Anda di halaman 1dari 55

Laporan Kasus Rawat Jalan

BELL’S PALSY
Oleh:
Muhammad Reza Marifatullah
NPM 1102016136
  
Pembimbing:
Kolonel CKM dr. Antun Subono, Sp.S, M.Sc 
 
KEPANITERAAN KLINIK ILMU SARAF
RUMAH SAKIT TK.II MOH. RIDWAN MEURAKSA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 31 JANUARI - 26 FEBRUARI 2022
BAB II: LAPORAN KASUS
Identitas Pasien.
Nama : Tn. D
Jenis kelamin : Laki -laki
No. CM : 441622
Usia : 58 tahun
Alamat : Bendungan jago
Agama : Islam
Suku Bangsa :-
Status Pernikahan : Menikah
Status Pekerjaan : Wiraswasta
Tanggal Masuk : 02 Januari 2022
Pembiayaan : BPJS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 02
Anamnesis. Januari 2022 di ruang IGD RS TK II Moh. Ridwan Meuraksa
Jakarta
Keluhan Utama.
Wajah merot ke kanan
 

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan wajah merot ke kanan di sertai mulut pelo sejak 1
hari yang SMRS. Wajah melot kekanan dirasa diakaui tiba tiba sejah
pagi. Sebelumnya pasien telah melakukan aktivitas berat (+), terpapar
suhu dingin (- ), kekakuan anggota gerak (-), sulit mengunyah. Riwayat
sroke pada tahun 2001 dengan kelumpuhan anggota gerak sisi kanan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat mengalami kelumpuhan sisi sebelah kanan dan didiagnosis sroke. Pasien memiliki
riwayat hipertensi. Pasien mengonsumsi obat Amlodipin 5 mg.

Riwayat Penyakit Keluarga


Terdapat riwayat penyakit hipertensi pada keluarga pasien yaitu ayah dan ibu kandung
pasien. Riwayat penyakit keluarga seperti diabetes melitus, jantung, paru, kejang maupun
stroke disangkal.
Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat maupun makanan.
Keadaaan Sosial Ekonomi dan Kebiasaan
Riwayat sosial ekonomi, pasien bekerja sebagai perawat. Biaya pengobatan menggunakan
BPJS. Kesan sosial ekonomi cukup. Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok maupun
meminum alkohol.
Pemeriksaan Fisik.
Status Generalis

Kesadaran : Komposmentis
GCS : E4M6V5
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Tanda vital :
-Tekanan Darah : 167/84 mmHg
-Nadi : 69 x/menit.
-Respirasi : 22 x/menit
-Suhu : 36C
-SpO2 : 98%
Pemeriksaan Fisik.
Status Generalis

o Kepala : Normocephal
o Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), Refleks cahaya (+/+),
Lagoftalmus (+/-), Pupil isokor
o THT : Pembesaran KGB pre/retroauricular (-/-)
o Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), tidak ada
peningkatan JVP
o Thorax
o Jantung
o Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat, sikatrik (-)
o Palpasi : Iktus cordis teraba
o Perkusi : Batas jantung kanan pada ICS V linea parasternal
dextra, batas jantung kiri pada ICS VI 2 cm lateral
linea midklavikula sinistra, batas pinggang jantung
pada linea sternalis sinistra
o Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Pemeriksaan Fisik.
Status Generalis

