Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KUNJUNGAN RUMAH

PASIEN FARINGITIS

Oleh:

Moh. Afif Nashrullah S.Ked

K1A1 14 023

Pembimbing:

dr. Syamsiah Pawennei, M.Kes

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN


KOMUNITAS
BAGIAN KEDOKTERAN KELUARGA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Moh. Afif Nashrullah, S.Ked

NIM : K1A1 14 023

Judul Laporan : Laporan Kunjungan Rumah Kasus Faringitis

Telah menyelesaikan tugas laporan dalam rangka kepaniteraan klinik

Bagian Kedokteran Keluarga pada Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan

Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran, Universitas Halu Oleo.

Kendari, Desember 2018

Mengetahui:

Pembimbing,

dr. Syamsiah Pawennei, M.Kes

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Faringitis adalah peradangan pada mukosa faring dan sering meluas ke


jaringan sekitarnya. insiden terjadinya faringitis akibat virus adalah 40 -
60% sedangkan yang disebabkan oleh bakteri sebesar 5 - 40%. Faringitis
banyak dijumpai pada anak-anak usia 5-15 tahun di daerah dengan iklim
panas. Faringitis dijumpai pula pada dewasa yang masih memiliki anak usia
sekolah atau bekerja di lingkungan anak-anak (Prasetyaningrum, 2010).
Faringitis paling umum disebabkan oleh bakteri Streptococcus pyogenes
yang merupakan Streptocci Grup A hemolitik. Bakteri lain yang terlibat
adalah Streptocci Grup C, Corynebacterium diphteriae, Neisseria
gonorrhoeae. Streptococcus Hemolitik Grup A hanya dijumpai pada 15-
30% dari kasus faringitis pada anak dan 5-10% pada faringitis dewasa.
Penyebab lain yang banyak dijumpai adalah nonbakteri, yaitu virus-virus
adenovirus, influenza, parainfluenza, rhinovirus dan respiratory syncytial
virus (Prasetyaningrum, 2010).
Pada orang dewasa, kasus faringitis sebagian besar disebabkan oleh
virus yakni 30-60%. Penyebab tersering pada orang dewasa disebabkan oleh
rinovirus. Hal ini berbanding terbalik pada kasus faringitis yang dialami
oleh anak-anak. Pada anak, penyebab tersering disebabkan oleh infeksi
bakteri. streptokokus beta hemolitikus grup A dengan jumlah kasus sekitar
30-40%. (Efiaty, 2007).
Pada tahun 2004 di Indonesia dilaporkan bahwa kasus faringitis akut
masuk dalam 10 besar kasus penyakit yang dirawat jalan dengan presentase
jumlah penderita 1,5 % atau sebanyak 214.781 orang (Departemen
Kesehatan RI. 2004)
Setiap tahunnya ± 40 juta orang mengunjungi pusat pelayanan
kesehatan karena faringitis. Anak-anak dan orang dewasa umumnya

3
mengalami 3-5 kali infeksi virus pada saluran pernafasan atas termasuk
faringitis (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).
Frekuensi munculnya faringitis lebih sering pada populasi anak-anak.
Kira-kira 15-30% kasus faringitis pada anak-anak usia sekolah dan 10%
kasus faringitis pada orang dewasa. Biasanya terjadi pada musim dingin
yaitu akibat dari infeksi Streptococcus ß hemolyticus group A. Faringitis
jarang terjadi pada anak-anak kurang dari tiga tahun (Acerra, 2010).
Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta, pada tahun 2011 anak
yang menderita faringitis akut sebanyak 190 orang. Sedangkan pada tahun
2012 sampai bulan april di bangsal Mina Rumah Sakit Pku Muhammadiyah
Surakarta, diketahui anak yang menderita penyakit faringitis akut sebanyak
74 orang. Dari data tersebut menunjukan banyaknya anak – anak yang
menderita faringitis akut di atas usia 3 tahun (Febriani, 2012)
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis mengangkat
kasus ini sebagai pembelajaran dalam upaya pendekatan kedokteran
keluarga yang bersifat holistik, komprehensif, terpadu dan
berkesinambungan terhadap penanganan pasien dengan permasalahan
faringitis.
B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Melakukan pendekatan kedokteran keluarga terhadap pasien

faringitis dan keluarganya untuk mewujudkan keadaan sehat di

Kelurahan Bungkutoko, Kecamatan Abeli, Kota Kendari.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik (fungsi keluarga, bentuk keluarga, dan

siklus keluarga) keluarga pasien faringitis

b. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah

kesehatan pada pasien faringitis dan keluarganya.

4
c. Mendapatkan pemecahan masalah kesehatan pasien faringitis dan

keluarganya.

C. Manfaat
1. Bagi Penulis

Menambah pengetahuan penulis tentang kedokteran keluarga, serta

penatalaksanaan faringitis dengan pendekatan kedokteran keluarga.

2. Bagi Tenaga Kesehatan

Sebagai bahan masukan kepada tenaga kesehatan agar memberikan

pelayanan kesehatan terpadu dan penatalaksanaan kepada pasien

faringitis dilakukan secara holistik dan komprehensif serta

mempertimbangkan aspek keluarga dalam proses penyembuhan.

