ditegakkan bila terdapat perdarahan sebanyak 5 ml/kgBB/jam.
2) Perforasi Usus
Biasanya timbul pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada
minggu pertama.Penderita demam Typhoid dengan perforasi mengeluh
nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang
kemudian meyebar ke seluruh perut.Tanda perforasi lainnya adalah nadi
cepat, tekanan darah turun dan bahkan sampai syok.
b. Komplikasi Ekstraintestinal
1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis),
miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, koaguolasi
intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.
3) Komplikasi paru : pneumoni, empiema, dan pleuritis
4) Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitiasis
5) Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis
6) Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis
7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis,
polineuritis perifer, psikosis, dan sindrom katatonia.

13
H. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas klien
Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, tanggal masuk
RS, tanggal pengkajian, no. MR, diagnosa medis, nama orang tua, umur
orang tua, pekerjaan, agama, alamat, dan lain-lain.
2. Keluhan Utama
Biasanya klian datang dengan keluhan perasaan tidak enak badan, pusing
demam, nyeri tekan pada ulu hati, nyeri kepala, lesu dan kurang
bersemangat, nafsu makan berkurang (terutama selama masa inkubasi)
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Kaji tentang penyakit yang pernah dialami oleh klien, baik yang ada
hubungannya dengan saluran cerna atau tidak.Kemudian kaji tentang obat-
obatan yang biasa dikonsumsi oleh klien, dan juga kaji mengenai riwayat
alergi pada klien, apakah alergi terhadap obat-obatan atau makanan.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Kaji mengenai keluhan yang dirasakan oleh klien, misalnya nyeri pada
epigastrium, mual, muntah, peningkatan suhu tubuh, sakit kepala atau
pusing, letih atau lesu.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama
dengan klien atau penyakit gastrointestinal lainnya.
d. Riwayat psikologis
Kaji bagaimana keadaan suasana hati (emosional) klien dan keluarga dalam
menghadapi penyakit yang diderita, biasanya suasana hati klien kurang baik
(gelisah) dan keluarga biasanya cemas.
e. Riwayat sosial ekonomi
Mengkaji kehidupan sosial ekonomi klien, tipe keluarga bagaimana dari
segi ekonomi dan tinggal bersama siapa klien.Bagaimana interaksi klien
baik di kehidupan sosial maupun masyarakat atau selama di rumah sakit.

f. Kebiasaan sehari-hari
Kaji tentang aktivitas atau kebiasaan yang dilakukan oleh klien sebelum
sakit dan saat sakit. Hai ini berguna dalam perbandingan antara pengobatan
dan perawatan pasien, biasanya mencakup :
1) Nutrisi
2) Eliminasi

14
3) Pola istirahat/ tidur
4) Pola kebersihan
4. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah
saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama
sekali.
b. Pola eliminasi
Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama.
Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna urine
menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam thypoid terjadi
peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan merasa
haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.
c. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak
terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
d. Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.
e. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan penyakit
anaknya.
f. Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan
umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pada
klien.
g. Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di rumah
sakit dan klien harus bed rest total.
h. Pola penanggulangan stress
Biasanya orang tua akan nampak cemas

5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau sakit berat.
b. Tanda vital :
Bagaimana suhu, nadi, persafasan dan tekanan darah klien
c. Kepala
Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk kepala, apakah ada
kelainan atau
lesi pada kepala
d. Wajah
Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak.

15
e. Mata
Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak, sclera ikterik/
tidak, keadaan
pupil, palpebra dan apakah ada gangguan dalam penglihatan
f. Hidung
Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada hidung serta cairan
yang
keluar, ada sinus/ tidak dan apakah ada gangguan dalam penciuman
g. Mulut
Bentuk mulut, membran membran mukosa kering/ lembab, lidah kotor/ tidak,
apakah ada
kemerahan/ tidak pada lidah, apakah ada gangguan dalam menelan, apakah ada
kesulitan
dalam berbicara.
h. Leher
Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah ditemukan distensi vena
jugularis
i. Thoraks
Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan, apakah ada
wheezing, apakah
ada gangguan dalam pernafasan.
j. Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak, apakah terdapat nyeri
tekan pada
abdomen, apakah perut terasa kembung, lakukan pemeriksaan bising usus,
apakah terjadi
peningkatan bising usus/tidak.
k. Genitalia
Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin ,warna rambut
kelamin. Pada
laki-laki lihat keadaan penis, apakah ada kelainan/tidak.Pada wanita lihat
keadaan labia
minora, biasanya labia minora tertutup oleh labia mayora.

l. Integumen
Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/ tidak, apakah
ada nyeri
tekan pada kulit, apakah kulit teraba panas.
m. Ekstremitas atas
Adakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri otot serta kelainan
bentuk.

