Anda di halaman 1dari 13

BAKTERIOLOGI

“Uji Kepekaan Bakter Terhadap Antibiotik


Metode Difusi cakram dan Dilusi Tabung”

KELOMPOK 8
ANGGOTA :
NI PUTU DIANA SUKMA DEWI (P07134017008)
NI LUH MADE ANDRIYANI (P07134017015)
I GST A. A. MAS INDRAYANI (P07134017018)
NI WAYAN SHANTI SAVITRI (P07134017022)
NI PUTU CHANDRA HARUM (P07134017036)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan
a. Tujuan Umum
1. Mahasiswa dapat mengetahui metode Uji kepekaan bakteri terhadap
antibiotic.
2. Mahasiswa dapat memahami metode Uji kepekaan bakteri terhadap
antibiotic.
3. Mahasiswa dapat melakukan Interpretasi hasil Uji kepekaan bakteri
terhadap antibiotik.
b. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat mengetahui cara metode Difusi Cakram untuk
menguji kepekaan bakteri terhadap antibiotic.
2. Mahasiswa dapat mengetahui cara metode Dilusi Tabung untuk
menguji kepekaan bakteri terhadap antibiotic.
1.2 Prinsip
A. Metode Difusi Cakram
Menggunakan cakram kertas saring yang telah mengandung antibiotic
dengan kadar tertentu dan diletakkan di atas lempeng agar Muller-Hinton
yang telah diinokulasikan bakteri. Diameter zona hambat yang tampak
menunjukkan adanya kepekaan bakteri tersebut terhadap antibiotic
bersangkutan. Penilaian terhadap zona hambat dilakukan dengan
membandingkan besarnya diameter zona hambat dengan tabel standar
interpretasi diameter zona hambat dan MIC (CLSI terbaru). Hasil
penilaian berupa : sensitive ( Apabila diameter zona hambat ≥ diameter
zona hambat standar), intermediet ( Apabila diameter zona hambat
diantara resisten dan sensitive), Resisten ( Apabila diameter zona hambat
≤ diameter zona hambat standar).
B. Metode Dilusi Tabung
Pada metode ini dilakukan pengenceran atibiotik dalam tabung – tabung
reaksi untuk menentukan kosentrasi antibiotic terendah yang masih
menghambat pertumbuhan bakteri atau yang disebut sebagai konsentrasi
hambat minimal (KHM) atau MIC (Minimum Inhibitory Concetration).

1.3 Manfaat
a. Bagi Pemerintah
Membantu pemerintah dalam bidang kesehatan agar memudahkan dalam
Pemberian bantuan ke masyarakat terutama saat dilakukan pemeriksaan
gratis bagi masyarakat oleh pemerintah.
b. Bagi Masyarakat
Dapat sebagai Sumber informasi kepada masyarakat, dokter dan apoteker
tentang penggunaan antibiotika yang sensitif terhadap bakteri penyebab infeksi.
c. Bagi Mahasiswa
Menambah wawasan mahasiswa mengenai prosedur dan metode uji
kepekaan bakteri terhadap antibiotic, yang nantinya dapat diaplikasikan
dan dikembangkan oleh mahasiswa dalam dunia kerja.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biakan Murni Staphylococcus Aureus


Biakan murni adalah biakan yang terdiri atas satu spesies bakteri yang
ditimbulkan dalam medium buatan.Staphylococcus merupakan bakteri Gram
positif berbentuk bulat biasanya tersusun dalam bentuk menggerombol yang
tidak teratur seperti anggur. Staphylococcus bertambah dengan cepat pada
beberapa tipe media dengan aktif melakukan metabolisme, melakukan
fermentasi karbohidrat dan menghasilkan bermacam-macam pigmen dari
warna putih hingga kuning gelap. Staphylococcus cepat menjadi resisten
terhadap beberapa antimikroba. (Wasitaningrum, 2009)
Klasifikasi Staphylococcus aureus :

Kingdom : Protozoa

Divisio : Schyzomycetes

Class : Schyzomycetes

Ordo : Eubacterialos

Family : Micrococcaceae

Genus : Staphylococcus

Species : Staphylococcus aureus

Staphylococcus tumbuh dengan baik pada berbagai media bakteriologi di


bawah suasana aerobik atau mikroaerofilik. Tumbuh dengan cepat pada
temperatur 20 - 35ºC. Koloni pada media padat berbentuk bulat, lambat dan
mengkilat. Staphylococcus aureus mempunyai 4 karakteristik khusus, yaitu
faktor virulensi yang menyebabkan penyakit berat pada normal hast, faktor
differensiasi yang menyebabkan penyakit yang berbeda pada sisi atau tempat
berbeda, faktor persisten bakteri pada lingkungan dan manusia yang
membawa gejala karier, dan faktor resistensi terhadap berbagai antibiotik
yang sebelumnya masih efektif. Staphylococcus aureus menghasilkan
katalase yang mengubah hidrogen peroksida menjadi air dan
oksigen(Wasitaningrum, 2009)

