Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH FARMAKOTERAPI II

FARINGITIS

DISUSUN OLEH KELOMPOK 6 :

ALYA NUR AMILIA 1613015005

NADYA MEYDITA SARI 1613015023

LUCIA BILASONYA SAKRAMENTIA 1613015041

APRIDAYA MANULLANG 1613015059

PUTU LIVIA M.Y 1613015095

MEINI DWI UTAMI 1613015116


ACHMAD MAULUDDIN 1613015134

CHESY FERENITHA 1613015143

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2019
Pengertian
Faringitis adalah radang pada faring yang disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus
tertentu. Faringitis dapat terjadi karena terlalu banyak merokok. Tanda-tanda penyakit
ini adalah adanya rasa sakit jika menelan dan kerongkongan terasa kering sekali.

Klasifikasi Faringitis
Faringitis dibagi menjadi faringitis akut, faringitis kronik, dan faringitis spesifik.
Faringitis Akut
a. Faringitis Viral
Dapat disebabkan oleh Rinovirus, Adenovirus, Epstein Barr Virus (EBV), Virus
influenza, Coxsachievirus, Cytomegalovirus dan lain-lain. Gejala dan tanda biasanya
terdapat demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorok, sulit menelan. Pada
pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza, Coxsachievirus dan
Cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat. Coxsachievirus dapat menimbulkan
lesi vesikular di orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash. Pada adenovirus
juga menimbulkan gejala konjungtivitis terutama pada anak. Epstein bar virus
menyebabkan faringitis yang disertai produksi eksudat pada faring yang banyak.
Terdapat pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama retroservikal dan
hepatosplenomegali. Faringitis yang disebabkan HIV-1 menimbulkan keluhan nyeri
tenggorok, nyeri menelan, mual dan demam. Pada pemeriksaan tampak faring
hiperemis, terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher dan pasien tampak lemah.

b. Faringitis Bakterial
Infeksi Streptococcus ß hemolyticus group A merupakan penyebab faringitis akut
pada orang dewasa (15%) dan pada anak (30%). Gejala dan tanda biasanya penderita
mengeluhkan nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam
dengan suhu yang tinggi, jarang disertai batuk. Pada pemeriksaan tampak tonsil
membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat dipermukaannya.
Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar
limfa leher anterior membesar, kenyal dan nyeri apabila ada penekanan. Faringitis
akibat infeksi bakteri Streptococcus ß hemolyticus group A dapat diperkirakan dengan
menggunakan Centor criteria, yaitu :

1. Demam

2. Anterior Cervical lymphadenopathy

3. Eksudat tonsil

4. Tidak adanya batuk


Tiap kriteria ini bila dijumpai di beri skor satu. Bila skor 0−1 maka pasien tidak
mengalami faringitis akibat infeksi Streptococcus ß hemolyticus group A, bila skor
1−3 maka pasien memiliki kemungkian 40% terinfeksi Streptococcus ß hemolyticus
group A dan bila skor empat pasien memiliki kemungkinan 50% terinfeksi
Streptococcus ß hemolyticus group A (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2014).

c. Faringitis Fungal
Candida dapat tumbuh di mukosa rongga mulut dan faring. Gejala dan tanda
biasanya terdapat keluhan nyeri tenggorok dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan
tampak plak putih di orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis. Pembiakan
jamur ini dilakukan dalam agar sabouroud dextrosa.
d. Faringitis Gonorea
Hanya terdapat pada pasien yang melakukan kontak orogenital.

Faringitis Kronik
a. Faringitis Kronik Hiperplastik
Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior
faring. Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral hiperplasi. Pada
pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata, bergranular. Gejala dan
tanda biasanya pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering dan gatal dan akhirnya
batuk yang bereaksi.

b. Faringitis Kronik Atrofi


Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada
rhinitis atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembapannya sehingga
menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring. Gejala dan tanda biasanya pasien
mengeluhkan tenggorokan kering dan tebal serta mulut berbau. Pada pemeriksaan
tampak mukosa faring ditutupi oleh lendir yang kental dan bila diangkat tampak
mukosa kering.