3. Bagi Pasien dan Keluarga

Memberikan informasi kepada pasien dan keluarganya bahwa

keluarga juga memiliki peranan yang cukup penting dalam

kesembuhan pasien.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan
oleh virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin, dan lain-lain.
Virus dan bakteri melakukan invasi ke faring dan menimbulkan reaksi
inflamasi local. Infeksi bakteri grup A streptokokkus B hemolitikus dapat
menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat, karna bakteri ini melepaskan
toksin ekstraselular yang dapat menimbulkan demam reumatik, kerusakan
katup jantung, glomerulonefritis akut karena fungsi glomerulus terganggu
akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi. Bakteri ini banyak
menyerang anak usia sekolah, orang dewasa dan jarang pada anak umur
kurang dari 3 tahun. Penularan infesi melalui secret hidung dan ludah (droplet
infection) (Iskandar dkk. 2007)
B. Epidemiologi
Pada tahun 2004 di Indonesia dilaporkan bahwa kasus faringitis akut
masuk dalam 10 besar kasus penyakit yang dirawat jalan dengan presentase
jumlah penderita 1,5 % atau sebanyak 214.781 orang (Departemen
Kesehatan RI. 2004).
Setiap tahunnya ± 40 juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan
karena faringitis. Anak-anak dan orang dewasa umumnya mengalami 3-5 kali
infeksi virus pada saluran pernafasan atas termasuk faringitis (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2013).
Frekuensi munculnya faringitis lebih sering pada populasi anak-anak.
Kira-kira 15-30% kasus faringitis pada anak-anak usia sekolah dan 10% kasus
faringitis pada orang dewasa. Biasanya terjadi pada musim dingin yaitu akibat
dari infeksi Streptococcus ß hemolyticus group A. Faringitis jarang terjadi
pada anak-anak kurang dari tiga tahun (Acerra, 2010).
Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta, pada tahun 2011 anak
yang menderita faringitis akut sebanyak 190 orang. Sedangkan pada tahun

6
2012 sampai bulan april di bangsal Mina Rumah Sakit Pku Muhammadiyah
Surakarta, diketahui anak yang menderita penyakit faringitis akut sebanyak 74
orang. Dari data tersebut menunjukan banyaknya anak – anak yang menderita
faringitis akut di atas usia 3 tahun (Febriani, 2012).
C. Klasifikasi Faringitis
1. Faringitis Akut
a. Faringitis Viral
Dapat disebabkan oleh Rinovirus, Adenovirus, Epstein Barr
Virus (EBV), Virus influenza, Coxsachievirus, Cytomegalovirus dan
lain-lain. Gejala dan tanda biasanya terdapat demam disertai rinorea,
mual, nyeri tenggorok, sulit menelan. Pada pemeriksaan tampak faring
dan tonsil hiperemis. Virus influenza, Coxsachievirus dan
Cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat. Coxsachievirus dapat
menimbulkan lesi vesikular di orofaring dan lesi kulit berupa
maculopapular rash. Pada adenovirus juga menimbulkan gejala
konjungtivitis terutama pada anak. Epstein bar virus menyebabkan
faringitis yang disertai produksi eksudat pada faring yang banyak.
Terdapat pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama
retroservikal dan hepatosplenomegali. Faringitis yang disebabkan
HIV-1 menimbulkan keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual
dan demam. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis, terdapat
eksudat, limfadenopati akut di leher dan pasien tampak lemah.

7
b. Faringitis bakterial
Infeksi Streptococcus ß hemolyticus group A merupakan
penyebab faringitis akut pada orang dewasa (15%) dan pada anak
(30%). Gejala dan tanda biasanya penderita mengeluhkan nyeri kepala
yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan suhu yang
tinggi, jarang disertai batuk. Pada pemeriksaan tampak tonsil
membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat
dipermukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae
pada palatum dan faring. Kelenjar limfa leher anterior membesar,
kenyal dan nyeri apabila ada penekanan. Faringitis akibat infeksi
bakteri Streptococcus ß hemolyticus group A dapat diperkirakan
dengan menggunakan Centor criteria, yaitu :
 Demam
 Anterior Cervical lymphadenopathy
 Eksudat tonsil
 Tidak adanya batuk
Tiap kriteria ini bila dijumpai di beri skor satu. Bila skor 0-1 maka
pasien tidak mengalami faringitis akibat infeksi Streptococcus ß
hemolyticus group A, bila skor 1-3 maka pasien memiliki kemungkian
40% terinfeksi Streptococcus ß hemolyticus group A dan bila skor
empat pasien memiliki kemungkinan 50% terinfeksi Streptococcus ß
hemolyticus group A (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2014).
c. Faringitis fungal
Candida dapat tumbuh di mukosa rongga mulut dan faring.
Gejala dan tanda biasanya terdapat keluhan nyeri tenggorok dan nyeri
menelan. Pada pemeriksaan tampak plak putih di orofaring dan
mukosa faring lainnya hiperemis. Pembiakan jamur ini dilakukan
dalam agar sabouroud dextrosa.