16
I. Diagnosa Keperawatan (SDKI)
1) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (mis. Infeksi, kanker)
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring
3) Nyeri akut berhubungan dengan Agen pencedera fisik

17
J. Rencana Asuhan Keperawatan

No. Rencana Keperawatan


Diagnosa Keperawatan
Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Hipertermi SLKI : SIKI :
Definisi Setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen Hipertermia
Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal selama…X24 jam diharapkan status Observasi :
tubuh pernafasan pasien normal dengan kriteria 1. Indentfikasi penyebab hipertermi
hasil : 2. Monitor suhu tubuh
Penyebab 3. Monitor kadar elektrolit
1. Dehidrasi Termoregulasi
2. Terpapar lingkungan panas 1. Menggigil menurun
Terapeutik
3. Proses penyakit (mis, infeksi, kanker) 2. Kulit merah menurun
4. Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan 1. Sediakan lingkungan yang dingin
3. Kejang menurun 2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
5. Peningkatan laju metabolisme
6. Respon trauma
4. Suhu tubuh membaik 3. Berikan cairan oral
7. Aktivitas berlebihan 5. Suhu kulit membaik 4. Lakukan pendinginan eksternal
8. Penggunaan incubator (mis, selimut hipotermi atau
kompres dingin pada dahi, leher,
Gejala dan tanda Mayor dada, abdomen, aksila)
Subjektif
Edukasi
Objektif : 1. Anjurkan tirah baring
1. Suhu tubuh diatas nilai normal
Kolaborasi
Gejala dan tanda minor 1. Kolaborasi pemberian cairan dan
Subjektif elektrolit intravena, jika perlu

Objektif
1. Kulit merah

18
2. Kejang
3. Takikardi
4. Takipnea
5. Kulit terasa hangat

2. Intorelansi Aktivitas SLKI : SIKI :


Definisi : Toleransi Aktivitas Manajemen Energi :
Ketidakcukupan energy untuk melakukan 1. Frekuensi nadi menurun Observasi :
aktivitas sehari-hari 2. Kemudahan melakukan aktivias 1. Indetifikasi gangguan fungsi tubuh
sehari-hari meningkat yang mengakibatkan kelelahan
Penyebab : 3. Kekuatan tubuh bagian atas 2. Monitor kelelahan fisik dan
1. Ketidakseimbangan antara suplai dan meningkat emosional
4. Kekuatan tubuh bagian atas 3. Monitor pola dan jam tidur
kebutuhan oksigen
2. Tirah baring meningkat 4. Monitor lokasi dan
3. Kelemahan 5. Keluhan lelah menurun ketidaknyamanan selama
4. Imobilitas 6. Dyspnea saat aktivitas menurun melakukan aktivitas
5. Gaya hidup monoton 7. Dyspnea setelah aktivitas menurun
Terapeutik :
8. Perasaan lemah menurun
9. Warna kulit membaik 1. Sediakan lingkungan nyaman dan
Gejala dan tanda mayor 10. Frekuensi nafas membaik rendah stimulus (mis,cahaya,suara,
Subjektif : kunjungan)
Mengeluh lelah 2. Lakukam latihan rentang gerak
pasif dan/atau aktif
Objektif : 3. Berikan aktiivitas distraksi yang
1. Frekuensi jantung meningkat >20% dari menenangkan
kondisi istirahat 4. Fasilitasi duduk disisi tempat tidur,
jika tidak dapat berpindah atau
berjalan

Edukasi :
Gejala dan tanda minor 1. Anjurkan tirah baring

19
Subjektif : 2. Anjurkan melakukan aktivitas
1. Dispnea saat/setelah aktivitas secara bertahap
2. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas 3. Ajarkan strategi untuk mengurangi
3. Merasa lemah kelelahan
Kolaborasi
Objektif : 1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
1. Tekanan darah berubah >20 % dari kondisi cara meningkatkan asupan
istirahat makanan.
2. Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/
setelah aktivitas
3. Gambaran EKG menunjukkan iskemia
4. Sianosis

3 Nyeri Akut SLKI : SIKI :


Definisi Tingkat Nyeri : Manajemen Nyeri :
Pengalaman sensorik atau emosional yang 1. Keluhan nyeri menurun Observasi :
berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau 2. Meringis menurun 1. Identifikasi lokasi, karakterikstik,
fungsional. 3. Gelisah menurun durasi, frekuensi, kualitas,
4. Kesulitan tidur intensitas nyeri
5. Muntah menurun
Penyebab : 2. Indentifiaksi skala nyeri
6. Mual menurun
1. Agen pencedera fisiologis (mis.inflamasi, 3. Indentifikasi nyeri non verbal
7. Frekuensi nadi membaik
4. Indentifikasi faktor yang
iskemia,neoplasma) 8. Pola napas membaik
2. Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, 9. Tekanan darah membaik memperberat dan memperingan
bahan kimia iritan ) 10. Nafsu makan membaik nyeri
3. Agen pencedera fisik ( mis. Abses, amputasi, 11. Pola tidur membaik
terbakar, terpotong, mengangkat berat,
Terapeutik :
prosedur operasi, trauma, latihan fisik
1. Berikan tehnik nonfarmaklogis
berlebihan).
untuk mengurangi rasa nyeri

20
Gejala dab Tanda Mayor 2. Fasilitasi istirahat dan tidur.
Subjektif
Edukasi :
1. Anjurkan memonitor nyeri secara
Objektif : mandiiri
1. Tampak meringis 2. Jelaskan stratetgi meredakan nyeri
2. Bersikap protektif (mis, waspada posisi
menghindari nyeri ) Kolaborasi :
3. Gelisah 1. Kolaborasi pemberian analgetik,
4. Frekuensi nadi meningkat jika perlu.
5. Sulit tidur

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif :

Objektif :
1. Tekanan darah meningkat
2. Pola napas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berfikir tertanggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaforesis

21
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. S DENGAN THYPOID


DI RUANG ANGGREK BRSUD TABANAN PADA
TANGGAL 9 – 10 SEPTEMBER 2019

I. IDENTITAS
A. Anak
1. Nama : An. S
2. Anak yang ke : 1 (Pertama)
3. Tanggal lahir/umur: 10 Februari 2014 / 66 Bulan
4. Jenis kelamin : Perempuan
5. Agama : Hindu
B. Orang Tua
1. Ayah
a. Nama : Tn.Sw ( Kandung)
b. Umur : 30 Tahun
c. Pekerjaan : Pegawai Swasta
d. Pendidikan : SMK
e. Agama : Hindu
f. Alamat : Dadakan Abiantuwung, Kediri, Bali
2. Ibu
a. Nama : Ny. Lm ( Kandung)
b. Umur : 24 Tahun
c. Pekerjaan : IRT
d. Pendidikan : SD
e. Agama : Hindu
f. Alamat : Dadakan Abiantuwung, Kediri, Bali

II. GENOGRAM

Keterangan: : Laki-laki
: Perempuan
: Status Perkawinan 22
: Tinggal serumah
: Pasien
Riwayat Penyakit
a. Riwayat Penyakit Sekarang :
Keluhan Utama: Demam
b. Riwayat Keluhan
Orang tua pasien mengatakan pasien demam sejak 7 hari yang lalu SMRS
terutama menjelang sore hari, pasien mengeluh pusing, pilek mual,BAB
terakhir 2 hari yang lalu, BAK normal, makan minum berkurang.
c. Keluhan saat pengkajian
Orang tua pasien mengatakan pasien masih demam, lemas, nafsu makan
berkurang.
d. Riwayat kesehatan Anak (khusus untuk anak usia 0-5 tahun)
1) Prenatal care :
a) Keluhan selama hamil yang dirasakan oleh ibu : tidak ada keluhan
b) Imunisasi TT : Ya
2) Natal :
a) Jenis persalinan : Normal
b) Penolong persalinan : Dokter
c) Komplikasi yang dialami oleh ibu pada saat melahirnya dan setelah
melahirkan : Tidak Ada
3) Post Natal :
a) Kondisi bayi : Baik , AFGAR : 7-8
b) BB lahir : 3000 kg, PBL: 49 cm LK/LD : 33/31
e. Riwayat Penyakit Keluarga :
Orang tua pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit keturunan

III. Riwayat Immunisasi (imunisasi lengkap)


Imunisasi Umur Tgl diberikan Reaksi Tempat Imunisasi

HB 0 0 hari 10 Februari 2014 Menangis Rumah Sakit


BCG 1 minggu Menangis Puskesmas
Pentavalen 1 2 bulan Menangis Puskesmas
Pentavalen 2 3 bulan Menangis Puskesmas
Pentavalen 3 4 bulan Menangis Puskesmas
Polio 1 1 minggu Menangis Puskesmas
Polio 2 2 bulan Menangis Puskesmas
Polio 3 3 bulan Menangis Puskesmas
Campak 9 bulan Menangis Puskesmas
Hib ulangan 18 bulan Menangis Puskesmas
Campak ulangan 2 tahun Menangis Puskesmas
IV. Tumbuh Kembang
1. Pertumbuhan Fisik
a. PB/TB : 100 cm
b. BB : 15 gram/Kg
c. LK : 55 cm
d. LL : 18 cm
2. Perkembangan (Gunakan KPSP untuk menilai perkembangan anak)
Lingkari yang sesuai dengan perkembangan anak :
a. Sesuai dengan umur
b. Meragukan
c. Kemungkinan penyimpangan

V. PENGKAJIAN POLA KESEHATAN


A. Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Orang tua pasien mengatakan jika anggita keluarga yang sakit langsung
di bawa ke puskesmas, orang tua aktif mengikuti posyandu.
B. Nutrisi-Metabolik Bayi :
ASI/PASI : ASI, Sampai umur 2 tahun
(Berapa kali, pengenceran, sampai umur berapa, alasan)
Makanan pendamping ASI : Bubur dan buah
Makanan cair (air buah/sari buah) diberi umur : 4 Bulan
Bubur susu diberi umur : 6 Bulan

24
Nasi tim saring diberi umur : 1 Tahun
Nasi tim diberi umur : 1,5 Tahun
Makanan tambahan lainnya : Snack Bayi , diberi umur : 6 Bulan
Pola makan : Baik
C. Eliminasi (BAB&BAK)
Sebelum MRS BAB 1-2 Kali perhari, setelah MRS pasien BAB terakhir 2
hari yang lalu saat ini pasien belum bisa BAB
Sebelum MRS BAK biasanya 6-9 kali perhari, dengan warna kuning
Sesudah MRS BAK biasanya 6-9 kali perhari dengan warna kuning
D. Aktifitas/Latihan
Orang tua pasien mengatakan sebelum MRS pasien sangat aktif dan tidak
rewel
Saat MRS pasien hanya tidur di tempat tidur

E. Tidur dan Istirahat Kebiasaan istirahat.


Orang tua pasien mengatakan tidur dengan ibunya pukul 21.00 wita dan
bangun pukul 07.00 wita.

F. Kognitif –Persepsi
Saat melakukan pengkajian pasien mengeluh lemas dan pusing

G. Persepsi diri-Konsep diri


Keadaan sosial ekonomi pasien baik, situasi dan hubungan keluarga baik,
orang tua pasien menemani pasien di ruangan.