Faringitis Spesifik
a. Faringitis Tuberkulosis
Merupakan proses sekunder dari tuberkulosis paru. Pada infeksi kuman tahan
asam jenis bovinum dapat timbul tuberkulosis faring primer. Cara infeksi eksogen
yaitu kontak dengan sputum yang mengandung kuman atau inhalasi kuman melalui
udara. Cara infeksi endogen yaitu penyebaran melalui darah pada tuberkulosis
miliaris. Bila infeksi timbul secara hematogen maka tonsil dapat terkena pada kedua
sisi dan lesi sering ditemukan pada dinding posterior faring, arkus faring anterior,
dinding lateral hipofaring, palatum mole dan palatum durum. Kelenjar regional leher
membengkak, saat ini penyebaraan secara limfogen. Gejala dan tanda biasanya pasien
dalam keadaan umum yang buruk karena anoreksi dan odinofagia. Pasien mengeluh
nyeri yang hebat di tenggorok, nyeri di telinga atau otalgia serta pembesaran kelenjar
limfa servikal.
b. Faringitis Luetika
Treponema pallidum (Syphilis) dapat menimbulkan infeksi di daerah faring,
seperti juga penyakit lues di organ lain. Gambaran klinik tergantung stadium
penyakitnya. Kelainan stadium primer terdapat pada lidah, palatum mole, tonsil dan
dinding posterior faring berbentuk bercak keputihan. Apabila infeksi terus
berlangsung akan timbul ulkus pada daerah faring seperti ulkus pada genitalia yaitu
tidak nyeri dan didapatkan pula pembesaran kelenjar mandibula yang tidak nyeri
tekan. Kelainan stadium sekunder jarang ditemukan, namun dapat terjadi eritema pada
dinding faring yang menjalar ke arah laring. Kelainan stadium tersier terdapat pada
tonsil dan palatum, jarang ditemukan pada dinding posterior faring. Pada stadium
tersier biasanya terdapat guma, guma pada dinding posterior faring dapat meluas ke
vertebra servikal dan apabila pecah akan menyebabkan kematian. Guma yang terdapat
di palatum mole, apabila sembuh akan membentuk jaringan parut yang dapat
menimbulkan gangguan fungsi palatum secara permanen. Diagnosis dilakukan
dengan pemeriksaan serologik, terapi penisilin dengan dosis tinggi merupakan pilihan
utama untuk menyembuhkan nya (Rusmarjonno dan hermani, 2007).

Patofisilogi

Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara
langsung menginvasi mukosa faring dan akan menyebabkan respon inflamasi lokal.
Kuman akan menginfiltrasi lapisan epitel, lalu akan mengikis epitel sehingga jaringan
limfoid superfisial bereaksi dan akan terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi
leukosit polimorfonuklear.

Pada stadium awal terdapat hiperemis, kemudian edema dan sekresi yang
meningkat. Pada awalnya eksudat bersifat serosa tapi menjadi menebal dan kemudian
cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan keadaan
hiperemis, pembuluh darah dinding faring akan melebar. Bentuk sumbatan yang
berwarna kuning, putih atau abu-abu akan didapatkan di dalam folikel atau jaringan
limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring
posterior atau yang terletak lebih ke lateral akan menjadi meradang dan membengkak.
Virus-virus seperti Rhinovirus dan 18 Coronavirus dapat menyebabkan iritasi
sekunder pada mukosa faring akibat sekresi nasal (Bailey, 2006; Adam, 2009).

