Anda di halaman 1dari 47

JURNAL READING

“PERBANDINGAN PENGGUNAAN KLORAMFENIKOL DAN


LEVOFLOKSASIN PADA PENGOBATAN KONJUNGTIVITIS
BAKTERIAL“

Disusun oleh :

N Sinta Fauziah Ulfah 1102017160

Dibimbing oleh :

Mayor CKM dr. Leidina Rachmadian Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT


MATA RS TK II MOH RIDWAN MEURAKSA
PERIODE OKTOBER – 03 DESEMBER 2022
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.........................................................................................................

1 BAB I JURNAL READING.............................................................................................

1 1.1 Abstrak..................................................................................................................... 1

1.2 Pendahuluan............................................................................................................. 1

1.3 Isi ............................................................................................................................. 2

1.4 Ringkasan ................................................................................................................ 3

1.5 Simpulan.................................................................................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 5

2.1 Anatomi ................................................................................................................... 5

2.2 Konjungtivitis.......................................................................................................... 9

2.2.1 Definisi .................................................................................................................... 9

2.2.2 Epidemiologi ........................................................................................................... 9

2.2.3 Etiologi ................................................................................................................... 9

2.2.4 Patofisiologi........................................................................................................... 10

2.2.5 Gejala dan tanda .................................................................................................... 11

2.2.6 Cara diagnosis dan diagnosis banding................................................................... 14

2.2.7 Tatalaksana dan pencegahan.................................................................................. 36

2.2.8 Komplikasi............................................................................................................. 43

2.2.9 Prognosis ............................................................................................................... 43

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 45

ii
BAB I

JURNAL READING

1.1 ABSTRAK
Konjungtiivtis adalah salah satu penyakit yang paling sering terjadi.
Konjungtivitis akibat bakteri menempati posisi kedua setelah konjungtivitis virus
sebagai penyebab tersering konjungtivitis infeksi. Konjungtivitis dapat menyerang
seluruh kalangan usia baik laki-laki maupun perempuan. Salah satu bakteri non
gonococcal yang sering menyebabkan infeksi pada mata adalah bakteri
Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus umumnya lebih sering menyerang
orang dewasa dibandingkan anak-anak. Walaupun jarang menimbulkan keluhan
yang berat, konjungtiitis bakteri dapat mengganggu aktivitas sehari-hari seperti
bekerja ataupun sekolah. Umumnya konjungtivitis bakterial dapat sembuh dengan
sendirinya dalam 7 hari tetapi bisa berlanjut sampai 2 minggu. Pemberian
antibiotik pada konjungtivitis bakterial dapat mengurangi keluhan pada pasien dan
juga dapat mempercepat penyembuhan. Pemilihan antibiotik yang tepat sangat
penting guna memperoleh hasil pengobatan yang diinginkan. Antibiotik
kloramfenikol dan leofloksasin merupakan beberapa antibiotik dengan spectrum
luas yang dapat menjadi opsi pemilihan untuk pengobatan konjungtivitis bakterial
akibat bakteri Staphylococcus aureus.

1.2 PENDAHULUAN
Konjungtiva berdasarkan anatominya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
konjungtia tarsal atau palpebra, konjungtiva forniks, dan konjungtiva bulbi. Infeksi
pada konjungtiva tidak menyebabkan gangguan penglihatan, karena konjungtia
bukan merupakan struktur refraksi. Namun keluhan seperti mata merah, berair, dan
produksi sekret dapat menyebabkan rasa tidak nyaman pada mata dan dapat
mengganggu aktivitas sehari-hari.
Infeksi pada konjungtiva disebut konjungtivitis. Konjungtivitis menyerang
semua kelompok usia dan jenis kelamin. Jenis konjungtivitis salah satunya,
konjungtivitis bakterial. Umumnya jenis konjungtivitis bakterial ini dapat sembuh
sendiri dalam 7 hari sampai 2 minggu. Antibiotik berperan untuk mengurangi

1
keluhan dan mempercepat penyembuhan.

1.3 ISI
Konjungtivitis merupakan inflamasi yang terjadi pada jaringan
konjungtiva, yang biasanya ditandai dengan hiperemis di area konjungtiva (mata
merah). Konjungtivitis dapat disebabkan oleh alergen, virus, dan bakteri seperti
Staphylococcus aureus. Bakteri S.aureus lebih banyak menyerang orang dewasa.
Pada penelitian di Nigeria (2011), dari 155 isolat bakteri, didapatkan
sebanyak 27.7% yaitu staphylococcus aureus. Pada penelitian (2000 – 2009) dari
427 sampel isolat bakteri, didapatkan 93 isolat (21.8%) S.aureus. Keluhan sebab
konjungtivitis bakteri berupa mata merah, mata gatal, produksi sekret yang
mukopurulen, dan mata terasa lengket di pagi hari. Keluhan ini dapat bersifat akut
yaitu menetap dalam 3 sampai 4 minggu atau kronik yaitu lebih dari 4 minggu.
Penderita konjungtiivtis tidak mengalamipenurunan tajam penglihatan atau
fotofobia. Namun hal ini dapat terjadi apabila ada perburukan atau komplikasi
pada kornea yang menyebabkan sikatriks pada kornea, disebut juga
“keratokonjungtiitis”.
Konjungtivitis bakterial ringan self limiting disease. Tapi antibiotik dapat
mempercepat penyembuhan dan mengurangi keluhan rasa tidak nyaman pada
mata. Pemilihan antibiotik akan lebih baik bila dilakukan kultur bakteri dahulu,
tapi jarang dilakukan pada gejala konjungtivitis bakteri ringan. Antibiotik topikal
dengan spektrum luas dan secara klinis sudah efektif mengatasi gejala
konjungtivitis bakterial ringan. Antibiotik yang dipilih seperti kloramfenikol dan
levofloksasin.
Kloramfenikol Levofloksasin
Antibiotik spektrum luas Antibiotik spektrum luas
Golongan antibiotik
fluorokuinolon generasi ke-3
Bakteriosidal
Sifat *Bakteriostatik 🡪 (pada konsentrasi tinggi)
Bakteriosidal

Cara kerja obat Menghambat sintesis protein Menghambat sintesis DNA

2
dari bakteri dengan beriatan 0.5% sebanyak 2 tetes setiap 6
pada subunit 50s ribosom
jam selama 2-5 hari 🡪 mampu
bakteri secara reversible
mengurangi gejala pada
sehingga menghambat
konjungtivitis bakterial ringan
pembentukan peptid bakteri
Kontra indikasi Bayi kurang dari 2 tahun Efek
samping Efek samping penggunaan sistemik
Pemberian kloramfenikol
berupa anemia bakteri
aplastik. ** Pemberian levofloksasin 0.5% sebanyak 1 tetes,
Harga lebih terjangkau dan 3x1 selama 2-5 hari
mudah ditemukan
bakteri secara langsung, yaitu dengan
menghambat kerja dari DNA girase sehingga
menyebabkan kerusakan pada untai DNA
Efek samping lebih minimal yaitu fotofobia

*Kloramfenikol untuk mengatasi infeksi bakteri pada bagian superfisial mata **


Penggunaan kloramfenikol sistemik di USA telah di berhentikan. Namun di Indonesia
masih menjadi pilihan pertama, sebab harga lebih terjangkau namun tetap efektif
mengobati konjungtivitis bakteri.

Menurut beberapa penelitian uji resistensi dan sensitivitas Kloramfenikol


dan leovfloksasin terhadap Staphylococcus aureus yaitu baik. Resistensi antibiotik
dari 52 sampel isolat dari berbagai kelompok usia dan gender yaitu 4 diantaranya
S.aureus. Pada pengujian terhadap levofloksasin mendapatkan hasil yaitu tidak ada
resistensi dari empat isolat bakteri s.aureus. Uji kepekaan beberapa kota di Nepal
(2020) antibiotik methicillin resistant staphylococcus aureus (MRSA). Angka
kepekaan kloramfenikol (susceptibility) tinggi, ditandai dengan nilai confidence
interval yaitu 91%.

1.4 RINGKASAN
Konjungtivitis adalah suatu peradangan atau inflamasi yang terjadi pada

3
konjungtiva. Terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan konjungtivitis, salah
satunya dapat disebabkan oleh infeksi bakteri. Pemberian antibiotik berspektrum
luas, seperti kloramfenikol dan levofloksasin, merupakan pilihan antibiotik dalam
pengobatan konjungtivitis bakterial. Kloramfenikol menghambat sintesis protein
bakteri dengan berikatan pada subunit 50s ribosom bakteri secara reversible
sehingga menghambat pembentukan peptid bakteri. Sedangkan levofloksasin
bekerja dengan cara menghambat sintesis DNA bakteri secara langsung. Pada
penelitian yang mengujikan kloramfenikol dan levofloksasin terhadap bakteri
Staphylococcus aureus keduanya terbukti sensitif atau mampu menghambat
pertumbuhan dari bakteri Staphylococcus aureus.

1.5 SIMPULAN
Berdasarkan telaah pustaka yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa penggunaan antibiotik kloramfenikol dan levofloksasin terbukti dapat
menyembuhkan konjungtivitis bakterial akibat bakteri Staphylococcus aureus.
Pemilihan di antara keduannya mungkin tergantung pada cost effectiveness dan
efek samping yang ingin dihindari. Kloramfenikol dapat dipilih karena harganya
yang lebih terjangkau dan mudah di temui di Indonesia. Levofloksasin dapat
dipilih karena efek samping yang minimal.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Gambar 4 Anatomi bola mata

Pembungkus bola mata terdiri dari tiga struktur, yaitu :

1. Konjungtiva (palpebra,forniks sup inf, bulbi) terdiri 2 jaringan (epiteldan sel


goblet, laminan/substansia propria)

2. Sklera ( episklera, substansia propria atau stroma, lamina fuscea)

3. Kornea

5
Gambar 5. Anatomi Segmen Anterior Mata
Posterior Anterior

Gambar 7 Anatomi Lembaran Luar dan Dalam mata

6
Gambar 14. Potongan Sagital melalui rongga orbita bagian depan dan
Posisi Konjungtiva

Pada kelopak mata (palpebra) dapat dibedakan secara klinis sebuah lemabaran
luar dan dalam dengan komponen-komponen sebagai berikut :

∙ Lembaran luar : kulit kelopak mata; kelenjar keringat; Gll. Ciliares(kelenjar zeiss

moll yang termodifikasi), dan Gll. Sebaceae (Kelenjar lemak zeis), beserta Mm.
Orbiculares yang merupakan otot lurik dan M.Levator Pelpabare (hanya kelopak
atas), yang diinervasi oleh N.Oculomotorius serta N.Facialis

