Anda di halaman 1dari 8

(DRAFT) Farmakokinetik dan Farmakodinamik Antibiotik

BAB I PENDAHULUAN Farmakokinetik mempelajari dinamika obat melewati sistem biologi meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan eliminasi obat. Informasi farmakokinetik berguna untuk memperkirakan dosis obat dengan tepat dan frekuensi pemberiannya, juga untuk mengatur dosis obat pada penderita dengan gangguan fungsi ekskresi (Archer, 2005). Farmakodinamik mempelajari efek biokimia dan fisiologi obat serta mekanisme kerjanya melalui interaksi antara obat dengan sel target atau reseptor. Farmakodinamik antibiotik mempelajari hubungan antara konsentrasi antibiotik di serum dan jaringan serta minimum inhibitory concentration (MIC) pertumbuhan bakteri (Ross, 1996). Antibiotik dapat didefinisikan sebagai segolongan zat atau senyawa obat, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteriyang bersifat parasit dalam tubuh manusia, sehingga manusia terbebas dari infeksi bakteri.

Penggunaan antibiotik khususnya berkaitan dengan pengobatan penyakit infeksi,


Antibiotik berbeda dalam hal fisik, kimia dan sifat farmakologi, spektrum antibakteri dan mekanisme kerjanya. Pengetahuan tentang mekanisme molekular replikasi bakteri, jamur dan virus membantu upaya menemukan senyawa yang dapat menghambat daur hidup mikroorganisme (Chambers, 1996).

Antibiotik tidak efektif menangani infeksi akibat virus, jamur, atau nonbakteri lainnya, dan setiap antibiotik sangat beragam keefektifannya dalam melawan berbagai jenis bakteri. Ada antibiotik berdasarkan target ketegasan spektrum sempit untuk antibiotik jenis bakteri tertentu yang membidik bakteri gram negatif atau gram positif, ada pula yang spektrumnya lebih luas. Keefektifannya juga bergantung pada lokasi infeksi dan kemampuan antibiotik mencapai lokasi tersebut.

Kemampuan setiap antibiotik bervariasi, tergantung kepada lokasi infeksi, dan kemampuan mikroba menonaktifkan atau memecah antibiotik. Pada tingkat tertinggi, antibiotik dapat diklasifikasikan sebagai salah satu baktericidal atau bakteriostatic. Bactericidal membunuh bakteri secara langsung sedangan bacteriostatic-nya menjaga divisi sel. Namun demikian, klasifikasi ini didasarkan pada perilakunya di laboratorium, dalam praktiknya, keduanya memang (kebanyakan) mampu mengakhiri infeksi bakteri. Kegiatan antibiotik bactericidal mungkin tergantung tahap pertumbuhan sel dan pada kebanyakan kasus, tindakan antibiotik bactericidal banyak membutuhkan aktifitas sel tanpa henti untuk melancarkan aktivitas membunuhnya. Kegiatan antibiotik mungkin tergantung tingkat konsentrasi dan aktivitas karakteristik antimicrobial. Antibiotik memiliki mekanisme atau cara kerja sebagai bakterisidal (membunuh bakteri secara langsung) atau bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri). Pada kondisi bakteriostasis, mekanisme pertahanan tubuh inang seperti fagositosis dan produksi antibodi biasanya akan merusak mikroorganisme. Ada beberapa cara kerja antibiotik terhadap bakteri sebagai targetnya, yaitu menghambat sintesis dinding sel, menghambat sintesis protein, merusak membran plasma, menghambat sintesis asam nukleat, dan menghambat sintesis metabolit esensial. Dinding sel bakteri terdiri atas jaringan makromolekuler yang disebut peptidoglikan. Penisilin dan beberapa antibiotik lainnya mencegah sintesis peptidoglikan yang utuh sehingga dinding sel akan melemah dan akibatnya sel bakteri akan mengalami lisis. Ribosom merupakan mesin untuk menyintesis protein. Sel eukariot memiliki ribosom 80S, sedangkan sel prokariot 70S (terdiri atas unit 50S dan 30S). Perbedaan dalam struktur ribosom akan mempengaruhi toksisitas selektif antibiotik yang akan mempengaruhi sintesis protein. Di antara antibiotik yang mempengaruhi sintesis protein adalah kloramfenikol, eritromisin, streptomisin, dan tetrasiklin. Kloramfenikol akan bereaksi dengan unit 50S ribosom dan akan menghambat pembentukan ikatan peptida pada rantai polipeptida yang