Infeksi streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan


pelepasan extracelullar toxins dan protease yang dapat menyebabkan kerusakan
jaringan yang hebat karena fragmen M protein dari Streptococcus ß hemolyticus
group A memiliki struktur yang sama dengan sarkolema pada miokard dan
dihubungkan dengan demam reumatik dan kerusakan katub jantung. Selain itu juga
dapat menyebabkan glomerulonefritis akut karena fungsi glomerulus terganggu akibat
terbentuknya kompleks antigenantibodi (Bailey, 2006; Adam, 2009).

Gejala Faringitis
Tanda dan gejala yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme
yang menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala umum
seperti lemas, anorexia, demam, suara serak, kaku dan sakit pada otot leher.

Gejala khas berdasarkan jenisnya, yaitu:

a. Faringitis viral (umumnya oleh rhinovirus): diawali dengan gejala rhinitis dan
beberapa hari kemudian timbul faringitis. Gejala lain demam disertai rinorea
dan mual.
b. Faringitis bakterial: nyeri kepala hebat, muntah, kadang disertai demam
dengan suhu yang tinggi, jarang disertai batuk.
c. Faringitis fungal: terutama nyeri tenggorok dan nyeri menelan.
d. Faringitis kronik hiperplastik: mula-mula tenggorok kering, gatal dan
akhirnya batuk yang berdahak.
e. Faringitis atrofi: umumnya tenggorokan kering dan tebal serta mulut berbau.
f. Faringitis tuberkulosis: nyeri hebat pada faring dan tidak berespon dengan
pengobatan bakterial non spesifik.
g. Bila dicurigai faringitis gonorea atau faringitis luetika, ditanyakan riwayat
hubungan seksual
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014)

Penyebab Faringitis

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan oleh virus


(40−60%), bakteri (5−40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Faringitis bisa disebabkan oleh virus maupun
bakteri.

 Virus yaitu Rhinovirus, Adenovirus, Parainfluenza, Coxsackievirus, Epstein –


Barr virus, Herpes virus.
 Bakteri yaitu, Streptococcus ß hemolyticus group A, Chlamydia,
Corynebacterium diphtheriae, Hemophilus influenzae, Neisseria gonorrhoeae.
 Jamur yaitu Candida jarang terjadi kecuali pada penderita imunokompromis
yaitu mereka dengan HIV dan AIDS, Iritasi makanan yang merangsang sering
merupakan faktor pencetus atau yang memperberat (Departemen Kesehatan,
2007).