H. Pola Hubungan Peran


Kepala keluarga yang berperan daam pengambilan keputusan dalam
keluarga, keluarga pasien memberikan dukungan dan menemani pasien,
pasien dekat dengan ibunya pasien merasa nyaman saat ibunya di
sebelahnya.

I. Pola Reproduksi dan Kesehatan


Pasien berjenis kelamin perempuan, genetalia bersih.
J. Pola toleransi terhadap stress-koping
Keluarga pasien mengatakan jika pasien tidak terpenuhi keinginannya
pasien akan marah dan menangis.
K. Pola Keyakinan dan Nilai
Orang tua pasien mengatakan agama yang anut agama hindu, orang tua
percaya pasien akan cepat sembuh di bantu oleh tuhan

VI. PENGAWASAN KESEHATAN


Bila sehat diawasi di tidak/ya di puskemas, dokter, dll Bila sakit minta
pertolongan kepada : Pelayanan Kesehatan ( Puskesmas atau klinik
Kunjungan ke Posyandu : Rutin 1 bulan sekali
Pengawasan anak dirumah : Anak di rumah bersama ibu dan anaknya.

VII. PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA

No Jenis Penyakit Akut/Kronis Umur Lamanya Pertolongan


/Menular/tidak saat sakit

1. Batuk , pilek Akut 4 Th 4 hari Dokter

VIII. KESEHATAN LINGKUNGAN


Keluarga pasien mengatakan lingkungan sekitar rumahnya bersih.

26
IX. PEMERIKSAAN FISIK

A. Kesan umum (kebersihan, pergerakan, penampilan/postur/bentuk tubuh,


termasuk status gizi) : Pasien tampak lemas
B. Kesadaran : Compos Mentis
C. Tanda-tanda vital :
1. Suhu =
2. Nadi =
3. Pernafasan =
4. Tekanan darah =

D. Kepala :
Bentuk kepala Mesochepale, warna rambut hitam, tidak ada luka, benjolan
ataupun hematum
E. Mata :
Tidak cowong, tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, pupil
isokor
F. Hidung :
Tidak ada sekret, tidak ada pergerakkan cuping hidung.
G. Telinga
Tidak ada pemakaian alat bantu dengar, tidak ada sekret ,
tidak ada cairan darah
H. Mulut:
Mukosa bibir kering, mulut bersih.
I. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran
vena jugularis
J. Thoraks
Bentuk dada simetris, irama pernapasan reguler, suara napas
vesikuler, tidak adanya nyeri dada.
K. Jantung
Tidak ada pembesaran, suara jantung : lub dub S1S2 normal,
tidak ada murmur
L. Abdomen :
Tidak ada pembesaran organ bising usus : 38 kali/menit
M. Ekstremitas :
Tidak ada kelainan bentuk, tidak ada edema
N. Genetalia dan anus :
Genetalia dan anus ada, kebersihan baik
O. Neurologi :
a. Nervus I-XII : normal tidak ada kelainan
b. Tanda-tanda perangsangan selaput otak ( kaku kuduk, kernig sign, reflek
babinzinki) : normal
P. Antropometri (ukuran pertumbuhan)
1. BB : 15 Kg
2. TB = 100 cm
3. Lingkar kepala = 55 cm
4. Lingkar dada = 53 cm
5. Lingkar lengan = 18 cm

X. PEMERIKSAAN
PENUNJANG

(Laboratorium, Foto Rontgen, CT scan,


USG,EEG,ECG)

XI. TERAPI SAAT INI (Tulis dengan


rinci)

- IVFD Futrolit
- Anbacim 3 x 500 mg
- Pct Flash 3 x 150 mg
- Ambroxol 3 x 1 cth

28
XII. ANALISA DATA
TGL/JAM DATA FOKUS INTERPRETASI/PENYEBAB MASALAH
Senin Kuman salmonella Thypii Hipertermi
9/9/19

DS :
Masuk tubuh melalui mulut
Ibu mengatakan pasien
bersama makanan dan
demam, lemas, dan pusing minuman
disertai pilek.
Masuk sampai ke usus halus
DO :
Pasien tampak lemah, Bakteri mengadakan
multiplikasi di usus
demam dan tampak gelisah
TD : 110/70 mmhg
Masuk keperedaran darah
S : 39,6 O C
N : 98 x/menit
Demam (panas, muka merah,
RR : 20x/menit
kulit terasa kering)

Hipertermi

Senin DS : Kuman salmonella Thypii Intoleransi


9/9/19 Aktivitas
Orang Tua pasien
mengatakan pasien lemas, Masuk ke tubuh melalui
mulut bersama makan dan
hanya tidur seharian di
minuman
tempat tidur, aktivitas
dibantu
Masuk sampai ke usus halus

DO :
Bakteri mengadakan
Pasien tampak lemah, multiplikasi di usus
tampak terbaring di tempat
tidur,tampak aktivitas di Gejala mual, muntah nafsu
makan menurun
bantu oleh keluarganya.

