Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

FARINGITIS

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Pendidikan Profesi Dokter


Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing :
Dr. Dony Hartanto, Sp.THT-KL., M.Kes
dr. Nurmala Shofiati, Sp. THT-KL

Diajukan Oleh :

Rizal Arkan P, S.Ked J510185069


Rifda El Mahroos, S.Ked J510185041
Nurfarida Riza Umami, S.Ked J510185009

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG


TENGGOROK-KEPALA LEHER
RSUD Ir. SOEKARNO SUKOHARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
REFERAT
FARINGITIS

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Pendidikan Profesi Dokter


Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Diajukan Oleh :

Rizal Arkan P, S.Ked J510185069


Rifda El Mahroos, S.Ked J510185041
Nurfarida Riza Umami, S.Ked J510185009

Telah dipresentasikan, disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan


Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Pembimbing :
dr. Donny Hartanto, Sp. THT-KL, M. Kes (........................................)

dr. Nurmala Shofiati, Sp. THT-KL (........................................)


BAB I
PENDAHULUAN

Faringitis adalah peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh


virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin, dan lain-lain.1 Faringitis
merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui percikan saliva.2
Setiap tahunnya ± 40 juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan
karena faringitis. Anak-anak dan orang dewasa umumnya mengalami 3−5 kali
infeksi virus pada saluran pernafasan atas termasuk faringitis.3
Sebagian besar faringitis akut disebabkan oleh virus dan hanya 5-15% kasus
dewasa disebabkan oleh Streptococcus beta hemoliyicus Grup A (GABHS).
Penyakit ini bersifat self limitting pada orang dewasa yang immunocompetent. Hal
ini sangat penting untuk diidentifikasi.4
Infeksi GABHS adalah satu-satunya jenis faringitis akut di mana
penggunaan antibiotik dianjurkan untuk mencegah keparahan penyakit dan
mencegah komplikasi supuratif. Center for disease control and prevention (CDC)
menciptakan pedoman penggunaan antibiotik yang tepat pada upper respiratory
tract infections (URTI) orang dewasa. Pedoman ini diterbitkan pada tahun 2001 dan
didukung oleh American academy of family physicians, the American college of
physicians-american society of internal medicine, dan the infectious diseases
society of America. Akan tetapi, ada bukti bahwa banyak profesional kesehatan
tidak mengikuti pedoman ini.4
Sulit untuk membedakan faringitis Streptococcus secara klinis dari faringitis
non-Streptococcus. Oleh sebab itu, penting bagi klinisi untuk memahami perbedaan
manifestasi klinis dari berbagai penyebab faringitis agar penatalaksanaannya
disesuaikan dengan penyebabnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI FARING
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti
corong, yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Kantong ini mulai
dari dasar tengkorak terus menyambung ke esofagus setinggi vertebra servikal
ke-6. Faring terbagi atas nasofaring, orofaring, dan laringofaring (hipofaring).1
Unsur-unsur faring meliputi:
1. Mukosa
Bentuk mukosa faring bervariasi, tergantung pada letaknya. Pada nasofaring
karena fungsinya untuk saluran respirasi, maka mukosanya bersilia, sedang
epitelnya torak berlapis yang mengandung sel goblet. Di bagian bawahnya,
yaitu orofaring dan laringofaring, karena fungsinya untuk saluran cerna,
epitelnya gepeng berlapis dan tidak bersilia. 1
2. Palut lendir (mukosa blanket)
Daerah nasofaring dilalui udara pernapasan yang dihisap melalui hidung. Di
bagian atas, nasofaring ditutupi oleh palut lendir yang terletak di atas silia
dan bergerak sesuai dengan arah geraj silia ke belakang. Palut lendir ini
berfungsi untuk menangkap partikel kotoran yang terbawa oleh udara yang
diisap. Palut lendir ini mengandung enzim lyzozyme yang penting untuk
proteksi. 1
3. Otot
Otot-otot faring terdiri atas:
a. Lapisan melingkar (sirkular) terdiri atas m.konstriktor faring superior,
media, dan inferior. Otot-otot ini terletak di sebelah luar. Kerja otot
konstriktor untuk mengecilkan lumen faring. Otot-otot ini dipersarafi
oleh n.vagus (n.X). 1
b. Lapisan memanjang (longitudinal) terdiri atas m.stilofaring dan
m.palatofaring. letak otot-otot ini sebelah dalam. Kedua otot ini bekerja
sebagai elevator dan penting pada waktu menelan makanan.
M.stilofaring dipersarafi oleh n.IX sedangkan m.palatofaring dipersarafi
oleh n.X. 1

