Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN KASUS DIFTERI

OLEH: CITRA ARIFINA PEMBIMBING: DR.SUKARDI, SP.A Click to edit Master subtitle style

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG RSUD MARDI WALUYO BLITAR 1/1/13

Pendahuluan
Berdasarkan laporan WHO tahun 2001, penyakit difteri di beberapa negara dunia masih menjadi penyakit endemik.
Di Indonesia penyakit difteri masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan cenderung menjadi penyakit endemis. Di Jawa Timur sejak tahun 2000-2011, tercatat 335 kasus Click to edit Master subtitle style dengan jumlah kematian 11 orang. Oktober 2011 Provinsi Jawa Timur dinyatakan berstatus KLB

Difteri adalah suatu penyakit infeksi akut yang sangat menular, disebabkan oleh Corynebacterium diphtheria dengan ditandai pembentukan pseudomembran pada kulit atau mukosa. 1/1/13

Epidemilogi
Difteri tersebar di seluruh dunia Angka kejadian menurun stl penggunaan toksoid difteria Mortalitas turun berkisar 5-10% Ditularkan melalui kontak langsung dengan pasien atau karier melalui droplet ketika batuk, bersin atau berbicara Muntahan/debu bisa mjd wahana penularan 1/1/13

Identitas Pasien

Nama Umur

: An. M : 3 th : Tn. M

Jenis Kelamin: Perempuan Nama Ayah Umur Alamat Agama : 37 th : Ringin Anom, Blitar : Islam

Pekerjaan : Wiraswasta

1/1/13

Anamnesa

Keluhan Utama : Nyeri pada tenggorokan


Riwayat Penyakit Sekarang

Nyeri pada tenggorokan 4 hari ini, disertai nyeri waktu menelan sehingga menyebabkan pasien tidak mau makan, minum hanya sedikit, disertai demam sejak 2 hari sebelum MRS, orang tua pasien juga mengatakan kalau anaknya tidur ngorok dan suara serak sejak 1 hari sebelum MRS, selain itu disertai batuk kering, nafas berbau tidak 1/1/13

Anamnesa
Riwayat penyakit dahulu

Tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya. Tidak ada riwayat penyakit alergi. Tidak ada anggota keluarga dan tetangga yang menderita penyakit seperti ini. Tidak ada tetangga atau teman sekolah yang menderita penyakit seperti ini

Riwayat penyakit keluarga

Riwayat kehamilan Kehamilan ini merupakan kehamilan yang kedua. Ibu tidak pernah sakit yang serius selama hamil. Riwayat minum jamu atau obat-obatan disangkal. Memeriksakan kehamilannya ke bidan secara teratur dan mengkonsumsi vitamin yang 1/1/13diberikan oleh bidan

Riwayat Kelahiran

Lahir spontan, cukup bulan, ditolong bidan, langsung menangis, berat lahir 2,8 kg, tetapi ibunya lupa panjang badan pasien.

Riwayat Tumbang pertumbuhan dan dengan anak-anak

Ibu pasien mengatakan perkembangan pasien sama seusianya.

Riwayat Imunisasi

BCG dan Hepatitis B (+) DTP, Hepatitis B, Hib, Rotarivirus: Umur 2 dan 4bulan Hepatitis B, Hib: Umur 6 bulan

DTP, 1/1/13

Anamnesa SIstem

Kulit : warna kulit sawo matang, kulit gatal (-) Kepala : rambut tidak rontok, luka (-), benjolan (-) Mata : pandangan mata berkunang-kunang (-), penglihatan kabur (-) Hidung: Rhinorrea (-), epistaksis (-) Telinga : pendengaran berkurang (-), berdengung (-), cairan (-) Mulut : sariawan (-), mulut kering (-), bau mulut (-) Tenggorokan: Nyeri tenggorokan(+), nyeri menelan(+) serak (+) ngorok (+) Pernafasan : sesak nafas (-), batuk (+), mengi (-), Nafas bau (-) Kardiovaskuler: nyeri dada (-), berdebar-debar (-) Gastrointestinal: mual (-), muntah (-), diare (-), nafsu makan menurun (+), nyeri perut (-), BAB lancar
1/1/13