Suplai tidak adekuat


Lemah, lesu, aktivitas dibantu

Intoleransi Aktivitas

30
XIII. DIAGNOSIS KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS

NO TANGGAL DIAGNOSIS KEPERAWATAN


MUNCUL
1. Senin Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
9/9/19

2. Senin Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan tirah baring


9/9/19
No. Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Hipertermi SLKI : SIKI :
Definisi Setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen Hipertermia
Suhu tubuh meningkat diatas selama…X 24 jam diharapkan status Observasi :
rentang normal tubuh pernafasan pasien normal dengan kriteria 4. Indentfikasi penyebab hipertermi
Penyebab hasil : 5. Monitor suhu tubuh
9. Dehidrasi Termoregulasi 6. Monitor kadar elektrolit
10. Terpapar lingkungan panas 6. Menggigil menurun
11. Proses penyakit (mis, infeksi, 7. Kulit merah menurun Terapeutik
kanker) 8. Kejang menurun 5. Sediakan lingkungan yang dingin
12. Ketidaksesuaian pakaian 9. Suhu tubuh membaik 6. Longgarkan atau lepaskan pakaian
dengan suhu lingkungan 7. Berikan cairan oral
10. Suhu kulit membaik
13. Peningkatan laju metabolisme 8. Lakukan pendinginan eksternal
14. Respon trauma (mis, selimut hipotermi atau
15. Aktivitas berlebihan kompres dingin pada dahi, leher,
16. Penggunaan incubator dada, abdomen, aksila)

Gejala dan tanda Mayor Edukasi


Subjektif 2. Anjurkan tirah baring

Objektif : Kolaborasi
2. Suhu tubuh diatas nilai 2. Kolaborasi pemberian cairan dan
normal elektrolit intravena, jika perlu

Gejala dan tanda minor


Subjektif

Objektif
6. Kulit merah
7. Kejang
8. Takikardi
9. Takipnea

32
10. Kulit terasa hangat

2. Intorelansi Aktivitas SLKI : SIKI :


Definisi : Toleransi Aktivitas Manajemen Energi :
Ketidakcukupan energy untuk 11. Frekuensi nadi menurun Observasi :
melakukan aktivitas sehari-hari 12. Kemudahan melakukan aktivias 5. Indetifikasi gangguan fungsi tubuh
sehari-hari meningkat yang mengakibatkan kelelahan
Penyebab : 13. Kekuatan tubuh bagian atas 6. Monitor kelelahan fisik dan
6. Ketidakseimbangan antara meningkat emosional
suplai dan kebutuhan 14. Kekuatan tubuh bagian atas 7. Monitor pola dan jam tidur
oksigen meningkat 8. Monitor lokasi dan
7. Tirah baring 15. Keluhan lelah menurun ketidaknyamanan selama
8. Kelemahan 16. Dyspnea saat aktivitas menurun melakukan aktivitas
9. Imobilitas 17. Dyspnea setelah aktivitas menurun Terapeutik :
10. Gaya hidup monoton 18. Perasaan lemah menurun 5. Sediakan lingkungan nyaman dan
19. Warna kulit membaik rendah stimulus (mis,cahaya,suara,
Gejala dan tanda mayor 20. Frekuensi nafas membaik kunjungan)
Subjektif : 6. Lakukam latihan rentang gerak
Mengeluh lelah pasif dan/atau aktif
7. Berikan aktiivitas distraksi yang
Objektif : menenangkan
2. Frekuensi jantung 8. Fasilitasi duduk disisi tempat tidur,
meningkat >20% dari jika tidak dapat berpindah atau
kondisi istirahat berjalan
Edukasi :
Gejala dan tanda minor 4. Anjurkan tirah baring
Subjektif : 5. Anjurkan melakukan aktivitas
4. Dispnea saat/setelah secara bertahap
aktivitas 6. Ajarkan strategi untuk mengurangi
5. Merasa tidak nyaman kelelahan
setelah beraktivitas Kolaborasi
6. Merasa lemah 2. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan
Objektif : makanan.
5. Tekanan darah berubah >20
% dari kondisi istirahat
6. Gambaran EKG
menunjukkan aritmia saat/
setelah aktivitas
7. Gambaran EKG
menunjukkan iskemia
8. Sianosis

3 Nyeri Akut SLKI : SIKI :


Definisi Tingkat Nyeri : Manajemen Nyeri :
Pengalaman sensorik atau 12. Keluhan nyeri menurun Observasi :
emosional yang berkaitan dengan 13. Meringis menurun 5. Identifikasi lokasi, karakterikstik,
kerusakan jaringan actual atau 14. Gelisah menurun durasi, frekuensi, kualitas,
fungsional. 15. Kesulitan tidur intensitas nyeri
16. Muntah menurun 6. Indentifiaksi skala nyeri
Penyebab : 17. Mual menurun 7. Indentifikasi nyeri non verbal
4. Agen pencedera fisiologis 18. Frekuensi nadi membaik 8. Indentifikasi faktor yang
(mis.inflamasi, 19. Pola napas membaik memperberat dan memperingan
iskemia,neoplasma) 20. Tekanan darah membaik nyeri
5. Agen pencedera kimiawi 21. Nafsu makan membaik
(mis. Terbakar, bahan kimia 22. Pola tidur membaik Terapeutik :
iritan ) 3. Berikan tehnik nonfarmaklogis
6. Agen pencedera fisik ( mis. untuk mengurangi rasa nyeri
Abses, amputasi, terbakar, 4. Fasilitasi istirahat dan tidur.
terpotong, mengangkat
berat, prosedur operasi, Edukasi :
trauma, latihan fisik 3. Anjurkan memonitor nyeri secara
berlebihan). mandiiri
4. Jelaskan stratetgi meredakan nyeri

34
Gejala dab Tanda Mayor Kolaborasi :
Subjektif 2. Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu.

Objektif :
6. Tampak meringis
7. Bersikap protektif (mis,
waspada posisi
menghindari nyeri )
8. Gelisah
9. Frekuensi nadi meningkat
10. Sulit tidur

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif :

Objektif :
8. Tekanan darah meningkat
9. Pola napas berubah
10. Nafsu makan berubah
11. Proses berfikir tertanggu
12. Menarik diri
13. Berfokus pada diri sendiri
14. Diaforesis
36
CATATAN KEPERAWATAN/IMPLEMENTASI

/ NO.
NO TANGGAL NAMA
JAM IMPLEMENTASI EVALUASI / TTD
DX
1 Senin 1 Mengkaji KU pasien Ds :
15. 10 Orang tua pasien
Wita mengatakan pasien
demam dan lemas nafsu
makan berkurang

DO :
Pasien tampak lemah,
dan tampak demam.