∙ Lembaran dalam : pelat kelopak (tarsus), Mm. Tarsales superior dan inferior

(disebut juga sebagai M.Tarsalis Muller ; otot polos,diinervasi oleh saraf


simpatis_, konjungtiva kelopak mata (Conjunctiva tarsi atau palpebrae), dan Gll.
Tarsales (Kelenjar lemak meibom)

Kedipan kelopak mata yang teratur (20-30 kali per menit) menjamin agar mata
tidak mengering. Rangsangan mekanis (seperti butiran pasir) menimbulkan refleks
kedip, yang juga berfungsi sebagai pelindung Kornea dan Konjungtiva

Tunica conjunctiva (disingkat conjunctiva) adalah sebuah lapisan selaput


lendir tipis mengkilat yang mengandung pembuluh - pembuluh darah, yang dibagi

7
menjadi Conjunctiva tarsi atau palpebrae (conjunctiva kelopak mata), conjunctiva
fornicisi, dan conjunctiva bulbi. Conjunctiva bulbi berbatasan langsung dengan
permukaan kornea. Bersama kornea, konjungtiva bulbi membentuk kantung
konjungtiva, yang menjamin hal-hal sebagai berikut:

∙ Mobilitas bola mata

∙ Gerakan lapisan-lapisan selaput lendir konjungtiva tarsi dan bulbi yang saling

bersinggungan dengan lancar tanpa rasa nyeri (pelumas : cairan air mata) dan ∙

Proteksi terhadap mikroba patogen (pengumpulan limfosit dilipatan-lipatan)

Kantung konjungtiva membentuk ruang konjungtiva atas dan bawah (fornix


konjungtiva superior dan inferior), yaitu tempat obat dapatditeteskan. Inflamasi
Konjungtiva sering terjadi, ditandai oleh pelebaran pembuluh-pembuluh darah
konjungtiva, sehingga menyebabkan “mata merah”. Sebaliknya, gambaran
pembuluh darah pada konjungtiva berkurang pada anemia. Karena itu, konjungtiva
harus diperhatikan pada setiap pemeriksaan klinis.

Gambar 15. Anatomi konjungtiva

Gambar 16. Histologi konjungtiva


8
2.2 Konjungtivitis

2.2.1 Definisi
Konjungtivitis merupakan inflamasi pada jaringankonjungtiva, yang dapat
terjadi secara akut maupun kronis, akibat invasi mikroorganisme dan atau reaksi
imunologi.

2.2.2 Epidemiologi
Prevalensi konjungtivitis bervariasi menurut usia, jenis kelamin dan waktu
dalam setahun. Ada distribusi bimodal dari kasusterdiagnosis konjungtivitis akut di
UGD. Tingkat diagnosis tertinggiadalah di antara anak-anak kurang dari 7 tahun,
dengan insiden tertinggi terjadi antara usia 0 dan 4 tahun. Puncak
distribusisekunder terjadi pada usia 22 tahun pada wanita dan 28 tahun pada pria.
Secarakeseluruhan tingkat konjungtivitis yang didiagnosis di UGD sedikitlebih
tinggi pada wanita dibandingkan pada pria.

Musim juga merupakan faktor dalam presentasi dan dengan demikian


diagnosis konjungtivitis. Bervariasi berdasarkan usia, adainsiden puncak di semua
presentasi konjungtivitis pada anak usia 0 sampai 4 tahun pada bulan Maret, diikuti
oleh kelompok usia lainnya pada bulan Mei. Sebuah studi UGD nasional
menemukan bahwa musim konsisten untuk semua wilayah geografis, terlepas dari
perubahan pola iklim atau cuaca. Konjungtivitis alergi adalah penyebab paling
sering dari konjungtivitis, mempengaruhi 15 sampai 40% dari populasi, dan
diamati paling sering pada musim semi dan musim panas. Tingkat konjungtivitis
bakteri tertinggi dariDesember hingga April.

2.2.3 Etiologi
Konjungtivitis adalah penyebab paling umum dari mata merah dan keluar
cairan. Meskipun ada banyak jenis konjungtivitis, virus, alergi, dan bakteri adalah
tiga yang paling umum. Konjungtivitis infeksiosa dapat disebabkan oleh bakteri,
virus, jamur, dan parasit. Namun, 80% kasus konjungtivitis akut adalah virus,
patogen yang paling umum adalah Adenovirus. Adenovirus bertanggung jawab atas
65 hingga 90% kasuskonjungtivitis virus. Patogen virus umum lainnya adalah
Herpes simpleks, Herpes zoster, dan Enterovirus.

9
Konjungtivitis bakteri jauh lebih umum pada anak-anak daripada orang
dewasa, dan patogen yang bertanggung jawab untuk konjungtivitis bakteri
bervariasi tergantung pada kelompok usia. Spesies stafilokokus, khususnya
Staphylococcal aureus, diikuti oleh Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus
influenzae adalah penyebab paling umum pada orang dewasa, sedangkan pada
anak-anak penyakit ini lebih sering disebabkan oleh H. influenza, S. pneumoniae,
dan Moraxella catarrhalis. Penyebab bakteri lainnya termasuk Neisseria
gonorrhoeae, Chlamydia trachomatis, dan Corynebacterium diphtheria. N.
gonorrhoeae adalah penyebab paling umum dari konjungtivitis bakteri pada
neonatus.

Alergen, racun dan iritasi lokal bertanggung jawab untuk konjungtivitis


non-infeksi.

2.2.4 Patofisiologi

Konjungtivitis terjadi akibat peradangan pada konjungtiva. Penyebab


peradangan ini bisa karena patogen infeksius atau iritan non- infeksi. Hasil dari
iritasi atau infeksi ini adalah injeksi atau pelebaran pembuluh darah konjungtiva;
ini menghasilkan kemerahan klasik atau hiperemia dan edema konjungtiva.
Seluruh konjungtiva terlibat, dan sering juga terdapat sekret. Kualitas sekret
bervariasi tergantung pada agen penyebabnya.

10
2.2.5 Gejala dan tanda
Gejala utama konjungtivitis adalah sensasi benda asing, rasa perih atau
terbakar, sensasi penuh di sekeliling mata, gatal, dan fotofobia. Nyeri dan rasa
tidak naman sering menunjukkan kornea juga terkena.

Hiperemis adalah tanda klinis konjungtivitis akut yang paling menyolok.


Kemerahan paling jelas di forniks dan berkurang ke arah limbuskarena dilatasi
pembuluh konjungtiva posterior (Dilatasi perilimbus atau hiperemia siliaris
menunjukkan inflamasi kornea atau struktur yang lebih dalam). Warna merah
menunjukkan konjungtivitis bakteri, sementara tampilan putih susu menunjukkan
konjungtivivits alergika. Hiperemia tanpainfiltrasi sel menunjukkan iritasi akibat
penyebab fisik, seperti angin, sinar matahari, asap, dan sebagainya, tetapi kadang
dapat terjadi pada penyakityang disebabkan oleh ketidakstabilan vaskular (mis,
akne rosasea).

Keluarnya air mata (epifora) sering kali menonjol pada konjungtivitis.


Keluarnya air mata disebabkan oleh sensai benda saing, rasaterbakar atau perih,
atau gatal. Transudasi ringan juga muncul dari pembuluh hiperemik dan
meningkatkan jumlah air mata yang keluar. Sekresi abnormal air mata yang sedikit
dan
meningkatnya filamen mukosamenunjukkan sindrom mata kering.

Eksudasi adalah gambaran semua jenis konjungtivitis akut. Eksudatnya


berlapis dan amorf pada konjungtivitis bakteroi dan berserabut pada konjungtivitis
alergika. Pada hampir semua jenis konjungtivitis, terdapat banyak kotoran mata di
palpebra ketika bangun tidur. Jika eksudatnya sangat banyak dan palpebranya
saling melekat, konjungtivitis ini kemunkginan disebabkan oleh bakteri atau
klamidia.

Pseudoptosis adalah jatuhnya palpebra superior akibat infiltrasi dan


inflamasi otot Muller. Kondisi ini tampak pada beberapa jenis konjungtivitisberat,
misalnya trakoma dan keratokonjungtivitis epidemik.

Hipertrofi papiler adalah reaksi konjungtiva non-spesifik yang terjadi


karena konjungtiva terikat pada limbus atau tarsus dibawahnya olehfibril halus.
Ketika rangkain pembiuluh yang membentuk bahan papila (bersama dengan unsur

11
selular dan eksudat) mencapai membran basalis epitel, pembuluh ini bercabang di
atas papila seperti jeruji payung. Eksudatperadangan berkumpul di antara fibril,
membentuk tonjolan konjungtiva. Pada penyakit nekrotik (trakoma), eksudat dapat
digantikan oleh jaringan granulasi atau jaringan ikat.

Bila papilanya kecil, biasanya konjungtiva memiliki tampilan halus,seperti


beludru. Konjungtiva papilaris yang merah menunjukkan penyakit bakteri atau
klamidia mis. Konjungtiva palpebralis merah seperti beludurukhas pada trakoma
akut). Jika terjadi infiltrasi nyata pada konjungtiva terbentuk papila raksasa. Papila
ini disebut juga “ papila cobblestone” pada keratokonjungtivitis vernal dan
konjungtivitis papilaris raksasa dengan sensitivitas lensa kontak; pada tarsus
inferior, papila ini menandakakan keratokonjungtivitis atopik. Papila raksasa juga
dapat terjadi pada limbus, terutama di daerah yang dalam keadaaan normal
terpajan ketika mataterbuka (diantara pukul 2 dan 4 serta antara pukul 8 dan 10).
Di daerah ini,papila tampak sebagai bukti gelatinosa yang dapat melampaui
kornea.Papila limbus khas pada keratokonjungtivitis vernal, tetapi jarang terdapat
pada keratokonjungtivitis atopik.

Kemosis pada konjungtiva menunjukkan dengan jelas terjadinya konjungtivitis


alergi akut, tetapi juga dapat terjadi pada konjungtivitis gonokokal atau
meningokokal akut, dan terutama pada konjungtivitis adenovirus. Kemosis pada
konjungtiva bulbu tampak pada pasien dengan trikinosis. Kadang-kadang kemosis
bisa muncul sebelum terdapat eksudasiatau infiltrasi selular yang nyata.

Folikel tampak pada sebagian besar kasus konjungtivitis virus dan pada semua
kasus konjungtivitis klamidia, kecuali konjungtivitis inklusi neonatus, pada
beberapa kasus konjungtivitis parasitik, dan pada beberapa kasus konjungtivtis
toksik yang disebabkan oleh obat topikal seperti idoksuridin, brimonidon,
apraklonidin, dan dipevefrin, atau oleh pengawet dalam obat tetes mata atau
larutan lensa kontak. Folikel di dalam forniks inferio dan pada tepian tarsus
memiliki nilai diagnostik yang terbatas, tetapibila terletak pada tarsus (terutama
tarsus superior), harus dicurigai konjungtivitis klamidia, virus atau toksik (akibat
obat topikal).

