Anda di halaman 1dari 5

2.

Mengetahui kaitan dan mekanisme kerja dan dasar pemilihan obat

d) Aspek farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik


Farmakokinetik menggambarkan penyerapan, distribusi,
metabolisme, dan eliminasi obat, sedangkan farmakodinamik
menggambarkan dampak kadar serum dan respons obat (Roberts and
Lipman 2009; Finberg dan Guharoy, 2012).
Farmakodinamik yaitu studi tentang efek biokimia dan fisiologis
obat dan mekanismenya yang dapat memberikan dasar penggunaan obat
yang rasional untuk terapi dan perancangan agen terapeutik baru. Efek dari
sebagian besar obat dihasilkan dari interaksi obat dengan komponen
makromolekul organisme. Interaksi ini mengubah fungsi komponen yang
bersangkutan dan dengan demikian memicu perubahan biokimia dan
fisiologis yang menjadi ciri khas respons terhadap obat tersebut. Reseptor
merupakan komponen organisme yang berinteraksi dengan obat
(Goodman&Gilman, 2008)

Hubungan sifat farmakokinetik dan farmakodinamik obat sangat


penting saat memilih terapi antimikroba untuk memastikan keampuhan
dan mencegah resistensi. Antibiotik dapat menunjukkan efek bakterisida
yang bergantung pada konsentrasi (aminoglikosida dan fluoroquinolones)
atau ketergantungan waktu (-lactam).

Profil farmakokinetik antibiotik dinyatakan dalam konsentrasi di


serum dan jaringan terhadap waktu dan mencerminkan proses absorpsi,
distribusi, metabolisme dan ekskresi. Karakteristik penting farmakokinetik
meliputi peak & trough konsentrasi di serum, waktu paruh (T1/2), bersihan
(clearance) dan volume distribusi. Data farmakokinetik berguna untuk
memperkirakan dosis antibiotik yang tepat, frekuensi pemberian dan
mengatur dosis pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi (Cunha,
2002; Archer, 2005).

Absorpsi antibiotik menunjukkan nilai dan besarnya bioavailability


obat setelah pemberian secara oral atau suntikan. Bioavailability diartikan
sebagai besarnya persentase dosis obat yang mencapai sirkulasi sistemik
dari tempat masuknya. Obat harus melewati beberapa membran untuk
mencapai tempat kerjanya. Membran-membran yang spesifik tersebut
tergantung pada tempat kerja dan route of administration. Absorpsi obat
melewati membran dipengaruhi oleh ukuran molekul, kelarutan dalam
lemak, derajat ionisasi dan pH. Sebagian besar obat larut dalam air dan
juga lemak. Dikatakan bahwa semakin tinggi ratio kelarutan dalam lemak
dibanding air semakin cepatlah absorpsi pasif obat tersebut. Kelarutan obat
dalam lemak disebut lipophilicity sedangkan kelarutan dalam air disebut
hydrophilicity. Di dalam larutan, obat berada dalam bentuk yang disebut
interchangeable forms yaitu larut-air (bentuk ion) dan larut-lemak
(nonion). Semakin lipophilic suatu obat, semakin mudah menembus
membran. Sedangkan yang hydrophilic akan cenderung berada dalam
darah. Ketika dilarutkan, sebagian molekul obat akan terionisasi yang
persentasenya ditentukan oleh keasaman obat dan keasaman pelarutnya
serta pKa yaitu pH saat 50% molekul obat terionisasi. Persentase molekul
nonionized menentukan jumlah molekul yang diabsorpsi sehingga
menentukan rate of absorption (Chambers, 1996; Cunha, 2002).
Antibiotik mengalami eliminasi di hati, ginjal atau keduanya baik
dalam bentuk yang tidak berubah atau metabolitnya. Untuk antibiotik yang
eliminasinya terutama di ginjal, bersihan suatu obat berkorelasi linear
dengan creatinine clearance. Sedangkan antibiotik yang eliminasinya
terutama di hati tidak ada petanda yang bisa dipakai untuk mengatur dosis
pada pasien dengan penyakit hati (Archer, 2005). Pada pasien dengan
insufisiensi ginjal dibutuhkan pengaturan dosis. Penggunaan antibiotik
aminoglikosida, vankomisin atau flusitosin harus lebih hati-hati karena
eliminasi obat tersebut di ginjal dan toksisitasnya seiring dengan
konsentrasinya di plasma dan jaringan. Obat-obat yang metabolisme atau
ekskresinya oleh hepar (eritromisin, kloramfenikol, metronidazol,
klindamisin) dosisnya harus diturunkan pada pasien dengan kegagalan
fungsi hepar (Chambers, 1996)

Pertimbangan farmakokinetik antimikroba dan farmakodinamika


dapat membantu memprediksi respons terapeutik lebih baik dengan
kerentanan organisme. Terdapat beberapa test yang dilakukan yaitu; MIC
test dan kill curves.

