Antibiotik dikenal sebagai antimikroba, dimana antibiotik merupakan obat yang memiliki kemampuan untuk membunuh atau menghambat infeksi bakteri, antibiotik ini pada awalnya merupakan senyawa alami yang dapat dihasilkan oleh suatu mikroorganisme yan g telah membunuh bakteri penyebab terjadinya penyakit atau jamur, namun beberapa antibiotik merupakan senyawa sintesis yang mana dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. (katzung & trevor, 2014).
2.2 Penggolongan Antibiotik
Menurut pratiwi (2008), pada antibiotik ini dapat digolongkan menjadi 2 kelompok spektrum, yaitu : 1. Narrow spectrum antibiotic (Antibiotik spektrum sempit), merupakan antibiotik yang dapat menghambat atau membunuh untuk jenis golongan bakteri gram negatif. Contoh obat yang termasuk golongan ini seperti penisilin, neomisin, basitrasin dan streptomycin. 2. Broad spectrum antibiotic (antibiotik berspektrum luas), merupakan antibiotik yang dapat menghambat atau membunuh untuk jenis golongan bakteri gram negatif dan bakteri gram positif. Contoh yang termasuk golongan kloramfenicol, tetrasiklin dan derivatnya, sefalosporin, carbapenem, ampisilin dan lain sebagainya.
2.3 Mekanisme Kerja Antibiotik
Menurut permenkes 2011, adapun penggolongan antibiotik berdasarkan mekanisme kerja, diantaranya adalah : 1. Antibiotik yang menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri a. Penicillin Antibakteri pertama yang digunakan untuk terai dan masuk ke dalam kelas beta-laktam. Memiliki struktur cincin kimia asam mono-basic yang terbentuk dari garam dan ester. Contoh yang termasuk golongan penicillin, ampicilin, amoksisilin, tenocillin (sweetman, 2009). b. Sefalosporin antibakteri jenis beta lactam, yang berasal dari antibakteri alami yaitu c ephalosporium acremonium. Adapun penggolongan Sefalosporin, diantaranya adalah : 1. Generasi pertama : cefalotin 2. Generasi kedua : cefamandole, cefocid, ceforamide, ceoftiam 3. Generasi ketiga : cefotaxime, cefixime, ceftazimide, cefoperazone 4. Generasi keempat: cefepime, cefpirome c. Karbapenem Antibiotik ini merupakan lini ketiga yang memiliki aktivitas yang lebih luas daripada sebagian besar beta-laktam lainnya. Antibakteri bekerja secara spektrum aktivitas (menghambat sebagian besar gram-positif, gram-negatif, dan anaerob). Contoh yang termasuk antibiotik golongan karbapenem adalah imipenem,neropenem, dan dopinem. d. Basitrasin antibiotik ini merupakan kelompok antibiotik yang terdiri dari polipeptida dan basitrasin A. biasanya basitrasin tersedia dalam bentuk salep kulit, salep mata, dan bedak untuk penggunaan topical. Sediaan ini biasanya di kombinasikan dengan neomisin atau polimiksin karna bersifat nefrotoksik saat dimasuki sirkulasi sistemik. e. Vankomisin Antibiotik ini termasuk lini ketiga yang aktif terhadap bakteri gram-positif. Antibiotik ini di berikan untuk infeksi yang disebabkan oleh S.Aurens yang resisten terhadap metisilin (MRSA). Antibiotik ini diberikam secara intravena dengan waktu paruh sekitar 6 jam. 2. Antibiotik yang merubah atau menghambat sintesis protein a. Aminoglikosida Antibiotik ini bersifat menghambat bakteri aerob gram-negatif. Antibiotik ini memiliki terapi sempit dengan toksisitas serius pada sistem ginjal dan pencernaan, khususnya pada anak dan usia lanjut. b. Tetrasiklin Antibiotik ini bersifat sprektrum luas dan dapat menghambat bakteri gram-negatif, gram-positif, dan bakteri yang bersifat aerob maupun anaerob serta mikoorganisme lain seperti mikoplasma, kalmidia, dan beberapa mikrobateria lainnya. Contoh golongan obat ini adalah tetrasiklin, doksisiklin, oksitetrasiklin, minosiklin