8
d. Faringitis gonorea
Hanya terdapat pada pasien yang melakukan kontak orogenital.
2. Faringitis Kronik
a. Faringitis kronik hiperplastik
Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa
dinding posterior faring. Tampak kelenjar limfadi bawah mukosa
faring dan lateral hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa
dinding posterior tidak rata, bergranular. Gejala dan tanda biasanya
pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering dan gatal dan akhirnya
batuk yang bereak.

b. Faringitis kronik atrofi


Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis
atrofi. Pada rhinitis atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta
kelembapannya sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada
faring. Gejala dan tanda biasanya pasien mengeluhkan tenggorokan
kering dan tebal serta mulut berbau. Pada pemeriksaan tampak mukosa
faring ditutupi oleh lendir yang kental dan bila diangkat tampak
mukosa kering.
3. Faringitis Spesifik
a. Faringitis tuberkulosis
Merupakan proses sekunder dari tuberkulosis paru. Pada
infeksi kuman tahan asam jenis bovinum dapat timbul tuberkulosis
faring primer. Cara infeksi eksogen yaitu kontak dengan sputum yang
mengandung kuman atau inhalasi kuman melalui udara. Cara infeksi
endogen yaitu penyebaran melalui darah pada tuberkulosis miliaris.
Bila infeksi timbul secara hematogen maka tonsil dapat terkena pada
kedua sisi dan lesi sering ditemukan pada dinding posterior faring,
arkus faring anterior, dinding lateral hipofaring, palatum mole dan
palatum durum.

9
Kelenjar regional leher membengkak, saat ini penyebaraan
secara limfogen. Gejala dan tanda biasanya pasien dalam keadaan
umum yang buruk karena anoreksi dan odinofagia. Pasien mengeluh
nyeri yang hebat di tenggorok, nyeri di telinga atau otalgia
sertapembesaran kelenjar limfa servikal.
b. Faringitis luetika
Treponema pallidum (Syphilis) dapat menimbulkan infeksi di
daerah faring, seperti juga penyakit lues di organ lain. Gambaran klinik
tergantung stadium penyakitnya. Kelainan stadium primer terdapat
pada lidah, palatum mole, tonsil dan dinding posterior faring berbentuk
bercak keputihan. Apabila infeksi terus berlangsung akan timbul ulkus
pada daerah faring seperti ulkus pada genitalia yaitu tidak nyeri dan
didapatkan pula pembesaran kelenjar mandibula yang tidak nyeri
tekan. Kelainan stadium sekunder jarang ditemukan, namun dapat
terjadi eritema pada dinding faring yang menjalar ke arah laring.
Kelainan stadium tersier terdapat pada tonsil dan palatum, jarang
ditemukan pada dinding posterior faring. Pada stadium tersier
biasanya terdapat guma, guma pada dinding posterior faring dapat
meluas ke vertebra servikal dan apabila pecah akan menyebabkan
kematian. Guma yang terdapat di palatum mole, apabila sembuh akan
membentuk jaringan parut yang dapat menimbulkan gangguan fungsi
palatum secara permanen. Diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan
serologik, terapi penisilin dengan dosis tinggi merupakan pilihan
utama untuk menyembuhkan nya (Rusmarjonno dan hermani, 2007).
D. Patofisiologi
Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara
langsung menginvasi mukosa faring dan akan menyebabkan respon inflamasi
lokal. Kuman akan menginfiltrasi lapisan epitel, lalu akan mengikis epitel
sehingga jaringan limfoid superfisial bereaksi dan akan terjadi pembendungan
radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal
terdapat hiperemis, kemudian edema dan sekresi yang meningkat.

10
Pada awalnya eksudat bersifat serosa tapi menjadi menebal dan kemudian
cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan
keadaan hiperemis, pembuluh darah dinding faring akan melebar. Bentuk
sumbatan yang berwarna kuning, putih atau abu-abu akan didapatkan di
dalam folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan
bercak-bercak pada dinding faring posterior atau yang terletak lebih ke
lateral akan menjadi meradang dan membengkak. Virus-virus seperti
Rhinovirus dan Coronavirus dapat menyebabkan iritasi sekunder pada
mukosa faring akibat sekresi nasal (Adam, 2009).
Infeksi streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan
pelepasan extracelullar toxins dan protease yang dapat menyebabkan
kerusakan jaringan yang hebat karena fragmen M protein dari Streptococcus
ß hemolyticus group A memiliki struktur yang sama dengan sarkolema pada
miokard dan dihubungkan dengan demam reumatik dan kerusakan katub
jantung. Selain itu juga dapat menyebabkan glomerulonefritis akut karena
fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi
(Adam, 2009).

Gambar 3. Patofisiologi Faringitis Akut


Sumber: (Adam, 2009).

