KEDOKTERAN KELUARGA
Disusun oleh :
Sri Suteja Jayani
22010116220392
Laporan Kasus Kedokteran Keluarga Seorang Anak Perempuan Usia 8 Tahun dengan
Faringitis Akut dd/ Viral dengan telah disajikan guna melengkapi tugas Kedokteran
Keluarga Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro pada tanggal 5 Oktober 2018.
Mengesahkan,
Pembimbing
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan dari studi kasus ini adalah:
1.2.1 Tujuan umum
Tujuan umum dari studi kasus ini adalah memahami dan melaksanakan diagnosis
holistik serta penanganan komprehensif pasien anak faringitis akut berdasarkan
pendekatan keluarga.
1.2.2 Tujuan khusus
Tujuan khusus dari studi kasus ini adalah:
3
Terlaksananya kunjungan ke rumah pasien
Mengatahui diagnosis holistik pasien dan keluarga pasien
Terlaksananya penatalaksanaan pasien secara komprehensif
1.3 Manfaat
Studi kasus ini diharapkan dapat menjadi media belajar bagi mahasiswa agar dapat
melaksanakan praktik kedokteran keluarga termasuk diagnostik holistik dan
penanganan komprehensif secara langsung kepada pasien anak dengan faringitis
akut.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ISPA
2.1.1 DEFINISI
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan infeksi pada saluran nafas
baik saluran pernafasan atas maupun bawah (parenkim paru) yang sudah akut. Suatu
penyakit dikatakan akut jika infeksi tersebut berlangsung hingga 14 hari. Infeksi akut
pada saluran pernafasan ini sering terjadi pada anak dibawah usia 5 tahun. Kejadian
penyakit ini sering terjadi di negara berkembang 2-10 kali lipat lebih besar daripada di
negara maju. Penyebab ISPA di negara berkembang lebih banyak disebabkan oleh
bakteri, sedangkan di negara maju disebabkan oleh virus.1
Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian ISPA terbagi atas faktor
instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik yaitu meliputi umur, jenis kelamin, status
gizi, berat badan lahir rendah (BBLR), status imunisasi, pemberian air susu ibu (ASI),
dan pemberian vitamin. Faktor ekstrinsik meliputi kepadatan tempat tinggal, polusi udara,
ventilasi, asap rokok, penggunaan bahan bakar untuk memasak, penggunaan obat nyamuk
bakar, serta factor ibu baik pendidikan, umur, maupun pengetahuan ibu.5
2.1.2 EPIDEMIOLOGI
Kasus ISPA di Indonesia pada tiga tahun terakhir menempati urutan pertama
penyebab kematian bayi yaitu sebesar 32,1% (2009), 18,2% (2010) dan 38,8% (2011).
Selain itu, penyakit ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah
sakit. Berdasarkan data dari Penanggulan Penyakit (P2) program ISPA, cakupan
penderita ISPA melampaui target 16.534 kasus yaitu sebesar 18.749 kasus (13,4%).2
Angka ISPA tertinggi pada balita (>35%), sedangkan terendah pada kelompok umur 15-
24 tahun. Prevalensi ISPA cenderung meningkat sesuai dengan meningkatnya umur.
Tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan untuk penderita ISPA.2
2.1.3 PATOFISIOLOGI
Penyakit ISPA terjadi disebabkan oleh virus dan bakteri. Virus terbanyak yang
menyebabkan ISPA di antaranya adalah Rhinovirus, Adenovirus, RSV (Respiratory
5
Syncytia Virus), virus Influenza, virus Parainfluenza. Pada klasifikasi khusus seperti
bronkhitis akut ditemukan virus rubeola dan paramyxavirus. Sedangkan pada bronkiolitis
ditemukan virus Mycoplasma. Virus-virus tersebut paling banyak ditemukan pada kasus
ISPA. Selain virus, penyebab infeksi pada pernafasan akut juga disebabkan oleh bakteri.
Bakteri yang sering menyerang seperti bakteri Streptococcus, pada kasus penyakit
faringitis, tonsilitis dan tonsilofaringitis adalah bakteri Strepcoccus beta hemolitikus grup
A dan Streptococcus grup A. Golongan Streptococcus lainnya yang biasanya
menyebabkan infeksi adalah Streptococcus pnemuoniae dan Streptococcus Pyogenes.