Folikel terdiri dari hiperplasia limfoid fokal di dalam lapisan limfoidpada


konjungtiva dan biasanya mengandung pusat germinal. Secara klinis, folikel dapat

12
dikkenali berupa struktur berwarna putih atau abu-abu vaskular yang berbentuk
bulat. Pada pemeriksaan slitlamp, pembuluh darah kecil dapat dilihat muncul dari
tepian folikel dan mengelilinginya.

Pseudomembran dan membran adalah hasil proses eksudatif danhanya


berbeda derajatnya. Pesudeomembran adalah lkoagulum pada permukaan epitel,
dan bila diangkat, epitel tetap intak. Sebaliknya membranmurni adalah koagulum
yang mengenai keseluruhan epitel, dan bila diangkat meninggalkan permukan
yang berdarah dan kasar. Pseudomembran maupun membran dapat menyertai
keratokonjungtivitis epidemik, konjungtivitis streptokokus, difteri, pemfigoid
membranmukosa,sindrom stevens-johnson, nekrolisis epiderma toksis, dan eritema
multiforme. Keduanya juga terdapat terbentuk akibat pajanan bahan
kimia,terutama
luka bakar zat basa.

Konjungtivitis ligneosa adalah bentuk aneh konungtivitis membranosa


yang rekuren. Konjungtivitis ini terjadi pada bilateral mata, yang kebanyakan
terlihat pada anak, dan terjadi terutama pada wanita. Konjungtivitis ini dapat
terkait dengan temuan sistemik lain, termasuk nasofaringitis dan vulvovaginitis.

Granuloma konjungtiva selalu mengenai stroma dan yang paling sering


berupa kalazion. Penyebab endogen lainnya adalah sarkoidisis, sifilis, penyakit
cakar kucing, dan yang jarang , koksidiomikosis. Sindrom okuloglandular parinau
mencakup granuloma konjungtiva dan kelenjarlimfe preaurukular membengkak,
serta kelompok penyakit ini mungkin memerluka biopsi untuk menetapkan
diagnosis.

Fliktenula menunjukkan reaksi hipersensitivitas lambat terhadap antigen


mikroba, misalnya, stafilokokus atau antigen mikobakterium. Fliktenula
konjungtiva pada walnya terdiri dari perivaskulitis dengan lingkaran limfositik
suatu pembuluh darah. Ketika berkembang menjadi ulkus konjungtiva, bantalan
ulkus memiliki banyak leukositpolimorfonuklear.

Limfadenopati preaurikelular adalah suatu tanda utamakonjungtivitis. Kelenjar


limfe preaurikular yang terlihat nyata, tampak padasindrom okuloglandula
epidemik. Kelenjar elimfe preaurikular kecul atau besar, kadang agak nyeri ;

13
terdapat pada konjungtivitis herpes simpleks primer, keratokonjungtivitis
epidemik, konjungtivitis inklusi, dan trakoma.Kelenjar limfe preaurikular kecil
tetapi tidak nyeri cenderung terdapat pada demam faringokonjungtiva dan
konjungtivitis hemoragik akut. Kadang- kadang, limfadenopati preaurikular dapat
ditemukan pada anak dengan infeksi kelenjar meibom.

2.2.6 Cara diagnosis dan diagnosis banding

Diagnosis banding Konjungtivitis pada bayi


Penyebab Serangan Sitologi Kultur
Neisseria 2-4 hari Diplokoki intraseluler gram positif
Darah, agar, agar coklat
Gram negatif
Bakteri lain 1-30 hari Organisme gram negatif
atau Agar darah

Blenore inklusi 2-14 hari Inklusi intra- Negatif

14
sitoplasmik Virus Bakteri Fungus dan
Giemsa positif
Kimiawi 1-2 hari Negatif Negatif atau flora
normal

Diagnosis banding konjungtivitis


parasit Alergi

Sekret Sedikit Banyak Sedikit Sedikit Sedikit Air mata Banyak Sedang
Sedang Sedikit Sedang

Gatal Sedikit Sedikit - - hebat Injeksi Umum Umum Lokal Lokal Umum
Nodul preaurikuler Sering Jarang Sering Sering -

Pewarnaan usapan Monosit Bakteri Bakteri Biasanya negatif Eosinofil


limfosit

Sakit tenggorokan dan panas yang menyertai Kadang Kadang - - -

Diagnosis banding konjungtivitis gambaran klinis


Tanda Bakterial Viral Alergik Toksis TRIC

Injeksi Mencolok Sedang


-sedang Ring Sedang
konjungtivit an
is sedan
g

Hemoragi + + - - -

Kemosis ++ +/- ++ +/- +/-

Eksudat Purulen Jarang, Bersera - Bersera


atau air but but
mukopur (lengket (lengket
ulen ) )
putih

15
Pseudome +/- +/- - - -
mbr an (strep,
C.Dipht
)

Papil +/- - + - +/-

Folikel - + - + +
(medik
asi )

Nodus + ++ - - +/-
preaurikuler

Pannus - - - (kecuali - +
vernal)

1. Konjungtivitis bakterial
Umumnya ditandai dengan iritasi dan injeksi bilateral, eksudat purulen dengan
palpebra lengket saat bangun tidur, dan kadang edema palpebra. Infeksi biasanya
dimulai pada satu mata dan dapat menyebar ke mata sebelahnya melalui kontan
langsung dari tangan. Konjungtivitis ini dapat menyebar dari satu orang ke orang
lain melalui benda.
Konjungtivitis bakteri (purulen) hiperakut disebabkan oleh N. Gonorrhoeae,
Neiseria kochii, atau N. Meningitidis ditandai dengan eksudat purulen yang sangat
banyak. Semua konjungtivitis eksudatif yang berat dengan sekret banyak
memerluka pemeriksaan laboratorium dan pengobatan segera. Keterlambatan
dapat menyebabkan kerusakan kornea berat atau kehilangan mata atau terjadinya
septikemiaatau meningitis akibat masuknya N. Gonorrhoeae atau N. Meningitidis
ke aliran darah dari konjungtiva.

Gambar 19 Sekret mukopurulen pada Konjungtivitis Gonore


16
Pada neonatus infeksi konjungtiva terjadi pada saat berada pada jalan kelahiran,
sedang pada bayi penyakit iniditularkan oleh ibu yang sedang menderita penyakit
tersebut. Pada orang dewasa penyakit ini didapatkan dari penularan penyakit
kelamin sendiri.

Di klinik kita akan melihat penyakit ini dalam bentukoftalmia neonatorum


(bayi berusia 1-3 hari), konjungtivitis gonore infantum (usia lebih dari 10 hari) dan
konjungtivitis gonore adultorum. Terutama mengenai golongan muda dan bayi
yang ditularkan ibunya. Merupakan penyebab utama oftalmia neonatorum.
Memberikan sekret purulen padat dengan masa inkubasi antara 12 jam-5 hari,
disertai perdarahan subkonjungtiva dan konjungtivitis kemolitik.

Pada orang dewasa terdapat 3 stadium penyakit yakniinfiltratif, supuratif,


dan penyembuhan. Pada stadium infiltratif diteumukan kelopak dan konjungtiva
yang kaku disertai rasa sakit pada perabaan. Kelopak mata membengkak dan kaku
sehingga sukar dibuka. Terdapat pseudomembran pada konjungtiva tarsal superior
sedangkan konjungtiva bulbi merah, kemotik dan menebal. Pada umumnya
menyerang satu mata terlebih dahulu, danbiasanya mata kanan.

Stadium supuratif terdapat sekret yang kental. Pada bayi biasanya


mengenai kedua mata dengan sekret kuning kental. Kadang-kadang bila sangat
dini sekret dapat serous yang kemudian menjadi kental dan purulen. Diagnosis
pastidilakukan lewat pemeriksaan sekret dengan pewarnaan metilen biru dimana
akan terlihat diplokokus di dalam sel leukosit. Dengan pewarnaan gram akan
terdapat sel intraselular atau ekstraseklular dengan sifat gram negatif.

Konjungtivitis mukopurulen (catarrhal) akut sering terjadi pada bentuk


epidemik dan disebut "mata merah" oleh kebanyakan orang awam. Hal ini ditandai
dengan timbulnya awitan akut hiperemia konjungtiva dan sejumlah mukopurulen
dengan jumlah sedang. Penyebabpaling umum adalah S pneumoniae di daerah
beriklim sedang dan Haemophilus aegyptius di iklim hangat. Penyebab yang
kurang umum adalah stafilokokus dan streptokokus lainnya. Konjungtivitis yang
disebabkan oleh Spneumoniae dan H aegyptius dapat disertai dengan perdarahan
subkonjungtiva. H konjungtivitis aegyptius di Brazil telah diikuti oleh demam
purpura yang fatal dihasilkan oleh toksin bakteri yang terkait dengan plasmid.

17
Konjungtivitis subakut paling sering disebabkanoleh H influenzae dan
kadang-kadang oleh spesies Escherichia coli dan Proteus. Infeksi H influenzae
adalah ditandai dengan eksudat tipis, berair, atau berflokulasi.
Konjungtivitis bakteri kronis terjadi pada pasien dengan obstruksi duktus
nasolakrimalis dan dakriosistitis kronis, yang biasanya unilateral. Mungkin juga
dikaitkan dengan blepharitis bakteri kronis atau disfungsi kelenjarmeibom. Pasien
dengan floppy lid syndrome atau ektropion dapat berkembang menjadi
konjungtivitis bakteri sekunder. Jarang, konjungtivitis bakteri kronis dapat
disebabkan oleh Corynebacterium difteri dan Streptokokus pyogenes.
Pseudomembran atau membran disebabkan oleh organisme ini dapat terbentuk
pada konjungtiva palpebra. Kasus yang langka pada konjungtivitis kronis yang
dihasilkan oleh Moraxella catarrhalis, coliform basil, Proteus, dan organisme lain,
tidak dapat dibedakan secara klinis.
Dalam kebanyakan kasus konjungtivitis bakteri, organisme dapat
diidentifikasi dengan:

∙ Pemeriksaan mikroskopis kerokan konjungtiva yang diwarnai dengan pewarnaan


Gram atau Giemsa; hasil biasanya menunjukkan banyak neutrofil polimorfonuklear.
Kerokan konjungtiva untuk pemeriksaan mikroskopis dan kultur : wajib dilakukan untuk
semua kasus dan wajib jika penyakitnya purulen, membranosa, atau pseudomembran.