11
E. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang ditimbulkan faringitis tergantung pada
mikroorganisme yang menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan
tanda dan gejala umum seperti lemas, anorexia, demam, suara serak, kaku dan
sakit pada otot leher. Gejala khas berdasarkan jenisnya, yaitu:
1. Faringitis viral (umumnya oleh rhinovirus): diawali dengan gejala rhinitis
dan beberapa hari kemudian timbul faringitis. Gejala lain demam disertai
rinorea dan mual.
2. Faringitis bakterial: nyeri kepala hebat, muntah, kadang disertai demam
dengan suhu yang tinggi, jarang disertai batuk.
3. Faringitis fungal: terutama nyeri tenggorok dan nyeri menelan.
4. Faringitis kronik hiperplastik: mula-mula tenggorok kering, gatal dan
akhirnya batuk yang berdahak.
5. Faringitis atrofi: umumnya tenggorokan kering dan tebal serta mulut
berbau.
6. Faringitis tuberkulosis: nyeri hebat pada faring dan tidak berespon dengan
pengobatan bakterial non spesifik.
7. Bila dicurigai faringitis gonorea atau faringitis luetika, ditanyakan riwayat
hubungan seksual (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
F. Langkah-langkah Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang bila diperlukan (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2014).
1. Anamnesis:
Anamnesis harus sesuai dengan mikroorganisme yang
menginfeksi. Secara garis besar pasien faringitis mengeluhkan lemas,
anorexia, demam, suara serak, kaku dan sakit pada otot leher. Gejala khas
berdasarkan jenis mikroorganisme, yaitu:
a. Faringitis viral, umumnya oleh Rhinovirus diawali dengan gejala
rhinitis dan beberapa hari kemudian timbul faringitis. Gejala lain
demam disertai rinorea dan mual.

12
b. Faringitis bakterial, biasanya pasien mengeluhkan nyeri kepala hebat,
muntah, kadang disertai demam dengan suhu yang tinggi dan jarang
disertai batuk.
c. Faringitis fungal, terutama nyeri tenggorok dan nyeri menelan.
d. Faringitis kronik hiperplastik, mula-mula tenggorok kering, gatal dan
akhirnya batuk yang berdahak.
e. Faringitis kronik atrofi, umumnya tenggorokan kering dan tebal serta
mulut berbau.
f. Faringitis tuberkulosis, biasanya nyeri hebat pada faring dan tidak
berespon dengan pengobatan bakterial non spesifik.
g. Apabila dicurigai faringitis gonorea atau faringitis luetika, ditanyakan
riwayat hubungan seksual pasien.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Faringitis viral, pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis,
eksudat (virus influenza, coxsachievirus, cytomegalovirus tidak
menghasilkan eksudat). Pada coxsachievirus dapat menimbulkan lesi
vesikular di orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash.
b. Faringitis bakterial, pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring
dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat dipermukaannya. Beberapa
hari kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan faring.
Kadang ditemukan kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan
nyeri pada penekanan.
c. Faringitis fungal, pada pemeriksaan tampak plak putih di orofaring dan
pangkal lidah, sedangkan mukosa faring lainnya hiperemis.
d. Faringitis kronik hiperplastik, pada pemeriksaan tampak kelenjar limfa
di bawah mukosa faring dan lateral hiperplasi. Pada pemeriksaan
tampak mukosa dinding posterior tidak rata dan bergranular (cobble
stone).
e. Faringitis kronik atrofi, pada pemeriksaan tampak mukosa faring
ditutupi oleh lendir yang kental dan bila diangkat tampak mukosa
kering.

13
f. Faringitis tuberkulosis, pada pemeriksaan tampak granuloma perkijuan
pada mukosa faring dan laring.
g. Faringitis luetika tergantung stadium penyakit.
1) Stadium primer
Pada lidah palatum mole, tonsil dan dinding posterior faring
berbentuk bercak keputihan. Bila infeksi berlanjut timbul ulkus
pada daerah faring seperti ulkus pada genitalia yaitu tidak nyeri.
Juga didapatkan pembesaran kelenjar mandibula.
2) Stadium sekunder
Stadium ini jarang ditemukan. Pada dinding faring terdapat
eritema yang menjalar ke arah laring.
3) Stadium tersier
Terdapat guma. Predileksi pada tonsil dan palatum
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari penyakit faringitis harus sesuai dengan penyebabnya.
Tujuan Penatalaksanaan
Mengatasi gejala secepat mungkin, membatasi penyebaran infeksi serta
membatasi komplikasi.
Penatalaksanaan komprehensif penyakit faringitis akut, yaitu:
1. Istirahat cukup
2. Minum air putih yang cukup
3. Berkumur dengan air yang hangat
4. Pemberian farmakoterapi:
a. Topikal
Obat kumur antiseptik
- Menjaga kebersihan mulut
- Pada faringitis fungal diberikan nystatin 100.000-400.000 2 kali/hari.
- Faringitis kronik hiperplastik terapi lokal dengan melakukan kaustik
faring dengan memakai zat kimia larutan nitras argentin 25%.