o Paru
Inspeksi : Gerakan dada simetris kanan dan kiri
Palpasi : Fremitus taktil (+/+), fremitus vokal (+/+)
Perkusi : Sonor pada kedua lapang perifer paru kanan kiri
Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi basah kasar (-/-),
wheezing (-)
o Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) di seluruh kuadran abdomen
Perkusi :Timpani pada seluruh kuadran abdomen, batas atas
hepar setinggi ICS VI linea midklavikula kanan, batas bawah hepar 7 cm ke arah
kaudal dari batas atas hepar, shifting dullness (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), batas hepar normal, massa
o Ekstremitas : akral hangat, udem kaki (-/-)
Pemeriksaan Neurologi.
GCS : E4M6V5  15 (Composmentis)
Pupil :
  Dextra Sinistra
Bentuk Bulat Bulat
Diameter 3 mm 3 mm
Refleks cahaya langsung + +
Refleks cahaya tidak langsung + +
Tanda Rangsang Meningeal :
  Dextra Sinistra
Kaku kuduk -
Brudzinski I - -
Laseque >70° >70°
Kernig ˃ 135° ˃ 135°
Brudzinski II - -
Brudzinski III - -
Brudzinski IV - -
Saraf Otak
Pemeriksaan Neurologi.
N. Kranialis Kanan Kiri N. III (Okulomotorius)    
N. I (Olfaktorius)    
Exoftalmus - -
Subyektif Baik Baik
Pupil (Besar, bentuk) D : 3mm, isokor D : 3mm, isokor
Dengan Bahan Baik Baik
Refleks cahaya langsung + +
 
Refleks cahaya tidak + +
N. II (Optikus)     langsung
   
Tajam Penglihatan Normal Normal Refleks konvergensi
- -
Lapang penglihatan Normal Normal Melihat kembar
-  -
Melihat warna Normal Normal
Fundus okuli Normal Normal
N. III     N. IV (Troklearis)    
(Okulomotorius) Pergerakan mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
Simetris Simetris
Sela mata Sikap bulbus Simetris Simetris
Baik ke segala Baik ke segala
Pergerakan Bulbus arah arah Melihat kembar - -
Strabismus - -
Nistagmus - -
Saraf Otak
Pemeriksaan Neurologi.
N. V (Trigeminus)     N. VII (Facialis)    
Membuka mulut Baik Baik Mengerutkan dahi (-) Baik
Menguyah Baik Baik Menutup mata (-), Lagostalmus,Bells sign Baik
Mengigit Baik Baik Memperlihatkan Baik  
gigi
Reflek kornea Tidak dilakukan Tidak dilakukan  
Bersiul
Sensibilitas muka Baik Baik Tidak bisa melakukan Baik
Rasa kecap 2/3
N. VI (Abdusens)     depan lidah Tidak dilakukan

Pergerakan mata Baik Baik N.VIII    


(Vestibulokoklearis
)    
Sikap bulbus Simetris Simetris
Detik arloji Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Melihat kembar - - Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Suara berbisik
Tes Swabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Tes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan


Saraf Otak
Pemeriksaan Neurologi.
N. IX (Glosofaringeus)   N. XI (Assesorius)  
Refleks kecap 1/3 belakang Tidak dilakukan Menenggok kanan kiri Baik
Sensibilitas faring Tidak dilakukan Mengangkat Bahu Baik
N. X (Vagus)   N. XII ( Hipoglossus )  
Arkus faring Tidak ada kelainan Menjulukan lidah Deviasi Ke kanan
Uvula Tidak ada kelainan Kekuatan lidah Tidak dilakukan
Berbicara Tidak ada kelainan Atrofi lidah (-)
Menelan Baik Artikulasi Bicara pelo
Tremor lidah (-)
Pemeriksaan Neurologi.
Badan dan Anggota Gerak (Motorik)
  Dextra Sinistra Refleks
Kekuatan Fisiologis    
Ekstremitas atas 5 5 Biseps + +
Triseps + +
Ekstremitas bawah 5 5
Patella + +
Tonus Achilles + +
Ekstremitas atas Normal Normal  
Ekstremitas bawah Normal Normal Patologis    
Trofi Hoffmann- - -
Ekstremitas atas Normal Normal Tromner - -
Ekstremitas bawah Normal Normal Babinski    
Babinski Group - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Chaddock - -
0 = Sama sekali tidak dapat bergerak Gonda - -
Schaeffer
1 = Hanya mengahasilkan sedikit sekali gerakan  
2 = Tidak dapat melawan gaya berat ekstremitas hanya bisa digeser
3 = Masih dapat melawan gaya berat
4 = Dapat melawan tahanan
5 = Normal
Pemeriksaan Neurologi.
Badan dan Anggota Gerak (Sensorik) Koordinasi, gait, dan keseimbangan
  Dextra Sinistra
Raba halus     Cara berjalan : normal
Ekstremitas atas Baik Baik Tes Romberg : (-)
Ekstremitas bawah Baik Baik Disdiadokinesis : (-)
Nyeri     Ataksia : (-)
Ekstremitas atas Baik Baik
Rebound phenomenon : (-)
Ekstremitas bawah Baik Baik
Suhu     Gerak Abnormal
Ekstremitas atas Baik Baik Gerak abnormal Dextra Sinistra
Ekstremitas bawah Baik Baik Tremor - -
Getar     Athetose - -
Ekstremitas atas Baik Baik
Mioklonik - -
Ekstremitas bawah Baik Baik
Chorea - -
Otonom
Alvi : Baik Fungsi Luhur : Baik
Uri : Baik
Fungsi Vegetatif : Baik
Hidrosis : Baik
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
ELEKTROLIT

