Anda di halaman 1dari 46

PRINSIP PENGGUNAAN

ANTIMIKROBA YANG
RASIONAL/ BIJAKSANA

Himpunan Perawat Pencegah dan Pengendali InfeksiIndonesia


(HIPPII)
Tujuan Pembelajaran
Memahami prinsip kerja antimikroba
Memahami prinsip mekanisme resistensi
antimikroba
Memahami prinsip penggunaan
antimikroba yang bijaksana
Mampu menerapkan ilmu tentang
antimikroba di tempat kerja masing-
masing
Pendahuluan
Antimicrobial: agen yang dapat
menghambat pertumbuhan mikroba
Antibiotik: antimikroba yang
menghambat pertumbuhan BAKTERI
Obat Anti TB : antibiotika untuk TB (M.
tuberculosis)
Anti Leprae: antibiotik untuk penyakit Lepra
(M. leprae)
Anti Pseudomonas: antibiotika untuk
membunuh bakteri Pseudomonas
History

www.textbookofbacteriology.net
Pemakaian Antibiotika di RS
2010, pada satu RS tersier; 70 % pasien mendapat
antibiotika
50% dari pasien tersebut sebenarnya tidak
membutuhkan antibiotika atau pemberian
antibiotika tidak tepat
Akibat pemakaian antibiotika tersebut dari
penelitian ini dan penelitian lainnya:
Terapi infeksi tidak tepat
Re-admisi ke RS meningkat
Muncul efek samping (ADEs=adverse drugs event)

Polk et al. In: PPID, 7th ed. 2010


Luther, Ohl. IDSA Abstract 2011
Kecepatan
penemuan
antimikroba

Munculnya
mikroba
resisten

- Era Post antibiotic


- kembali ke era pra-antibiotik
- Mortalitas e.c penyakit infeksi

Speculative chart
time
RESISTENSI
ANTIMIKROBA
Mechanisme Kerja Antibiotik

Talaro KP. Foundations in Microbiology 2008. 6th Ed. McGraw Hill International Ed. p350
Resistensi Intrinsik
sifat resistensi yang ditampilkan oleh
semua strain atau genus
Antibiotik tidak dapat mencapai target
Antibiotik dihancurkan oleh enzim
Resistensi Didapat
Mendapat materi genetik yang baru
Mutasi di gen seluler yang mengkode
target antibiotika
Mekanisme Resistensi Intrinsik berbagai mikroba

Contoh:
Acinetobacter baumannii
Ampicillin, amoxycillin, 1st gen. cephalosporin
Pseudomonas aeruginosa
Ampicillin, amoxycillin, 1st and 2nd gen. cephalosporin,
cefotaxime, ceftriaxone, nalidic acid, trimethoprim
Salmonella spp.
Cefuroxime (active in vitro, not active in vivo)
Proteus vulgaris
Ampicillin, amoxycillin, cefuroxime, colistin, nitrofurantoin
Strepococcus pneumoniae
Trimethoprim, amynoglycoside
Acquisition of Foreign DNA

Horizontal gene transfer,


dapat terjadi antara bakteri
Gram-positif & negatif
a. Plasmid - transfer satu atau
banyak gen yang telah
resistan
b. Bacteriophaga virus yang
dapat menyebarkan gen
resisten
c. Transfer of free DNA -
pneumococcus, neisseria
Transfer Materi Genetik

Dapat terjadi melalui mekanisme:


Konyugasi
Transformasi
Transduksi
Pemakaian antibiotik dapat memicu
mekanisme selective pressure
munculnya strain resisten
Resistensi melalui Mutasi Genetika
Bakteri mendapat transfer gen yang
menghasilkan enzim penghancur antibiotika

-lactamases
aminoglycoside-modifying enzymes
chloramphenicol acetyl transferase
Inaktivasi antibiotika
Inactivating enzymes target antibiotics

Antibiotic

Enzyme
Binding Target site

Dinding sel

Badan Bakteri
Inaktivasi antibiotika
Enzymes bind to antibiotic molecules

Antibiotic Enzyme
binding

Enzyme Binding Target site

Dinding
Cell wallsel

Badan Bakteri
Inaktivasi antibiotika
Enzymes destroy antibiotics or prevent binding to target sites

Antibiotic Antibiotic altered,


destroyed binding prevented

Antibiotic

Enzyme Target site

Dinding sel

Badan Bakteri
Gene exchange

R
Gene exchange

R
Selection
Transmission
Impact of antibiotic
resistance
Antimicrobial Stewardship
The first rule of antibiotics is NOT to use them,
And
The second rule is NOT to use too many of

them

Paul L. Marino
Pertimbangan dalam memilih antimikroba:

1. Spectrum kerja antimikroba


2. Pola resistensi
3. Kemampuan atasi infeksi spesifik
4. Jangkauan ke serum, jaringan, atau cairan tubuh
(c/: cerebrospinal fluid, urine)
5. Alergi
6. Toksisitas
7. Formulasi (IV vs. PO); bioavailabilitas PO
8. Adherence/kenyamanan (e.g. 2x/day vs. 6x/day)
9. Biaya
Prinsip terapi antimikroba

Empiric Therapy (85%) Definitif Therapy (15%)


Belum tahu penyebab Sudah diketahui
infeksi (best guess) penyebab infeksi
Spectrum luas Spektrum sempit