2.2 Antibiotik
Antibiotika adalah zat yang dibentuk oleh mikroorganisme yang dapat
menghambat atau membunuh pertumbuhan mikroorganime lain. Definisi ini
harus diperluas karena zat yang bersifat antibiotik dapat pula dibentuk oleh
beberapa hewan dan tanaman tinggi. Di samping itu berdasarkan antibiotika
alam, dapat pula dibuat antibiotika baru secara sintesis parsial yang sebagian
mempunyai sifat yang lebih baik. Sejak di temukan penisilin oleh Alexander
Fleming sampai saat ini sudah beribu-ribu antibiotika yang ditemukan, dan
hanya sebagian kecil yang dapat di pakai untuk maksud terapeutik. Yang
berguna hanyalah antibiotika yang mempunyai kadar hambatan minimum
(KHM) in vitro lebih kecil dari kadar zat yang di dapat dicapai dalam tubuh
dan tidak toksik.Antibiotika yang ideal sebagai obat harus memenuhi syarat-
syarat :
1. Mempunyai kemampuan untuk mematikan atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme yang luas (broad spectrum antibiotic).
2. Tidak menimbulkan terjadinya resistensi dari mikroorganisme
pathogen.
3. Tidak menimbulkan efek samping (side effect) yang buruk pada host,
seperti reaksi alergi, kerusakan syaraf, iritasi lambung, dan
sebagainya.
4. Tidak mengganggu keseimbangan flora yang normal dari host seperti
flora usus atau flora kulit.

Penggolongan antibiotika berdasarkan spektrum aktivitasnya dapat dibagi


dalam beberapa golongan :

1. Antibiotika dengan spektrum luas, efektif baik terhadap bakteri Gram


positif maupun Gram negatif. Contoh, turunan tetrasiklin, turunan
amfenikol, turunan aminoglikosida, turunan mikrolida, rifampisin,
beberapa turunan ampisilin (ampisilin, amoksisilin, bakampisisn,
karbenisilin, hetasilin dan lainnya).
2. Antibiotika yang aktivitasnya lebih dominan terhadap bakteri Gram
positif. Contoh basitrasin, eritromisin, sebagian besar turunan
penisilin, seperti benzyl penisilin, kloksasilin dan lainnya.
3. Antibiotika yang aktivitasnya lebih dominan terhadap bakteri Gram
negatif. Contoh kolistin, polimiksin B sulfat dan sulfomisin.
4. Antibiotika yang aktivitasnya dominan pada mycobacteriae. Contoh
streptomisin, kanamisin, sikloserin, fimisindan lainnya
5. Antibiotika yang aktif terhadap jamur. Contoh griseofulvin, dan
antibiotika polien (nistatin, ampoterisin B).
6. Antibiotika yang aktif terhadap neoplasma (antikanker). Contohnya
aktinomisin, bleomisin, mitomisin, midramisin, dan lainnya.

Berdasarkan mekanisme kerjanya antibiotika dibagi dalam beberapa


kelompok :