dan klortetrasiklin. c. Kloramfenikol Kloramfenikol merupakan antibiotik berspektrum luas yang dapat menghambat bakteri gram negatif, gram-positif, bakteri yang bersifat aerob maupun anaerob serta mikoorganisme lain. Antibiotik ini dapat mencegah dengan cara mensintesis protein yang berikatan pada nitribosom 50S. d. Golongan makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin, roksitromisin) Antibiotik ini aktif terhadap bakteri gram-positif, akan tetapi bisa menghambat beberapa enterecoccus dan basil gram-positif. Antibiotik ini dapat mempengaruhi sintesis protein bakteri dengan cara berikatan dengan 50s ribosom bakteri sehingga dapat menghambat translokasi peptida. 3. Antibiotik yang menghambat enzim-enzim essensial dalam metabolisme folat a. Sulfonamid dan trimetropim Antibiotik ini bersifat bakteriostatik, dapat menghambat sebagian besar patogen pada saluran kemih kecuali P.Aureginosa dan Neressia sp. Antibiotik kombinasi ini dapat menghambat S.Aurens, staphylococcus, strepcoccus hemoliticus, H.influenzae, neisseria sp. dan bakteri gram- negatif yang bersifat aerob yaitu E.coli klebsiella sp, salmonella shigella. 4. Antibiotik yang mempengaruhi sintesis dan metabolisme asam nukleat a. Kuinolon Antibiotik ini merupakan antibiotik sintesis, bersifat spektrum luas yang dapat menghambat bakteri gram-positif, gram-negatif maupun mikrobakteri anaerob patogen. Adapun golongan pada antibiotik kuinolon diantaranya : 1. Kelompok I : norloxacin 2. Kelompok II : enoxacin, ofloxacin, dan ciprofloxacin 3. Kelompok III : levofloxacin 4. Kelompok IV : moxifloxacin b. Nitrofuran Antibiotik ini dapat menghambat bakteri gram-negatif maupun bakteri gram-positif. Antibiotik ini mengabsorpsi melalui saluran cerna dan tidak merubah efektivitas antibiotik dengan adanya makanan. Yang termasuk pada antibiotik golongan ini adalah nitro furantoin, furazolidin, dan nitrofurazon. 5. Antibiotik berdasarkan struktur kimianya a. Antibiotik golongan b-lactam dan penghambat sintesis dinding sel lainnya contohnya adalah pencillin, cephalosporin, obat-obat b-lactam dan penghambat sintesisi dinding sel yang lain seperti vancomycin, teicoplanin, fosfomycin, bacitracin. b. Antibiotik golongan kloramfenikol, tetrasiklin, makrolida, dan clindamycin ini sebagai penghambat sintesis protein pada ribosom. Dimana antibiotik ini mengikat diri pada sub unit 50s dari ribosom RNA 70s. c. Antibiotik golongan aminoglikosida dan spectinomycin bersifat bakteriosida yang memiliki sifat-sifat kimiawi, antimikroba, farmakologis dan toksik. d. Antibiotik golongan sulfonamide, trimethoorim, dan quinolon merupakan antibiotik berstruktur PABA yang dapat menghambat dihydroperoate synthase secara bersaingan dengan cara menyekat sintesis asam folat secara reversibel.
2.4 Resistensi Antibiotik
Resistensi antibiotik merupakan konsekuensi dari penggunaan antibiotik yang salah, dan berkembang dari suatu mikroorganisme itu sendiri, bisa jadi karena adanya mutasi atau gen resistensi yang di dapat (WHO, 2021). Menurut PMK no. 2406 tahun 2011, resistensi adalah kemampuan bakteri untuk menetralisasi dan melemahkan daya kerja antibiotik. hal ini dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu : a. Merusak antibiotik dengan enzim yang diproduksi. b. Mengubah reseptor titik tangkap antibiotik. c. Mengubah resiko-kimiawi target sasaran antibiotik pada sel bakteri. d. Antibiotik tidak dapat menembus dinding sel, akibat perubahan sifat dinding sel bakteri. e. Antibiotik masuk ke dalam bakteri, namun segera dikeluarkan dari dalam sel melalui mekanisme transport ke luar sel.