Bakteri lain seperti Hemophilus influenzae (beberapa di ataranya tipe B), Staphylococcus
aereus, dan Mycoplasma pneumoniae.1
Perjalanan penyakit ISPA berawal dari saluran pernafasan yang dilapisi oleh mukosa
bersilia. Udara yang masuk melalui hidung akan disaring oleh rambut pada hidung,
partikel kecil dari udara akan menempel pada mukosa. Pada udara yang kotor, partikel
udara akan tertahan pada mukosa sehingga pergerakan silia akan menjadi lambat yang
akan berakibat pada iritasi pada saluran pernafasan. Hal tersebut membuat peningkatan
produksi lendir sehingga saluran pernafasan menjadi sempit dan makrofage. Akibatnya
benda asing akan terarik dan bakteri atau virus tidak dapat dikeluarkan dari sistem
pernafasan.7
2.2 FARINGITIS
2.2.1 DEFINISI
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus
(40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin dan lain-lain.8 Faringitis akut adalah
infeksi pada faring yang disebabkan oleh virus atau bakteri, yang ditandai oleh adanya
nyeri tenggorokan, faring eksudat dan hiperemis, demam, pembesaran kelenjar getah
bening leher dan malaise.9
2.2.2 EPIDEMIOLOGI
Setiap tahunnya ± 40 juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan karena
faringitis. Anak-anak dan orang dewasa umumnya mengalami 3−5 kali infeksi virus pada
saluran pernafasan atas termasuk faringitis.2 Frekuensi munculnya faringitis lebih sering
pada populasi anak-anak. Kira-kira 15−30% kasus faringitis pada anak-anak usia sekolah
6
dan 10% kasus faringitis pada orang dewasa. Biasanya terjadi pada musim dingin yaitu
akibat dari infeksi Streptococcus ß hemolyticus group A. Faringitis jarang terjadi pada
anak-anak kurang dari tiga tahun.10 Infeksi Stereptococcus β -hemolyticus Group A
merupakan penyebab faringitis akut pada orang dewasa sebanyak 5%-15% dan pada
anak-anak sebanyak 20%-30%.11 Bakteri ini banyak menyerang anak usia sekolah, orang
dewasa dan jarang pada anak usia <3 tahun. Penularan infeksi dapat terjadi melalui sekret
hidung dan ludah (droplet infection).8
2.2.3 KLASIFIKASI
Klasifikasi faringitis menurut Kemenkes RI (2013):2,8
Faringitis akut
Faringitis viral
Faringitis viral sering muncul dengan gejala demam disertai rinorea, mual, nyeri
tenggorok dan keluhan sulit menelan. Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil
hiperemis. Pada faringitis viral akibat Epstein Barr Virus (EBV) dapat disertai produksi
eksudat dan pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama retroservikal dan
hepatosplenomegali. Sedangkan akibat virus influenza, coxsachievirus dan
cytomegalovirus tidak menimbulkan eksudat.
Faringitis bakterial
Faringitis bakterial dapat disertai gejala berupa nyeri kepala, muntah, dan kadang-kadang
disertai demam dengan suhu yang tinggi dan jarang disertai batuk. Pada pemeriksaan
tampak tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di
permukaannya.
Faringitis fungal
Faringitis fungal seringkali disebabkan oleh Candida yang tumbuh di mukosa rongga
mulut dan faring. Dapat disertai keluhan nyeri tenggorok dan nyeri menelan. Pada
pemeriksaan tampak plak putih di orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis.
Faringitis kronik
Faringitis kronik hiperplastik
Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring.
Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata dan bergranular. Keluhan
7
yang muncul awalnya berupa tenggorok yang kering gatal dan akhirnya muncul batuk
berdahak.
Faringitis kronik atrofi
Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rinitis atrofi. Pada awalnya
pasien mengeluh tenggorok kering dan tebal serta dapat disertai keluhan mulut berbau.
Pada pemeriksaan tampak mukosa faring tertutup oleh lendir yang kental dan disekitarnya
tampak mukosa kering.
2.2.4 DIAGNOSIS
Berdasarkan anamnesis, dapat ditemukan keluhan:
1. Tonsilofaringitis streptokokus grup A : nyeri tenggorok, disfagia, eksudat
tonsil/faring, demam (diatas 38°C ), pembesaran kelenjar leher anterior, bisa atau
tidak ada batuk.