∙ Studi sensitivitas antibiotik juga diinginkan, tetapi terapi antibiotik awal bersifat
empiris. Ketika hasil antibiotik tes sensitivitas tersedia, terapi antibiotik spesifik
kemudian dapat dilakukan dilembagakan jika perlu.
2. Konjungtivitis Klamidia

Di seluruh dunia jumlah individu dengan kehilangan penglihatan yang


mendalam dari trachoma telah turun dari 6juta menjadi 1,3 juta, tetapi tetap
menjadi salah satu yang penyebab kebutaan terkemuka yang dapat dicegah.
Endemikini terdapat di daerah dengan kebersihan yang buruk, kepadatan
penduduk, kemiskinan, kekurangan air bersih,dan sanitasi yang buruk.
membutakan trachoma terjadi di banyak bagian Afrika, di beberapa bagian Asia,
antara penduduk asli Australia, dan di Brasil utara. Trachoma yangtidak berakhir
juga terjadi di beberapa daerah di Amerika Latin dan Kepulauan Pasifik

18
Trachoma biasanya dimulai pada masa kanak-kanaksebagai folikel kronis
bilateral konjungtivitis yang karena episode berulang berkembang menjadi jaringan
parut konjungtiva (Gambar 17). Dalam kasus yang parah, trikiasisberkembang
pada awal kehidupan dewasa. Konstan abrasi oleh bulu mata terbalik
dikombinasikan dengan lead film airmata yang rusak, biasanya setelah usia 30
tahun, hingga jaringan parut kornea. (Gambar 18)

Gambar 20 Jaringan parut konjungtiva sekunder akibattrachoma. tarsus superior


adalah tempat klasik untuk jaringan parut subkonjungtiva yang berhubungan
dengan trakoma

Gambar 21 Trachoma lanjut setelah ulserasi kornea dan jaringan parut

Masa inkubasi trachoma rata-rata 7 hari tetapi bervariasi dari 5-14 hari.
Pada bayi atau anak, awitan biasanya berbahaya, dan penyakit ini dapat sembuh
dengan

19
minimal atau tanpa komplikasi. Pada orang dewasa, onsetnya sering subakut atau
akut, dan komplikasi dapat berkembang lebih awal. Saat onset, trachoma sering
menyerupai konjungtivitis bakteri lainnya.
Gejala dan tanda biasanya terdiri dari: robekan, fotofobia, nyeri, eksudasi,
edema kelopak mata, kemosis konjungtiva bulbar, hiperemia, hipertrofi papiler,
folikel tarsal dan limbal, keratitis superior, pembentukan pannus (membran
fibrovaskular kornea), dan nodus preaurikularis kecil dan lunak.

Pada trachoma yang sudah terbentuk, mungkin juga terdapat keratitis epitel
superior, keratitis subepitel, pannus, atau folikel limbus superior, dan akhirnya sisa
sikatrik patognomonik dari folikel ini, yang dikenal sebagai lubang Herbert—
lekukan kecil yang ditutupi oleh epitel pada sambungan limbokorneal. Itu pannus
terkait muncul dari limbus, dengan loop vaskular memanjang ke kornea. Semua
tanda trachoma lebih parah di bagian atas daripada di konjungtiva bawah dan
kornea.
Badan inklusi klamidia dapat ditemukan pada konjungtiva yang diwarnai Giemsa
kerokan, tetapi tidakselalu ada. Inklusi muncul di preparat Giemsa stained sebagai
massa sitoplasmik partikulat, ungu tua, atau biru yang menutupi inti sel epitel.
Noda antibodi fluoresen dan enzim tes immunoassay tersedia secara komersial dan
banyak digunakan dalam klinis laboratorium. Ini dan tes baru lainnya, termasuk
Polymerase Chain Reaction (PCR), telah menggantikan pewarnaan Giemsa pada
apusan konjungtiva dan isolasi agen klamidia dalam kultur sel. Agen trachoma
menyerupai agen konjungtivitis inklusi morfologis, tetapi keduanya dapat
dibedakan secara serologis dengan mikroimunofluoresensi. Trachomabiasanya
disebabkan oleh C trachomatis serovar A, B, Ba,atau C.

Terdapat klasifikasi menurut mac callan , terbagi menjadi 4 stadium : ∙

Stadium insipien (1/hiperplasi limfoid = terdapat folikel imatur, hipertrofi papilar


minimal)

∙ Stadium established (dibedakan atas 2 bentuk) trakoma = ( II,IIA, dan IIB :


terdapat hipertrofi papilar IIB dan folikel IIAyang matang pada konjungtiva tarsus
superior) dan tambahan gejala IIA terdapat keratitis, folikel limbal dan IIB aktivitas

kuatdengan folikel matur tertimbun dibawah hipertrofi papilar yang hebat. ∙ Stadium
parut (III)/sikatrik (parut pada konjungtiva tarsal atas, permulaan trikiasis,

20
entropion)

∙ Stadium sembuh (IV = tak aktif, tada ada hipertrofi papilar atau folikular, parut

dalam bermacam derajat variasi)

3. Konjungtivitis inklusi
Konjungtivitis inklusi mungkin memiliki onset akut atau subakut. Pasien
sering mengeluh kemerahan, pseudoptosis, dan sekret, terutama di pagi. Bayi baru
lahir memiliki konjungtivitis papiler dan sejumlah eksudat, dan dalam kasus
hiperakut, kadang-kadang pseudomembran terbentuk dan dapat menyebabkan
jaringan parut.
Karena bayi baru lahir tidak memiliki jaringan adenoid di stroma
konjungtiva, tidak ada pembentukan folikel; tetapi jika konjungtivitis berlanjut
selama 2– 3 bulan,folikel muncul, mirip dengan gambaran konjungtiva pada anak
yang lebih besar dan orang dewasa. Pada bayi baru lahir, infeksi klamidia dapat
menyebabkan faringitis, otitis, media, dan pneumonitis interstisial.
Pada orang dewasa, konjungtiva kedua tarsi—terutama tarsus bawah—
memiliki papila dan folikel .Karenapseudomembran biasanya tidak terbentuk pada
orang dewasa, jaringan parut biasanya tidak terjadi. Keratitis superfisial dapat
dicatat superior dan, lebih jarang, mikropannus superior kecil (<1–2 mm).
Kekeruhan subepitel, biasanya marginal, sering berkembang. Otitis media dapat
terjadi akibat infeksi saluran pendengaran.

Gambar 22. Konjungtivitis folikular akut yang disebabkanoleh konjungtivitis


inklusi
21
Tes diagnostik cepat seperti tes antibodi fluoresen langsung, terkait-enzim
immunosorbent assay (ELISA), danPCR telah menggantikan pewarnaan Giemsa
pada praktek klinis rutin. Dalam kasus oftalmia neonatorum klamidia, diagnosis
cepat juga penting untuk mencegah komplikasi sistemik seperti pneumonitis
klamidia. Konjungtivitis inklusi biasanya disebabkan oleh C trachomatis serovar
D– K dengan isolasi serotipe B. Serologis sesekali penentuan tidak berguna dalam
diagnosis infeksi mata, tetapi Pengukuran kadar antibodi IgM sangat berharga
dalam diagnosis pneumonitis klamidia pada bayi.

4. Konjungtivitis Virus

Demam faringokonjungtiva ditandai dengan demam 38,3-40 °C, sakit


tenggorokan, dan konjungtivitis folikular pada satu atau kedua mata. Folikel sering
sangat menonjol pada konjungtiva dan mukosa faring. Penyakitnyabisa menjadi
bilateral atau unilateral. Injeksi dan robekan sering terjadi, dan mungkin ada
menjadi keratitis epitel superfisial sementara dan kadang-kadang beberapa
kekeruhan subepitel. Limfadenopati preauricular yang tidak nyeri adalah
karakteristik utama.
Demam faringokonjungtiva paling sering disebabkanoleh adenovirus tipe 3
dan kadang-kadang oleh tipe 4 dan 7.Virus dapat ditumbuhkan pada sel HeLa dan
diidentifikasi dengan uji netralisasi. Seiring perkembangan penyakit, penyakit ini
dapat didiagnosis serologis oleh peningkatan titer antibodi penetralisir. Namun,
diagnosis klinis biasanya langsung. Kerokan konjungtiva sebagian besar
mengandungsel mononuklear, dan tidak ada bakteri tumbuh dalam kultur.

Kondisi ini lebih sering terjadi pada anak-anak daripada di dewasa dan dapat
ditularkan di kolam renang yang mengandung klorin buruk. Itu konjungtivitis
sembuh sendiri, dan dengan demikian, hanya pengobatan suportif yang
diindikasikan, dengan episode yang diselesaikan dalamwaktu sekitar 10 hari.

22
Gambar 23. Keratokonjungtivitis epidemik A: kekeruhankornea Subepitel bulat
sentral seragam. B: Pseudomembrandi forniks inferior

Onset keratokonjungtivitis epidemik (Gambar.20) sering unilateral,


dengan kedua mata kemudian terpengaruh tetapi mata pertama biasanya menjadi
lebih parah terpengaruh. Gejala awal termasuk injeksi konjungtiva, nyeri sedang,
dan merobek. Biasanya dalam 5-14 hari, fotofobia, keratitis epitel, dan kekeruhan
subepitel juga telah berkembang. Sensasi kornea normal. Sebuah simpul
preauricular tender adalah karakteristik. Edema kelopak mata, kemosis, dan
hiperemia konjungtiva menandai fase akut, dengan folikel dan subkonjungtiva
perdarahan sering muncul dalam waktu 48 jam. Pseudomembran (dan kadang
kadang benar membran) dapatterjadi dan dapat diikuti oleh bekas luka datar atau
pembentukan simblefaron. Konjungtivitis biasanya sembuh paling lama 3-4
minggu. Subepitel kekeruhan terkonsentrasi di kornea sentral, biasanya hemat
perifer, dan dapat bertahanselama berbulan-bulan tetapi umumnya sembuh tanpa
bekasluka.
Keratokonjungtivitis epidemik disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19, 29,
dan 37 (subgrup D dari adenovirusmanusia). Mereka dapat diisolasi dalam kultur
sel dan diidentifikasi dengan uji netralisasi.
Kerokan dari konjungtiva menunjukkan a terutama reaksi inflamasi mononuklear;
ketika pseudomembran terjadi, neutrofil mungkin juga menonjol.
Keratokonjungtivitis epidemik pada orang dewasa terbatas pada mata luar, tetapi
pada anak-anak, mungkin ada gejala sistemik infeksi virus, seperti demam, sakit,
tenggorokan, otitis media, dan diare. Penularan nosokomial dapat terjadi selama
pemeriksaan mata, terutama dengan menggunakan oftalmik yang tidak disterilkan

23
dengan benar instrumen seperti tip tonometer atau penggunaan larutan yang
terkontaminasi, khususnya anestesi topikal.
Tidak ada terapi khusus, tetapi kompres dingin dan air mata buatan akan
meredakan beberapa gejala. Kortikosteroid yang digunakan selama konjungtivitis
akut dapat memperpanjang keterlibatan kornea akhir dan harus dihindari bila
memungkinkan. Agen antibakteri harusdiberikan jika terjadi superinfeksi bakteri.