Kalium 4,1 mmol/L 3,5-5,0

Natrium 141 mmol/L 135-145

Chlorida 107 mmol/L 98-106

Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan CT-Scan kepala tanpa kontras
 Sulci serebroi dan fissura Sylvi tidak melebar
 Tanpak lesi Hipodens bentuk lakunar di capsula externa
sinistra
 Thalamus, pons dan medulla oblongata tak tampak kelainan
 Sistem ventrikel dan sisterna tidak melebar
 Tak tampak pergeresan garis tengah
 Kedia orbit, sinus paranasal dan mstoid tak tanpak kelainan
Resume.
Subyektif
Pasien datang dengan wajah merot ke kanan di
sertai mulut pelo sejak 1 hari yang SMRS.
Wajah melot kekanan dirasa diakaui tiba tiba
sejah pagi. Sebelumnya pasien telah melakukan
aktivitas berat (+), terpapar suhu dingin (- ),
kekakuan anggota gerak (-), sulit mengunyah.
Riwayat sroke pada tahun 2001 dengan
kelumpuhan anggota gerak sisi kanan. Riwayat
jantung, diabetes disangkal, mual (-), muntah
(-), hipertensi (+) mengonsumsi Amlodipin 5
mg.
Resume.
Obyektif
Status Pasien
Kesadaran : Komposmentis
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Tanda vital :
Tekanan Darah : 167/84 mmHg
Nadi : 69 x/menit, regular.
Respirasi : 22 x/menit
Suhu : 36C
SpO2 : 98%

Status Psikis : Dalam batas normal


Resume.
Rangsang Meningeal
: Kaku kuduk (-)
Saraf Otak
: - Pupil bulat isokor
- RCL +/+, RCTL +/+
- GBM: baik ke segala arah
Motorik

Sensorik Baik
Fungsi Luhur Baik
Fungsi Vegetatif BAK lancar, BAB lancar
Refleks Fisiologis

Refleks Patologis -/-


Diagnosa.
Diagnosis Klinis
Parese Nervus VII
Rencana Pemeriksaan.
Dextra Perifer
CT Scan
Diagnosis Topis Kepala Non
Nervus VII Dextra Kontras
Perifer
Pemeriksaan
Diagnosis Etiologi Lab Elektrolit
Bell’s Palsy dan Urin Rutin