1. Menghambat biosintesis dinding sel : Obat yang termasuk dalam


kelompok ini adalah penisilin, sefalosporin, basitrasin, vankomisin,
dan sikloserin. Dinding sel bakteri terdiri dari dari peptidoglikan yaitu
suatu kompleks polimer mukopetiptida (glikopeptida). Oleh karena
itu, tekanan osmotik dalam sel kuman lebih tinggi daripada di luar sel
kuman, akan menyebabkan terjadinya lisis yang merupakan efek dari
bakterisida pada kuman yang peka. Contohnya : Ampicilin,
Amoxicilin dan Cefadroxil.
2. Menghambat metabolisme sel : Yang termasuk dalam kelompok ini
adalah kelompok sulfonamide, trimetomprim, asam p-aminosalisilat
(PAS) dan sulfon. Dengan mekanisme kerja ini diperoleh efek
bakteriostatik. Contohnya : Sulfametaxazol dan Cotrimoxazol
3. Mengganggu membran sel : obat yang termasuk dalam kelompok ini
adalah polomiksin, golongan polien serta berbagai antimikroba
kemoterapeutik, misalnya antiseptic surface active agents. Contohnya
: Polimiksin B
4. Menghambat sintesis protein : Obat yang termasuk dalam kelompok
ini adalah golongan aminoglikosida, makrolida, linkomisin,
tetrasiklin, kloramfenikol. Untuk kehidupannya, sel mikroba perlu
mensintesis berbagai protein. Sintesis protein berlangsung di ribosom
dengan bantuan m-RNA dan t-RNA. Pada bakteri, ribosom terdiri dari
dua sub unit, yang berdasarkan konstanta sedimentasi dinyatakan
sebagai ribosom 30S dan 50S. Contoh : Tetrasiklin, Kloramfenikol,
Tiamfenikol dan Streptomisin.
5. Menghambat sintesis asam nukleat : Antimikroba yang termasuk
golongan ini adalah rifampisin, dan golongan kuinolon. Contohnya :
Rifampicin, Siprofloksasin dan Ofloksasin. (Putri, Abrori, & Astuti,
2015)

A. Amoksisilin
Amoksisilin adalah salah satu senyawa antibiotik golongan beta-laktam dan memiliki
nama kimia alfa-amino-hidroksilbenzil-penisilin. Obat ini awalnya dikembangkan
memiliki keuntungan lebih dibandingkan ampisilin yaitu dapat diabsorpsi lebih baik
di traktus gastrointestinal. Obat ini tersedia dalam bentuk amoksisilin trihidrat untuk
administrasi oral dan amoksisilin sodium untuk penggunaan parenteral. Amoksisilin
telah menggantikan ampisilin sebagai antibiotik yang sering digunakan di berbagai
tempat). Secara kimiawi, amoksisilin adalah asam (2S,5R,6R)-6-[[(2R)-2-Amino-2-(4-
hidroksifenil) asetil] amino]- 3,3 - dimetil- 7- okso - 4- tia - 1 - aza - bisiklo
[3.2.0]heptan-2- karboksilat. Amoksisilin merupakan salah satu antibiotik golongan
penisilin yang banyak beredar di pasaran dan banyak digunakan karena harga
antibiotik golongan ini relatif murah (Harianto dan Transitawuri, 2006). Amoksisilin
berspektrum luas dan sering diberikan pada pasien untuk pengobatan beberapa
penyakit seperti pneumonia, otitis, sinusitis, infeksi saluran kemih, peritonitis, dan
penyakit lainnya. (Putri et al., 2015)
Amoksisilin merupakan antibiotika yang banyak tersedia pada unit-unit pelayanan
kesehatan masyarakat terutama puskesmas dan rumah sakit untuk pasien menengah
ke bawah sehingga paling banyak dipakai Selain itu antibiotika ini juga digunakan
untuk produksi ternak yang dilakukan oleh petani sehingga kurang pengawasan
terhadap pemakaiannya. Hal ini merupakan salah satu penyalahgunaan antibiotika
yang dapat menyebabkan terpaparnya kuman patogen oleh antibiotika yang
kemudian menjadi resisten. Proses resistensi Amoxicillin disebabkan karena kuman
Staphylococcus aureus dapat menghasilkan enzim β-laktamase yang menyerang
cincin β-laktam pada molekul penisilin. Enzim ini bertanggung jawab dalam
peningkatan perlawanan terhadap penisilin. Enzim β-laktamase (gambar 3)
melindungi bakteri Gram positif dan Gram negatif. Dalam Gram positif, enzim
dibebaskan kedalam medium dan menghancurkan antibiotika sebelum mencapai sel.
Dalam Gram negatif enzim secara strategis terlokasi pada rute dimana antibiotik
harus berjalan untuk mencapai targetnya. Mekanisme aksi Amoxicillin (penisilin)
adalah dengan mencegah ikatan silang peptidoglikan pada tahap akhir sintesis
dinding sel, yaitu dengan cara menghambat protein pengikat penisiln (penicillin
binding protein). Protein ini merupakan enzim dalam membran plasma sel bakteri
yang secara normal terlibat dalam penambahan asam amino yang berikatan silang
dengan peptidoglikan dinding sel bakteri, dan mengeblok aktivitas enzim
transpeptidase sehingga dinding sel bakteri menjadi rapuh dan mudah lisis (Putri et
al., 2015)