Anamnesa SIstem

Genitourinaria: BAK spontan Neurologik : lumpuh (-), kaki kesemutan (-), konvulsi (-) Psikiatrik : emosi labil (+), mudah marah (-) Muskolokeletal: lemas (+) kaku sendi (-), nyeri sendi pinggul (-), nyeri tangan dan kaki (-), nyeri otot (-) Ekstremitas atas : edema (-), sakit (-), telapak tangan pucat (-), cyanosis (-), luka (-), Ekstremitas bawah : edema (-), sakit (-), telapak tangan pucat (-), cyanosis (-), luka (-),

1/1/13

Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak lemah, kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6), status gizi kesan kurang. Tanda Vital Nadi : 98 x/menit Pernafasan : 35x/menit, Regular Suhu : 37,4 o C Kulit: sawo matang, turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), pucat (-), spider nevi (-), eritem (-) Kepala: luka (-), rambut rontok (-), keriput (-), atrofi m.temporalis (-), kelainan mimik wajah/bells palsy (-) Mata: conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/ 3mm), reflek kornea (+/+) Hidung : Nafas cuping hidung (-), rhinorrhea (-), epistaksis (-), deformitas hidung (-)

1/1/13

4.Pemeriksaan Fisik

Mulut : mukosa bibir pucat (-), gusi berdarah (-) lidah kotor (-) Telinga : otorrhea (-), pendengaran berkurang (-) Tenggorokan: Tonsil T3 T4 tampak membrane
berwarna berdarah. putih keabu-abuan, Faring hiperemis mudah

Leher :lesi kulit (-), pembesaran KGB (-), Thorax :pectus carinatum, simetris, pernafasan thoracoabdominal, retraksi (-), spidernevi (-)

1/1/13

Cor: Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis kuat angkat Perkusi: Batas kiri atas : SIC II Linea para sternalis sinistra Batas kanan atas Batas kiri bawah clavicularis sinistra : SIC II Linea para sternalis dekstra : SIC V 1 cm medial lineo medio

Batas kanan bawah: SIC IV linea para sternalis dekstra Pinggang jantung : SIC II linea para sternalis sinistra (batas jantung kesan tidak, melebar) Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-)

Pulmo : Dinamis (anterior dan posterior)


1/1/13 Inspeksi

: pergerakan dada kanan sama dengan dada kiri

Abdomen : Inspeksi : perut datar, venektasi (-) Palpasi : supel, nyeri tekan (+), hepar dan lien tdk teraba, turgor baik Perkusi : timpani seluruh lapangan perut Auskultasi : peristaltik (+) normal System Collumna Vertebralis : Inspeksi: deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-),lordosis (-) Palpasi: nyeri tekan (-) Ekstremitas : palmar eritema (-/-), akral dingin (-/-), oedem Sistem genitalia : dalam batas normal

1/1/13

RESUME

Nyeri tenggorok 4 hari, disertai nyeri menelan sehingga menyebabkan pasien tidak mau makan, minum hanya sedikit, suara serak, disertai demam sejak 2 sebelum MRS, orang tua pasien juga mengatakan kalau tidur anaknya mengorok, selain itu disertai batuk 1 hari sebelum MRS.
1/1/13

Pemeriksaan Fisik: Tampak lemah,

Working Diagnosa
Difteri DD:
Tonsilitis folikularis/membranosa akut

1/1/13

Planning diagnosa
Rencana : Pemeriksaan darah rutin Kultur swab tenggorokan Pemeriksaan EKG serial