15.15 1 Memonitor vital sign DS:


wita Orang tua pasien
mengatakan px lemas

DO:
Pasien tampak lemah,
TD : 110/70 mmHg
N : 98 x/menit
S : 39,8 OC
RR : 20x/menit

16. 30 1 Melakukan pemberian obat DS :


Wita secara delegatif Orang tua pasien
Futrolit 16 tpm mengatakan bersedia
Anbacim 3x 500 mg
PCT flash 3 x 150 mg DO:
Tampak obat sudah
masuk per IV tidak ada
tanda alergi.

17.10 1 Memberikan kompres hangat DS:


Wita Orang tua pasien
mengatakan bersedia
untuk memberikan
kompres hangat.

DO :
Pasien tampak di
kompres hangat di dahi,
ketiak, selangkan.
18. 15 1 Memonitor suhu tubuh DS :
Wita pasien Orang tua pasien
mengatakan pasien
masih merasa demam

DO :
Pasien tampak gelisah,
S : 38,7OC

19.30 1 Menganjurkan tirah baring DS:


Wita Orang tua pasien
mengatakan pasien
masih gelisah

DO:
Pasien tampak gelisah

20.00 1,2 Menyediakan lingkungan DS :


Wita yang nyaman dan Orang tua pasien
memberikan posisi yang mengatakan pasien
nyaman dan melakukan sudah nyaman dengan
pendelegasian tugas kepada posisinya dan nyaman
perawat jaga sore dengan di dampingi
orang tuanya.
2
10/9/19 2 Mengkaji KU pasien DS :
08.10 Orang tua pasien
Wita mengatakan demam
agak masih di rasakan
nafsu makan membaik.

DO :
Pasien tampak lemah
dan tampak gelisah

08.40 2 Memonitor vital sign DS :


Wita Orang tua pasien
mengatakan pasien
masih lemas

DO : Pasien tampak
lemah
TD : 110/70 mmHg
N : 80 x/menit
S : 38,1oC
RR : 20x/menit

38
09.30 2 Memberikan kompres hangat DS:
Wita Orang tua pasien
mengatakan bersedia
memberi kompres
hangat

DO :
Pasien tampak gelisah
dan demam

10.12 2 Melakukan pemberian obat DS : Orang tua pasien


Wita secara delegatif mengatakan px bersedia
Anbacim 3x500 mg
Pct flash 3x150 mg DO :
Tampak obat sudah
masuk per IV , tidak ada
tanda alergi

11.25 2 Menyediakan lingkungan DS :


Wita yang nyaman Orang tua pasien
mengatakan pasien
sudah nyaman

DO :
Pasien tampak nyaman

12.11 2 Menganjurkan tirah baring DS:


Wita Orang tua pasien pasien
nyaman tidur dengan
ibunya

DO :
Tampak pasien tertidur
dengan nyaman di
samping ibunya

14. 45 2 Menganjurkan melakukan DS:


Wita aktivitas secara bertahap dan Orang tua pasien
melakukan pendelegasian mengatakan pasien agak
tugas kepada perawat jaga lemas untuk beraktivitas
sore
DO :
Tampak pasien lemah,
aktivitas terbatas.
Rabu 1 Melakukan pengkajian KU DS:
11/9/19 pasien Orang tua pasien
14. 00 mengatakan demam
wita pasien sudah menurun
nafsu makan membaik
DO :
Tampak pasien sudah
tidak geelisah, tampak
lebihh ceria dan nafsu
makan meningkat
2
14.35 Menganjurkan melakukan DS :
Wita aktivitas secara bertahap Orang tua pasien
mengatakan pasien
sudah mampu
melakukan aktivitas di
sekitar ruangan anggrek

DO :
Pasien tampak lebih
aktif

15.25 1 Memonitor Vital sign DS :


Wita Orang tua pasien
mengatakan pasien lebih
aktif

DO :
TD : 110/70 mmHg
N: 80x/menit
S: 36,1oC
R : 20 x/menit

2
16.30 Melakukan pemeberian obat DS :
Wita secara delegatif Orang tua pasien
Anbacim 3x500mg mengatakan pasien
Dexamethasone 3x2,5mg sudah tidak pusing dan
lebih aktif

DO :
Pasien tampak aktif dan
tampak lebih sehat

40
17.15 Menyediakan lingkungan DS :
Wita dan memberikan posisi yang Orang tua pasien
nyaman mengatakan pasien
nyaman

DO:
Pasien tampak nyaman
2
18.45 Menganjurkan melakukan DS :
Wita aktivitas secara bertahap Orang tua pasien
mengatakan pasien
mulai aktif

