Anda di halaman 1dari 12

RESUME KEPERAWATAN

Mata Kuliah : KEPDAS


Dosen Pengampu :

Nama Anggota :
- Cinta Meilika (222040)
- Reisya Noor Rinzani Kusmana Putri (222060)
- Noer Aulia (222055)
- Ajeng Nur Fitriyani ( 222036 )
-Meisya Apri Pertiwi (222053)
- Jihan Febry Choirunnisa (222048)
- Dinda Fera Amalia (222042)
- Chindy Nurjainah (222039)
- Hilmi Ibrahim (222047)
- Harun Sanusi (222046)
- Elise Delly Yudistia (222043)
Kelas : 1B
Prodi : S1-Keperawatan

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN PPNI


JAWA BARAT
2023
FARINGITIS

A. Pengertian

Faringitis atau sering dikenal sebagai radang tenggorokan merupakan salah satu penyakit
yang memiliki tingkat prevalensi cukup tinggi di Indonesia dan hampir setiap individu pernah
mengalaminya (Izza dan Rahayu, 2019). Faringitis merupakan infeksi yang banyak ditemukan
pada unit pelayanan primer dan dapat mengenai semua usia.

1. Klasifikasi faringitis menurut Kemenkes RI (2013):

a. Faringitis akut

1) Faringitis bakterial

Infeksi Stereptococcus B-hemolyticus Group A merupakan penyebab faringitis akut pada


orang dewasa sebanyak 5%-15% dan pada anak-anak sebanyak 20%-30% (Shulman et al.,
2012). Faringitis akibat infeksi bakteri Streptococcus Group A dapat diperkirakan dengan
menggunakan Centor criteria yaitu:

1. Demam

2. Anterior cervical lymphadenopathy

3. Eksudat tonsil

4. Tidak ada batuk

Tiap kriteria ini bila dijumpai diberi skor 1. Bila skor 0-1 maka pasien tidak mengalami
faringitis akibat infeksi Streptococcus Group A, bila skor 1-3 maka pasien memiliki kemungkian
40% terinfeksi Streptococcus Group A dan bila skor 4 pasien memiliki kemungkinan 50%
terinfeksi Streptococcus Group A. Faringitis bakterial pada umumnya memiliki gejala seperti
nyeri kepala hebat, muntah, kadang demam dengan suhu yang tinggi, jarang disertai batuk (Palla
et al., 2012). Selain itu untuk penentuan penyebab faringitis yang paling akurat (gold standard)
yaitu dengan menggunakan kultur apusan tenggorokan. Akan tetapi untuk metode ini memiliki
kelemahan yaitu biaya yang mahaldan memerlukan waktu untuk mengetahui hasilnya antara 1-2
hari (Aalbers et al., 2011). Penentuan penyebab faringitis yang lain yaitu dengan tes laboratorium
menggunakan Rapid Antigen Detection Test (RADT) yang dapat diketahui hasilnya setelah 5-10
menit pemeriksaan (Brunton dan Pichicero, 2006).

b. Faringitis kronik

1) Faringitis kronik atrofi

Faringitis kronik atrofi timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada rhinitis atrofi, udara
pernafasan tidak diatur suhu dan kelembapannya sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi
pada faring.

c. Faringitis spesifik

1) Faringitis luetika

Treponema palidum dapat menimbulkan infeksi di daerah faring seperti penyakit lues di
organ lain. Gambaran klinik tergantung pada stadium penyakitnya (Kemenkes RI, 2013).

B. Etiologi

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan oleh virus (40-60%),
bakteri (5-40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2013). Virus yang menyebabkan faringitis yaitu Rhinovirus. Adenovirus
Parainfluenza, Coxsackievirus, Epstein-Barr virus, Herpes virus. Sedangkan bakteri yaitu,
Streptococcus B hemolyticus group A, Chlamydia, Hemophilus influenza. Sedangkan jamur
yaitu Candida jarang terjadi kecuali pada penderita imunokompromis yaitu mereka dengan HIV
dan AIDS (Departemen Kesehatan, 2007).

C. Tanda Gejala
Faringitis biasanya baru menimbulkan gejala sekitar 2–5 hari setelah penderita terkena
infeksi. Beberapa gejala yang bisa timbul pada penderita faringitis antara lain:

1. Nyeri atau sakit tenggorokan

2. Gatal di tenggorokan

3. Sulit menelan

4. Demam

5. Sakit kepala

6. Pegal linu

7. Mual muntah dan pembengkakan kelenjar di leher

Selain itu, gejala lain yang bisa timbul adalah suara parau dan batuk. Jika infeksi meluas ke
amandel atau tonsil bisa terjadi peradangan dan pembengkakan pada amandel.