1/1/13

Planing Terapi

Ruang Isolasi O2 bila sesak. IVFD KAEN 1B 25 tpm Inj Penicillin Prokain 900.000 U I.M Inj cefotaxim 3 x gr I.V Inj Dexametason 3 x 1 cc I.V ADS 100.000 U Laxadin syr 1 x 1 cth

1/1/13

FOLLOW UP

D:\DIFTERI CITRA\FOLLOW UP.docx

1/1/13

DISKUSI KASUS
1/1/13

PEMBAHASAN

Penegakan diagnosis pada pasien ini berdasarkan pada Anamnesa

Didapatkan : adanya demam, nyeri tenggorok, nyeri saat menelan, sulit makan, batuk, suara serak, ngorok, lemah, napsu makan menurun.

Pemeriksaan Fisik:
1/1/13

Tampak lemah, kesadaran compos

PEMBAHASAN
Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik dapat disimpulkan bahwa diagnosa pada pasien ini mengarah ke difteri, hal ini perlu dibuktikan dengan pemeriksaan penunjang untuk menyokong dianosa tersebut.

DIAGNOSIS

Dasar pemeriksaan klinis Diagnosis pasti dg isolasi C. diphteriae dg pembiakan pd media Loeffler dan tellurit.

1/1/13

PEMBAHASAN

Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah lengkap, swab tenggorok dimana untuk mengetahui adanya kuman C. diphteriae bahan pemeriksaan diambil bagian bawah tepi pseudomembran dan ditanam pada media Loefller atau pemeriksaan preparat langsung dilakukan juga pereriksaan EKG

1/1/13

DEfINISI

Difteri adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Corynebacterium Diphteriae. Infeksi biasanya terdapat pada

faring, laring, hidung dan kadang pada kulit, konjungtiva, genitalia dan telinga.

Infeksi ini menyebabkan gejalagejala lokal dan sistemik

Supriyanto,dkk, 2008, Reaksi Kekebalan Anak Sekolah Terhadap Toksoid 1/1/13 Difteri.http:/www.kalbe.co.id/files/cdk/files/2008

ETIOLOGI

Corynebacteria nonencapsulated,

adalah

aerobik, non-spora

membentuk kebanyakan nonmotile, pleomorfik, gram-positif basil.

Empat biotipe C. diphtheriae (mitis, intermedius, Mempunyai maupun invivo belfanti, myasthenia) kemampuan
Dari hasil pemeriksaan Penunjang dari Dinkes kota Blitar didapatkan hasil Kultur difteri diketemukanmorfologi khas kuman C.diphteri. Hal ini membuktikan bahwa gejala yang dialami an. m disebabkan oleh infeksi C. diphteri

yang mampu menyebabkan difteri

memproduksi Exotoxin baik invitro Dlm media telurit membentuk koloni mitis,intermidius dan gravis

Kartono, 2008, Lingkungan Rumah dan Kejadian Difteri di Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Garut, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol.2 No.5

1/1/13

Patogenesis

Kuman masuk lewat mukosa hidung/mulut Melekat dan berbiak pd permukaan mukosa saluran nafas bag. atas dan mulai memproduksi toksin yg meresap kesekelilingnya. Selanjutnya menyebar keseluruh tubuh melalui pembuluh limfe dan darah.
1/1/13

PATOGENESA

1/1/13

Gejala Klinik

Gangg. Akibat edema dan membrane berupa sumbatan mukosa jalan nafas, perlukaan kulit dan

Gangg akibat toksin ke sistim tubuh/organ

2. Garna Herry, dkk. 2000. Difteri. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi kedua. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FKUP/RSHS. 173-176.

1/1/13

Gejala Utama

Berupa membran dengan sifat membran : tebal, putih kelakhas terutama pada tonsil dan dinding faring bu, pinggir hiperemis dan edema, sukar diangkat dan mudah berdarah.

Gejala Tambahan a. Difteri hidung.


Ditemukan sekret serosanguinus dari lubang hidung dan tandatanda infeksi pada lubang hidung dan bibir atas.