B. Ampisilin
Ampisilin adalah antibiotik yang termasuk golongan penisilin. Penisilin
merupakan salah satu bakterisid yang mekanisme kerjanya menghambat
pembentukan dinding dan permeabilitas membran sel. Penggunaan penisilin
tergantung pada berat ringannya penyakit dan preparat yang digunakan. Daerah
kerjanya yaitu mencakup kokus Gram positif serta Staphylococcus,
Streptococcus sedang basil Gram negatif yakni, basil Clostridium, basil
anthrak. Ampisilin merupakan penisilin semisintetik yang stabil terhadap asam
atau amidase tetapi tidak tahan terhadap enzim βlaktamase (Goodman dan
Gilman, 1965). Ampisilin mempunyai keaktifan melawan bakteri Gram positif
dan bakteri Gram negatif dan merupakan antibiotika spektrum luas. Ampisilin
merupakan prototip golongan aminopenisilin berspektrum luas, tetapi
aktivitasnya terhadap Gram positif kurang daripada penisilin G. Semua
penisilin golongan ini dirusak oleh β-laktamase yang diproduksi kuman Gram
positif maupun Gram negatif. Bakteri E. coli dan Proteus mirabilis merupakan
kuman Gram negatif yang sensitif, tetapi dewasa ini telah dilaporkan adanya
kuman yang resisten diantara kuman yang semula sangat sensitif tersebut.
Umumnya Pseudomonas, Klebsiella, Serratia, Asinobakter, dan proteus indol
positif resisten terhadap ampisilin dan aminopenisilin lainnya. Ampisilin stabil
terhadap asam karena itu dapat digunakan secara oral. Absorpsi relatif lambat,
laju absorpsi sekitar 50%. Kadar darah maksimum dicapai setelah kira-kira dua
jam. Waktu paruh plasma sekitar satu sampai dua jam, kurang lebih dua kali
lebih lama daripada benzilpenisilin. Ampisilin terutama digunakan pada infeksi
saluran nafas,saluran urin dan empedu, pada otitis media, pertusis dan
septiliemia yang peka terhadap ampisilin. (Wasitaningrum, 2009)

C. Chloramphenicol
Kloramfenikol berupa serbuk hablur halus berbentuk jarum atau lempeng
memanjang; putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan. Kloramfenikol
sukar larut pada air tapi mudah larut pada etanol, propilen glikol, aseton dan
etil asetat. Kloramfenikol adalah zat kimia yang mula-mula dihasilkan oleh
biakan Streptomyces venezuelae sekarang telah dapat dihasilkan secara
sintetik. Kristal kloramfenikol merupakan senyawa stabil yang dengan cepat
diserap oleh dinding saluran pencernaan dan disebarkan ke jaringan serta
cairan tubuh, termasuk susunan saraf pusat dan cairan cerebropsional; obat ini
dapat menembus ke dalam sel dengan baik, sebagian besar obat ini
dinonaktifkan di dalam hati dengan cara konjugasi dengan asam glukuronat
atau direduksi menjadi arilamin yang tidak aktif. . Kloramfenikol merupakan
penghambat sintesis protein yang kuat pada mikroorganisme. Obat ini
menghalangi pelekatan asam amino pada rantai peptide yang baru timbul pada
unit 50S pada ribosom, dengan mengganggu daya kerja peptidil transferase.
Kloramfenikol pada dasarnya bersifat bakteriostatik; spectrum; dosis serta
kadarnya dalam darah mirip dengan tetrasiklin. Resistensi kloramfenikol
merupakan akibat dari perusakan obat oleh suatu enzim yang dikendalikan oleh
plasmid. Kloramfenikol merupakan obat pilihan pada infeksi Salmonella
simtomatik, misal demam tifoid; infeksi H. influenza oleh strain penghasil β-
laktamase; infeksi menigokokus pada penderita yang hipersensitif terhadap
penisilin; infeksi anaerob atau gabungan pada sistem saraf pusat; infeksi
riketsia berat; pengganti tertrasiklin.. (Wasitaningrum, 2009)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Inokulasi Ke MHA dan Penempelan Antibiotik