D. Penyebab Faringitis

Faringitis disebabkan oleh bakteri dan virus. Bakteri yang paling sering menyebabkan
terjadinya faringitis yaitu Streptococcus Group A dan bakteri yang patogen menginfeksi pada
anak-anak dan orang dewasa adalah bakteri S. pyogenes. Bakteri lain yang mungkin terlibat
diantaranya yaitu Streptococccus Group C, Corynebacterium diphteriae, Neisseria gonorrhea.
Mycoplasma pneumoniae. Arcanobacterium haemolyticum, Yersinia enterocolitica dan
Clamydia pneumoniae. Sedangkan virus-virus yang menginfeksi faring yaitu virus-virus saluran
napas seperti rhinovirus (20%), adenoviruss (25%), coronavirus (5%), Herpes simplex (4%),
influenza (2%). parainfluenza (2%), dan Epstein-Barr virus (<1% (Dipiro, 2008),

E. Pengobatan
Pengobatan dari faringitis yaitu sejumlah antibiotik terbukti efektif pada terapi faringitis
oleh Streptococcus B-hemolyticus Group A. yaitu mulai dari penisilin dan derivatnya,
sefalosporin maupun makrolida Penisilin tetap menjadi pilihan pertama karena efektivitas dan
keamanannya sudah terbukti, spektrum sempit serta harganya yang terjangkau. Amoksisilin
menempati tempat yang sama dengan penisilin, khususnya pada anak dan menunjukkan
efektivitas yang setara. Lama terapi dengan antibiotik oral rata-rata selama 10 hari. Untuk lini
kedua dengan antibiotik golongan makrolida seperti eritromisin dengan lama terapi 10 hari atau
dengan azitromisin dengan lama terapi hanya 5 hari (Dipiro, 2008).

F. Faktor Risiko

Setiap orang memiliki risiko terkena radang tenggorokan atau faringitis. Namun, yang
lebih rentan terkena kondisi ini dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut.

1. Usia

Anak-anak dan remaja memiliki risiko lebih besar mengalami faringitis yang disebabkan oleh
infeksi bakteri.

2. Asap Rokok

Merokok dan asap rokok dapat menyebabkan faringitis. Penggunaan tembakau juga
meningkatkan risiko kanker mulut, tenggorokan, dan laring.

3. Alergi

Seseorang dengan alergi debu, jamur, atau bulu hewan peliharaan lebih berisiko mengalami
faringitis daripada yang tidak memiliki alergi.

• Paparan iritan kimia, berupa polusi udara hasil pembakaran bahan bakar fosil dan bahan kimia
rumah tangga

• Infeksi sinus parah

• Berada di ruangan yang ramai dan tertutup, karena virus dan bakteri lebih cepat menyebar
• Sistem kekebalan tubuh yang lemah

Meskipun tidak termasuk salah satu golongan yang berisiko seperti yang disebutkan diatas,
bukan berarti Anda tidak akan terkena faringitis. Selalu waspada dan jaga kondisi kesehatan

G. Anatomi & Fisiologi

1.

Faring adalah suatu kantong fibromuskular yang berbentuk seperti corong dengan bagian
atas yang besar dan bagian bawah yang sempit. Merupakan ruang utama traktus respiratorius dan
traktus digestivus. Kantong fibromuskular ini mulai dari dasar tengkorak dan menyambung ke
esophagus hingga setinggi vertebra servikal ke-6.

Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa + 14 cm dan bagian ini merupakan
bagian dinding faring yang terpanjang Dinding faring dibentuk oleh selaput lender, fasia
faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal.
2.

Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang


(longitudinal), Otot-otot yang sirkular terdiri dari M.konstriktor faring superior, media dan
inferior. Otot-otot ini terletak di sebelah luar dan berbentuk seperti kipas dengan tiap bagian
bawahnya menutupi sebagian otot bagian atas dari belakangnya. Di sebelah depan, otot-otot ini
bertemu satu sama lain dan dibelakang bertemu pada jaringan ikat. Kerja otot konstriktor ini
adalah untuk mengecilkan lumen faring dan otot-otot ini dipersarafi oleh nervus
vagus (nervus X).

3.
Faring mendapat perdarahan dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan,
Yang utama berasal dari cabang arteri karotis eksterna (cabang faring asendens dan cabang
fausial). Serta dari cabang arteri maksila interna yakni cabang palatine superior.

4.

Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat
dengan kriptus di dalamnya. Terdapat 3 macam tonsil yaitu: tonsil faringal (adenoid), tonsil
palatine dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut
cincin waldeyer.

Berdasarkan letaknya faring dibagi atas:

1. Nasofaring

Nasofaring dibagian atas adalah dasar tengkorak, dibagian bawah adalah palatum mole,
ke depan adalah rongga hidung sedangkan belakang adalah vertebra servikal. Nasofaring yang
relatif kecil, mengandung serta berhubungan erat dengan beberapa struktur penting, seperti
adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan resesus rathke, yang merupakan
invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring di
atas penonjolan kartilago tuba eustachius, koana, foramen jugulare, yang dilalui nervus
glosofaring, nervus vagus dan nervus asesorius spinal saraf cranial dan vena jugularis interna,
bagian petrosus os temporalis dan foramen laserum dan muara tuba eustachius.