PCR Swab
Rencana Terapi.
Non Medikamentosa
- Fisioterapi
- Edukasi
Medikamentosa
- IVFD RL +
NB5000 20tpm
- Inj Ranitidin 2x50
mg
- Inj Citicolin 2x500
mg
- Inj Mecobalamin Prognosis.
2x500 mg Quo ad Vitam : ad bonam
- Metil prednosolon Quo ad Fungsional : dubia ad bonam
3x16 mg
- Quo ad Sanationam : dubia ad bonam
NaCl 3% 12 tpm
Follow Up
Follow Up
Follow Up
BAB III: TINJAUAN
PUSTAKA
Definisi Bell’s Palsy.
BeIl’s palsy adalah kelumpuhan atau paralisis wajah
unilateral karena gangguan nervus fasialis perifer yang
bersifat akut dengan penyebab yang tidak teridentifikasi
dan dengan perbaikan fungsi yang terjadi dalam enam
bulan (Abdullah, 2017).
Saraf otak ke VII
mengandung 4 macam
serabut, yaitu :
1. Serabut somato motorik, yang mensarafi otot-otot
wajah kecuali m. levator palpebrae (N.III).
2. Serabut visero-motorik, (parasimpatis) yang datang
dari nukleus salivatorius superior. Serabut saraf ini
mengurus glandula dan mukosa faring, palatum, rongga
hidung, sinus paranasal, dan glandula submaksilaris
serta sublingual dan lakrimalis.
3. Serabut visero-sensorik, yang menghantar impuls
dari alat pengecap di dua pertiga bagian depan lidah.
4. Serabut somato-sensorik, rasa nyeri dan mungkin
juga rasa suhu dan rasa raba dari sebagian daerah kulit
dan mukosa yang dipersarafi oleh nervus trigeminus.
Etiologi

Diperkirakan penyebab adalah edema dan iskemia akibat penekanan


(kompresi) pada nervus fasialis. Penyebab edema dan iskemia ini
sampai saat ini masih diperdebatkan. Dulu, paparan suasana/suhu
dingin (misalnya hawa dingin, AC, atau menyetir mobil dengan
jendela yang terbuka) dianggap sebagai satu- satunya pemicu Bell’s
Palsy. Akan tetapi, sekarang mulai diyakini bahwa HSV merupakan
penyebab Bell’s palsy.
Idiopatik
Faktor-faktor yang diduga berperan menyebabkan Bell’s
Palsy antara lain :
Bepergian jauh dengan kendaraan, tidur di tempat
terbuka, tidur di lantai, hipertensi, stres,
hiperkolesterolemi, diabetes mellitus, penyakit vaskuler,
gangguan imunologik dan faktor genetik
Kongenital
○ anomali kongenital (sindroma Moebius)

○ trauma lahir (fraktur tengkorak, perdarahan intrakranial, dll)


Acquired
● Trauma Penyakit tulang tengkorak (osteomielitis)
● Proses intrakranial (tumor, radang, perdarahan dll)
● Proses di leher yang menekan daerah prosesus stilomastoideus)
● Infeksi (otitis media, herpes zoster, dll)
● Sindroma paralisis n. fasialis familial
Teori
Teori yang dihubungkan, sebagai berikut :
Teori Iskemik vaskuler: Gangguan regulasi sirkulasi darah di kanalis
fasialis.
Teori infeksi virus: Herpes Simplex Virus (HSV), yang terjadi karena
proses reaktivasi dari HSV  (khususnya tipe 1).
Teori herediter: Kanalis fasialis yang sempit pada keturunan atau
keluarga tersebut.
Teori imunologi: Reaksi imunologi terhadap infeksi virus yang timbul
sebelumnya atau sebelum pemberian imunisasi.
Epidemiologi. Bell’s palsy merupakan penyebab paralisis fasialis
yang paling sering ditemukan, yaitu sekitar 75% dari
seluruh penyakit paralisis fasialis. Insiden bervariasi
di berbagai negara di seluruh dunia. Insiden tahunan
yang telah dilaporkan berkisar 11- 40 kasus per
100.000 populasi. Puncak insiden terjadi antara
dekade kedua dan keempat (15-45 tahun. Insiden
meningkat tiga kali lebih besar pada wanita hamil
(45 kasus per 100.000).
Faktor Risiko.