Konjungtivitis virus herpes simpleks (HSV), biasanya penyakit anak


kecil, adalah entitas yang tidak biasayang ditandai dengan injeksi unilateral, iritasi,
mukoid sekret, nyeri, dan fotofobia ringan. Ini terjadi selama infeksiprimer dengan
HSV ketika umumnya ada juga keterlibatan kelopak mata (Gambar 5-6) atau
selama episode berulang herpes okular. Hal ini sering dikaitkan dengan herpes
simpleks keratitis, di mana kornea menunjukkan lesi epitel diskrit yang biasanya
bergabung untuk membentuk ulkus epitel (dendritik) bercabang tunggal atau ganda
(Gambar 5- 7).
Konjungtivitis bersifat folikular atau, lebih jarang, pseudomembran.
(Pasien pada antivirus topikal dapatmengembangkan konjungtivitis folikular yang
dapat dibedakan karena konjungtivitis folikular herpetik memilikionset akut.)
Vesikel herpes terkadang muncul di kelopak mata dan tepi kelopak mata,
berhubungan dengan edema kelopak mata yang parah. Biasanya, ada tender kecil
simpul preaurikularis.

Gambar 24 Infeksi virus herpes simpleks okular primer.

24
Gambar 25 Ulkus dendritik pada keratitis virus herpes simpleks

Tidak ada bakteri yang ditemukan dalam kerokan atau ditemukan dalam
kultur. jika konjungtivitis adalah folikular, reaksi inflamasi yang dominan adalah
mononuklear, tetapi jika pseudomembran, reaksi yang dominan adalah
polimorfonuklear, karena kemotaksis nekrosis. Inklusi intranuklear dapat dilihat
pada sel konjungtiva dan kornea jika fiksasi Bouin dan Pewarnaan Papanicolaou
digunakan tetapi tidak pada apusan dengan pewarnaan Giemsa. Penemuan dari sel
epitel raksasa berinti banyak memiliki nilai diagnostik. Virusnya bisa mudah
diisolasi dengan menggosokkan swab Dacron kering atau kalsium alginat dengan
lembut pada konjungtiva dan mentransfer sel yang terinfeksi ke kultur jaringan
yang sesuai.

Konjungtivitis HSV dapat bertahan selama 2-3 minggu, dan jika


pseudomembran, mungkin meninggalkan bekas luka linier atau datar. Komplikasi
terdiri keterlibatan kornea (termasuk dendrit) dan vesikel pada kulit.
Meskipunvirus herpes tipe 1 menyebabkan sebagian besar kasus okular, tipe 2
adalah penyebab umum konjungtivitis herpetikpada bayi baru lahir dan penyebab
yang jarang pada orang dewasa.

Konjungtivitis penyakit Newcastle adalah kelainanlangka yang ditandai dengan


rasa terbakar, gatal, nyeri, kemerahan, sobek, dan (jarang) penglihatan kabur.
Sering terjadi di epidemi kecil di antara pekerja unggas yang menangani unggas
yang terinfeksi atau di antara dokterhewan atau pembantu laboratorium yang
bekerja dengan vaksin hidup atau virus. Konjungtivitis menyerupai yang

25
disebabkan oleh agen virus lain, dengan kemosis, nodus preauricular kecil, dan
folikel pada tarsus atas dan bawah. Tidak pengobatan tersedia atau diperlukan
karena penyakit ini sembuh sendiri.

Semua benua dan sebagian besar pulau di dunia memiliki epidemi


konjungtivitis hemoragik akut, yangdisebabkan oleh enterovirus tipe 70 dan
kadang-kadang oleh coxsackievirus A24. Secara khas, penyakit ini memiliki
masa inkubasi yang singkat (8-48 jam) dan kursus(5-7 hari). Tanda dan gejala
yang biasa adalah nyeri, fotofobia, sensasi benda asing, robekan berlebihan,
kemerahan, edema kelopak mata, dan subkonjungtivapendarahan. Kemosis
terkadang juga terjadi. Subkonjungtiva perdarahan biasanya difus tetapi mungkin
belang-belang saat onset, dimulai pada konjungtiva bulbi atas dan menyebar ke
bawah. Kebanyakan pasien memiliki limfadenopati preauricular, folikel
konjungtiva, dan keratitisepitel.

Uveitis anterior telah dilaporkan; demam, malaise, dan mialgia umum telah
diamati pada 25% kasus; dan kelumpuhan motorik pada ekstremitas bawah
memiliki terjadi dalam kasus yang jarang terjadi di India dan Jepang. Virus ini
ditularkan melalui kontak orang-ke-orang yang dekat dan oleh: bahan seperti linen
biasa, instrumen optik yang terkontaminasi, dan air. Pemulihan terjadi dalam 5-7
hari, dan tidak ada pengobatan yang diketahui. Di Amerika Serikat Negara bagian,
penutupan sekolah diperlukan untukmenghentikan epidemi.

Blefatrokonjungtivitis Moskulum Kontagiosum

Nodul kulit moluskum berbentuk bulat, berlilin, danberwarna putih


mutiara, dengan umbilicated Tengah. Biopsimenunjukkan inklusi sitoplasma
eosinofilik yang mengisi seluruh sitoplasma sel yang membesar, mendorong
nukleusnya ke satu sisi. Sebuah nodul pada margin kelopak mata atau kulit
kelopak mata atau alis dapat menghasilkan unilateral konjungtivitis folikular
kronis, keratitis superior, dan pannus superior menyerupai trakoma. Reaksi
inflamasi didominasi mononuklear (tidak seperti reaksi pada trachoma).

26
Gambar 26 Nodul moluskum kontagiosum pada tepi kelopakmata
yang menyebabkan konjungtivitis folikular kronis.

Eksisi atau bahkan sayatan nodul, sehingga memungkinkan darah tepi


mengalir menembusnya, atau cryotherapy menyembuhkan konjungtivitis.
Pada kesempatan yang sangat jarang, nodul moluskum telah terjadi pada
konjungtiva. Dalam kasus ini, eksisi nodul jugameredakan konjungtivitis. Lesi
multipel pada kelopak mata atau wajah moluskum kontagiosum terjadi pada pasien
dengan defisiensi imun didapat sindrom (AIDS).

Varicella-Zoster Blefarokonjungtivitis

Hiperemia dan konjungtivitis infiltratif—terkait dengan erupsi vesikular


di sepanjang distribusi dermatom cabang oftalmikus saraf trigeminal (adalah
karakteristik penyakit mata (herpes) zoster (herpes zoster), karena reaktivasi
infeksi virus varicella-zoster. Konjungtivitis ini terdapat tanda biasanya papiler,
tetapi folikel, pseudomembran, dan vesikel yang kemudian mengalamiulserasi
semuanya telah dicatat. Kelenjar getah beningpreauricular yang disertai nyeri
tekan terjadi pada awal penyakit. Bekas luka pada kelopak mata, entropion, dan
salah arah bulu mata individu adalah gejala sisa.

27
Gambar 27 Ruam vesikular karakteristik yang mempengaruhi dermatom V1 di
zoster oftalmikus (herpeszoster).

Lesi kelopak mata varicella, yang seperti lesi kulit (cacar) di tempat lain,
mungkin muncul di kedua tepi kelopak mata dan kelopak mata dan sering
meninggalkan bekas luka. ringan konjungtivitis eksudatif sering terjadi, tetapi lesi
konjungtiva diskrit (kecuali pada limbus) sangat jarang.

Lesi limbus menyerupai phlyctenules dan mungkin melalui semua tahap


vesikel, papula, dan ulkus. Kornea yangberdekatan menjadi terinfiltrasi dan dapat
mengalamivaskularisasi. Pada zoster dan varicella, kerokan dari vesikelkelopak
mata mengandung sel raksasa dan dominasi leukositpolimorfonuklear; kerokan
dari
konjungtiva pada varicella dan dari vesikel konjungtiva pada zoster mungkin
mengandung sel raksasa dan monosit. Virus dapat ditemukandalam kultur jaringan
dari sel embrio manusia.

Keratokonjungtivitis Campak

Erupsi khas campak sering mendahului erupsi kulit. Pada tahap awal ini,
konjungtiva mungkin memiliki penampilan kaca yang aneh, diikuti dalam
beberapa haridengan pembengkakan lipatan semilunar (tanda Meyer).

Beberapa hari sebelum erupsi kulit, konjungtivitis eksudatif dengan


mukopurulen debit berkembang. Pada saaterupsi kulit, muncul bintik-bintik Koplik

28
di konjungtiva dankadang-kadang pada caruncle. Pada suatu waktu (awal anak
anak, lanjut pada orang dewasa), keratitis epitel supervenes. Pada pasien
imunokompeten, keratokonjungtivitis campak memiliki sedikit atau tidak gejala
sisa, tetapi pada pasien yang kekurangan gizi atau immunocompromised, penyakit
mata sering dikaitkan dengan HSV sekunder atau infeksi bakteri infeksi karena S
pneumoniae, H influenzae, atau organisme lain yang menyebabkan kehilangan
penglihatan yang parah.

Kerokan konjungtiva menunjukkan reaksi sel mononuklear kecuali ada:


pseudomembran atau infeksi sekunder. Preparat yang diwarnai Giemsa
mengandung: sel raksasa. Karena tidak ada terapi khusus, hanya tindakan suportif
yang diindikasikan kecuali ada infeksi sekunder.