sedang terbentuk. Kebanyakan antibiotik yang menghambat protein sintesis memiliki aktivitas spektrum yang luas. Tetrasiklin menghambat perlekatan tRNA yang membawa asam amino ke ribosom sehingga penambahan asam amino ke rantai polipeptida yang sedang dibentuk terhambat. Antibiotik aminoglikosida, seperti streptomisin dan gentamisin, mempengaruhi tahap awal dari sintesis protein dengan mengubah bentuk unit 30S ribosom yang akan mengakibatkan kode genetik pada mRNA tidak terbaca dengan baik. Antibiotik tertentu, terutama antibiotik polipeptida, menyebabkan perubahan permeabilitas membran plasma yang akan mengakibatkan kehilangan metabolit penting dari sel bakteri. Sebagai contoh adalah polimiksin B yang menyebabkan kerusakan membran plasma dengan melekat pada fosfolipid membran. Sejumlah antibiotik mempengaruhi proses replikasi DNA/RNA dan transkripsi pada bakteri. Contoh dari golongan ini adalah rifampin dan kuinolon. Rifampin menghambat sintesis mRNA, sedangkan kuinolon menghambat sintesis DNA.
Prinsip dasar terapi adalah menjamin keamanan dan kemanjuran obat terhadap populasi. Keamanan dan kemanjuran suatu obat terhadap setiap individu pasien tidak pernah dijamin. Setiap pasien mempunyai respons yang bervariasi terhadap obat. Dasar ilmiah terapi berasal dari data uji klinik selama pengembanganobat dan pengalaman postmarketing. Individualisasi terapi pada pasien membutuhkan dasar pemahaman tentang farmakokinetik dan farmakodinamik. Monitoring konsentrasi obat dalam plasma dapat membantu memahami variabilitas farmakokinetik. Sedangkan monitoring variabilitas farmakodinamik membutuhkan perhatian seksama respons penderita dengan menilai kemanjuran dan toksisitas yang masih dapat ditoleransi (Nies, 1996). Pemahaman farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotic perlu dipahami oleh dokter terlebih pada kasus-kasus penyakit yang serius dan mengancam nyawa yang disebabkan oleh bakteri. Dengan dasar farmakokinetik dan farmakodinamik yang kuat, maka pemberian terapi antibiotic dapat sesuai dengan tujuan awal pengobatan yaitu mendapatkan keamanan dan kemanjuran sesuai dengan kondisi pasien.

Rumusan Masalah Bagaimanakah farmakokinetik dan farmakodinamik pada antibiotic

Tujuan Umum Tujuan penulisan tinjauan pustaka ini adalah untuk mengetahui farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik Tujuan Khusus farmakokinetik dan farmakodinamik Antibiotik hidrofilik dan hidrofobik farmakokinetik dan farmakodinamik Antibiotic untuk MRSA farmakokinetik dan farmakodinamik Antibiotic extended spectrum beta-laktamase

Manfaat

Bab II I. Farmakokinetik dan farmakodinamik

FARMAKOKINETIK Profil farmakokinetik antibiotik dinyatakan dalam konsentrasi di serum dan jaringan terhadap waktu dan mencerminkan proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Karakteristik penting farmakokinetik meliputi peak & trough konsentrasi di serum, waktu paruh (T1/2), bersihan (clearance) dan volume distribusi. Data farmakokinetik berguna untuk memperkirakan dosis antibiotik yang tepat, frekuensi pemberian dan mengatur dosis pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi (Cunha, 2002; Archer, 2005) FARMAKODINAMIK 6 Berdasarkan sifat farmakodinamik dan konsentrasi penghambatan minimal (MIC), antibiotik dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu time-dependent atau concentration-independent dan concentration-dependent. Pada antibiotik kelompok time-dependent seperti -laktam, glikopeptide, makrolide, klindamisin dengan meningkatnya konsentrasi antibiotik hanya menunjukkan sedikit atau tidak ada peningkatan efek terapi sedangkan antibiotik kelompok concentration-dependent seperti aminoglikosida dan quinolon menunjukkan peningkatan aktivitas seiring dengan peningkatan konsentrasi.
II. Antibiotik hidrofilik dan hidrofobik

III.

Antibiotic untuk MRSA

Vancomycin and teicoplanin are glycopeptide antibiotics used to treat MRSA infections.[92] Teicoplanin is a structural congener of vancomycin that has a similar activity spectrum but a longer half-life.[93] Because the oral absorption of vancomycin and teicoplanin is very low, these agents must be administered intravenously to control systemic infections.[94] Treatment of MRSA infection with vancomycin can be complicated, due to its inconvenient route of administration. Moreover, many clinicians believe that the efficacy of vancomycin against MRSA is inferior to that of anti-staphylococcal betalactam antibiotics against methicillin-susceptibleStaphylococcus aureus (MSSA).[95][96]

Several newly discovered strains of MRSA show antibiotic resistance even to vancomycin and teicoplanin. These new evolutions of the MRSA bacterium have been dubbed Vancomycin intermediate-resistant Staphylococcus aureus (VISA).[97] [98] Linezolid,quinupristin/dalfopristin, daptomycin, ceftarolin e, and tigecycline are used to treat more severe infections that do not respond to glycopeptides such as vancomycin.[99] Current guidelines recommend daptomycin for VISA bloodstream infections and endocarditis.[100]
IV. Antibiotic extended spectrum beta-laktamase Contoh : ceftriaxon, gentamicin, sulbactam-cefoperazone, ampisilin-sulbactam, meropenem, vancomycin, tigecycline, ?? triclopanin, ?? fosfomycin, ?? linezolid ??

Bab III Simpulan

Anda mungkin juga menyukai