Penegakan Diagnosa Faringitis

Diagnosis Klinis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik


dan pemeriksaan penunjang bila diperlukan (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2014).
 Anamnesis:
Anamnesis harus sesuai dengan mikroorganisme yang menginfeksi. Secara
garis besar pasien faringitis mengeluhkan lemas, anorexia, demam, suara
serak, kaku dan sakit pada otot leher. Gejala khas berdasarkan jenis
mikroorganisme, yaitu:
a. Faringitis viral, umumnya oleh Rhinovirus diawali dengan gejala rhinitis
dan beberapa hari kemudian timbul faringitis. Gejala lain demam disertai
rinorea dan mual.
b. Faringitis bakterial, biasanya pasien mengeluhkan nyeri kepala hebat,
muntah, kadang disertai demam dengan suhu yang tinggi dan jarang disertai
batuk.
c. Faringitis fungal, terutama nyeri tenggorok dan nyeri menelan.
d. Faringitis kronik hiperplastik, mula-mula tenggorok kering, gatal dan
akhirnya batuk yang berdahak.
e. Faringitis kronik atrofi, umumnya tenggorokan kering dan tebal serta mulut
berbau.
f. Faringitis tuberkulosis, biasanya nyeri hebat pada faring dan tidak berespon
dengan pengobatan bakterial non spesifik.
g. Apabila dicurigai faringitis gonorea atau faringitis luetika, ditanyakan
riwayat hubungan seksual pasien.
 Pemeriksaan Fisik
a. Faringitis viral, pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis,
eksudat (virus influenza, coxsachievirus, cytomegalovirus tidak menghasilkan
eksudat). Pada coxsachievirus dapat menimbulkan lesi vesikular di orofaring
dan lesi kulit berupa maculopapular rash.
b. Faringitis bakterial, pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan
tonsil hiperemis dan terdapat eksudat dipermukaannya. Beberapa hari
kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan faring. Kadang
ditemukan kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan nyeri pada
penekanan.
c. Faringitis fungal, pada pemeriksaan tampak plak putih di orofaring dan
pangkal lidah, sedangkan mukosa faring lainnya hiperemis
d. Faringitis kronik hiperplastik, pada pemeriksaan tampak kelenjar limfa di
bawah mukosa faring dan lateral hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa
dinding posterior tidak rata dan bergranular (cobble stone).
e. Faringitis kronik atrofi, pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi
oleh lendir yang kental dan bila diangkat tampak mukosa kering.
f. Faringitis tuberkulosis, pada pemeriksaan tampak granuloma perkijuan pada
mukosa faring dan laring.
g. Faringitis luetika tergantung stadium penyakit.
- Stadium primer Pada lidah palatum mole, tonsil dan dinding posterior faring
berbentuk bercak keputihan. Bila infeksi berlanjut timbul ulkus pada daerah
faring seperti ulkus pada genitalia yaitu tidak nyeri. Juga didapatkan
pembesaran kelenjar mandibula.
- Stadium sekunder Stadium ini jarang ditemukan. Pada dinding faring
terdapat eritema yang menjalar ke arah laring.
- Stadium tersier Terdapat guma. Predileksi pada tonsil dan palatum
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
 Pemeriksaan Penunjang
Faringitis didiagnosis dengan cara pemeriksaan tenggorokan (kultur apus
tenggorokan). Pemeriksaan kultur memiliki sensitivitas 90−95% dari
diagnosis, sehingga lebih diandalkan sebagai penentu penyebab faringitis
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005). Kultur tenggorokan
merupakan suatu metode yang dilakukan untuk menegaskan suatu diagnosis
dari faringitis yang disebabkan oleh bakteri Group A Beta-Hemolytic
Streptococcus (GABHS). Group A Beta-Hemolytic Streptococcus (GABHS)
rapid antigen detection test merupakan suatu metode untuk mendiagnosa
faringitis karena infeksi GABHS.
Tes ini akan menjadi indikasi jika pasien memiliki risiko sedang atau jika
seorang dokter memberikan terapi antibiotik dengan risiko tinggi untuk pasien.
Jika hasil yang diperoleh positif maka pengobatan diberikan antibiotik dengan
tepat namun apabila hasilnya negatif maka pengobatan antibiotik dihentikan
kemudian dilakukan follow-up. Rapid antigen detection test tidak sensitif
terhadap Streptococcus Group C dan G atau jenis bakteri patogen lainnya
(Kazzi et al., 2006). Untuk mencapai hasil yang akurat, pangambilan apus
tenggorok dilakukan pada daerah tonsil dan dinding faring posterior. Spesimen
diinokulasi pada agar darah dan ditanami disk antibiotik. Kriteria standar
untuk penegakan diagnosis infeksi GABHS adalah persentase sensitifitas
mencapai 90−99%. Kultur tenggorok sangat penting bagi penderita yang lebih
dari sepuluh hari (Vincent, 2004).

Algoritma Terapi Pasien Faringitis

Pasien merasakan sakit


Kultur dan
tenggorokkan memulai
antibiotic. Jika
kultur:

- Negatif, stop
Resiko tinggi (high risk antibiotic
patient)? (Tabel 1) Ya
- Positif,
kembali
periksa 2-7
hari setelah
selesai terapi

Tidak

Diduga GAS? (tabel 2)

Tidak mungkin Lebih mungkin

Kultur Lakukan
Treatment
tenggorokkan dengan segera
gejala pengecekkan
jika pasien <
16 tahun (tidak GAS (Tabel
di terapi hingga 3)
Negative hasil diketahui Screen

Screen
Treatment
(tabel 4)
Screen
Evaluasi
kembali Memperbaiki
Tidak selama 48
(tabel 5)
jam
Ya

Lengkapi terapi antibiotic.