14
b. Oral sistemik
1) Anti virus metisoprinol (isoprenosine) diberikan pada infeksi virus
dengan dosis 60-100 mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari
pada orang dewasa dan pada anak kurang dari lima tahun diberikan 50
mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari.
2) Faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya
Streptococcus group A diberikan antibiotik yaitu penicillin G benzatin
50.000 U/kgBB/IM dosis tunggal atau amoksisilin 50 mg/kgBB dosis
dibagi 3 kali/hari selama sepuluh hari dan pada dewasa 3x500 mg
selama 6-10 hari atau eritromisin 4x500 mg/hari. Selain antibiotik juga
diberikan kortikosteroid karena steroid telah menunjukkan perbaikan
klinis karena dapat menekan reaksi inflamasi. Steroid yang dapat
diberikan berupa deksametason 3x0,5 mg pada dewasa selama tiga hari
dan pada anak-anak 0,01 mg/kgBB/hari dibagi tiga kali pemberian
selama tiga hari.
- Faringitis gonorea, sefalosporin generasi ke-tiga, Ceftriakson 2
gr IV/IM single dose.
- Pada faringitis kronik hiperplastik, jika diperlukan dapat
diberikan obat batuk antitusif atau ekspektoran. Penyakit
hidung dan sinus paranasal harus diobati.
- Faringitis kronik atrofi pengobatan ditujukan pada rhinitis
atrofi.
- Untuk kasus faringitis kronik hiperplastik dilakukan kaustik
sekali sehari selama 3-5 hari.
H. Komplikasi
Komplikasi umum pada faringitis adalah sinusitis, otitis media,
epiglottitis, mastoiditis, dan pneumonia. Faringitis yang disebabkan oleh
infeksi Streptococcus jika tidak segera diobati dapat menyebabkan
peritonsillar abses, demam reumatik akut, toxic shock syndrome, peritonsillar
sellulitis, abses retrofaringeal dan obstruksi saluran pernasafan akibat dari
pembengkakan laring. Demam reumatik akut dilaporkan terjadi pada satu dari

15
400 infeksi GABHS yang tidak diobati dengan baik (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2014).

16
BAB III
HASIL KUNJUNGAN RUMAH
A. Tinjauan Kasus
Tanggal Kunjungan I : 18 Desember 2018
Tanggal Kunjungan II : 27 Desember 2018
Tanggal Kunjungan III : 28 Desember 2018
Alamat : Jl. Sapikanjai RT 11 RW 3, Kec. Nambo
Kel. Bungkutoko
B. Identitas Pasien
Nama : Ny. Warning
TTL : Parauna, 25 Mei 1982
Umur : 36 tahun
Alamat : Jl. Sapikanjai RT 11 RW 3, Kec. Nambo Kel.
Bungkutoko
Agama : Islam
Suku : Tolaki
Tabel 1. Daftar Anggota Keluarga yang tinggal dalam 1 rumah

Kedudukan Umur Pendidikan


Status
No Nama dalam (thn)/ terakhir/ Ket.
Imunisasi
Keluarga JK Pekerjaan

1. Ny. W Istri 36/P DII/ IRT Tidak diketahui Sakit


Tn. SMP/
2. Suami 33/L Tidak diketahui Sehat
Amiruddin Wiraswasta
BCG,
3. tn. Ilahm Anak 7/L SD DPT,Hep.B, Sehat
Polio, Campak
Sumber : Data Primer. 2018

17
C. Genogram Keluarga

Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien

D. Diagnosis
1. Keluhan Utama : Sakit tenggorokan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan sakit tenggorokan sejak 3 hari yang lalu
sebelum datang ke Puskesmas, keluhan dirasakan terus-menerus. Pasien
juga mengeluhkan sulit menelan dan sempat merasa demam. Pasien juga
mengeluh sulit berbicara karena nyeri tenggorokan yang dirasakan. Pasien
mengatakan tidur dengan baik, BAB dan BAK baik. Pasien mengaku
sudah beberapa kali mengalami keluhan serupa, pasien rutin berobat ke
Puskesmas jika kembali mengeluhkan penyakit yang sama. Riwayat
Pengobatan : sebelumnya pasien mengonsumsi obat anti demam dan obat
batuk. Pasien mengaku rutin berolahraga. Pasien sering mengonsumsi
nasi, lauk pauk seperti ikan, tempe, dan tahu, juga pasien sering
menkonsumsi sayur-sayuran. Riwayat penyakit terdahulu: pasien sudah
pernah menderita faringitis ± 3 bulan yang lalu, Riwayat hipertensi (-),
penyakit DM (-). Perokok passive (+).
3. Riwayat penyakit dalam keluarga
Anak laki-laki pasien juga mengeluh sakit tenggorokan

18
E. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : Sakit ringan, compos mentis
2. Tanda Vital
a) Tekanan darah : 120/90 MmHg
b) Frekwensi nadi : 62x/mnt
c) Frekwensi nafas : 18 x/mnt
d) Suhu : 36,7o C
3. Berat badan : 56 kg Bentuk normal, tidak teraba benjolan
4. Tinggi badan : 155 cm
5. Indeks Massa Tubuh : 23.33 (overweight/pra obes)
6. Kepala : Bentuk normal, tidak teraba benjolan
7. Kulit : Warna sawo matang, tangan dan kaki pucat (-)
8. Mata : Eksoftalmus (-), edema palpebra (-),
konjungtiva palpebra pucat (-),pupil isokor,
reflek cahaya (+), pergerakan mata ke segala
arah baik. sklera ikterik (-),
9. Hidung : Bagian luar hidung tak ada kelainan, sekret (-).
10. Bibir : Kering (-) pecah-pecah (-)
11. Lidah : Lidah kotor (-), tremor (-)
12. Mulut : Pembesaran tonsil (-), gusi berdarah (-), lidah
tremor (-),stomatitis (-).
13. Telinga : Otore (-)
14. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar.
15. Paru
a) Inspeksi : Simetris kanan dan kiri
b) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, krepitasi (-), vocal
fremitus kanan=kiri
c) Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
d) Auskultasi : Bronkovesikuler (-), ronkhi (-), wheezing (-)
16. Jantung
a) Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