5. Konjungtivitis Jamur

Konjungtivitis yang disebabkan oleh spesies Candida (biasanya Candida


albicans) jarang terjadi infeksi yang biasanya muncul sebagai plak putih. Hal ini
dapat terjadi pada penderita diabetes atau pasien immunocompromised sebagai
konjungtivitis ulseratif atau granulomatosa. Kerokanmenunjukkan reaksi inflamasi
sel polimorfonuklear. Itu organisme tumbuh dengan mudah pada agar darah atau
media Sabouraud dan dapat mudah diidentifikasi sebagai ragi tunas atau, jarang,
sebagai pseudohifa. Infeksi beresponterhadap amfoterisin B (3-8 mg/mL) dalam
cairan (tidak saline) atau untuk aplikasi krim dermatologis nistatin (100.000 U/g)
empat sampai enam kali sehari. Salep harus dioleskan dengan hati-hati untuk
memastikan mencapai kantung konjungtiva dan tidak hanya menumpuk di tepi
kelopak mata.
Sporothrix schenckii mungkin jarang mengenaikonjungtiva atau kelopak
mata. Ini adalah sebuah penyakit granulomatosa yang berhubungan dengan nodus
preauricular yang terlihat. mikroskopis pemeriksaan biopsi granuloma
menunjukkan gram positif, berbentuk cerutu konidia (spora). Rhinoporidium
seeberi mungkin jarang mempengaruhi konjungtiva, kantung lakrimal, kelopak
mata, kanalikuli, dan sklera. Lesi yang khas adalah granuloma polipoid yang
berdarah setelah trauma minimal. Pemeriksaan histologis menunjukkan granuloma
dengan bulatan besar yang mengandung banyak sekali endospora. Perawatannya

29
adalah dengan eksisi sederhana dan kauterisasi dasar.
Coccidioides immitis jarang menyebabkan konjungtivitis granulomatosa
terkait dengan nodus preauricular yang terlihat jelas (Parinaud oculoglandular
sindroma). Ini bukan penyakit primer tetapi manifestasi darimetastasis infeksi dari
infeksi paru primer (demam Lembah San Joaquin). Penyakit diseminata
menunjukkan prognosis yang buruk.
6. Konjungtivitis Parasit
Ascaris dapat menyebabkan jenis konjungtivitis kekerasan yang langka.
Ketika tukang daging atau orang yang melakukan pemeriksaan postmortem
memotong jaringan yang mengandung Ascaris, jus jaringan dari beberapa
organisme mungkin secara tidak sengaja terciprat ke mata. Sebuah Konjungtivitis
toksik yang hebat dan menyakitkan terjadi kemudian, ditandai dengan kemosis
ekstrim dan edema kelopak mata. Perawatan terdiri dari irigasi cepat dan
menyeluruh dari kantung konjungtiva.
T solium jarang menyebabkan konjungtivitis tetapi lebih sering menyerang
retina, koroid, atau vitreous untuk menghasilkan sistiserkosis okular. Sebagai
aturan, konjungtiva yang terkena menunjukkan kistasubkonjungtiva dalam bentuk
pembengkakan hemisfer lokal, biasanya di sudut dalam forniks bawah, yang
melekat pada bagian bawahnya sklera dan nyeri saat ditekan. Konjungtivadan
kelopak mata mungkin meradang dan bengkak. Diagnosis didasarkan pada fiksasi
komplemen positif atau tes presipitin atau pada demonstrasi organisme di saluran
pencernaan. Eosinofilia adalah fitur konstan. Perawatan terbaik adalah dengan
eksisi lesi. Kondisi usus bisa diobati dengan niklosamida.

Myiasis adalah infeksi larva lalat. Banyak spesies lalat yangberbeda mungkin
menghasilkan myiasis. Jaringan okularmungkin terluka oleh transmisi mekanis
organisme penyebab penyakit dan oleh aktivitas parasit larva di jaringan mata.
Larva dapat menyerang jaringan nekrotik atau jaringan sehat. Banyak orang
terinfeksi
karena menelan telur atau larva secara tidak sengaja atau oleh kontaminasi luka
luar atau kulit. Bayi dan anak kecil, pecandu alkohol, dan pasientanpa pengawasan
yang lemah adalah target umum untuk infeksi dengan lalat penghasil myiasis.
Larva ini dapat mempengaruhi permukaan okular, jaringan intraokular,
ataujaringan orbita

30
yang lebih dalam. Keterlibatan permukaan mata mungkin disebabkan oleh Musca
domestica, lalat rumah, Fannia, lalat jamban, dan Oestrus ovis, lalat bot domba.
Lalat ini menyimpan telurnya di tepi kelopak bawahatau canthus bagian dalam,
dan larva dapat tetap di permukaan mata, menyebabkan iritasi, nyeri, dan
konjungtiva hiperemia. Pengobatan myiasis permukaan okular adalah dengan
pengangkatan larva secara mekanis setelah anestesi topikal.
7. Konjungtivitis Alergik
Peradangan konjungtiva ringan dan nonspesifikumumnya dikaitkan dengan jerami
demam (rinitis alergi). Dalam kebanyakan kasus, ada riwayat alergi terhadap
serbuksari, rumput, bulu binatang, atau alergen lainnya. Pasien mengeluh gatal, air
mata, dan kemerahan pada mata dan sering menyatakan bahwa mata tampak
“tenggelam” dalam jaringan sekitarnya.” Ada injeksi ringan pada palpebra dan
bulbar konjungtiva dan, selama serangan akut, sering kemosis parah, yang tidak
diragukan lagi menjelaskan deskripsi "tenggelam". Mungkin ada sedikit keluar
sekret, terutama jika pasien telah mengucek mata. Eosinofil sulit ditemukan pada
kerokan konjungtiva. Konjungtivitis papilerdapat terjadi jika: alergen tetap ada.

Keratokonjungtivitis vernal, juga dikenal sebagai "catarrh musim semi,"


"musiman" konjungtivitis," atau "konjungtivitis cuaca hangat," adalah bilateral
yang tidak umum penyakit alergi yang biasanya dimulai pada tahun- tahun
prapubertas dan berlangsung selama 5-10 bertahun- tahun. Ini terjadi jauh lebih
sering pada anak laki-laki daripada anak perempuan.
Alergen spesifik atau alergen sulit untuk diidentifikasi, tetapi pasien
dengan keratokonjungtivitis vernal biasanya menunjukkan manifestasi alergi lain
yang diketahui terkait dengan serbuk sari rumput kepekaan. Penyakit ini kurang
umum di daerah beriklim sedang daripada di daerah beriklim hangat dan hampir
tidak ada di iklim dingin. Ini hampir selalu lebih parah selama musim semi, musim
panas,
dan musim gugur daripada di musim dingin. Hal ini paling sering terlihat di sub
Sahara Afrika dan Timur Tengah. Pasien biasanya mengeluhkan rasa gatalyang
luar biasa dan keluarnya cairan seperti tali. Di sana sering merupakan riwayat
alergi keluarga (demam, eksim, dll), dan kadang-kadang, ada adalah riwayat alergi
pada pasien muda juga. Konjungtiva memiliki warna seperti susutampak dengan
banyak

31
papila halus pada konjungtiva palpebra bawah. Itu konjungtiva palpebra atas
sering memiliki papila raksasa yang memberikan penampilan “Cobblestone”
Gambar 28. Papila “ Cobblestone” di konjungtiva palpebralis superior
pada keratokonjungtivitis vernal

Setiap papila raksasa berbentuk poligonal, memiliki bagian atas yang rata, dan
mengandung jumbai kapiler. Sekret konjungtiva yang berserabut dan
pseudomembran fibrinosa yang halus (Tanda Maxwell-Lyons) dapat ditemukan,
terutama pada tarsus atas pada paparan panas. Dalam beberapa kasus, terutama
pada orang-orang keturunan Afrika kulit hitam, yang paling lesi menonjol terletak
di limbus, di mana pembengkakan agar-agar (papil) dicatat (Gambar 5-11). Sebuah
pseudogerontoxon (kabut sepertibusur) adalah sering terlihat pada kornea yang
berdekatan dengan papila limbal.
Titik-titik trantas adalah titik-titik keputihan terlihat di limbus pada
beberapa pasien dengan keratokonjungtivitis vernal selama fase aktif penyakit.
Banyak eosinofil dan eosinofilik bebas granul ditemukan pada apusan eksudat
konjungtiva yang diwarnai Giemsa dan Titik-titik trantas.

Gambar 29. Papila limbus yang disebabkan keratokonjungtivitis vernal pada laki
laki muda.

32
Micropannus sering terlihat pada keratokonjungtivitis palpebral vernal dan
limbal, tetapi pannus berat jarang terjadi. Jaringan parut konjungtiva biasanya
tidak terjadi kecuali pasien telah diobati dengan cryotherapy, pembedahan
pengangkatan papila, penyinaran, atau prosedur merusak lainnya. Dangkal ulkus
kornea ("perisai")(lonjong dan terletak di superior) dapat terbentuk dan mungkin
diikuti oleh jaringan parut kornea ringan. Keratitisepitel difus yang khas sering
terjadi. Tak satu pun dari lesi kornea merespon dengan baik terhadap standar
perlakuan. Penyakit ini juga dapat dikaitkan dengan keratoconus.
Konjungtivitis flikten merupakan konjungtivitis nodular yang disebabkan
oleh alergi terhadap bakteri atau antigen tertentu. Disebabkan oleh karena alergi
(hipersensitivitastipe IV) terhadap tuberkuloprotein, stafilokok, limfogranuloma
venerea, leismaniasis, infeksi parasit, dan infeksi di tempat lain dalam tubuh.
Kelainan ini sering ditemukan pada anak-anak di daerah padat, yang biasanya
dengan gizi kurang atau sering mendapat radang saluran napas.

8. Keratokonjungtivitis atopik

Pasien dengan dermatitis atopik (eksim) sering juga mengalami atopik


keratokonjungtivitis. Gejala dan tandanyaadalah sensasi terbakar, mukoid sekret,
kemerahan, dan fotofobia. Tepi kelopak mata eritematosa, dan konjungtiva tampak
seperti susu. Ada papila halus. Giant Papila kurang berkembang dibandingkan
keratokonjungtivitis vernal dan lebih sering terjadi pada konjungtiva palpebra
bawah daripada konjungtiva palpebra atas. Mungkin ada konjungtiva jaringan

parut

Gambar30. Jaringan parut konjungtiva pada keratokonjungtivitis atopik

33
Tanda-tanda kornea yang parah muncul di akhir penyakit setelah eksaserbasi
berulang dari konjungtivitis. Keratitis perifer superfisial berkembang dan diikuti
oleh vaskularisasi. Dalam kasus yang parah, seluruh kornea menjadi kabur dan
vaskularisasi, dan ketajaman visual berkurang. Biasanya ada riwayat alergi (hay
fever, asma, atau eksim) yang mempengaruhi pasien atau keluarga pasien.
Sebagian besar pasien menderita dermatitis atopik sejak masa bayi.

Jaringan parut pada lipatan lipatan lipatan antecubital dan pergelangan tangan dan
lutut adalah umum. Seperti dermatitis yang terkait, keratokonjungtivitis atopik
memiliki perjalanan yang berlarut-larut dan dapat mengalami eksaserbasi dan
remisi. Seperti pada keratokonjungtivitisvernal, ia cenderung menjadi kurang aktif
ketika: pasien mencapai dekade kelima. Kerokan konjungtiva menunjukkan
eosinofil, meskipun tidak sebanyak terlihat pada keratokonjungtivitis vernal.
Jaringan parut pada konjungtiva dan kornea sering terlihat, dan katarak atopik,
plak subkapsular posterior, atau katarak seperti perisai anterior dapat terjadi.
Keratoconus, ablasi retina, dan keratitis herpes simpleks lebih mungkin terjadi
daripada biasanya pada pasien dengan atopik keratokonjungtivitis, dan ada banyak
kasus blepharitis bakteri sekunder dan konjungtivitis, biasanya stafilokokus.