2.5 Penyebab Resitensi Antibiotik
Menurut WHO (2021), penyebab paling utama menyebarnya mikroorganisme yaitu dengan ketidaktepatan dan ketidakrasionalan penggunaan antibiotik. Adapun faktor yang menyebabkan terjadinya resistensi antibiotik diantaranya adalah : a. Adanya system control yang lemah. b. Adanya kualitas dalam mengontrol suplai obat yang tidak tepat. c. Ketidaktepatan serta ketidakrasionalan penggunaan obat. d. Buruknya pengontrolan pencegahan penyakit infeksi. e. Adanya kesalahan diagnosis dan pengobatan.
2.6 Mekanisme resistensi antibiotik
Untuk penggunaan antibiotik yang efektif, maka penggunaannya kemudian harus mencapai target dalam bentuk aktif, mengikat target, dan memberikan efek sesuai dengan fungsinya mekanisme kerja antibiotik tersebut. Adapun mekanisme resistensi antibiotik diantaranya : a. Kegagalan obat untuk mencapai target. Kebanyakan agen antimikroba memasuki sel melalui saluran protein yang disebut porin. Penghapusan atau hilangnya porin memperlambat atau mencegah masuknya obat ke dalam sel, sehingga mengurangi konsentrasi obat. Jika target obat adalah intraseluler, dan obat memerlukan transpor aktif untuk melintasi membran sel, resistensi obat dapat disebabkan oleh mutasi yang menghambat mekanisme transpor obat. Misalnya, gentamisin, yang menargetkan ribosom, menggunakan energi yang disediakan oleh gradien elektrokimia membran sel bakteri untuk secara aktif melintasi membran sel. Gradien ini dihasilkan oleh enzim respirasi aerobik bakteri. Mutasi pada jalur ini atau dalam kondisi anaerobik memperlambat masuknya gentamisin ke dalam sel, mengakibatkan resistensi. b. Inaktivasi obat Antibiotik aminoglikosida dan antibiotik beta-laktam adalah hasil produksi enzim yang memodifikasi atau menghancurkan antibiotik. Variasi dari mekanisme antibiotik ini adalah ketidakmampuan bakteri untuk mengaktifkan produk yang sering menjadi dasar resistensi isoniazid pada M. tuberculosis. c. Perubahan target kerja antibiotik Adanya mutasi target alami (resistensi fluorokuinolon), perubahan aksi target (perlindungan ribosom dari makrolida dan tetrasiklin), atau bentuk resisten yang didapat dari target rentan (disebabkan oleh perkembangan afinitas lemah) resistensi Staphylococcus terhadap methicillin) varian protein pengikat penisilin).