19
b) Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
c) Perkusi : Pekak
Batas kiri pada linea midclavicularis sinistra
Batas kanan pada linea parasternalis dextra
d) Auskultasi : Bunyi Jantung I/II murni regular
17. Abdomen
a) Inspeksi : Tampak datar, ikut gerak napas
b) Auskultasi : Peristaltik usus kesan normal
c) Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-)
d) Perkusi : Timpani (+)
18. Ekstremitas
a) Ekstremitas atas : gerakan bebas, edema (-), jaringan parut (-),
pigmentasi normal, telapak tangan pucat (-), jari
tabuh (-), sianosis (-).
b) Ekstremitas bawah : gerakan bebas, jaringan parut (-), pigmentasi
normal, telapak kaki pucat (-), jari tabuh (-).
Tabel 2. Pemeriksaan Kelenjar limfe

Leher; Kanan : Normal Kiri : Normal


Axilla Kanan : Normal Kiri : Normal
Inguinal Kanan : Normal Kiri : Normal

1. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan


 Kultur Swab nasofaring
2. Alasan mengapa diperlukan pemeriksaan penunjang tersebut
 Kultur dari apusan nasofaring bertujuan untuk melihat apakah
terdapat bakteri yang menginfeksi pasien, selain itu juga dapat
diketahui bakteri apa yang menginfeksi pasien.
3. Hasil laboratorium
Tidak di lakukan pemeriksaan laboratorium
4. Diagnosis kerja
Faringitis

20
5. Penyelesaian masalah yang dihadapi pasien
- Pengobatan di Puskesmas dan meminum obat secara rutin
- Menghindari dan mengurangi faktor risiko dengan menghindari
paparan asap rokok dan polusi udara
6. Kapan pasien ini perlu dirujuk
Pasien perlu dirujuk jika sudah terjadi komplikasi seperti Demam
reumatik yang dapat mengganggu katup jantung, gangguan ginjal atau
glomerulonephritis ,abses pada tonsil atau jaringan lain pada
tenggorokan.

7. Penjelasan yang disampaikan tentang peranan pasien dan


keluarganya dalam proses penyembuhan penyakit yang diderita,
Peran anggota keluarga yang lain terutama untuk selalu menghindari dan
mengurangi faktor risiko seperti paparan asap rokok dan polusi udara
8. Penyuluhan yang dilakukan pada pasien dan keluarganya.
 Definisi faringitis: Faringitis adalah penyakit pada tenggorokan yang
disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, racun ataupun kecelekaan /
trauma
 Faktor risiko: Yang rentan terkena penyakit faringitis diantaranya
adalah orang dengan penurunan system kekebalan tubuh, orang yang
sering terpapar asap rokok, sirkulasi udara dan pencahayaan rumah
yangkurang baik, dan kebersihan lingkungan tempat tinggal yang
kurang bersih
 Gejala klinis: Gejala faringitis dapat berupa nyeri tenggorokan, nyeri
saat menelan, dan sulit bernapas
 Terapi: Sejatinya faringitis ini dapat sembuh sendiri dengan adanya
system kekebalan tubuh, namun dapat dibantu dengan
mengkonsumsi air putih minimal 2 Liter per hari dan mengkonsumsi
obat yang diresepkan oleh dokter
 Komplikasi: Komplikasi dari faringitis adalah peradangan yang lebih

21
berat di tenggorkan, penyakit pernapasan, dan bahkan demam
rematik.
9. Upaya pencegahan yang disampaikan pada keluarganya
(pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tertier)
 Pencegahan primer
- Upaya promotif, penyuluhan tentang faringits, perlunya
menghindari faktor risiko yang dapat dikendalikan
- Upaya preventif, mengetahui sumber faktor risiko pada pasien
lalu menghindarinya, seperti paparan asap rokok, pasien tetap
rutin berolahraga setiap pagi,dan menghindari polutan udara.
Pada anggota keluarga yang laki-laki agar tidak merokok.
 Pencegahan sekunder
- Keluarga serumah harus menjaga kebersihan rumah sehingga
rumah terhindar dari paparan polusi
- Segera memeriksakan pasien ke dokter saat ada keluhan
- Minum obat yang diberikan secara rutin untuk mencegah
terjadinya komplikasi.
 Pencegahan tersier
- Bila tidak ada perbaikan gejala setelah meminum obat, segera
kontrol kembali ke dokter
- Melakukan pemeriksaan darah rutin agar dapat segera diketahui
penyebab dan komplikasi yang terjadi
- Bila terdapat gejala atau tanda komplikasi segera ke dokter

F. Kegiatan yang dilakukan saat kunjungan rumah


Melakukan kunjungan rumah, memantau kondisi pasien, melakukan
diagnosis holistik, dan tindakan holistik

22
G. Diagnosis holistik
1. Aspek personal
 Pasien datang berobat dengan harapan rasa sakit yang dirasakan
dapat berkurang dan tenggorokan pasien dapat normal kembali
dengan bantuan dokter di Puskesmas.
 Pasien juga merasa khawatir terjadi komplikasi.
2. Aspek risiko internal
Faktor internal yang mempengaruhi masalah kesehatan pasien yaitu
 Faktor lingkungan
3. Aspek psikososial keluarga
 Hubungan dengan keluarga yang ada disekitarnya baik. Semua
keluarga pasien mengharapkan untuk kesembuhan pasien.