Multiple drugs Hanya satu atau dua

Evidence usually only 2 antibiotika


randomized controlled Evidence usually
trials stronger
Lebih banyak muncul adverse reactions
adverse reactions sedikit
Lebih mahal Murah
Pertimbangan terapi empirik

Untuk terapi infeksi :


Life or limb threatening infection
Kematian akan meningkat jika terlambat dalam memberikan antimikroba
Kultur sulit dilakukan
c/: pneumonia, sinusitis, cellulitis
Kultur negatif (tidak tumbuh)
Sugesti dokter:
Membuat makin tenang
Hasil kultur tidak dapat dipercaya
pasien dengan sakit berat, harus mendapat antimikroba yang banyak
Mitos double coverage untuk Gram-negatives e.g. pseudomonas
Pengalaman: pasien sembuh dengan obat X, Y, and Z , jadi saya akan
meneruskan pemberiannya
Terapi Definitif pada pasien rawat inap:

Tegakkan infection dg 3 pertimbangan:


Anatomi, microbiologi, pathophysiologi
Lakukan kultur sebelum memberikan antibiotika
Lakukan pemeriksaan penunjang secepatnya untuk
menegakkan diagnosis infeksi: radiologi, rapid-test, dsb
Diagnosis tepat
Ikuti Guidelines, jangan hanya melihat response to
therapy
Jika telah memberikan terapi empirik, tinjau ulang 48
72 jam kemudian
Ubah menjadi terapi definitif (de-eskalasi atau streamlining)
Terapi definitif pada pasien rawat jalan :

Tegakkan infection dg 3 pertimbangan:


Anatomi, microbiologi, pathophysiologi
Lakukan kultur sebelum memberikan antibiotika
Kasus tertentu, sulit dilakukan (otitis media akut, sinusitis,
community-acquired pneumonia)
Terapi dengan antibiotika spektrum sempit berdasarkan
evidence based medicine
Amoxicillin or amoxicillin/clavulanate untuk OMA, sinusitis
dan CAP
Penicillin untuk faringitis e.c Group A Streptococcal
1st generation cephalosporin atau clindamycin cellulitis
biasa
Trimethoprim/sulfamethoxazole or cipro/levofloxacin untuk
cystitis
Prinsip Pemberian Antibiotika
1. Terapi Infeksi bakteri, bukan
kolonisasi
Pasien lebih banyak terkolonisasi :
Asymptomatic bacteriuria/ kolonisasi pada
kateter urin
Kolonisasi tracheostomy pada pasein dg
gagal nafas
Luka / dekubitus kronik
Ulkus statis pd ekstremitas bawah
Bronkitis kronik

Kondisi yg sulit dibedakan:


Peningkatan lekosit tidak selalu infeksi
Demam dapat terjadi karena banyak sebab,
hasil kultur negatif
1. Terapi Infeksi bakteri, bukan
kolonisasi
Contoh: Kultur urin: tumbuh 105 CFU
Asymptom Tidak membuktikan adanya infeksi;
atic namun membuktikan bukan
bacteriuri
a kontaminasi
Pyuria: belum tentu infeksi
ISK:
Ada gejala klinis, dan
Pyuria, dan

bakteriuri
2. Jangan terapi inflamasi steril atau gambaran
radiologis abnormal tanpa bukti adanya infeksi

Contoh:
X-ray: sulit dinterpretasikan. Infiltrat
dapat karena kasus non-infeksi.
Kasus CAP Atelektasis
(Community- Keganasan
acquired Hemoragik
Pneumonia) Oedem pulmonal
Jangan terapi antibiotika pada
abnormal X-rays tanpa adanya
demam, lekositosis, produksi sputum,
dsb.
Stop antibiotika saat diagnosis
pneumonia non infeksi sudah
ditegakkan
3. Jangan terapi infeksi virus dengan
antibiotika

Bronkitis akut
Common colds
Sinusitis < 7 hari
Sinusitis non-maksilaris
Pharyngitis bukan karena Group A
Streptococcus spp.

Gonzales R, et al. Annals of Intern Med 2001;134:479


Gonzales R, et al. Annals of Intern Med 2001;134:400
Gonzales R, et al. Annals of Intern Med 2001;134:521
4. Batasi lama pemberian
antibiotika
VAP: 8 hari
CAP: 5 hari
Sistitis: 3 hari
Pielonefritis: 7 hari (untuk fluoroquinolon)
Intra-abdominal: 4 7 hari
Selulitis: 5 7 hari

Hayashi Y, Paterson DL. Clin Infect Dis 2011; 52:1232


Prinsip lainnya

Evaluasi ulang, de-eskalasi atau stop


antibiotika pada 48 72 jam, berdasarkan
hasil kultur.
Evaluasi ulang, de-eskalasi atau stop
antibiotika pada pasien ICU yang pindah
ke bangsal
Jangan kombinasikan antibiotik dengan
aktivitas kerja yang overlapping
Jangan double-cover (c/:
Pseudomonas sp.) dengan 2 aantibiotik
yg aktivitas kerjanya overlapping
Prinsip lainnya

Profilaksis bedah < 24 jam


Gunakan rapid-diagnostic jika ada, c/:
respiratory viral PCR
Minta pendapat ahli
Cegah infeksi:
Handhygiene
Cabut kateter

Anda mungkin juga menyukai