2.7 Konsekuensi Akibat Resistensi Antibiotik
1. Peningkatan jumlah bakteri yang mengalami resistensi terhadap pengobatan lini pertama. yang mengakibatkan terjadinya penyakit akan lebih memanjang, sehingga risiko komplikasi dan kematian juga akan meningkat. 2. Ketidakmampuan antibiotik dalam mengobati infeksi akan terjadi dalam periode waktu yang cukup panjang dimana selama itu pula orang yang sedang mengalami infeksi tersebut dapat menularkan infeksinya ke orang lain sehingga bakteri akan semakin menyebar luas. 3. dokter akan terpaksa memberikan peresepan terhadap antibiotik yang lebih poten dengan harga yang lebih tinggi serta efek samping yang lebih banyak. 2.8 Hipersensitivitas Antibiotik Hipersensitivitas antibiotik merupakan suatu keadaan pada penggunaan antibiotik seperti pruritus-urtikaria hingga reaksi anafilaksis. Anafilaksis jarang terjadi tetapi bila terjadi dapat berakibat fatal. Jenis hiperseisitivitas akibat antibiotik : a. Hipersensitivitas tipe cepat (immediate hypersensitivity) Ditandai dengan adanya sesak napas yang disebabkan oleh kejang di laring dan bronkus, urtikaria, angioedema, hipotensi dan kehilangan kesadaran. Reaksi ini dapat terjadi beberapa menit setelah suntikan penisilin. b. Hipersensitivitas perantara antibodi (antibody mediated type II hypersensitivity) Hal ini umumnya ditandai dengan anemia hemolitik, trombositopenia, eosinofilia, granulositopenia dan penyakit darah lainnya. Respon ini juga dikenal sebagai respon sitotoksik. Misalnya, antibiotik kloramfenikol dapat menyebabkan neutropenia, antibiotik beta-laktam dapat menyebabkan anemia hemolitik autoimun, dan penisilin antipseudomonal dosis tinggi dapat menyebabkan gangguan agregasi trombosit. c. Immune hypersensivity - complex mediated (tipe III) Gambaran klinis dari tipe ini adalah berupa eritema, urtikaria dan angioedema yang dapat disertai dengan demam, artralgia dan adenopati. Gejala dapat timbul 1-3 minggu setelah pemberian obat pertama kali, bila sudah pernah reaksi dapat timbul dalam 5 hari. Gangguan seperti SLE, neuritisoptik, glomerulonefritis, dan vaskulitis juga termasuk dalam kelompok ini. d. Delayed type hypersensitivity penggunaan jangka lama pemakaian obat topikal seperti sulfa atau penisillin dapat menyebabkan terjadinya kontak dermatitis. Reaksi paru seperti sesak, batuk dan efusi yang dapat disebabkan nitrofurantoin. Hepatitis (karena isonizid), nefritis interstisial (karena antibiotik beta-laktam) dan ensefalopati (karena kalritromisin) yang reversibel pernah dilaporkan. 2.9 Interaksi Antibiotik Susu dan sebagian antibiotik dapat mengakibatkan terbentuknya khelatasi sehingga dapat menurunkan kadar dan efektifitas antibiotik dalam tubuh. Selain itu alkohol juga dapat berinteraksi dengan antibiotik dengan mengganggu absorbsi dan metabolisme di gastrointestinal. Seperti pada eritromycin, alkohol dapat menaikkan pengosongan lambung, dan pada isoniazid dapat mengakibatkan gangguan hepar (Weathermon, 1999).
2.10 Prinsip Penggunaan Antibiotik Yang Bijak
Penggunaan antibiotik yang tepat dan bijak dapat memperlambat atau mencegah timbulnya resistensi antibiotik, sehingga mengurangi beban biaya pengobatan, mempersingkay waktu pengobatan, menghemat biaya rumah sakit dan meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit (Permenkes, 2011). Adapun Prinsip dalam penggunaan antibiotik secara bijak adalah sebagai berikut : 1. Penggunaan antibiotik berspektrum sempit yang sesuai dengan indikasi serta dosis dan lama pemberian obat yang tepat. 2. Adanya pembatasan menggunakan antibiotik dan memberikan antibiotik lini pertama sebagai pemberian utama. 3. Pembatasan penggunaan antibiotik dengan penerapan penggunaan antibiotik secara terbatas (restricted), dan penerapan kewenangan dalam penggunaan antibiotik tertentu (reverse antibiotic). 4. Indikasi ketat pada diagnosis penyakit infeksi, menggunakan informasi klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium seperti mikrobiologi, serologi, dan penunjang lainnya. 5. Pemilihan jenis antibiotik harus berdasar pada : a. Informasi tentang spektrum kuman penyebab infeksi dan pola kepekaan kuman terhadap antibiotik. b. Hasil pemeriksaan mikrobiologi atau perkiraan kuman penyebab infeksi. c. Profil farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik. d. obat dipilih atas dasar yang pailng cost effective dan aman.