2. Tonsilofaringitis karena virus : rhinorea, suara serak, batuk, konjungtivitis.
Pada beberapa kasus disertai diare, ulkus di palatum mole dan dinding faring serta eksudat
di palatum dan tonsil yang sulit dibedakan dengasn eksudat karena faringitis
streptokokus.
Diagnosis ditegakkan secara klinis. Namun, dapat didukung dengan kultur atau tes
antigen. Sistem skoring merupakan suatu strategi yang cost efective dalam tata laksana
kasus faringitis akut yang dikembangkan untuk memprediksi kemungkinan faringitis
streptokokus grup A pada seorang anak.13
Skoring McIsaac atau skor centor merupakan metode sederhana yang penggunaannya
memakai empat tanda atau gejala klinis, berupa suhu >38°C, adanya edema atau eksudat
di tonsil, pembesaran kelenjar getah bening leher anterior, tidak ada batuk ditambah 1
nilai untuk klasifikasi usia 3-14 tahun.13 Saat ini, skoring McIsaac telah dipakai di
banyak negara dengan nilai diagnostik dilaporkan cukup tinggi.14
2.2.5 TATALAKSANA
Sebagian besar etiologi faringitis adalah virus, pada umumnya bersifat ringan,
dapat sembuh sendiri dan tidak memerlukan antibiotik. Tujuan penatalaksanaan pada
faringitis adalah mengatasi gejala secepat mungkin, membatasi penyebaran infeksi serta
membatasi komplikasi. Untuk bakteri, Group A Streptococcus merupakan penyebab
terbanyak dan memerlukan perhatian khusus karena adanya komplikasi demam rematik
8
(DR) dan penyakit jantung rematik (PJR). Pemberian antibiotic pada faringitis ditujukan
terutama untuk mencegah timbulnya komplikasi tersebut.14
Tabel 1. Skor Centor
Kriteria Point
Temperatur >38oC 1
Tidak ada batuk 1
Pembesaran kelenjar leher anterior 1
Pembengkakan/eksudat tonsil 1
3 – 14 tahun 1
15 – 44 tahun 1
≥ 45 tahun -1
or 0-1
eksi
Gambar 1. Tatalaksana faringitis
9
Sejumlah antibiotika terbukti efektif pada terapi faringitis oleh Streptococcus
grup A, yaitu mulai dari Penicillin dan derivatnya, cefalosporin maupun makrolida.
Penicillin tetap menjadi pilihan karena efektivitas dan keamanannya sudah terbukti,
spektrum sempit serta harga yang terjangkau. Amoksisilin menempati tempat yang sama
dengan penicilin, khususnya pada anak dan menunjukkan efektivitas yang setara. Lama
terapi dengan antibiotika oral rata-rata selama 10 hari untuk memastikan eradikasi
Streptococcus, kecuali pada azitromisin hanya 5 hari. Berikut ini adalah panduan
pemilihan antibiotika yang dapat digunakan.15
10
BAB III
LAPORAN HASIL KUNJUNGAN RUMAH
11
Saat di Puskesmas, pasien masih batuk (+), batuk tidak berdahak, batuk
dikeluhkan terus menerus. Batuk disertai demam (+), demam masih dirasakan,
suhu tidak diukur, sudah diberi obat penurun panas pada pagi hari sebelum ke
Puskesmas, pilek (+) ingus encer dan bening, mual (-), muntah (-), kejang (-), diare
(-), keluar cairan dari telinga (-), nafsu makan baik, BAB dan BAK dalam batas
normal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat batuk pilek (+)
- Riwayat asma disangkal
- Riwayat alergi disangkal
Riwayat prenatal : ANC > 4x di bidan dan dokter, riwayat sakit saat hamil (-
), hipertensi (-), DM (-), riwayat trauma (-), ANB (-), konsumsi tablet Fe (+),
konsumsi jamu dan obat selain dari bidan (-).
Riwayat natal : Lahir bayi perempuan dari ibu G2P1A0, hamil aterm,
spontan, ditolong bidan, langsung menangis, biru (-), kuning (-), BBL= 2,600
gram, PBL=48 cm
Riwayat post natal : Anak rutin dibawa ke posyandu untuk ditimbang dan
diimunisasi
12
6-12 bulan : ASI ad libitum + MPASI (bubur susu 3 x sehari @
semangkuk kecil, habis)
12 bulan – 24 bulan : Susu formula + MPASI (nasi tim 3 x sehari @
semangkuk kecil, habis)
24 bulan – sekarang : makanan keluarga (3x sehari @ semangkuk kecil
habis)
Konsumsi daging ayam, ikan, telur, atau daging sapi dalam seminggu ±3 kali
Kesan: ASI eksklusif, kualitas dan kuantitas makanan cukup.