B. DEFINISI FARINGITIS
Faringitis adalah peradanagn dinding faring yang dapat disebabkan oleh
virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin, dan lain-lain.1 Anak-
anak dan orang dewasa umumnya mengalami 3-5 kali infeksi virus pada saluran
pernafasan atas termasuk faringitis setiap tahunnya.5
Faringitis adalah peradangan faring- kata tersebut berasal dari kata
Yunani faring yang berarti "tenggorokan" dan akhiran-it berarti "peradangan".
Dalam kebanyakan kasus itu cukup menyakitkan dan itu adalah penyebab paling
umum sakit tenggorokan. Jika peradangan juga diikuti tonsilitis, biasa disebut
faringotonsilitis. Subklasifikasi lain adalah nasofaringitis (flu biasa).6

C. EPIDEMIOLOGI FARINGITIS
Setiap tahunnya ± 40 juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan
karena faringitis. Anak-anak dan orang dewasa umumnya mengalami 3−5 kali
infeksi virus pada saluran pernafasan atas termasuk faringitis. Frekuensi
munculnya faringitis lebih sering pada populasi anak-anak. Kira-kira 15−30%
kasus faringitis pada anak-anak usia sekolah dan 10% kasus faringitis pada orang
dewasa. Biasanya terjadi pada musim dingin yaitu akibat dari infeksi
Streptococcus ß hemolyticus group A. Faringitis jarang terjadi pada anak-anak
kurang dari tiga tahun.3

D. KLASIFIKASI FARINGITIS1,4,6
1. Faringitis Akut
a. Faringitis Viral
Faringitis virus dapat disebabkan oleh rinovirus, adenovirus,
Epstein Barr Virus (EBV), virus influenza, coxsachievirus,
cytomegalovirus, dan lain-lain. Pada adenovirus juga menimbulkan gejala
konjungtivitis terutama pada anak. Rinovirus menimbulkan gejala rinitis
dan beberapa hari kemudian akan menimbulkan faringitis.
b. Faringitis Bakterial
Infeksi grup A stereptokokus beta hemolitikus merupakan
penyebab faringitis akut pada orang dewasa (15%) dan pada anak (30%).
Infeksi GABHS adalah satu-satunya jenis faringitis akut di mana
penggunaan antibiotik dianjurkan untuk mencegah keparahan penyakit
dan mencegah komplikasi supuratif. Sulit untuk membedakan faringitis
Streptococcus secara klinis dari faringitis non-Streptococcus. Faringitis
akibat infeksi bakteri streptokokkus group A dapat diperkirakan dengan
menggunakan Centor criteria, yaitu :
1) Demam
2) Anterior Cervical lymphadenopathy
3) Eksudat tonsil
4) Tidak ada batuk
Tiap kriteria ini bila dijumpai di beri skor 1. Bila skor 0-1 maka
pasien tidak mengalami faringitis akibat infeksi streptokokkus group A,
bila skor 1-3 maka pasien memiliki kemungkian 40% terinfeksi
streptokokkus group A dan bila skor 4 pasien memiliki kemungkinan 50%
terinfeksi streptokokkus group A.
c. Faringitis Fungal
Candida dapat tumbuh di mukosa rongga mulut dan faring. Gejala
dan tanda biasanya terdapat keluhan nyeri tenggorok dan nyeri menelan.
Pada pemeriksaan tampak plak putih di orofaring dan mukosa faring
lainnya hiperemis. Pembiakan jamur ini dilakukan dalam agar sabouroud
dextrosa.
d. Faringitis Gonorea
Hanya terdapat pada pasien yang melakukan kontak orogenital.
2. Faringitis Kronik
a. Faringitis Kronik Hiperplastik
Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa
dinding posterior faring. Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring
dan lateral hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior
tidak rata, bergranular. Gejala dan tanda biasanya pasien mengeluh mula-
mula tenggorok kering dan gatal dan akhirnya batuk yang berdahak.
b. Faringitis Kronik Atrofi
Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis
atrofi. Pada rhinitis atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta
kelembapannya sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada
faring.
3. Faringitis Spesifik
a. Faringitis Tuberkulosis
Faringitis tuberkulosa merupakan proses sekunder dari
tuberkulosis paru. Cara infeksi eksogen yaitu kontak dengan sputum yang
mengandung kuman atau inhalasi kuman melalui udara. Cara infeksi
endogen yaitu penyebaran melalui darah pada tuberkulosis miliaris. Bila
infeksi timbul secara hematogen maka tonsil dapat terkena pada kedua sisi
dan lesi sering ditemukan pada dinding posterior faring, arkus faring
anterior, dinding lateral hipofaring, palatum mole dan palatum durum.
Kelenjar regional leher membengkak, saat ini penyebaraan secara
limfogen.
b. Faringitis Luetika
Treponema palidum dapat menimbulkan infeksi di daerah faring,
seperti juga penyakit lues di organ lain. Gambaran klinik tergantung
stadium penyakitnya.

E. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO FARINGITIS


Faringitis dapat menular melalui udara yaitu melalui percikan
saliva/ludah dari orang yang menderita faringitis akut. Infeksi biasanya
disebabkan oleh virusa dan bakteri, dipermudah dengan adanya rangsangan,
seperti asap, uap, dan zat kimia. Biasanya penyakit ini didahului oleh virus. Jenis
virus yang menyebabkan faringitis yaitu: Virus yaitu Rhinovirus, Adenovirus,
Parainfluenza, Coxsackievirus, Epstein –Barr virus, Herpes virus.2
Bakteri penyebab faringitis akut 25% disebabkan oleh bakteri grup A
stereptokokus beta hemolitikus. Selain itu dapat juga disebabkan oleh bakteri
streptokokus non hemolitikus, pneumokokus, basil influenza, stafillococcus,
diphteroid. Selain itu, faringitis juga dapat disebabkan oleh infeksi fungal
terutama candida yang biasanya dialami oleh pasien immunokompremis.2
Infeksi faringitis dipengaruh juga oleh adanya faktor risiko, seperti usia
3-14 tahun, konsumsi makanan yang dapat mengiritasi faring, udara yang dingin,
turunnya daya tahan tubuh, konsumsi makanan yang kurang gizi, dan iritasi
kronik akibat rokok, konsumsi alkohol, makanan, refluks asam lambung, dan
inhalasi uap yang merangsang mukosa faring.5,7
F. PATOFISIOLOGI
Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat
secara langsung menginvasi mukosa faring dan akan menyebabkan respon
inflamasi lokal. Kuman akan menginfiltrasi lapisan epitel, lalu akan mengikis
epitel sehingga jaringan limfoid superfisial bereaksi dan akan terjadi
pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada
stadium awal pembuluh darah faring akan melebar sehingga akan terjadi
hiperemis, kemudian terjadi edema dan sekresi meningkat. Pada awalnya
eksudat bersifat serosa tapi menjadi menebal atau berbentuk mucus dan
kemudian cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring.
Bentuk sumbatan yang berwarna kuning, putih atau abu-abu akan didapatkan di
dalam folikel atau jaringan limfoid. Tampak folikel limfoid dan bercak-bercak
pada dinding faring posterior atau terletak lebih ke lateral akan menjadi
meradang dan membengkak. Virus-virus seperti Rhinovirus dan Coronavirus
dapat menyebabkan iritasi sekunder pada mukosa faring akibat sekresi nasal.8,9
Infeksi streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan
pelepasan extracelullar toxins dan protease yang dapat menyebabkan kerusakan
jaringan yang hebat. Bakteri ini memiliki protein M, yaitu faktor virulensi kuat
yang menghambat fagositosis bakteri. Fragmen protein M dari Streptococcus ß
hemolyticus group A memiliki struktur yang sama dengan sarkolema pada
miokard dan dihubungkan dengan demam reumatik dan kerusakan katub
jantung. Selain itu juga dapat menyebabkan glomerulonefritis akut karena fungsi
glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi. Selain
itu, bakteri ini juga memiliki kapsul asam hialuronat yang meningkatkan
kemampuannya untuk menyerang jaringan. Beberapa eksotoksin dan dua
hemolisin (Streptolysin S dan Streptolysin O) semakin meningkatkan virulensi
GABHS.8,9