9. Konjungtivitis Giant Papil


Konjungtivitis papiler raksasa dengan tanda dan gejala yang mirip dengan
konjungtivitis vernal dapat berkembang pada pasien yang memakai mata buatan
plastik atau lensa kontak. Ini mungkin penundaan yang kaya basofil gangguan
hipersensitivitas (hipersensitivitas Jones-Mote),mungkin dengan IgE komponen
humoral.
Penggunaan kaca sebagai pengganti plastik untuk prostesis dan tontonan
lensa bukan lensa kontak adalah kuratif. Jika tujuannya adalah untuk
mempertahankan lensa kontak dipakai, terapi tambahan akan diperlukan.
Perawatan lensa kontak yang cermat, termasuk agen bebas pengawet, sangat
penting. Desinfeksi hidrogen peroksida danpembersihan enzimatik lensa kontak
juga dapat membantu. Atau, ubah ke a sistem lensa kontak sekali pakai mingguan
atau harian mungkin bermanfaat. Jika perawatan ini tidak berhasil, penggunaan
lensa kontak harus dihentikan.

34
Gambar31. Konjungtivitis papiler raksasa yang berhubungan dengan memakai
lensa kontak lunak.

10. Defisiensi Vitamin A

Kekurangan vitamin dapat mengenai semua umur, tetapi untuk vitamin A


boiasanya terdapat pada anak usia 6 bulan - 4 tahun. Biasanya anak ini mengalami
gangguan malnutrisi, biasanya disertai gangguan gastrointestinal atau sirosis
hepatis. Kekurangan vitamin A dapat disebabkan oleh:

∙ Primer : kekurangan vitamin A dalam diet

∙ Sekunder : gangguan absorpsi saluran cerna (orang dewasa)

Pasien akan mengeluh mata kering (produksi musin berkurang karena


kerusakan sel goblet), kelilipan, sakit, buta senja, dan penglihatan akan turun
perlahan. Terdapat 2 kelainan yaitu niktalopia (buta senja) dan atrofi serta
kertanisasi jaringan epitel dan mukosa. Pada keratinisasi didapatkan xerosis
konjungtiva, bercak bitot, xerosis kornea, tukak kornea, dan berakhir dengan
keratomalasia.

Dikenal klasifikasi WHO, yaitu :

∙ X 1-A : xerosis konjungtiva

∙ X 1-B : bercak bitot dengan xerosis konjungtiva

∙ X2 : xerosis kornea

∙ X3 : xerosis dengan tukak kornea


∙ X3-B : keratomalasia

35
o Catatan XN : buta senja
o XF : Fundus xeroftalmia
o XS : parut xeroftalmia

2.2.7 Tatalaksana dan pencegahan


Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada identifikasi agen
mikrobiologi. Sambil menunggu laporanlaboratorium, dokter dapat memulai terapi
topikal dengan agenantibakteri spektrum luas (misalnya, polimiksin-trimetoprim).
Pada setiap konjungtivitis purulen di mana pewarnaan Gram menunjukkan
diplokokus gram negatif yang mengarah ke Neisseria,baik sistemik maupun
topikal terapi harus segera dimulai. Jika tidak ada keterlibatan kornea, dosis
intramuskular tunggal ceftriaxone, 1 g, biasanya sistemik yang memadai terapi.
Jika adaketerlibatan kornea, pemberian selama 5 hari ceftriaxone
parenteral, 1-2 g setiap hari, diperlukan.

Atau dapat diberikan antibiotik tunggal seperti neosporin, basitrasin,


gentamisin, kloramfenikol, tobramisin, eritromisin, dan sulfa. Bila pengobatan
tidak memberikan hasil dengan antibiotik setelah 3-5 hari maka pengobatan
dihentikan dan ditunggu hasil pemeriksaan mikrobiologik. Bila terjadi penyulit
pada kornea makan diberikan siklopegik.
Pada konjungtivitis bakteri sebaiknya dimintakan pemeriksaan sediaan
langsung dan bila ditemukan kumannya, makapengobatan disesuaikan. Apabila
tidak ditemukan kuman dalam sediaan langsung, maka di berikan antibiotik
sprektrum luas dalam bentuk tetes mata tiap jam atau salep mata 4 sampai 5 kali
sehari. Apabila dipakai tetes mata, sebaiknya sebelum tidur diberi salep mata
(sulfatesamid 10-15% atau kloramfenikol). Apabila tidak sembuh dalam satu
minggu bila mungkin dilakukan pemeriksaan resistensi, kemungkinan defisiensi
air mata atau obstruksi duktus nasolakrimal.
Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen, kantung konjungtiva
harus diirigasi dengan larutan garam seperlunya untuk menghilangkan sekret
konjungtiva. Untuk mencegah penyebaran penyakit, pasien dan keluarga harus
diinstruksikan untuk: memberikan perhatian khusus pada kebersihan pribadi dan
keluargapasien.

36
Atau pada pasien dewasa yang dirawat dan diberi pengobatan dengan
penisilin salep dan suntikan, pada bayi diberikan
50.000 IU/kgBB selama 7 hari dan kloramfenikol tetes mata (0,5 – 1,0%). Sekret
dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air bersih (direbus) atau garam fisiologik
setiap ¼ jam. Kemudian diberi saleppenisilin setiap ¼ jam. Penisilin tetes mata
dapat diberikan dalam bentuk larutan penisilin G 10.000-20.000 unit/mL setiap 1
menit sampai 30 menit. Kemudian salep diberikan setiap 5 menit sampai 30 menit.
Disusul pemberian salep penisilin setiap 1 jam selama 3 hari.
Pengobatan pada bayi dengan perawatan di rumah sakit dengan terisolasi,
dibersihkan dengan garam fisiologism penisilin sodium G 100.000 unit/mL,
eritromisin topikal, dan penisilin 4,8 juta unit dibagi 2 kali sistemik.
Pencegahannya adalah membersihkan mata bayi segera setelah lahir dengan
larutan borisi dan memberikan salep kloramfenikol.
Terapi pada konjungtivitis klamidia mengacu pada perbaikan biasanya
dicapai dengan azitromisin dosis tunggal, 1 g peroral; doksisiklin, 100 mg per oral
dua kali sehari selama 3 minggu; eritromisin, 1 g/hari per oral dalam empat dosis
terbagi selama 3-4 minggu; atau tetrasiklin, 1-1,5 g / hari secara oral dalam empat
dosisterbagi selama 3-4 minggu; tetapi efek maksimal biasanya tidak tercapai
untuk 10-12 minggu, dan beberapa kursus mungkin diperlukan untuk
penyembuhan.
(Sistemik tetrasiklin tidak boleh diberikan kepada anak di bawah usia 7 tahun atau
ibu hamil wanita karena tetrasiklin mengikat kalsium dalam perkembangan gigi
dan pertumbuhan tulang, menyebabkan perubahan warna gigi dan kelainan tulang.)
Azitromisin telah menjadi pilihan pertama untuk kampanye pengobatan
massal, tetapi administrasi berulang mungkin diperlukan. Salep atau tetes topikal,
termasuk preparat sulfonamid, tetrasiklin, eritromisin, dan rifampisin, digunakan
empat kali sehariselama 6 minggu, juga efektif.
Koreksi bedah trikiasis, yang dapat dilakukan oleh non spesialis dokter
atau personel tambahan yang terlatih khusus, sangat penting untuk mencegah
jaringan parut dari trachoma lanjut.
Atau tetrasiklin 1-1,5 mg/hari peroral diberikan dalam 4 dosis selama 3-4
minggu, doksisiklin 100 mg peroral 2x sehari selama 3 minggu atau eritromisin 1
g/hari peroral dibagi dalam 4 dosis selama 3-4 minggu. Pencegahan dilakukan

37
dengan higiene yang baik, makanan yang bergizi, penyakit ini sembut atau
bertambah ringan.

Konjungtiva Inklusi
Pada Bayi Suspensi eritromisin oral, 50 mg / kg / hari dalamempat dosis
terbagi setidaknya selama 14 hari, adalah pengobatan pilihan. Pengobatan sistemik
diperlukan karena Infeksi klamidia juga melibatkan saluran pernapasan dan
pencernaan. Antibiotiktopikal tidak memberikan manfaat tambahan. Kedua orang
tua jugaseharusnya diperlakukan.
Pada orang dewasa, penyembuhan penyakit klamidia dapat dicapai dengan
azitromisin, 1 g dalam a dosis tunggal; doksisiklin, 100 mg per oral dua kali sehari
selama 7 hari; atau eritromisin, 2 g/hari selama 7 hari. (Tetrasiklin sistemik tidak
boleh diberikan kepada ibu hamil) wanita karena menyebabkan perubahan warna
gigi dan kelainan tulang pada janin.) Pasangan seksual pasien harusdiperiksa dan
diobati. Jika tidak diobati, konjungtivitis inklusi berjalan selama 3-9 bulan atau
lebih dengan durasi rata-rata 5 bulan.
Pada bayi baru lahir, mungkin ada penyakit umum dengan ensefalitis,
korioretinitis, hepatitis, dll. Setiap infeksi HSV pada bayibaru lahir harus diobati
dengan terapi antivirus sistemik (asiklovir) dan dipantau di rumah sakit. Jika
konjungtivitis terjadi pada anak diatas 1 tahun atau pada orang dewasa, biasanya
sembuh sendiri dan mungkin tidak memerlukan terapi.
Antivirus topikal atau sistemik harus diberikan, bagaimanapun, untuk
mencegah keterlibatan kornea. Untuk ulkus kornea, debridement kornea dapat
dilakukan dengan menyeka ulkusdengan lembut dengan kapas, mengoleskan tetes
antivirus, danmenutup mata selama 24 jam. topikal antivirus saja harus diterapkan
selama 7-10 hari (misalnya, trifluridin setiap 2 jam) saat bangun ataugansiklovir
gel berair 0,15% lima kali sehari sampai maag menyembuhkan dan kemudian tiga
kali sehari). Keratitis herpesjugadapat diobati dengan 3% salep asiklovir (tidak
tersedia
di Amerika Serikat) lima kali sehari selama 10 hari, atau dengan asiklovir oral,
400 mg lima kali sehari selama 7 hari. Kortikosteroid penggunaannya
dikontraindikasikan karena dapat memperburuk infeksi herpes, menyebabkan
perjalanan yang lebih lama dan biasanya lebih parah.