Riwayat Imunisasi Dasar
13
B. Pemeriksaan Fisik
Tanggal 25 September 2018, pukul 08.20 WIB di Poli Puskesmas Tlogosari Kulon
Semarang
14
Pa : Stem fremitus kanan = kiri
Pe : Sonor seluruh lapangan paru
Au : Suara dasar vesikuler, suara tambahan (-),
ronchi (-), wheezing (-)
Jantung : In : Iktus kordis tak tampak
Pa : Iktus kordis teraba di SIC V 2 cm medial LMCS
Pe : Konfigurasi jantung dalam batas normal
Au : Suara jantung I-II normal, bising (-), gallop (-)
Abdomen : In : Datar
Au : Bising usus (+) normal
Pe :Timpani, pekak sisi (+) N, pekak alih (-)
Pa :Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tak teraba
15
3. Diagnosis Kerja
Faringitis akut dd/ viral
Gizi baik, perawakan normal, mesosefal
4. Rencana Penatalaksanaan
Medikamentosa: Paracetamol.
Non medikamentosa :
Edukasi mengenai cara penularan faringitis, tanda dan gejala faringitis
Edukasi kepada keluarga etika bersin atau batuk untuk menutup dengan
tisu/tangan agar mencegah penularan penyakit kepada orang lain
Edukasi tentang pola hidup sehat seperti:
Cuci tangan teratur terutama setelah beraktivitas di tempat umum
Gosok gigi setelah makan dan sebelum tidur minimal dua kali sehari.
Perbanyak konsumsi makanan kaya serat dan vitamin untuk meningkatkan
daya tahan tubuh
Berolahraga secara teratur dan istirahat cukup untuk meningkatkan
kekebalan tubuh dan mengurangi risiko penularan infeksi.
3.3 Data Tambahan
Profil Keluarga yang Tinggal Satu Rumah
16
adalah ibu rumah tangga, kesan ekonomi cukup. Bila sakit, anak dibawa berobat ke
Puskesmas di dekat rumah. Makan dan minum anak sama seperti makanan keluarga.
- Asih : Kasih sayang dan perhatian utama berasal dari ayah dan Ibu. Anak lebih
banyak menghabiskan waktu dengan ibu karena ayah bekerja dari pagi hingga sore.
- Asah : Stimulasi diberikan oleh kedua orangtua dan kakak pasien, untuk saat ini
pasien adalah anak sekolah kelas 3 SD. Pasien sering diajari oleh kedua
orangtuanya.
Aspek Psikososial
Aspek psikososial adalah aspek yang berkaitan dengan emosi, sikap, pengetahuan,
perilaku, keterampilan, nilai-nilai sosial budaya, kepercayaan, dan adat istiadat di
lingkungan sekitar anak. Meliputi mikrosistem, minisistem, mesosistem, dan
makrosistem.
Mikrosistem meliputi faktor-faktor yang terdapat di dalam anak itu sendiri yang
dapat mempengaruhi kesehatannya di masa depan. Pada anak ini didapatkan aktivitas
yang cukup sering dan kebiasaan mencuci tangan yang kurang menyebabkan daya tahan
tubuh anak mejadi menurun sehingga mudah terserang penyakit. Anak mendapatkan ASI
eksklusif. Imunisasi dasar lengkap, booster (+).
Minisistem meliputi interaksi anak dengan anggota keluarganya di rumah.
Interaksi sesama anggota keluarga. Keluarga yang tinggal serumah dengan pasien adalah
kedua orangtua dan kakak pasien. Sehari-hari anak dirawat oleh ibu karena ayah bekerja
dari pagi hingga sore. Diberikan edukasi agar orangtua dapat memberikan kasih sayang
dan stimulasi kepada anak, menyempatkan waktu tiap hari untuk berinteraksi dengan
anak, dan ikut memantau perkembangan dan pertumbuhan anak. Juga diberi edukasi
mengenai penyakit faringitis, pentingnya cuci tangan, kebersihan mulut, dan merokok di
luar rumah.