01. 02. 03.


Jenis Kelamin Waktu Menderita Umur

04. 05.
Gangguan Fungsi Penyakit Penyerta
Pendengaran
Patogenesis
PATOFISIOL
OGI

Sebuah teori populer menduga edema dan ischemia berasal


dari kompresi N.facialis di dalam kanal tulang
PATOGENESIS
● Entrapment Syndrome /Proses edema yang menyebabkan kompresi N.VII
● Gates, membagi patogenesis menjadi 3 tipe:
○ Tipe 1 (paresis ringan, penyembuhan yang baik, spasme pembuluh darah)

○ Tipe 2 (sinkenesis, degenerasi saraf, karena impuls dari satu akson dapat menyebar ke akson yang
berdekatan dan berakibat kontraksi otot-otot lain = saltatory movement)

○ Tipe 3 (sensori 2/3 anterior lidah terganggu, virus akan mempengaruhi saraf pada sel schwan, merusak
autoimun untuk sel membran saraf)
MANIFESTASI KLINIS

● Setelah satu hari atau dua hari terpapar


akan timbul demam, nyeri dibelakang
telinga dan nyeri dan kaku di leher

● muncul secara tiba-tiba atau akut, dan


kelumpuhan diwajah sebelah setelah
bangun tidur

● Rata-rata setengah dari kasus ini,


kelumpuhan dirasakan hanya dalam 48 jam
pertama, namun kenyataannya seluruh
kasus kelumpuhan dirasakan selama 5 hari
Manifestasi Sensorik

• Gangguan mengecap
Manifestasi Motorik
• Nyeri dibelakang telinga
• Bell’s palsy biasanya
mengalami kelemahan
pada satu wajah.
Kelemahan bersifat luas, Manifestasi Parasimpatik
mulai dari tidak bisa
menutup sebelah mata. • Penurunan produksi air mata
• Alis turun • Hipersalivasi
• Ektropion pada kelopak
bawah
• Synkinesis
A. Kerusakan setinggi foramen stilomastoideus
Gejala : kelumpuhan otot-otot wajah pada sebelah lesi
Sudut mulut sisi lesi jatuh dan tidak dapat diangkat
Makanan berkumpul diantara pipi dan gusi pada sebelah lesi
Tidak dapat menutup mata dan mengerutkan kening pada sisi lesi

B. Lesi setinggi diantara khorda tympani dengan n.stapedeus (didalam kanalis fasialis)
Gejala seperti (a) ditambah dengan gangguan pengecapan 2/3 depan lidah dan
gangguan salivasi

C. Lesi setinggi diantara n.stapedeus dengan ganglion genikulatum


Gejala seperti (b) ditambah dengan gangguan pendengaran yaitu hiperakusis

D. Lesi setinggi ganglion genikulatum


Gejala seperti (c) ditambah dengan gangguan sekresi kelenjar hidung dan gangguan
kelenjar air mata (lakrimasi)

E. Lesi di porus akustikus internus


Gangguan seperti (d) ditambah dengan gangguan pada N.VIII.
Manifestasi Klinis
Symptom/Area Stroke Bell’s Palsy
Lower face paralysis (mouth, cheeck,
Often Always
eye)
Upper face paralysis (eyebrow, forehead) Rarely Almost always
Arm or leg weakness, numbness Often Never
Tongue weakness ,speech problems Often Never
Sometime
Vision problems Never
s
Sometime
Confusion, difficulty understanding Never
s
Difficulty with balance or walking Often Never
Sometime
Severe headache Rarely
s
DIAGNOSIS

ANAMNESA
• Perkembangan gejala:
• Progresif paralisis>3 minggu harus dievaluasi untuk
neoplasma
• Kehilangan pendengaran mendadak dan nyeri hebat disertai
paralisis wajah dapat disebabkan oleh Ramsay Hunt
Syndrome.
• Riwayat penyakit : stroke, tumor, trauma (yang menyebabkan
paralisis)
DIAGNOSIS