H. Diagnosis sosial, ekonomi, pencarian pelayanan kesehatan dan perilaku


1. Sosial
Hubungan dengan keluarga dan masyarakat sekitar baik.
Saling membantu jika ada kesulitan.
2. Ekonomi
Dari segi ekonomi pasien termasuk golongan ekonomi
menengah dimana penghasilan keluarga tersebut cukup untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari, rumah merupakan milik pribadi
dan ada kendaraan pribadi di rumah tersebut. Pasien mencukupi
kebutuhan sehari-hari dari penghasilan suami sedangkan pasien
merupakan seorang ibu rumah tangga.
3. Penggunaan pelayanan kesehatan
Pasien apabila sakit maka akan datang ke Pustu atau
Puskesmas untuk mendapatkan pengobatan
4. Perilaku yang tidak menunjang kesehatan.
Perilaku yang tidak menunjang kesehatan pada keluarga ini
adalah kebiasaan suami merokok di dalam rumah dan obat nyamuk

23
yang dibakar di hamper tiap ruangan dalam rumah.
I. Data sarana pelayanan kesehatan dan lingkungan kehidupan keluarga
Kesimpulan tentang
Faktor Keterangan faktor pelayanan
kesehatan
Sarana pelayanan
kesehatan yang
Puskesmas, dan pustu Memuaskan
digunakan oleh
keluarga
Cara mencapai sarana
Kendaraan motor
pelayanan kesehatan Baik
tsb
Pasien mempunyai BPJS
Tarif pelayanan sehingga pelayanan
(sangat mahal, mahal,
kesehatan yang kesehatan dan obat-
terjangkau, murah, gratis)
dirasakan obatan didapatkan secara
gratis
Kualitas pelayanan
(sangat baik, baik, biasa,
kesehatan yang Baik
kurang baik, buruk)
dirasakan
J. Lingkungan tempat tinggal
Kesimpulan tentang faktor
Karakteristik rumah dan lingkungan
lingkungan tempat tinggal
Luas rumah : 7m x 14m
Bertingkat / tidak Tidak bertingkat
Jumlah penghuni rumah : 3 orang
Kondisi halaman : Bersih
Lantai rumah dari : Kayu
Dinding rumah dari : Kayu
Kondisi dalam rumah : Bersih
Kepemilikan rumah :
Milik sendiri
(milik sendiri, kontrak, menumpang)
Daerah perumahan :
Padat dan bersih
(kumuh, padat, berjauhan, bersih, mewah)
Sumber Air Air gunung

24
K. Intervensi pada keluarga
1. Kunjungan pertama/ Selasa, 18 Desember 2018
- Memantau kondisi dan lingkungan rumah, ditemukan bahwa kondisi
rumah pasien cukup bersih, ventilasi udara baik, pencahayaan baik,
namun di luar rumah pasien terdapat tumpukan sampah
- Menggali informasi tentang keluarga pasien, ditemukan bahwa
keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan yang serupa
dengan pasien
- Mencari informasi tentang penyakit pasien yang sekarang maupun
yang terdahulu dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, ditemukan
bahwa pasien saat ini menderita penyakit Faringitis dan pada
pemeriksaan fisik ditemukan adanya rasa sakit pada saat menelan
- Melakukan pemeriksaan tanda vital dan keadaan umum pasien,
ditemukan bahwa pasien mengeluh sakit tenggorokan dengan tanda
vital yang masih dalam batasan normal .
2. Kunjungan kedua/ Kamis, 27 Desember 2018
- Melakukan pemeriksaan tanda vital dan keadaan umum pasien,
ditemukan tekanan darah pasien yaitu 120/80 mmHg
- Melakukan edukasi bersama pasien dan keluarga mengenai definisi,
faktor risiko, pemeriksaan yang dibutuhkan, terapi dengan gaya hidup
dan obat, serta komplikasi dari faringitis.
- Menyarankan kepada pasien agar minum obat teratur dan selalu
berkonsultasi ke dokter atau Puskesmas terdekat.
3. Kunjungan ketiga/ Jum’at, 24 November 2018
- Melakukan pemeriksaan tanda vital dan keadaan umum pasien,
ditemukan tekanan darah pasien 110/80 mmHg
- Melakukan evaluasi mengenai edukasi dan intervensi yang telah
diberikan : Pasien sudah mengetahui tentang faringitis, faktor resiko,
pengobatan dan cara mencegah agar keluhan tidak bertambah berat.
- Keluarga pasien menyadari pentingnya peran keluarga dalam
pengobatan pasien.