Gambar 1. Patofisiologi Faringitis8,9

G. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Anamnesis harus sesuai dengan mikroorganisme yang menginfeksi.
Secara garis besar pasien faringitis mengeluhkan lemas, anorexia, demam,
suara serak, kaku dan sakit pada otot leher. Gejala khas berdasarkan jenis
mikroorganisme, yaitu:1,11
a. Faringitis viral, umumnya oleh Rhinovirus diawali dengan gejala
rhinitis dan beberapa hari kemudian timbul faringitis. Gejala lain
demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorok, dan sulit menelan.
Dapat disertai dengan keluhan konjungtivitis (infeksi adenovirus
terutama pada anak.
b. Faringitis bakterial, biasanya pasien mengeluhkan nyeri kepala hebat,
muntah, kadang disertai demam dengan suhu yang tinggi dan jarang
disertai batuk.
c. Faringitis fungal, terutama nyeri tenggorok dan nyeri menelan.
d. Faringitis kronik hiperplastik, mula-mula tenggorok kering, gatal dan
akhirnya batuk yang berdahak.
e. Faringitis kronik atrofi, umumnya tenggorokan kering dan tebal serta
mulut berbau.
f. Faringitis tuberkulosis, biasanya nyeri hebat pada faring dan tidak
berespon dengan pengobatan bakterial non spesifik.
g. Apabila dicurigai faringitis gonorea atau faringitis luetika, ditanyakan
riwayat hubungan seksual pasien.
2. Pemeriksaan fisik1,11
a. Faringitis viral, pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis.
Virus influenza, coxsachievirus, cytomegalovirus tidak menghasilkan
eksudat. Pada coxsachievirus dapat menimbulkan lesi vesikular di
orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash.
b. Faringitis bakterial, pada pemeriksaan tampak tonsil membesar,
faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat dipermukaannya.
Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan
faring. Kadang ditemukan kelenjar limfa leher anterior membesar,
kenyal dan nyeri pada penekanan.
c. Faringitis fungal, pada pemeriksaan tampak plak putih di orofaring
dan pangkal lidah, sedangkan mukosa faring lainnya hiperemis.
d. Faringitis kronik hiperplastik, pada pemeriksaan tampak kelenjar
limfa di bawah mukosa faring dan lateral hiperplasi. Pada
pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata dan
bergranular (cobble stone).
e. Faringitis kronik atrofi, pada pemeriksaan tampak mukosa faring
ditutupi oleh lendir yang kental dan bila diangkat tampak mukosa
kering.
f. Faringitis tuberkulosis, pada pemeriksaan tampak granuloma
perkijuan pada mukosa faring dan laring.
g. Faringitis luetika tergantung stadium penyakit.
1) Stadium primer
Pada lidah palatum mole, tonsil dan dinding posterior faring
berbentuk bercak keputihan. Bila infeksi berlanjut timbul ulkus
pada daerah faring seperti ulkus pada genitalia yaitu tidak nyeri.
Juga didapatkan pembesaran kelenjar mandibula.
2) Stadium sekunder
Stadium ini jarang ditemukan. Pada dinding faring terdapat
eritema yang menjalar ke arah laring.
3) Stadium tersier
Terdapat guma. Predileksi pada tonsil dan palatum
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Kultur apus tenggorokan
Pemeriksaan kultur memiliki sensitivitas 90-95% dari diagnosis,
sehingga lebih diandalkan sebagai gold standar. Kultur tenggorokan
merupakan suatu metode yang dilakukan untuk menegaskan suatu
diagnosis dari faringitis yang disebabkan oleh bakteri Group A Beta-
Hemolytic Streptococcus (GABHS).12
b. Group A Beta-Hemolytic Streptococcus (GABHS) rapid antigen
detection test
Tes ini merupakan suatu metode untuk mendiagnosa faringitis
karena infeksi GABHS. Tes ini akan menjadi indikasi jika pasien
memiliki risiko sedang atau jika seorang dokter memberikan terapi
antibiotik dengan risiko tinggi untuk pasien. Jika hasil yang diperoleh
positif maka pengobatan diberikan antibiotik dengan tepat namun
apabila hasilnya negatif maka pengobatan antibiotik dihentikan
kemudian dilakukan follow-up. Rapid antigen detection test tidak
sensitif terhadap Streptococcus Group C dan G atau jenis bakteri
patogen lainnya.12
c. Serologi
Serologi dapat dilakukan untuk mengetahui ada atau tidak
adanya titer antibodi streptokokus. Titer serum deoksiribonuklease B,
hyaluronidase, streptokinase, asam nikotinat, dan antistreptolysin O
(ASO) dapat meningkat secara cepat selama fase akut. Infeksi
streptokokus (Hasil ASO yang positif menggambarkan peningkatan
empat kali lipat), dan akan mencapai puncak dalam 2 hingga 3
minggu. Informasi ini diperlukan untuk mendukung diagnosis demam
reumatik.10
4. Skoring infeksi Group A Beta-Hemolytic Streptococcus (GABHS).3,4
Untuk mendiagnosis GABHS American college of physicians / centers
for disease control and prevention membuat pendoman untuk manajemen
faringitis. Skor Centor didasarkan pada empat kriteria dengan
mempertimbangkan tanda dan gejala. Satu poin diberikan untuk masing-
masing berikut jika ada.
a. Demam - +1,
b. Tidak adanya batuk - +1,
c. Nodus servikal anterior yang membengkak dan nyeri - +1,
d. Adanya pembengkakan tonsil atau eksudat - +1