PEMERIKSAAN
• Nervus fasialis
• Inspeksi: Kerutan dahi, pejaman mata, plika nasolabialis,
sudut mulut
• Motorik:
• Mengangkat alis dan mengererutkan dahi, memejamkan
mata, menyeringai (menunjukkan gigi geligi), mencucurkan
bibir, menggembungkan pipi
• Sensorik:
• Tes Schirmer, pemeriksaan Refleks Stapedius, Tes
Gustometri, Tes Salivasi
Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan radiologis dengan CT-scan atau radiografi polos dapat dilakukan


untuk menyingkirkan fraktur, metastasis tulang, dan keterlibatan sistem saraf pusat
(SSP).

Pemeriksaan MRI dilakukan pada pasien yang dicurigai neoplasma di tulang


temporal, otak, glandula parotis, atau untuk mengevaluasi sklerosis multiple serta
MRI dapat memvisualisasi perjalanan dan penyengatan kontras saraf fasialis.

Tes pendengaran: jika diduga adanya kehilangan pendengaran, tes audiologi dapat
dilakukan untuk menyingkirkan neuroma akustikus.

Tes laboratorium jika pasien memiliki tanda-tanda keterlibatan sistemik tanpa


perbaikan lebih dari empat minggu.
Diagnosis
Penegakan Diagnosis
Derajat, sisi lesi dan progresivitas inflamasi saraf fasialis pada Bell’s
Palsy dibedakan dalam 3 fase yaitu :
Fase akut (0-3 minggu)
Inflamasi pada saraf fasialis yang berasal dari ganglion genikulatum.
Inflamasi ini dapat meluas ke bagian proximal dan distal serta dapat
menyebabkan edema saraf.
Fase sub akut (4-9 minggu)
Inflamasi dan edema saraf fasialis mulai berkurang.
Fase kronik (> 10 minggu)

Edema pada saraf menghilang, tetapi pada beberapa individu dengan


infeksi berat, inflamasi pada saraf tetap ada sehingga dapat
menyebabkan atrofi dan fibrosis saraf.
Deferential Diagnosis
● Diagnosis banding paralisis fasialis dapat dibagi menurut lokasi lesi sentral dan
perifer.

Kelainan sentral :
• Stroke bila disertai kelemahan anggota gerak sisi yang sama
dan ditemukan proses patologis di hemisfer serebri
kontralateral.
• Kelainan tumor apabila onset gradual dan disertai perubahan
mental status atau riwayat kanker di bagian tubuh lainnya.
• Sklerosis multipel bila disertai kelainan neurologis lain
seperti hemiparesis atau neuritis optika
• Trauma bila terdapat fraktur os temporalis pars petrosus,
basis kranii, atau terdapat riwayat trauma sebelumnya
Deferential Diagnosis

Kelainan perifer :
• Otitis media supuratif dan mastoiditis apabila terjadi reaksi radang dalam
kavum timpani dan foto mastoid menunjukkan suatu gambaran infeksi.
• Herpes zoster otikus bila ditemukan adanya tuli perseptif, tampak vesikel yang
terasa amat nyeri di pinna dan/atau pemeriksaan darah menunjukkan kenaikan
titer antibodi virus varicella-zoster.
• Sindroma Guillain-Barre saat ditemukan adanya paresis bilateral dan akut.
• Kelainan miastenia gravis jika terdapat tanda patognomonik berupa gangguan
gerak mata kompleks dan kelemahan otot orbikularis okuli bilateral.
• Tumor serebello-pontin (tersering) apabila disertai kelainan nervus kranialis V
dan VIII.
• Tumor kelenjar parotis bila ditemukan massa di wajah (angulus mandibula).
• Sarcoidosis saat ditemukan tanda-tanda febris, perembesan kelenjar limfe
hilus, uveitis, parotitis, eritema nodosa, dan kadang hiperkalsemia.
Tatalaksana (Farmakologi).