Mesosistem merupakan lingkungan di sekitar rumah pasien, seperti tetangga,
posyandu, dan puskesmas. Fasilitas kesehatan dan sarana pendidikan terjangkau. Pada
kasus ini ibu diminta untuk kontrol ke Puskesmas apabila penyakit tidak kunjung
membaik, juga diberi pengetahuan mengenai higenitas dan sanitasi.
17
Makrosistem yaitu berkaitan dengan kebijakan pemerintah, sosial budaya
masyarakat, dan lembaga non pemerintahan yang ikut andil dalam usaha tumbuh
kembang anak yang optimal. Pemerintah telah membuat program yang dapat
mendukung tumbuh-kembang anak lewat buku KIA, posyandu, dan imunisasi rutin.
Pada kasus ini keluarga pasien menggunakan BPJS sebagai asuransi kesehatan.
Permasalahakan pada pasien ini terletak pada lingkungan mikrosistem dan
minisistem, dimana untuk lingkungan mikrosistem terdapat kurangnya kebiasaan cuci
tangan pada anak sehingga menyebabkan anak rentan terkena infeksi. Permasalahan
pada lingkungan minisistem terdapat pada kurangnya kebiasaan cuci tangan dalam
keluarga. Lingkungan mesosistem dan makrosistem tidak ada permasalahan.
Gambar 2. Genogram
Keterangan :
- Tanggal pembuatan genogram: 26 September 2018 pukul 10.30
- Pemberi Informasi: Ny. S
: Laki-laki : Pasien
18
B. Family Map
1. Disfungsional
Hubungan antara anggota keluarga tidak erat
2. Fungsional
Hubungan antara keluarga erat
3. Enmeshed/over-involved/terlalu ikut campur
Hubungan antara keluarga yang terlalu ikut campur
4. Clear Boundaries (Batasan yang jelas)
Menolong keluarga mempertahankan otonomi dan privasi individual tanpa
mengurangi rasa saling memiliki dan interdependensi dalam keseluruhan
keluarga.
5. Rigid Boundaries (Batasan yang terlalu kaku)
Membuat anggota keluarga menjadi berjarak dan saling terisolasi. Otonomi
mungkin tetap ada namun sulit mempertukarkan keterlibatan dan afeksi satu sama
lain.
6. Diffused Bondaries (Batasan yang terlalu buram)
Membuat masing-masing anggota keluarga sangat mudah terganggu oleh campur
tangan anggota keluarga lainnya. Perkembangan kemandirian menjadi terhambat.
Kesimpulan Hubungan antara pasien dan keluarga yang tinggal serumah
dalam keadaan yang fungsional.
19
C. Family Life Line
20
Affection Saya puas dengan kehangatan/kasih
√
sayang yang diberikan keluarga saya
Keterangan :
Total Skor 8-10 : fungsi keluarga sehat
Skor 4-7 : fungsi keluarga kurang sehat
Skor 0-3 : fungsi keluarga sakit
Dari tabel di atas, bila dijumlahkan mempunyai total 10 poin yang menunjukkan bahwa
fungsi dalam keluarga ini sehat.
F. SCREEM
Tabel 5. Screem
Variabel Resource Pathology
Social Pasien dapat berinteraksi dengan kedua orangtua
dan kakak pasien dengan baik. Hubungan pasien
dengan tetangga maupun teman sekelas dan
sepermainan juga berjalan baik.
Cultural Pasien merupakan suku Jawa dan lama hidup di
Jawa. Pasien tidak terlalu percaya akan hal-hal
mistis.
Religion Pasien menganut agama Islam. Keluarga juga
menganut agama yang sama. Pasien selalu sholat
5 waktu.
Economic Ayah pasien bekerja sebagai pegawai swasta dan
sampingan berdagang dengan pendapatan ±
Rp3.000.000,- s.d. Rp 5.000.000,- per bulan. Ibu
merupakan seorang ibu rumah tangga. Uang
tersebut dipakai untuk kebutuhan rumah tangga
sehari-hari seperti makan, obat, biaya anak dan
lainnya. Biaya pengobatan menggunakan
asuransi BPJS yang ditanggung perusahaan.
21
Education Saat ini pasien merupakan seorang siswi kelas 3
SD.
Medical Sikap keluarga pasien apabila ada anggota
keluarga sakit adalah membeli obat sendiri di
warung terdekat, dan apabila keadaan tidak
membaik maka akan segera di bawa ke fasilitas
kesehatan terdekat.