Tabel 1. Skor Streptococcus Centor3


Skor Pedoman American college of physicians/centers for
Centor disease control and prevention

0 Tidak ada usap tenggorok atau kultur & Tidak diberikan


Antibiotik

1 Tidak ada usap tenggorok atau kultur & Tidak Antibiotik

2 Rapid test/usap tenggorok dan kultur dilakukan, antibiotik


jika positif

3 Rapid test/usap tenggorok dan kultur dilakukan, antibiotik


diberikan secara empiris

4 Kultur semua dan Antibiotik diberikan secara empiris


Berdasarkan tanda dan gejala ini, skor centor dihitung dengan
menjumlahkan keempat kriteria. Skor (0-4) diberikan pada Tabel 1.
Selain itu terdapat sistem skoring mcIsaac yang merupakan modifikasi
skor centor. Karena GABHS lebih umum pada pasien yang lebih muda
daripada pasien yang lebih tua, skor mcIsaac dihitung dengan menambahkan
satu poin ke skor centor untuk pasien usia 3-14 tahun, dan mengurangi satu
poin untuk mereka yang berusia 45 tahun ke atas seperti yang ditunjukkan
pada Tabel 2. Skor total dihitung dengan menambahkan semua poin dan
manajemen disarankan sesuai dengan poin skor.