2. Garna Herry, dkk. 2000. Difteri. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi kedua. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FKUP/RSHS. 173-176.

1/1/13

Gejala Tambahan
b. Difteri tonsil dan faring. Demam subfebril, anorexia, sakit menelan Pembesaran kelenjarservikal/submandib. Bull neck (adenitis servikal, periadenitis dan udem jaringan sekitarnya. Dimana batas batas m.sternocleidomasteoideus, angulus mandibulae dan medial clavicula c. Difteri laring tidak jelas lagi

Bentuk mengonggong Suara serak, stridor Ada obstruksi pernafasan : sesak, retraksi dinding thoraks, sianosis.

Difteri laring mudah didiagnosis secara klinis bila ada difteri tonsil dan faring. Bila tidak ada tanda-tanda difteri tonsil dan faring, maka diagnosis difteri laring harus dilanjutkan dengan pemeriksaan laringoskopi
2. Garna Herry, dkk. 2000. Difteri. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi kedua. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan 1/1/13 A

Gejala Tambahan

Kulit: biasanya lokal ke daerah trauma ringan sebelumnya atau memar. Nyeri,eritema pada infeksi menjadi ulkus Tempat lain: telinga eksternal, konjungtiva palpebral, dan mukosa alat kelamin.

1/1/13

Defferential Diagnosis

American Academy of Pediatrics: Red Book: 2006 Report of the Committee on Infectious Diseases, 27th ed. Elk Grove Village, IL, American Academy of Pediatrics, 2006, Atlas 2.) 1/1/13

perawatan

istirahat total di tpt tidur

isolasi (2x kultur -) umum makanan lunak TKTP EKG Hari 0. 3. 7 pengobatan setiap minggu mgg ADS khusus
1/1/13

Antibiotik

Kortikosteroid

ADS 3 bentuk toksin


Difteri Ringan 20.000 U iv Difteri sedang 40.000 U iv beredar dlm drh Difteri Berat 60.000Bergbg dgn 100.000 U

jaringan (tdk erat)

Pengobatan Antibiotik

bergbg erat dengan jaringan

Khusus

dapat dinetralisir

Kortikosteroid
obstruksi napas, mencegah miocarditis

Prokain Penisilin 50.000-100.000 unit/kgBB/hr 10 hr Eritromisin 50 mg/kgBB/hr Linkomisin 1/1/13

Prednison 2 mg/kgBB/hr

ADS
ADS diberikan dalam dosis tunggal melalui drips IV dengan cara melarutkan dlm 200 cc NaCl 0,9 %. Pemberian selesai dalam waktu 2 jam (sekitar 34 tetes/menit).

1/1/13

Uji Kepekaan
Pengawasan tanda vital dan reaksi lainnya seperti perluasan membran, selama dan sesudah pemberian ADS terutama sampai 2 jam setelah pemberian serum. Adrenalin 1:1000 dalam dalam semprit harus selalu disediakan ( dosisnya 0,01 cc/kg BB im, maksimal diulang 3x dengan interval 5-15 1/1/13

Tes kulit ADS 0,1 cc pengenceran 1:10 dalam NaCl 0,9% intrakutan. Hasilnya dibaca setelah 15-20 menit. Dianggap positif bila teraba indurasi dengan diameter paling sedikit 10 mm.
1/1/13

Tes Mata 1 tetes pengenceran ADS 1:10 dalam NaCl 0,9% diteteskan pada salah satu kelopak mata bagian bawah. 1 tetes NaCl 0,9% digunakan sebagai kontras pada mata lainnya. Hasilnya dilihat setelah 15 20 menit kemudian Dianggap (+) bila ada tanda konjungtivitis (merah, bengkak, lakrimasi ). 1/1/13

Bila salah satu tes kepekaan (+), maka ADS tidak diberikan secara sekaligus (single dose) tetapi secara bertahap, yaitu dengan dosis yang ditingkatkan secara perlahan-lahan (desensitisasi) dengan interval 20 menit. ADS diencerkan dalam NaCl 0,9 % disebut cara BEDRESKA
1/1/13