Tidak di cek kembali atau
Terapi Farmakologi (Umum) tindak lanjut pada kultur

A. PEMILIHAN ANTIBIOTIK
1. Penisilin V
Nama dagang : Pen-V
Dosis : anak (250 mg, 2-3 kali sehari secara oral)
Dewasa (250 mg, 4 kali sehari atau 500 mg, 2 kali sehari
secara oral)
Durasi pemakaian terapi : 10 hari
Kontraindikasi : vaksin BCG, Vaksin typoid
Interaksi dengan obat :
a) Interaksi mayor (contoh: vaksin kolera, doksisiklin, minosiklin,
omadasiklin, tetrasiklin )
b) Pemantauan lebih lanjut (contoh: ibuprofen intravena,
etinilestradiol, choline magnesium trisalisilat
c) Minor (contoh: aspirin, aspirin rektal, azithromycin

Efek samping : diare, mual, candidiasis oral, anemia, anafilaksis,


hipersensitifitas

Mekanisme terapi :

Menghambat biosintesis dinding sel mucopeptide; bakterisida terhadap


organisme sensitif ketika konsentrasi yang memadai tercapai, dan paling
efektif selama tahap multiplikasi aktif; konsentrasi yang tidak memadai
hanya dapat menghasilkan efek bakteriostatik.
2. Penisilin G benzathine
Nama dagang : Bicillin L-A
Dosis : kurang dari 27 kg: 0,6 MU (Million Unit)
27 kg atau lebih : 1,4 MU secara intramuskular
Durasi pemakaian terapi : 1 dosis

Efek samping :

- Ruam kulit termasuk erupsi makulopapular dan dermatitis eksfoliatif


- Urtikaria
- Reaksi yang menyerupai serum (misalnya, kedinginan, demam, edema,
artralgia)

Mekanisme terapi :

Mengganggu sintesis mukopeptida dinding sel selama multiplikasi aktif,


menghasilkan aktivitas bakterisidal terhadap mikroorganisme yang rentan

3. Amoxicillin
Nama dagang : Amoxil
Dosis : 50 mg/kg 1 x sehari (maksimum 1,000 mg);
25 mg/kg (maksimum 500 mg) 2x sehari
Durasi pemakaian terapi : 10 hari
Kontraindikasi : vaksin BCG, Vaksin typoid
Interaksi dengan obat :
a) Interaksi mayor (contoh: vaksin kolera, doksisiklin, minosiklin,
omadasiklin, tetrasiklin )
b) Pemantauan lebih lanjut (contoh: asiklovir, allopurinol, aspirin,
aspirin rektal)
c) Minor (contoh: azitromisin, amloride, aztreonam)

Efek samping : anafilaksis, anemia, diare, sakit kepala, mual dan


muntah

Mekanisme terapi :
Turunan dari ampisilin dan memiliki spektrum antibakteri yang serupa
(organisme gram positif dan gram negatif tertentu); aksi bakterisida yang
serupa dengan penisilin; bertindak pada bakteri yang rentan selama tahap
multiplikasi dengan menghambat biosintesis mucopeptide dinding sel;
bioavailabilitas dan stabilitas yang unggul terhadap asam lambung dan
memiliki spektrum aktivitas yang lebih luas daripada penisilin; kurang
aktif dibandingkan penisilin terhadap Streptococcus pneumococcus; strain
yang resisten terhadap penisilin juga resisten terhadap amoksisilin, tetapi
dosis yang lebih tinggi mungkin efektif; lebih efektif melawan organisme
gram negatif (mis. N meningitidis, H influenzae) daripada penisilin