Tabel 2. Mclsaac dimodifikasi dari Skor Streptococcus Centor3,4


S. No Tanda / Gejala Poin

1 Suhu > 38°C (100.4 °F) 1

2 Tidak ada batuk 1

3 Adenopati servikal anterior yang nyeri 1

4 Pembengkakan tonsil atau eksudat 1

5 Umur kurang dari 15 tahun 1

6 Umur diantara 15-45 tahun 0

7 Umur lebih dari 45 tahun -1

* Skor: Dihitung dengan total poin di atas; 0-1 poin: Radang tenggorokan
dikesampingkan (hanya risiko 2%); 1-3 poin: Pesan tes strep cepat, obati
sesuai; 4-5 poin: Diagnosis kemungkinan radang tenggorokan (52%) risiko,
pertimbangkan terapi antibiotik empiris.
H. TATALAKSANA1,11
1. Faringitis Viral
Istirahat dan minum air yang cukup. Kumur dengan air hangat.
Analgetika jika perlu dan tablet isap.
Antivirus seperti metisoprinol (Isoprinosine) diberikan pada infeksi
herpes simpleks dengan dosis 60-100mg/kgBB dibagi dalam 4-6kali
pemberian/ hari pada orang dewasa dan pada anak <5 tahun diberikan
50mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari.
2. Faringitis Bakerial
a. Antibiotik
Diberikan terutama bila diduga penyebab faringitis akut ini grup A
Streptokokus β hemolitikus. Penicilin G Benzatin 50.000 U/kgBB,
IM dosis tunggal, atau amoksisilin 50 mg/kgBB yang terbagi 3
kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa 3 x 500 mg selama 6-10
hari atau eritromisin 4 x 500 mg/hari.
b. Kortikosteroid
Deksametason 8-16 mg, IM 1 kali. Pada anak 0,08- 0,3 mg/kgBB,
IM 1 kali.
c. Analgetik
d. Kumur dengan air hangat atau antiseptik.

Tabel 3. Antibiotika pada terapi Faringitis oleh karena Streptococcus Grup A

Penicilin G (untuk pasien yang tidak


1
Lini pertama: dapat 1 x 1,2 juta U i.m.
dosis
menyelesaikan terapi oral selama 10 hari)
Anak: 2-3 x 250mg 10
Penicilin VK
Dewasa 2-3 x 500mg hari
Anak: 3 x 250mg
Amoksisilin (Klavulanat) 3 x 500mg 10
selama 10 hari hari
Dewasa:3x 500mg
Anak: 4 x 250mg
Eritromisin (untuk pasien alergi 10
Lini kedua :
Penicilin) hari
Dewasa:4x 500mg
Azitromisin atau Klaritromisin (lihat
5 hari
dosis pada Sinusitis)
10
Cefalosporin generasi satu atau dua Bervariasi sesuai agen
hari
Levofloksasin (hindari untuk anak
maupun wanita hamil)

Untuk infeksi yang menetap atau gagal, maka pilihan antibiotika yang
tersedia adalah eritromisin, cefaleksin, klindamisin ataupun amoksisilin-
klavulanat.
3. Faringitis Fungal
Candida dapat tumbuh di mukosa rongga mulut dan faring. Gejala dan
tandanya yakni keluhan nyeri tenggorok dan nyeri menelan. Pada
pemeriksaan tampak plak putih di orofaring dan mukosa faring lainnya
hiperemis. Pembiakan jamur dilakukan dalam agar Sabouroud dekstrosa.
a. Terapi diberikan Nystatin 100.000 – 400.000 2 kali/ hari.
b. Analgetika
4. Faringitis Gonorea
Hanya terdapat pada pasien yang melakukan kontak orogenital.
Terapi diberikan Sefalosporin generasi ke-3, Ceftriaxon 250 mg IM.
I. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi dari faringitis yaitu dapat terbagi dua, yaitu
komplikasi lokal dan general. Pada komplikasi lokal dapat terjadi penyebaran
langsung ke laring di bagian inferior dimana terjadinya edema glotis sehingga
bisa menyebabkan obstruksi pernafasan. Komplikasi umum dari faringitis
(terutama terlihat dalam kasus faringitis bakteri) termasuk sinusitis, otitis media,
epiglotitis, mastoiditis, dan pneumonia. Komplikasi supuratif pada faringitis
bakteri hasil dari penyebaran infeksi dari mukosa faring melalui hematogen,
limfatik atau penyebaran langsung (lebih umum infeksi Group A Streptokokus).
Antara yang terjadi adalah abses peritonsilar dan abses retrofaring. Selain
komplikasi supuratif, komplikasi non supuratif khusus untuk infeksi (GAS)
adalah demam rematik akut (3-5 post-infeksi) dan glomerulonefritis streptokokal
dan juga toxic shock syndrome.8,9
J. Prognosis
Umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik. Pasien dengan
faringitis akut biasanya sembuh dalam waktu 7-10 hari. Namun, sebagai klinisi,
kita harus mencurigai kemungkinan komplikasi yang bisa terjadi jika faringitis
tidak di obati dengan sempurna. Kegagalan pengobatan dapat terjadi karena
beberapa factor antaranya adalah pasien sering terpajan dengan kontak individu
yang tidak diobati secara tuntas, pasien dengan immunocompromised, pasien
resisten terhadap antibiotik yang diberikan.8,9
BAB III
KESIMPULAN