Bedreska

0,05 cc dari pengenceran 1:20 secara subkutan. 0,1 cc dari pengenceran 1:20 secara subkutan. 0,1 cc dari pengenceran 1:10 secara subkutan. 0,1 cc tanpa pengenceran secara subkutan. 0,3 cc tanpa pengenceran secara subkutan. 0,5 cc tanpa pengenceran secara subkutan. 1 cc tanpa pengenceran secara subkutan. ADS yang sisa diberikan secara drips IV. Bila ada tanda-tanda reaksi anafilaktik segera berikan adrenalin 1:1000.
1/1/13

Pengobatan penyulit

Jaga hemodinamik tetap baik Gelisah, iritabilitas, gangguan napas progresiftrakeostomi Isolasi sampai tindakan berikut terlaksana : biakan hidung dan tenggorok serta gejala klinis diikuti, pem serologis dan observasi harian Bl imunisasi dasar (+) booster toksoid difteri Kel (-), uji shick (-) tapi basil (+) di nasofaring Penisilin 100mg/kgBB/hr suntikan atau oral atau Eritromisn 40 mg/kgBB/hr selama 1 mg

Pengobatan kontak

Pengobatan karier

1/1/13

Pencegahan

Isolasi Penderita
penderita pulang bila kuman 2x berturut-turut

Pencegahan terhadap kontak


isolasi 7 hari gejala + terapi gejala imunisasi

Imunisasi
DPT usia 2-4-6 bln booster usia 1-2 th& mjlg 5 tahun dosis DPT 0,5 ml IM
1/1/13

Reaksi Imunisasi demam ringan, bengkak, kemerahan

Pengobatan Carier
Biakan Uji Schick Tindakan (-) (-) Bebas isolasi : anak yang telah mendapat imunisasi (+) (-) dasar diberikan booster toksoid difteria Pengobatan karier : Penisilin 100 mg/kgBB/hari oral/suntikan, atau eritromisin 40 mg/kgBB/hari (+) (-) 1/1/13 (+) (+) selama 1 minggu Penisilin 100 mg/kgBB/hari oral/suntikan atau eritromisin 40 mg/kgBB + ADS 20.000 KI Toksoid difteria ( imunisasi aktif), sesuaikan dengan status imunisasi

KONTAK/Pembawa Kuman

Swab dan Kultur Hidung&Tenggorokan, Demikian juga kontak dirumah,Sekolah, teman utk mencari pembawa kuman, bila negatif, diamati 1 minggu,nggak ada gejala perlu Vaksinasi pd anak < 12 th Bila positif -> Eritromisin 50 mg/KG BB -> 7 hari

1/1/13

Komplikasi
1. Infeksi tumpangan kuman lain. 2. Obstruksi jalan nafas. 3. Sistemik ok Exotoxin. a. Vascular Collaps b. Miokarditis. c. Neuritis : kelumpuhan Pal. Molle Otot Nafas Extrimitas. d. GGA

Kadun I Nyoman, 2006, Manual Pemberantasan Penyakit Menular, CV Infomedika, Jakarta 1/1/13

Prognos a

Sebelum adanya antitoksin dan antibiotika, angka kematian mencapai 30-50 %. Dengan adanya antibiotik dan antitoksin maka kematian menurun menjadi 5-10%

Prognosa tergantung pada : qUsia penderita qWaktu pengobatan antitoksin qTipe klinis difteri Mortalitas tertinggi pada difteri faring-laring (56,8%) menyusul tipe nasofaring (48,4%) dan faring (10,5%) qKeadaan umum penderita Prognosa baik pada penderita dengan gizi baik.
4 Soepardi E., Iskandar N. Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke lima. Fakultas

1/1/13 Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2004.

1/1/13

Anda mungkin juga menyukai