B. TERAPI UNTUK YANG ALERGI TERHADAP PENISILIN


1. Sefaleksin
Nama dagang : Keflex
Dosis : 20 mg/kg/ dosis oral 2x sehari (maksimum 500 mg/dosis)
Durasi pemakaian terapi : 10 hari
Kontraindikasi : vaksin BCG, Vaksin typoid
Interaksi dengan obat :
a) Interaksi mayor (contoh: vaksin kolera)
b) Pemantauan lebih lanjut (contoh: bazedoxifene/estrogen konjugasi,
digoxin, estradiol)
c) Minor (contoh: asiklovir, aspirin, natrium aminohippurate, aspirin
rektal)

Efek samping : nyeri abdomen, anemia, angioedema, diare, pusing,


dispepsia

Mekanisme terapi :

Mengikat satu atau lebih protein pengikat penisilin, yang pada gilirannya
menghambat sintesis dinding sel bakteri
2. Cefadroksil
Nama dagang : Duricel
Dosis : 30 mg/kg/dosis oral 1x sehari (maksimum 1 g)
Durasi pemakaian terapi : 10 hari
Kontraindikasi : pasien dengan riwayat pernah mengalami
reaksi hipersensitivitas pada Cefadroxil dan antibiotik golongan
cephalosporin lainnya
Interaksi dengan obat : Obat - obat yang bersifat nefrotoksik dapat
meningkatkan toksisitas cefadroxil terhadap ginjal dan probenesid
menghambat sekresi cefadroxil sehingga meningkatkan konsentrasi obat
dalam tubuh dan meningkatkan potensi terjadinya efek samping

Efek samping : mual, muntah, sakit perut, diare ringan, otot kaku,
nyeri sendi, perasaan gelisah, perasaan tidak menyenangkan pada mulut,
gatal ringan atau ruam kulit dan gatal pada vagina.

Mekanisme terapi : semisintetik yang memiliki spektrum luas, aktif


terhadap bakteri gram negatif mapun gram positif yang termasuk golongan
antibiotik cephalosporin generasi pertama. Antibiotik ini termasuk
bakteriocidal derivat cefalexin yang bekerja dengan cara menghambat
sintesis protein dinding sel bakteri.

3. Klindamycin
Nama dagang : cleocin
Dosis : 7 mg/kg/dosis oral 3x sehari (maksimum 300mg)
Durasi pemakaian terapi : 10 hari
Kontraindikasi : pada penderita penyakit hati
Interaksi dengan obat : Amifampridine, Erythromycin, Atracurium,
Metocurine, Tubocurarine
Efek samping : trombositopenia, anafilaksis, esofagitis, mual
muntah, ruam dan jaundice
Mekanisme terapi : Klindamisin menghambat sebagian besar kokus Gram
positif dan sebagian besar bakteri anaerob, tetapi tidak bisa menghambat
bakteri Gram negatif aerob.

4. Azithromisin
Nama dagang : zhitromax
Dosis : 12 mg/kg/ dosis oral 1x sehari (maksimum 500mgg)
Durasi pemakaian terapi : 10 hari
Kontraindikasi : pada penderita penyakit hati
Interaksi dengan obat : dapat berinteraksi dengan obat yang diuraikan
dihati, termasuk sebagian besar ARV. Azithromycin kemungkinan
berinteraksi dengan beberapa obat jantung, obat antikonvulsi dan obat
antibiotik lain
Efek samping : trombositopenia, anafilaksis, esofagitis, mual
muntah, ruam dan jaundice.
Mekanisme kerja : Antibiotik ini bekerja dengan cara menghambat
sintesis protein kuman dengan jalan berikatan secara reversibel dengan
ribosom subunit 50. Azitromisin tidak menghambat pembentukan ikatan
peptide, namun lebih pada menghambat proses translokasi tRna dari
tempat akseptor di ribosom ke lokasi donor di peptidil.