Faringitis adalah peradangan faring- kata tersebut berasal dari kata Yunani
faring yang berarti "tenggorokan" dan akhiran-it berarti "peradangan". Dalam
kebanyakan kasus itu cukup menyakitkan dan itu adalah penyebab paling umum
sakit tenggorokan. Jika peradangan juga diikuti tonsilitis, biasa disebut
faringotonsilitis. Faringitis dapat menular melalui udara yaitu melalui percikan
saliva/ludah dari orang yang menderita faringitis akut. Infeksi biasanya disebabkan
oleh virus dan bakteri. Penegakan diagnosis dan penatalaksanaan dari faringitis
tergantung dari etiologi penyebabnya. Umumnya prognosis pasien dengan
faringitis adalah baik. Pasien dengan faringitis akut biasanya sembuh dalam waktu
7-10 hari. Namun, sebagai klinisi, kita harus mencurigai kemungkinan komplikasi
yang bisa terjadi jika faringitis tidak di obati dengan sempurna.
DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi.E.A, N.Iskandar, J.Bashiruddin, R.D.Restuti. Buku Ajar Ilmu


Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Vol VI(7). Jakarta
: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2012.
2. Nasution M. Infeksi laringitis faring (faringitis akut). FK USU. 2008
3. Acerra, J.R. Pharyngitis. Departement of Emergency Medicine. North Shore.
2010. (citized 18 Januari 2019) Available
from:http://emedicine.medscape.com/article/764304overview.
4. Deepthi M, Narsimloo K. Role of usage of antibiotics in pharyngitis: a
prospective study. Int J Otorhinolaryngol Head Neck Surg. 2017;3(2):303-7
5. Ikatan Dokter Indonesia. Panduan praktik klinik bagi dokter di fasilitas
pelayanan kesehatan primer edisi revisi tahun 2014. 2014.
6. Mustafa M, Patawari P, Muniand RK, Sien MM , Mustafa S, Fariz A.
Pharyngitis,diagnosis and empiric antibiotic treatment considerations. IOSR-
JDMS. 2015; 14(5): 110-6
7. Gore J. Acute Pharyngitis. In: Journal of the American Academy of
Physician Assistants. 2013;26(2):57-8.
8. Bailey, BJ, Johnson, JT. American Academy of Otolaryngology – Head and
Neck Surgery. 4th Edition, Volume one. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins. 2006
9. Adam, G.L. Diseases of the nasopharynx and oropharynx. In: Adam, GL,
Boeis RL, Hilger, PA, editors. Boies: Buku Ajar Penyakit THT (Boeis
fundamentals of otolaryngology). 6th Edition. Jakarta: EGC. 2013.
10. Wilson A. Pharyngitis. Updated January 2008. [Online]. Available at:
https://www.semanticscholar.org/paper/Chapter-2
PharyngitisWilson/e789747efb3e1abb076db3323641b5ed398e8c7f
[Accessed 16 Januari 2019]
11. Kemenkes RI. Peraturan Menteri Kesehata Nomor 5 tahun 2014 tentang
Panduan Praktik Klinis Dokter di Fasyankes Primer. Jakarta: Kemenkes RI;
2004.
12. Kazzi, A., Antoine., Wills, J. Pharyngitis. Updated April 2006. [Online]
Available From: http://www.emedicine.co/med/topic735htm. [Accessed: 16
Januari 2019]
13. Ballenjer JJ. Diseases of the oropharynx. In: Otorhinolaryngology head and
neck surgery. 15th Ed. Lea Febiger Book. Baltimore, Philadelphia, Sydney,
Tokyo: p.236-44.

Anda mungkin juga menyukai