22
Pasien adalah pelajar kelas 3 SD. Orangtua pasien melakukan perencanaan dan
menyediakan dana khusus untuk sekolah anaknya kelak.
5. Fungsi Religius
Pasien sejak kecil menganut agama Islam dan keluarganya juga menganut agama
yang sama dan taat beribadah.
6. Fungsi Sosial dan Budaya
Pasien dan keluarga tinggal di Bugen Utara RT7/RW3, Semarang. Pasien
bersosialisasi dengan lingkungan di sekitar rumah. Hubungan dengan tetangga
dekat terjalin cukup baik.
23
3.7 Perilaku Hidup Sehat
Tabel 6. Perilaku Hidup Sehat
Indikator Pasien Ayah Ibu Kakak Keluarga
Keluarga mengikuti KB Y 1
24
Faktor perilaku
PERILAKU
1. Langit-langit Ada
3. Lantai Ubin
25
2) Sarana sanitasi
SPAL ada dialirkan ke selokan terbuka.
Sarana pembuangan sampah ada, tertutup dan kedap air.
Sarana air bersih didapatkan dari pdam.
Jarak sumber air bersih dengan tempat pembuangan kotoran > 10 meter.
Jamban keluarga berupa leher angsa.
3) Akses ke sarana kesehatan
Terdapat Puskesmas Tlogosari Kulon dapat ditempuh selama 15 menit dengan
kendaraan bermotor
4) Denah rumah
26
3.10 Diagnosis Holistik
a. Aspek I :
Keluhan : batuk, pilek
Kekhawatiran : batuk, pilek tidak lekas sembuh
Harapan : selalu sehat dan jarang tertular batuk pilek
b. Aspek II
Pasien merupakan anak perempuan usia 8 tahun dengan faringitis akut, gizi baik,
perawakan normal.
c. Aspek III
Genetik : faktor risiko tidak ada dari keluarga
Pendidikan : tidak ditemukan faktor risiko pendidikan yang dapat
mempengaruhi kesehatan pasien
Gaya hidup : sering berolahraga
Pola makan : Pasien memiliki kebiasaan makan 2-3x/hari dengan menu
makan yang bervariasi. Pasien biasanya makan di rumah dan
menggunakan garam beryodium untuk memasak. Variasi
makanan sebagai berikut: nasi, lauk (tahu, tempe, ikan, telur,
ayam), sayur hijau, dll. Air minum biasanya air putih, susu atau
teh. Pasien kadang-kadang mengkonsumsi buah
Istirahat : pasien tidur jam 21.00 sampai 05.00 WIB
Kebiasaan :pasien belum memiliki kebiasaan cuci tangan serta etika
batuk/bersin yang baik.
d. Aspek IV
Kebiasaan keluarga :
Anggota keluarga memiliki kesibukan masing masing. Ayah pasien bekerja sebagai
pegawai swasta yang memiliki sampingan berdagang. Keseharian pasien membantu
Ayah atau Ibu dirumah, belajar dan bermain. Interaksi pasien dengan keluarga baik.
Kondisi ekonomi keluarga cukup.
Edukasi pada keluarga :
Jika pasien sakit, keluarga akan merawat pasien dan membawa ke fasilitas
kesehatan yang terdekat
27
e. Aspek V
Derajat fungsional dengan skor 1, yaitu pasien mampu melakukan aktivitas sehari-
hari.
3.11Pengelolaan Komprehensif
1. Patient centered care
1. Promotif :
a. Mengedukasi pasien cuci tangan menggunakan sabun setelah beraktivitas dan
sebelum makan.
b. Mengedukasi pasien sikat gigi setelah makan dan sebelum tidur, minimal 2
kali sehari dengan cara yang benar untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut.
2. Preventif
a. Mengedukasi pasien etika batuk dan bersin agar mencegah penularan.
b. Mengedukasi pasien untuk mengurangi makan gorengan dan minuman
kemasan agar tidak menimbulkan iritasi/radang pada saluran napas.
3. Kuratif
a. Mengedukasi untuk makan makanan bergizi dan istirahat cukup untuk
meningkatkan daya tahan tubuh.
b. Pemberian paracetamol.
4. Rehabilitatif
a. Karena belum ditemukan adanya kelainan kesehatan pada pasien, maka belum
diperlukan tindakan rehabilitatif.