25
L. Data pola hidup keluarga
1. Pola kesehatan
Bila anggota keluarga sakit berobat ke Puskesmas
2. Pola kebiasaan sehari-hari
a. Pola makan dan makanan
 Semua anggota keluarga makan 3x sehari
- Sarapan: nasi putih, tempe/tahu, sayur, telur
- Makan siang: nasi putih, tempe/tahu, sayur, ikan/ayam
- Makan malam: nasi putih, tempe/tahu, sayur, ikan
 Penyediaan makanan : Goreng dan rebus (lebih sering diolah
dengan digoreng)
 Air minum : air galon
b. Pola kebersihan
 Mandi 2x/ hari. Ganti pakaian dalam 2-3x/ hari.
 Keluarga mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah
makan.
 Mencuci pakaian 3 kali seminggu
 Sumber air untuk mencuci dan mandi yaitu air gunung

26
BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Simpulan yang saya dapatkan adalah sebagai berikut:

1. Karakteristik dari pasien adalah tinggal bersama suami dan anaknya,

pendidikan terakhir SMA, sebagai IRT, kebersihan rumah baik. Pasien

memiliki hubungan baik dengan keluarga serumah dan masyarakat

sekitar. Keluarga pasien mendukung untuk kesembuhan pasien.

2. Faktor risiko pada pasien ini terhadap faringitis adalah


a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah :
Jenis kelamin dan genetik
b. Faktor risiko yang dapat diubah
Lingkungan tempat tinggal pasien yang sering terpapar asap rokok
dan polusi
3. Rencana pemecahan masalah kesehatan pasien faringits dan keluarganya
yaitu :
a. Melakukan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang faktor
resiko, penatalaksanaan faringitis
b. Mengingatkan pada pasien tentang pentingnya mengetahui faktor
risko dan pencegahan serta pengobatan faringitis
c. Memberikan semangat dan dukungan emosional kepada pasien,
semangat agar keluarga tetap berusaha untuk membantu dan
mendukung kesembuhan pasien
d. Melakukan follow up pasien tentang edukasi dan intervensi yang
telah diberikan.

27
B. Saran
1. Saran kepada penderita
a. Berusaha untuk lebih memahami penyakit yang dideritanya.
b. Tetap rajin mengontrol kesehatannya ke pelayanan kesehatan
masyarakat terdekat.
2. Saran kepada keluarganya
a. Berhenti merokok dan lindungi diri dan keluarga dari paparan asap
rokok dan polusi udara
b. Melakukan olahraga
c. Melakukan pengobatan ke fasilitas pelayanan kesehatan apabila sakit.
3. Saran kepada petugas kesehatan
a. Melakukan penyuluhan pada semua warga mengenai faringitis dan
menjelaskan tentang faktor resiko, bahaya maupun cara mencegahnya.
b. Penggunaan metode yang lebih bersifat proaktif dalam melakukan
penyuluhan

28
DAFTAR PUSTAKA

Acerra, J.R. 2010. Pharyngitis. Departement of Emergency Medicine. North


Shore. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/764304overview. [Accessed:20
September 2014].
Adam, G.L. Diseases of the nasopharynx and oropharynx. 2009. In: Boies
fundamentals of otolaryngology. A text book of ear, nose and throat
diseases E.B aun ers Co. pp. 332-369.
Departemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2004. 2006
Februari. [cited 2013 oktober 11]. Available from:
http://www.depkes.go.id
Efiaty Arsyad, Nurbaiti Iskandar, Jenny Bashiruddin, Ratna Dwi Restuti. Buku
Ajar Penyakit THT UI . Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. h.
217-225.
Febriani, D.A., 2012. Asuhan Keperawatan Pada An.D dengan Gangguan Sistem
Pernafasan : Faringitis Akut Di Ruang Mina RS PKU Muhammadiyah
Surakarta. Naskah Publikasi Ilmiah. Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Surakarta
Iskandar, N., Soepardi, E., & Bashiruddin, J., et al (ed). 2007. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi ke
7.Jakarta:Balai Penerbit FKUI.
Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014. Jakarta : Kemenkes RI;
2015.
Prasetyaningrum A., 2010. Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Penderita
infeksi Saluran Pernafasan Akut di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
Umum Daerah Kabupaten Karanganyar Tahun 2009. Skripsi. Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Surakarta
Rusmarjono dan Bambang Hermani, 2007. Bab IX Nyeri Tenggorok. Dalam:
Efiaty A.S., Nurbaiti I., Jenny B. dan Ratna D.R.. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Jakarta, 2007.
Edisi ke-6: 212215; 217-218.

29
Lampiran 1. Dokumentasi

Gambar 2. Kunjungan pertama, Anamnesis dan pemeriksaan fisik pada


pasien

Gambar 3. Kunjungan kedua, anamnesis, pemeriksaan fisik dan edukasi pasien

30
Gambar 4. Kunjungan ketiga, melakukan evaluasi kepada pasien dan keluarga
terkait edukasi dan intervensi yang telah diberikan.

Gambar 5. Ruang keluarga rumah pasien

31
Gambar 6. Dapur pasien

Gambar 7. Kamar mandi pasien

32

Anda mungkin juga menyukai