2. Orofaring

Orofaring disebut juga sebagai mesofaring, dengan batas atasnya adalah palatum mole,
batas bawah adalah tepi atas epiglottis, ke depan adalah rongga mulut, sedangkan ke belakang
adalah vertebra servikal. Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior
faring, tonsil palatine, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual
dan foramen sekum.

3. Laringofaring

Batas laringofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglottis, batas anterior ialah
laring, batas inferior adalah esofagus, serta batas postenor adalah vertebra servikal. Bila
laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring tidak langsung atau
dengan laringoskop pada pemeriksaan langsung, maka struktur pertama yang tampak di bawah
dasar lidah ialah valekula. Bagian ini merupakan dua buah cekungan yang dibentuk oleh
ligamentum glosoepiglotika medial dan ligamentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi.
Valekula disebut juga "kantong pil" (pill pockets). Sebab pada beberapa orang, kadang-kadang
bila menlan pil akan tersangkut disitu.

Dibawah valekula terdapat epiglottis. Pada bayi epiglottis ini berbentuk omega dan pada
perkembanganya akan lebih melebar, meskipun kadang-kadang bentuk infantile (bentuk omega)
ini tetap sampai dewasa. Dalam perkembanganya, epiglottis ini dapat menjadi demikian lebar
dan tipisnya sehingga pada pemeriksaan laringoskopi tidak langsung tampak menutupi pita
suara. Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi (proteksi) glottis ketika menelan minuman atau
bolus makanan, pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke esofagus. Nervus
laring superior berjalan di bawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi laringofaring.
H. Patologi & Patofisiologi

Patofisiologi

Pada faringitis penularan terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel
kemudian epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi terjadi pembendungan radang
dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hipertermi, kemudian
edema dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal dan
cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan hipertermi, pembuluh
darah dinding faring menjadi melebar. Bentuk sumbatan yang berwarna kuning, putih, atau abu-
abu terdapat pada folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak
pada dinding faring posterior atau terletak lebih ke lateral menjadi meradang dan membengkak
sehingga timbul radang pada tenggorokan atau faringitis (Bailey, 2006; Adam, 2009).

H. Pathway
I. Komplikasi

Biasanya faringitis dapat sembuh sendiri. Namun jika faringitis ini berlangsung lebih dari
1 minggu, masih terdapat demam, pembesaran nodus limfa, atau muncul bintik kemerahan. Hal
tersebut berarti dapat terjadi komplikasi dari faringitis, seperti demam reumatik. Beberapa
komplikasi faringitis akut yang lain adalah;

1. Demam scarlet, yang di tandai dengan demam dan bintik kemerahan.

2. Demam reumatik, yang dapat menyebabkan inflamasi sendi, atau kerusakan pada katup
jantung.

3. Demam reumatik merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada faringitis akut.

4. Glomerulonefritis, komplikasi berupa glomerulonefritis akut merupakan respon inflamasi


terhadap protein M spesifik. Glomerulonefritis adalah salah satu jenis penyakit ginjal di mana
terjadi peradangan pada glomerulus.

5. Abses peritonsilar biasanya disertai dengan nyeri tenggorokan, disfagia, demam dan dehidrasi.

J. Penatalaksanaan

Pada pasien faringitis, antibiotik harus diberikan bila pasien sudah dipastikan terinfeksi
oleh bakteri. Pasien dengan infeksi streptococcus group A harus mendapat terapi antibiotik
yang tepat untuk mengeradikasi organisme penyebabnya. Terdapat beberapa regimen terapi
pada pasien faringitis akibat Regimen terapi pada infeksi bakteri streptococcus group A (Tabel
2). Antibiotik umumnya diberikan selama 10 hari. Penicillin atau amoxicillin direkomendasikan
sebagai drugs of choice untuk pasien yang tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat ini.
Pemilihan ini didasari oleh harga, spektrum yang sempit, dan efektivitasnya. Pada pasien yang
memiliki riwayat alergi penicillin, dapat diberikan generasi pertama cephalosporin
(erythromycin) selama 10 hari, clindamycin atau clarithromycin selama 10 hari, atau
azithromycin selama 5 hari. Perlu dipahami bahwa infeksi kronis juga dapat terjadi, walaupun
pasien sudah mendapatkan terapi  yang adekuat.
K. Pencegahan Faringitis

Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah faringitis yaitu:

1. Hindari penggunaan alat makan bersama pasien yang terkena faringitis, memiliki demam, flu,
atau mononucleosis.

2. Mencuci tangan secara teratur ØTidak merokok, atau mengurangi pajanan terhadap asap
rokok.

3. Menggunakan pelembab ruangan jika ruangan kering.

Anda mungkin juga menyukai