2. Fokus pada Keluarga (Family Focused)
1. Promotif :
a. Mengedukasi keluarga cuci tangan menggunakan sabun setelah beraktivitas
dan sebelum makan.
b. Mengedukasi keluarga sikat gigi setelah makan dan sebelum tidur, minimal 2
kali sehari dengan cara yang benar untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut.
c. Mengedukasi keluarga agar membersihkan rumah secara teratur.
2. Preventif
28
a. Mengedukasi keluarga mengenai faringitis, tanda dan gejala, serta
pencegahannya.
b. Mengedukasi etika batuk dan bersin agar mencegah penularan.
c. Mengedukasi keluarga untuk mengurangi makan gorengan dan minuman
kemasan agar tidak menimbulkan iritasi/radang pada saluran napas.
d. Mengedukasi keluarga agar mencari fasilitas kesehatan saat berwisata
sehingga mengetahui informasi kesehatan yang perlu diperhatikan dan akses
terdekat pelayanan kesehatan wisata.
3. Kuratif
a. Perlunya motivasi yang diberikan oleh keluarga agar pasien makan makanan
bergizi dan istirahat cukup untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
b. Mengedukasi keluarga agar memberikan paracetamol kepada pasien jika
masih demam.
4. Rehabilitatif
a. Karena belum ditemukan adanya kelainan kesehatan pada pasien, maka belum
diperlukan tindakan rehabilitatif.
3. Orientasi pada Komunitas (Community Oriented)
1. Promotif :
a. Mengedukasi lingkungan sekitar rumah untuk cuci tangan menggunakan
sabun setelah beraktivitas dan sebelum makan.
b. Mengedukasi tetangga agar membersihkan lingkungan sekitar rumah secara
teratur.
2. Preventif
a. Mengedukasi tetangga agar memperhatikan etika batuk dan bersin agar
mencegah penularan.
b. Mengedukasi tetangga untuk mendukung pasien dan orang lain yang sakit
serupa untuk mengurangi makan gorengan dan minuman kemasan agar tidak
menimbulkan iritasi/radang pada saluran napas.
3. Kuratif
a. Perlunya motivasi yang diberikan oleh tetangga dan teman bermain agar
pasien dapat istirahat cukup untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
29
4. Rehabilitatif
a. Karena belum ditemukan adanya kelainan kesehatan pada pasien, maka belum
diperlukan tindakan rehabilitatif.
30
Indikator keberhasilan : Pasien dan keluarga mengetahui, dapat mengulangi
edukasi yang diberikan, pasien dan keluarga mau melaksanakan apa yang
disarankan, termasuk kebiasaan cuci tangan, kebiasaan menggosok gigi,
menerapkan etika batuk dan bersin, makan makanan bergizi dan istirahat cukup.
31
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penatalaksaan pasien anak perempuan 8 tahun dengan faringitis akut dd/ viral, gizi
baik, perawakan normal dengan pendekatan kedokteran keluarga adalah sebagai
berikut:
o Medikamentosa: Paracetamol
o Non medikamentosa :
Edukasi mengenai cara penularan faringitis, tanda dan gejala faringitis
Edukasi kepada keluarga ketika bersin atau batuk untuk menutup dengan
tisu/tangan agar mencegah penularan penyakit kepada orang lain
Edukasi tentang pola hidup sehat seperti:
Cuci tangan teratur terutama setelah beraktivitas di tempat umum
Gosok gigi setelah makan dan sebelum tidur minimal dua kali sehari.
Perbanyak konsumsi makanan kaya serat dan vitamin untuk meningkatkan
daya tahan tubuh
Berolahraga secara teratur dan istirahat cukup untuk meningkatkan
kekebalan tubuh dan mengurangi risiko penularan infeksi.
o Pembinaan terhadap pasien dan keluarga
Mengedukasi keluarga mengenai faringitis, tanda dan gejala, serta
pencegahannya.
Mengedukasi keluarga untuk membersihkan rumah.
Pentingnya mengetahui fasilitas kesehatan saat hendak berwisata
4.1. Saran
Untuk menurunkan angka kejadian faringitis akut diperlukan pendekatan keluarga
dalam menatalaksana pasien secara komprehensif.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Wantania JM, Naning R, Wahani A. Infeksi saluran pernapasan akut. Dalam:
Rahayoe NN, Supriyatno B, Setiyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak.
Edisi Pertama. Jakarta: Pusat Penerbitan Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008
2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Republik Indonesia
tahun 2013.