Inokulasi adalah menanam inokula secara aseptik ke dalam media steril


baik pada media padat maupun media cair. Inokula adalah bahan yang
mengandung mikroba baik dalam keadaan cair maupun padat. Tujuan
inokulasi adalah untuk memurnikan, mengidentifikasi, meremajakan, dan
menyimpan mikroba. Mueller Hinton Agar direkomendasikan untuk
metode difusi cakram pengujian kerentanan antibiotik. Mueller Hinton
sedang direkomendasikan oleh FDA, World Health Organization dan
NCCLS untuk pengujian yang paling sering ditemui bakteri anaerob
aerobik dan fakultatif dalam makanan dan bahan klinis. Medium
menunjukkan batch-ke-batch yang baik reproduktifitas. Ini rendah
sulfonamide, trimethoprim, dan inhibitor tetrasiklin dan menghasilkan
pertumbuhan yang paling memuaskan patogen non-pemilih. Infus daging
sapi dan Kasein memberikan senyawa nitrogen, vitamin, karbon, sulfur
dan asam amino di Mueller Hinton media. Pati ditambahkan untuk
menyerap semua metabolit beracun yang dihasilkan. Cakram kertas
diresapi dengan sejumlah antibiotik spesifik ditempatkan pada permukaan
medium. Itu piring diinkubasi dan zona inhibisi di sekitar setiap disk
diukur. Faktor yang berbeda mempengaruhi disk tes kerentanan difusi
sebagai konsentrasi inokulum, kedalaman agar, potensi disk, pH sedang
dan beta-laktamase produksi oleh organisme uji. Untuk menguji
streptokokus, suplementasi dengan 5% domba atau darah kuda defibrinasi
dianjurkan. Mueller Hinton media harus dilengkapi dengan 2% NaCl
untuk menguji methicillin atau oxacillin terhadap staphylococci. Mueller
Hinton media dengan Rabbit Serum digunakan untuk kerentanan
mikroorganisme sulfonamid dan trimetoprim. Antagonisme terhadap
aktivitas sulfonamide ditunjukkan oleh para-aminobenzoic acid (PABA)
dan analognya. Mengurangi aktivitas trimetoprim ditunjukkan pada
medium yang memiliki tingkat tinggi timidin. Kandungan PABA dan
thymine / thymidine dari media Mueller Hinton direduksi menjadi
minimum.Suspensi bakteri setara 0,5 McFarland diusap dengan cotton
bud dalam media MHA dalam cawan petri. Media dibiarkan mengering
selama 5 menit. Mueller-Hinton Agar telah terbukti menjadi salah satu
media paling efisien untuk digunakan dalam pengujian kerentanan anti-
bakteri. Tanpa penambahan darah itu dapat digunakan untuk pengujian
sensitivitas sulfonamide karena bebas dari sebagian besar antagonisnya
(nukleotida, dll.). Jika jenis tes ini dilakukan, zona penghambatan harus
diperiksa setelah 12-18 jam, sebelum pertumbuhan berlebih terjadi, karena
setelah 24 jam dapat mengganggu dengan uji sensitivitas sulfonamide.
Menggunakan inokulum kecil akan membantu pembentukan awal zona
inhibisi. Inokulum seharusnya 100 hingga 300 kali lipat lebih kecil dari
yang digunakan dalam pengujian antibiotik lain. (Details, n.d 2015.)

Pada media MHA yang telah berisi biakan murni S. Aureus, dibagi 3
bagian dengan memberi batas pada dengan garis pada plate. Kemudian
diberi label dengan 3 jenis antibiotic yaitu kloramfenikol, Ampisilin,
Amoksisilin. Kertas cakram antibiotik (Oxoid, Inggris) yang berisi
masing-masing kloramfenikol, Ampisilin, amoksisilin ditempelkan di
tengah media yang masing-masing sudah dibagi dengan diber garis.
Penempelan antibioik tilakukan di BSC agar media tidak ada kontaminasi
dari Bakteri lain. Media disimpan dalam incubator selama 24 jam. Setelah
24 jam maka akan terbentuk zona bening pada masing-masing antibiotic.
Zona hambat yang terbentuk diukur dengan jangka sorong. Kerentanan
dari organisme terhadap obat ditunjukkan dari ukuran zona yang nampak
pada media.
Details, P. (n.d.) 2015. MUELLER-HINTON AGAR Scharlau Microbiology -
Technical Data Sheet MUELLER-HINTON AGAR, (Mic), 11–13.

Putri, O. Y. K., Abrori, C., & Astuti, I. S. W. (2015). Uji Sensitivitas Amoksisilin
dan Eritromisin terhadap Infeksi Sekunder dari Spesimen Pasien Infeksi
Saluran Pernafasan Akut. E-Jurnal Pustaka Kesehatan, 3(1), 18–23.

Wasitaningrum, I. D. A. (2009). UJI RESISTENSI BAKTERI Staphylococcus


aureus dan Escherichia coli DARI ISOLAT SUSU SAPI SEGAR
TERHADAP BEBERAPA ANTIBIOTIK. Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah Surakarta Surakarta, 0–29.

Anda mungkin juga menyukai