DO :
Pasien tampak aktif
2
20.00 Menganjurkan tirah baring DS :
Wita Orang tua pasien
mengatakan pasien
nyaman tidur di samping
ibunya

DO:
Pasien tampak nyaman.
42
XIV. EVALUASI
NO TANGGAL DIAGNOSIS EVALUASI (SOAP) NAMA /
KEPERAWATAN TTD
Rabu Hipertermi S : Orang tua pasien mengatakan
1
11/9/19 demam sudah turun, nafsu
20.20 makan membaik
Wita
O : Pasien tampak mulai tenang
TD : 110/70 mmHg
N : 80 x/menit
R : 20x/menit
S: 36,1oC

A : Hipertermi

P : Pertahankan kondisi pasien

2 11/9/19 Intoleransi Aktivitas S : Orang tua pasien mengatakan


pasien sudah bisa beraktiivitas
semampunya diatas tempat
tidur.

O : Pasien tampak aktif, tampak


sudah mampu beraktivitas di
sekitar ruangan

A : Intoleransi Aktivitas

P : Pertahankan Kondisi
44
BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil studi kasus asuhan keperawatan yang di lakukan pada An.

SD dengan Thypoid di Ruang Anggrek dari tanggal 9 sampai dengan 11

September 2019 dalam bab ini penulis akan membahas kesenjangan antara teori

dan kenyataan yang diperoleh sebagai hasil pelaksanaan studi kasus. Penulis juga

akan membahas kesulitan yang di temukan dalam memberikan asuhan

keperawatan terhadap An.SD. Dalam penyusunan asuhan keperawatan ini kami

merencanakan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa,

perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dengan uraian sebagai berikut :

A. Diagnosa Keperawatan

Tanda-tanda yang dikenali pada awal proses diagnostik dapat dipahami

hanya jika ada penjelasan yang masuk akal untuk tanda-tanda tersebut dengan

konteks suatu situasi, ini adalah proses berpikir aktif ketika perawat

mengeksplorasi pengetahuan dalam memorinya untuk mendapatkan kemungkinan

penjelasan data (SDKI 2018).


Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon individu,

keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, dimana

berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat secara akuntabilitas dapat

mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga,

menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah status kesehatan klien

(Herdman, 2012).

1. Diagnosa Keperawatan yang muncul


a. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
Hipertermi merupakan suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh

(SDKI, 2018).
Diagnosa tersebut ditegakkan bila ada data mayor yang mendukung, yaitu

Suhu tubuh diatas nilai normal. Alasan diagnosa tersebut diangkat karena saat

pengkajian didapatkan data objektif, yaitu kulit terasa hangat, S : 39,6oC.


Diagnosa tersebut penulis prioritaskan karena keluhan yang dirasakan

pasien saat itu. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit di tandai dengan

suhu tubuh meningkat


Diagnosa tersebut dapat ditegakkan bila ada data objektif meliputi adanya

suhu tubuh meningkat S: 39,6oC. Alasan diagnose tersebut diangkat karena

ditemukan data-data yang mendukung secara objektif yaitu pasien nampak

gelisah, nampak demam S : 3 9,6oC, Kulit terasa hangat, terpasang infus IVFD

Futrolit 16 tpm dan pasien nampak lemah.


b. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan tirah baring

Intoleransi aktivitas merupakan ketidakcukupan energy untuk melakukan

aktivitas sehari –hari (SDKI, 2018).

Diagnosa tersebut dapat ditegakan jika ada Alasan diagnosa tersebut di

angkat karena ditemukan faktor-faktor resiko yang mendukung secara obyektik

dengan adanya hasil frekuensi jantung meningkat > 20% dari kondisi istirahat.

Diagnosa tersebut penulis prioritaskan sebagai diagnosa kedua karena

pasien mengalami kelemahan saat beraktivitas. Masalah ini dapat diminimalkan

dengan menganjurkan tirah baring.

Implementasi

a. Hipertermi b/d proses penyakit d/d suhu tubuh diatas nilai normal
Tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnosa ini adalah

mengidentifikasi penyebab hipertermi, memonitor suhu tubuh, memonitor kadar

elektrolit, menyediakan lingkungan yang nyaman longgarkan/lepaskan pakaian,

46
melakukan pendinginan eksternal/ kompres, menganjurkan tirah baring,

mengkolaborasi pemberian cairan obat dan elektrolit.

b. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan tirah baring


Tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnosa ini adalah mengidentifikasi

gangguan funsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan, memonitor kelelahan fisik

dan emosional, memonitor lokasi dan ketidaknyamanan selam melakukan

aktivitas, menyediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus, memberikan

aktivitas distraksi yang menenangkan, menganjurkan tirah baring , menganjurkan

melakukan aktivitas secara betahap.

Evaluasi

1. Hipertermi b/d proses penyakit d/d suhu tubuh diatas nilai normal

Kriteria hasil untuk diagnosa Hipertermi adalah menggil menurun, kulit

merah menurun, suhu tubuh membaik, suhu kulit membaik.

Setelah diberikan asuhan keperawatan diperoleh hasil subjektif keluarga

mengatakan demam pada anaknya sudah turun. Dari data subjektif dan objektif

tersebut dapat disimpulkan bahwa diagnosa Hipertermi sudah teratasi dan perlu

mempertahankan kondisi pasien.

2. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan tirah baring

Kriteria hasil diagnosa intoleransi aktivitas adalah frekuensi nadi menurun,

kemudahan melakukan aktivitas sehari-hari meningkat, keluhan lelah menurun,

perasaan lemah menurun, warna kulit membaik. Setelah diberikan asuhan

keperawatan diproleh hasil subjektif aktivitas anaknya meningkat pasien mulai

aktif dan sudah bias beraktivitas di ruangann. Dari data tersebut dapat

disimpulkan bahwa diagnosa intoleransi aktivitas sudah teratasi dan perlu untuk
mempertahankan kondisinya.

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Adanya demam typhoid dapat dicegah dengan melakukan rutinitas cuci

tangan setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau

mempersiapkan makanan, hindari minum susu mentah (yang belum

dipasteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan

48
hindari makanan pedas dengan kata lain lebih fokus ke perbaikan sanitasi

lingkungan masyarakat sekitar. Memperbaiki kebersihan sanitasi

lingkungan merupakan usaha yang sangat mendasar, komplit, melibatkan

banyak pihak dan sektor, serta merupakan bagian terpenting dalam upaya

pembangunan kesehatan masyarakat.


B. Saran
Dengan memutus rantai penularan diharapkan dapat memutus rantai

penularan penyakit, diantaranya penularan Typhoid. Pengendalian upaya

pencegahan demam Typhoid yang buruk akan menimbulkan masalah

lanjutan diantaranya adalah kejang demam.

DAFTAR PUSTAKA

Abraham, Ilham. 2012. Laporan Pendahuluan Demam Typhoid. (Online)


Available: https://www.academia.edu/5497287/Lp-demam-typhoid3
(Diakses pada tanggal 3 April 2017)

Ahmad, S., Banu, F., Kanodia, P., Bora, R., Ranhotra, A., 2016. Evaluation
Of Clinical and Laboratory Profile of Typhoid Fever in Nepalese Children
A Hospital - Based Study. International Journal of Medical Pediatrics and
Oncology, Vol 2(2), pp. 60-66.

Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Typhoid. Dalam


Pediatrics Update. Cetakan pertama. 2003. Jakarta ;Ikatan Dokter
Anak Indonesia
Behrman, R.E., Nelson and Kliegman. 2004. Ilmu Kesehatan Anak Nelson.
Jakarta: EGC.

Date, K. A., Bentsi-Enchill, A., Fox, K. K., Abeysinghe, N., Mintz, E. D.,
Khan, M. I., Sahastrabuddhe, S., Hyde, T. B., 2014. Typhoid Fever
Surveillance and Vaccine Use South-East Asia and Western Pacific
Regions, 2009 - 2013. morbidity and mortality week report, Vol 63(2), pp.
855-860.

Depkes RI, 2008. Laporan Nasional RISKESDAS 2007.


http://www.depkes.go.id

Donna l.wong, dkk. 2002 .buku ajar leperawatan pediatrik ed 6. Jakarta :


egc

Filio, M., Gregory, T., Marianna, K. & George , A., 2013. Mary Mallon
(1869 -1938) and The History of Typhoid Fever. Annals Of
Gastroenterology, Vol 26, pp. 1-3.

Hidayat AA, (2006), Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, (Edisi 2), Jakarta,
Salemba Medika.

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 365/ MENKES /SK/V/2006 tentang


Pedoman Pengendalian Demam Typhoid.

Lastry, Sulastry.2015.Asuhan Keperawatan Demam Typhoid. (Online)


Available:https://www.academia.edu/5761535/Askep_demam_typhoid
(diakses pada tanggal 3 April 2017)

Ochiai, R., Acosta, C. J., Baiqing, D., Bhutta, Z. A., Clemens, J. D., Farrar,
J., 2008. A Study of Typhoid Fever in Five Asian Countries:
Disease Burden and Implications for Control. bulletin of the world
organization, Vol 86(4), pp. 260-68.

Padila.2013.Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam.Yogyakarta : Nuha


Medika

Parry C.M., Hien T.T., Dougan G. (2011). Typhoid fever. N Engl J Med,
347(22): 1770-82.

Price, SA. 2000. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih

50
Rampengan, T.H. 2008. Penyakit Infeksi Trofik pada Anak: Edisi. 2. EGC.
Jakarta.
Retnosari & Tumbelaka A. R. (2000). Pendekatan Diagnostik Serologik dan
Pelacak Antigen Salmonella Typhi. Sari Pediatri, 2, 90-95.

S.Poorwo Soedarmo, Sumarmo. 2008. Buku Ajar Ilmu Penyakit Anak.


Jakarta.

Saifuddin, (2006), Anatomi Fisilogi Untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi


3, Jakarta : EGC.

Soedarmo, S.S.P., Garna, H. & Hadinegoro, S.R., 2015. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Anak : Infeksi & Penyakit Tropis, Edisi II Hal 338-345.
IDAI: Jakarta.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia (Definisi dan Indikator Diagnostik). Jakarta Selatan: DPP
PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia (Definisi dan Tindakan Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP
PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP
PPNI

Valman Bernad. 2006. Gangguan & Penyakit Yang Sering Menyerang Anak
Serta Cara Mengatasinya: Edisi pertama. Yogyakarta.
Widodo Darmowandoyo. Demam Typhoid. Dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Anak Infeksi dan Penyakit Tropis.Edisi pertama. 2002.
Jakarta ;Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI
Widodo, D., 2015. Demam Typhoid. In: Siti, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. 6th ed. Jakarta: Interna Publishing, pp. 549-558.

Anda mungkin juga menyukai