3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Republik Indonesia
tahun 2005.
4. Departemen Kesehatan RI. 2014. Data Dinas Kesehatan Jawa Tengah,
Kabupaten Magelang tahun 2013.
5. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Republik Indonesia
tahun 2012.
6. Anies. Kedokteran Keluarga & Pelayanan Kedokteran Yang Berprinsip
Pencegahan. 2003. Semarang: IKM dan Kedokteran Pencegahan Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro
7. Mukono, H.J. 2008. Pencemaran Udara dan Pengaruhnya Terhadap. Gangguan
Saluran Pernafasan. Cetakan Ketiga. Airlangga. University Press. Surabaya.
8. Mangunkusumo E, Rifki N, 2012, Sinusitis dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok. Edisi Keempat. Balai Penerbit FK UI. Jakarta.
9. Miriam T. Vincent, M.D., M.S., Nadhia Clestin, M.D., and Aneela N. Hussain,
M.D., 2004. Pharyngitis. In: A Peer-Reviewed Journal of the American Academy of
Family Physician, 2004. State University of New York- Downstate Medical Center,
Brooklyn, New York.
10. Acerra, J.R. 2010. Pharyngitis. Departement of Emergency Medicine. North
Shore.
11. Shulman, Stanford. 2012. Clinical Practice Guideline for the Diagnosis and
Management of Group A Streptococcal Pharyngitis
12. Jill Gore, 2013. Acute Pharyngitis. In: Journal of the American Academy of
Physician Assistants
13. Cases M, Pharyngitis OF, Season F, et al. Pharyngitis-Tonsillitis in Children
and Adults. 2010
14. Emalia Damayanti, Yulia Iriani Y. Ketetapan Skoring McIsaac untuk
Mengidentifikasi Faringitis Group A Streptococcus pada Anak. 2104
Sujud P. Demam Pada Anak dalam Majalah Kedokteran Indonesia. 2008
33
LAMPIRAN
Kunjungan rumah
Dapur
Kamar mandi
34
Leaflet
FK UNDIP
35
Kuesioner Identifikasi Masalah Pertumbuhan Perkembangan Dan Faktor-Faktor
Risiko
36
29 Apakah orangtua membawa anak ke fasilitas kesehatan/puskesmas bila anak √
sakit?
30 Apakah orangtua lebih percaya pengobatan alternative dibandingkan medis? √
31 Apakah anak rutin dibawa ke posyandu? √
32 Apakah kedua orangtua bekerja diluar rumah? √
33 Apakah anak dititipkan di tempat penitipan anak? √
34 Apakah anak mengikuti Pendidikan Anak Usia Dini √
35 Siapakah yang merawat anak sehari-hari? (ibu/bapak/kakek- Ibu, Kakek, Nenek
nenek/pengasuh)
No Identifikasi Faktor Risiko Lingkungan Meso YA TIDAK
36 Apakah terdapat Posyandu di lingkungan anak? √
37 Apakah Puskesmas yang terdekat mudah dijangkau? √
38 Bila lokasi puskesmas jauh, apakah terdapat fasilitas kesehatan yang lebih √
dekat?
39 Apakah terdapat PAUD yang cukup dekat dengan tempat tinggal anak? √
40 Apakah terdapat fasilitas pendidikan formal (SD/SMP/SMU) yang cukup √
dekat dengan tempat tinggal anak?
41 Apakah terdapat Tempat penitipan anak yang cukup dekat dengan tempat √
tinggal anak? (bila kedua orangtua bekerja)
42 Menurut orangtua apakah program acara televisi nasional saat ini sudah √
baik?
No Identifikasi Lingkungan Makro
Sebutkan program-program pemerintah dan dasar hukumnya yang menurut anda dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak?
1. Program wajib belajar 9 tahun
2. Vaksinasi dan imunisasi lengkap
CATATAN :
Lingkungan mikro
- Tidak ada masalah kesehatan baik fisik maupun emosional, namun sekarang menderita faringitis akut
- Tumbuh-kembang anak normal
Lingkungan mini
- Anak mendapatkan makanan yang bergizi seimbang
Lingkungan meso
- Fasilitas kesehatan dan saran pendidikan terjangkau
- Program televisi nasional kurang baik untuk anak
Lingkungan makro
- Pemerintah telah membuat program yang dapat mendukung tumbuh-kembang anak lewat buku KIA,
posyandu dan imunisasi rutin
37