38
Keratokokonjugtivitis vernal
Karena keratokonjungtivitis vernal adalah penyakit yangsembuh sendiri, itu
harus dikenali bahwa obat yang digunakan untuk mengobati gejala dapat
memberikan manfaat jangka pendek tapi kerusakan jangka panjang. Kortikosteroid
topikal dan sistemik, yangmeredakan gatal, mempengaruhi penyakit kornea hanya
minimal, dan efek sampingnya (glaukoma, katarak, dan komplikasi lainnya) bisa
sangat merusak. Lebih baru kombinasi penstabil sel mast-antihistamin, seperti
epinastine, ketotifen, dan olopatadine adalah agen profilaksis dan terapeutik yang
berguna pada kasus sedang hingga berat.
Vasokonstriktor, kompres dingin, dan kompres es sangatmembantu,
dan tidur (dan, jika mungkin, bekerja) di tempat yangsejuk dan ber-AC kamar
dapat membuat pasien cukup nyaman. Mungkin obat terbaik dari semua adalah
pindah ke iklim yang sejuk dan lembab. Pasien yang mampu melakukannya
mendapat manfaatdari a pengurangan gejala yang nyata, jika bukan penyembuhan
total. Gejala akut dari pasien yang sangat fotofobik yang tidak dapatfungsi sering
dapat dikurangi dengan pengobatan topikal atau sistemik jangka pendek
kortikosteroid diikuti oleh vasokonstriktor, kompres dingin, dan penggunaan
teratur tetes mata penghambat histamin. Agen anti inflamasi nonsteroid topikal,
seperti ketorolak, penstabil sel mast, seperti lodoxamide, dan topikal antihistamin
dapat memberikan bantuan gejala yang signifikan tetapi dapat memperlambat
reepitelisasi pelindung pada ulkus. Seperti yang telah ditunjukkan, penggunaan
kortikosteroid jangka panjang harusdihindari.
Siklosporin dan tetes mata tacrolimus efektif pada kasus- kasus parah yang
tidak responsif. supratarsal injeksi kortikosteroid depot dengan atau tanpa eksisi
bedah giant papillae telah terbukti efektif untuk ulkus pelindung vernal.
Desensitisasi terhadap serbuksari rumput dan antigen lainnya belum membuahkan
hasil. Blefaritisstafilokokus dan konjungtivitis merupakan komplikasi yang sering
terjadi dan seharusnya diperlakukan. Kekambuhan adalah aturannya, terutama di
musim semi dan musim panas; tetapi setelah beberapa kali kambuh, papila
menghilang sepenuhnya, tidak meninggalkan bekas.
Atau kombinasi antihistamin sebagai profilaksis dan pengobatan pada kasus
39
sedang hingga berat. Kompresi dingin, vasokonstriktor, natrium karbonat membuat
pasien merasa nyaman pada mata.

Konjungtivitis Herpes zoster

Dalam imunokompeten, terapi antivirus oral (asiklovir, 800 mg oral lima


kali sehari; famsiklovir, 500 mg tiga kali sehari; atau valasiklovir, 1 g tiga kali
sehari, semuanya selama 7 hari), jika dimulai dalam 72 jam setelah munculnya
ruam, mengurangi kejadian komplikasi okular tetapi tidak harus neuralgia
pascaherpetik. Nilai terapi tambahan dengan prednison oral,awalnya 60 mg / hari
berkurang selama 3 minggu, tidak pasti. Dalam immunocompromised, terapi
antivirus oral harus dilanjutkan hingga2 minggu dan mungkin perlu diberikan
secara intravena jika ada bukti perkembangan penyakit. Prednison oral
dikontraindikasikan.

Atau pengobatan dengan kompres dingin. Pada saat ini asiklobir 400
mg/hari selama 5 hari merupaka pengobatan umum. Pada 2 minggu pertama dapat
diberikan analgetik, untuk menghilangkan rasa sakit. Pada kelainan permukaan
dapat diberikansalep tetrasiklin. Steroid tetes deksametason 0,1% diberikan bila
terdapat episkleritism skleritis, dan iritis. Glaukoma yang terjadi akibat iritis diberi
preparat steroid dan antiglaukoma.

Konjungtivitis hay fever

Pengobatan terdiri dari berangsur-angsur persiapan topikal, seperti:


emedastine dan levocabastine, yang merupakan antihistamin; kromolin,
lodoksamida, nedokromil, dan pemirolast, yang merupakan penstabil sel mast;
alcaftadine, azelastine, bepotastine, epinastine, ketotifen, dan olopatadine, yang
kombinasi antihistamin dan stabilisator sel mast; dan diklofenak, flurbiprofen,
indometasin, ketorolak, dan nepafenak, yang merupakan antiinflamasi nonsteroid
obat-obatan. Stabilisasi sel mast membutuhkan waktu lebih lama untuk beraksi
daripada antihistamin dan efek anti-inflamasi nonsteroid tetapi berguna untuk
profilaksis.Vasokonstriktor topikal, seperti efedrin, naphazoline, tetrahydrozoline,
dan phenylephrine, sendiri atau dalam kombinasi dengan antihistamin seperti
antazolin dan feniramin, tersedia sebagai obat bebas obat tetapi kemanjuran
terbatas
40
pada penyakit mata alergi dan dapat menghasilkan hiperemia rebound dan
konjungtivitis folikular. Kompres dingin membantu meredakan gatal, dan
antihistamin per oral,seperti loratadine 10 mg setiap hari,adalah dari beberapa
nilai. Respons langsung terhadap pengobatan memuaskan, tetapi rekurensi sering
terjadi kecuali antigen dihilangkan. Untungnya, frekuensi serangan dan tingkat
keparahan gejala cenderung sedang usia pasien.

Keratokonjungtivitis atopik

Penatalaksanaan keratokonjungtivitis atopik seringkali mengecewakan.


Setiap infeksi sekunder harus diobati. Pengendalian lingkungan harus
dipertimbangkan. Terapi topikal kronis dengan stabilisator sel mast, antihistamin,
dan agen antiinflamasi nonsteroidandalan dalam perlakuan. Antihistamin oral juga
bermanfaat. Kursus singkat topikal kortikosteroid juga dapat meredakan gejala.
Pada kasus yang parah, plasmapheresis atau imunosupresi sistemik dapat menjadi
tambahan untuk terapi. Dalam kasus lanjut dengan komplikasi kornea yang parah,
transplantasi kornea mungkin diperlukan untuk meningkatkan ketajaman visual.

Defisiensi vitamin A

Pemberian vitamin A akan memberikan perbaikan nyata dalam 1-2


minggu. Defisiensi vitamin A diberikan dosis 30.000 unit/hari selama 1 minggu.
Kebutuhan vitamin A adalah 1500-5000IU/hari (anak-anak sesuai usia) 5000 IU
(dewasa). Pemberian obat gangguan protein kalori malnutrisi dengan menambah
vitamin A,
sehingga perlu diberikan perbaikan gizi pasien.
41

42
2.2.8 Komplikasi

Komplikasi & Sekuel pada konjungtivitis bakteri diantaranya adalah:


∙ Blefaritis marginal kronis sering menyertai konjungtivitis stafilokokus kecuali pada
pasien yang sangat muda yang tidak terkena blepharitis. Jaringan parut konjungtiva
dapat mengikuti kedua pseudomembran dan konjungtivitismembran, dan dalam
kasus yang jarang terjadi, ulserasikornea dan perforasi.

∙ Ulserasi kornea marginal dapat terjadi setelah infeksi Ngonorrhoeae, N kochii, N


meningitidis, H aegyptius, S aureus, dan M catarrhalis; jika Produk toksik N
gonorrhoeae berdifusi melalui kornea ke bilik mata depan, mereka dapat
menyebabkan iritis toksik.

Komplikasi & sekuel pada konjungtivitis klamidia adalah :

Jaringan parut konjungtiva sering terjadi. Penghancurankelenjar lakrimal


aksesori dan obliterasi duktus kelenjar lakrimalmengurangi komponen akuos air
mata, dan komponen mukusnya berkurang dengan hilangnya sel goblet. Distorsi
kelopak mata atas menyebabkan deviasi ke dalam bulu mata individu (trichiasis)
atau seluruh tepi kelopak mata (entropion), sehingga bulu mata terus menerus
mengikis kornea mengakibatkan ulserasi kornea, infeksi bakteri kornea, dan
jaringan parut kornea. Ptosis, obstruksi duktus nasolakrimalis, dan dakriosistitis
adalah penyakit umum lainnya komplikasi.

2.2.9 Prognosis
Konjungtivitis bakterial akut hampir selalu sembuh sendiri. Bila tidak
diobati, mungkin berlangsung 10–14 hari ; jika dirawat dengan benar, 1-3 hari.
Pengecualiannya adalah konjungtivitis stafilokokus yang dapat berkembang
menjadi blefarokonjungtivitis dan memasuki fase kronik;
Konjungtivitis gonokokal yang tidak diobati dapatmenyebabkan perforasi
kornea dan endoftalmitis, dan konjungtivitis meningokokus dapat menjadi
komplikasi septikemia dan meningitis.
Konjungtivitis bakteri kronis dapat menjadi masalah terapi yang
menyulitkan. Secara khas, trachoma adalah penyakit kronis yang berlangsung
lama.

43
Di bawah baik kondisi higienis (khususnya, cucimuka anak kecil), penyakit
sembuh atau menjadi lebih ringan sehingga gejala sisa yang parah dapat dihindari.
Konjungtivitis mudah diobati dan biasanya benign dan sembuh sendiri.
Durasi gejala bervariasi tergantung pada jenisnya. Konjungtivitis virus biasanya
meningkat dalam tingkat keparahan sampai hari ke 4 atau 5 dan sembuh dalam 1
sampai 2 minggu berikutnya untuk durasi total 2 sampai 3 minggu. Konjungtivitis
bakteri cenderung berlangsung 7 sampai 10 hari tetapi dapat dipersingkat dengan
pemberian antibiotik dini dalam 6 hari pertamaonset.

44
DAFTAR PUSTAKA
∙ Azari, Amir A dan Barney, Neal P (2013). Conjunctivitis : A Systematic Review of

Diagnosis and Treatment. American Medical Association.JAMA, Vol. 310, No.16. ∙

Harper R.A. (2017). Lens. Riordan-Eva P, & Augsburger J.J.(Eds.), Vaughan &
Asbury's General Ophthalmology, 19e. McGraw Hill.
https://accessmedicine.mhmedical.com/content.aspx?bookid=2186&sectio
nid=165517516

∙ Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata, edisi 5. Jakarta:Badan Penerbit

FKUI;2015.

∙ Ryder, E. C. dan Benson, S. (2021) “Conjunctivitis,” StatPearls. Tersedia pada:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK541034/ (Diakses: 20 Maret 2022). ∙

Salmon JF. Kanski’s clinical ophthalmology, 9th ed. China: Elsevier; 2020. ∙ Schunke

M., Schulte E., Schumacher U., Voll M., Wesker K. 2017. Prometheus Atlas Anatomi
Manusia Kepala, Leher & Neuroanatomi Edisi
1. Jakarta: EGC

∙ Sitorus RS, Sitompul R, Widyawati S, Bani AP. Buku ajar oftalmologi. 1sted.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2017.

45

Anda mungkin juga menyukai