Berdasarkan sifat farmakodinamik dan konsentrasi penghambatan


minimal (MIC), antibiotik dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu time-
dependent atau concentration-independent dan concentration-dependent.
Pada antibiotik kelompok time-dependent seperti -laktam, glikopeptide,
makrolide, klindamisin dengan meningkatnya konsentrasi antibiotik hanya
menunjukkan sedikit atau tidak ada peningkatan efek terapi sedangkan
antibiotik kelompok concentration-dependent seperti aminoglikosida dan
quinolon menunjukkan peningkatan aktivitas seiring dengan peningkatan
konsentrasi. Untuk kelompok time-dependent biasanya menggunakan
parameter farmakologi t > MIC yaitu persentase kumulatif waktu selama
periode 24 jam saat konsentrasi obat diatas MIC, sedangkan kelompok
concentration-dependent biasanya menggunakan parameter AUC/MIC
(area dibawah kurva konsentrasi-waktu selama 24 jam dibagi MIC) dan
Cmax/MIC (kadar konsentrasi puncak dibagi MIC) (Barger, 2003).

Antibiotik juga memiliki perbedaan sifat postantibiotic effect (PAE).


Pada umumnya, golongan concentration-dependent mempunyai PAE lebih
lama dibanding golongan time-dependent. Untuk antibiotik concentration-
dependent rasio Cmax/ MIC kurang lebih sepuluh dikaitkan dengan
keberhasilan klinis. Oleh karena itu, konsentrasi yang tinggi menjadi tujuan
terapi. Hal ini dapat dicapai melalui pemberian dosis tinggi sekali sehari.
Antibiotik concentration-independent akan lebih efektif jika durasi
konsentrasi di serum lebih tinggi dari MIC pathogen dengan interval dosis
yang proporsional. Pemberian dosis yang sering atau dengan infus kontinyu
dapat meningkatkan t > MIC. Optimalisasi pemberian regimen antibiotik
berdasarkan prinsip farmakodinamik dapat menurunkan terjadinya
resistensi antibiotik (Burgess, 1999).

Penentuan dosis dan interval dosis antibiotik seharusnya


berdasarkan Farmakokinetik dan Farmakodinamik yang dinamis. Saat ini
ada dua model Farmakokinetik dan Farmakodinamik; pertama berdasarkan
MIC (statis) dan kedua berdasarkan pendekatan kill-curve (dinamis). Pada
model MIC (statis), pengaturan dosis bertujuan untuk mencapai kadar
dalam plasma diatas MIC bagi pathogen itu. MIC merupakan kadar
terendah yang dapat menghambat secara menyeluruh pertumbuhan
organisme yang muncul setelah periode inkubasi 24 jam dengan standar
inoculum 105 cfu/ml. Kadar bakterisidal minimal (MBC) adalah kadar
antibiotik terendah yang mampu menghancurkan secara menyeluruh
pathogen. Kelemahan model MIC adalah mengabaikan faktor ikatan protein
dan distribusi di jaringan. Ikatan protein perlu diperhatikan karena hanya
obat yang tidak terikat yang dapat memberikan efek farmakologi. Demikian
pula distribusi di jaringan karena sebagian besar infeksi tidak terjadi di
plasma tetapi di ruang interstisial di jaringan. Model MIC juga tidak
menerangkan tentang aktivitas tambahan antimikroba seperti efek
postantibiotik atau efek sub-MIC. Dengan demikian pendekatan MIC /
statis tidak mencerminkan skenario in vivo hal mana bakteri tidak terpapar
dengan kadar antibiotik yang konstan tetapi berubah-ubah. Kurva time-kill
menunjukkan pertumbuhan dan kematian mikroba sebagai fungsi waktu
dan kadar antibiotik. Kadar antibiotik dapat diatur sehingga mirip profil
kadar in vivo di plasma atau di tempat infeksi. Pengaturan ini melalui
proses dilusi atau difusi. Hasil kill-curves selanjutnya dianalisis dengan
model Farmakokinetik dan Farmakodinamik yang tepat untuk menentukan
dosis regimen secara rasional dan ilmiah (Muller, 2004).

Pustaka :

Archer GL, Polk RE (2005). Treatment and prophylaxis of bacterial infection. In:
Harrisons Principle of Internal Medicine. 16th ed. Vol.1. McGraw-Hill, New York,

Barger A, Fuhst C, Wiedemann B (2003). Pharmacological indices in antibiotic therapy.


Journal of Antimicrobial Chemotherapy 52

Burgess DS (1999). Pharmacodynamic principle of antimicrobial therapy in the prevention


of resistance.

Chambers HF, Sande MA (1996). Antimicrobial agents. In: Goodman & Gilmans The
Pharmacological Basis of Therapeutics. 9th ed. McGraw-Hill, New York

Cunha BA (2002). Antibiotics Essentials. Physicians Press

Goodman, L., Gilman, A., Brunton, L., Lazo, J. and Parker, K. (2008). Goodman &
Gilman's the pharmacological basis of therapeutics. New York: McGraw-Hill.

Muller M, de la Pena A, Derendorf H (2004). Minireview. Issues in pharmacokinetics &


pharmacodynamics of anti-infective agents: Kill curves vs MIC. Antimicrobial Agents and
Chemotherapy. Vol 48 no 2.

Pharmacotherapy: A Pathophysiological Approach. Joseph T. DiPiro, Robert L. Talbert,


Gary C. Yee, Gary R. Matzke, Barbara G. Wells, L. Michael Posey (Eds). 8th edition.

Anda mungkin juga menyukai