5. Claritomisin
Nama dagang : biaxin
Dosis : 15 mg/kg/ dosis oral 1x2 sehari (maksimum 250mg
2x sehari)
Durasi pemakaian terapi : 10 hari
Kontraindikasi : pada penderita penyakit hati
Interaksi dengan obat : statin tertentu (jenis obat yang digunakan untuk
mengurangi kadar kolesterol serum darah), risiko efek samping meningkat,
termasuk nyeri otot dan rhabdomyolysis kemudian pada pasien pengguna
calcium channel blocker (diltiazem, amlodipine, nifedipine) yang juga
diberi Clarithromycin memiliki risiko lebih tinggi mengalami tekanan
darah rendah, gagal ginjal, dan kematian.
Efek samping : nyeri abdomen, anemia, angioedema, diare, pusing,
dispepsia

Mekanisme terapi : Clarithromycin adalah bakteriostatik yang bekerja


dengan cara mengikat sub unit 50s dari ribosom bakteri sehingga
menghambat translasi mRNA. Dengan demikian sistesis protein akan
terganggu sehingga pertumbuhan bakteri akan terhambat.

Terapi Ibu Hamil


Tujuan Perawatan dimaksudkan untuk:

• Memberantas infeksi

• Mencegah komplikasi

• Mencegah penyebaran streptokokus grup A non-farmakologis

• Istirahat yang cukup agar tubuh Anda pulih

• Asupan cairan oral yang cukup, minum air putih secukupnya

• Hindari cairan dingin, yang bisa memperparah sakit tenggorokan. Sebagai gantinya,
cobalah teh herbal bebas kafein, seperti chamomile atau teh lemon dengan kayu manis

• Berkumur dengan larutan garam hangat (1 sdt dalam 1 gelas air hangat)

Farmakologi :

1. Analgesik
a. Acetaminophen 325mg, 1-2 tablet po q4-6h prn
2. Jiika terinfeksi bakteri streptococcus

a. Penicillin VK 250 mg 4 kali sehari atau 500 mg dua kali sehari untuk 10 hari
3. Untuk alergi golongan Penicillin

a. Azithromycin 500 mg PO sekali, lalu 250 mg sekali sehari selama 4 hari


Note : Pada wanita hamil jangan menggunakan ibuprofen

Terapi Non-farmakologi

a. Pasien dianjurkan untuk istirahat, minum yang cukup dan berkumur dengan air
yang hangat.

b. Tirah Baring

c. Pemberian cairan yang adekuat

d. Diet ringan

e. Obat kumur hangat

Berkumur dengan 3 gelas air hangat. Gelas pertama berupa air hangat sehingga
penderita dapat menahan cairan dngan rasa enak. Gelas kedua dan ketiga dapae
diberikan air yang lebih hangat. Anjurkan setiap 2 jam.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas.


Direktorat Jendral Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Direktorat Jenderal
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V., 2015,
Pharmacotherapy Handbook, Ninth Edit., McGraw-Hill Education
Companies, Inggris.
Kazzi, A., Antoine., Wills, J. 2006. Pharyngitis. Available From:
http://www.emedicine.co/med/topic735htm. [Accessed: 20 September 2014].

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Buku Panduan Praktik Klinis Bagi
Dokter Pelayanan Primer. Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5. 2014. Panduan Praktik Klinis


Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Terrance P Murphy. 1996. Pharyngitis. Guidelines for clinical care ambulatory.
Vincent, M.T.M.D., M.S., Nadhia, C.M.D., and Aneela, N.H.M.D. 2004. Pharyngitis.
A Peer-Reviewed Journal of the American Academy of Family Physician.
State University of New York-Down state Medical Center, Brooklyn, New
York. Available From: http://www.aafp.org/afp /2004/0315/p1465.html.
[Accessed: 20 September 2014].

Anda mungkin juga menyukai