Kortikosteroid Antiviral
Steroid yang sering digunakan adalah Penambahan obat antiviral
prednison dan prednisolon dengan dosis bertujuan untuk menghilangkan
prednison oral maksimal 40-60 mg/hari infeksi yang disebabkan oleh virus.
sedangkan pemberian prednisolon Untuk dewasa diberikan 2000-4000
menggunkan perhitungan dosis 1 mg/hari dibagi dalam lima kali
mg/kgBB/hari (maksimal 70 mg) selama pemberian selama 7-10 hari.
enam hari diikuti empat hari tappering off Pemberian valasiklovir oral untuk
(Yuwono, 2016). dewasa adalah 1000-3000 mg/hari
dibagi 2-3 kali selama 5 hari (Yuwono,
2016).
Tatalaksana (Non Farmakologi).

a. Penggunaan air mata buatan, pelumas (saat tidur), kacamata, plester mata, penjahitan kelopak mata
atas atau tarsorafi lateral (penjahitan bagian lateral kelopak mata atas dan bawah).
b. Rehabilitasi fasial meliputi edukasi, pelatihan neuromuskular, mengurut otot wajah yang lemah
(dengan mengangkat wajah ke atas dan membuat gerakan melingkar), meditasi-relaksasi dan
program pelatihan di rumah
Prognosis

Prognosis umumnya sangat baik. Tingkat keparahan kerusakan saraf menentukan


proses penyembuhan. Perbaikannya bertahap dan durasi waktu yang dibutuhkan
bervariasi. Dengan atau tanpa pengobatan, sebagian besar individu membaik dalam
waktu dua minggu setelah onset gejala dan membaik secara penuh, fungsinya
kembali normal dalam waktu 3-6 bulan. Tetapi untuk beberapa penderita bisa lebih
lama. Pada beberapa kasus, gangguan bisa muncul kembali di tempat yang sama atau
di sisi lain wajah (Adam, 2019).
SKDI

Menurut Konsil Kedokteran Indonesia, tingkat kemampuan


yang harus dicapai seorang dokter umum adalah 4A pada
penyakit Bell’s Palsy (KKI, 2012).
 
Tingkat Kemampuan 4: mendiagnosis, melakukan
penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas

4A. Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan


melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara
mandiri dan tuntas (Kompetensi yang dicapai pada saat
BAB IV: KESIMPULAN
Kesimpulan

Bell’s Palsy adalah suatu kelumpuhan


saraf fasialis perifer yang bersifat
unilateral, penyebabnya tidak diketahui
(idopatik), akut dan tidak disertai oleh
gangguan pendengaran atau kelainan
neurologi lainnya. Tingkat keparahan
kerusakan saraf menentukan proses
penyembuhan pada Bell’s Palsy.
Perbaikannya bertahap dan durasi waktu
yang dibutuhkan bervariasi.
Daftar Pustaka
Adam, O. 2019. ‘Bell’s Palsy’. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma. 8(1) : 137- 149.
Bahrudin, M. 2017. ‘Bell’s Palsy (BP)’. Saintika Medika : Jurnal Ilmu Kesehatan dan Kedokteran
Keluarga. 7(2) : 20-25.
Konsil Kedokteran Indonesia. 2012. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta : Konsil
Kedokteran Indonesia.
Munilson, J., Edward, Y. & Triana, W. 2007. Diagnosis Dan Penatalaksanaan Bell’s Palsy. Padang :
Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Andalas /
RSUP. Dr.M. Djamil Padang.

Sulistyani, S. 2020. Tatalaksana Kortikosteroid pada Bell’s Palsy. Surakarta : Bagian Ilmu Penyakit
Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Yuwono, E dan Yudawijaya, A. 2016. ‘Bell’s Palsy : Anatomi Hingga Tatalaksana’.


Majalah Kedokteran UKI. 32(1) : 49-57
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai