Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

BAKTERIOLOGI III
UJI SENSITIVITAS ANTIBIOTIK

OLEH

NAMA : HASTUTI NASIR


NIM : 16 3145 353 016
KELAS :A
KELOMPOK :6

PRODI DIV ANALIS KESEHATAN


STIKES MEGA REZKY MAKASSAR
TAHUN AJARAN
2017-2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Meskipun sejak awal abad 20 antibiotok sebagia agen kemoterapi telah
suskes dalam memerangi penyakit infeksi oleh bakteri namun penyakit
infeksi menjadi penyebab utama kematian di seluruh dunia. Balteri penyebab
infeksi telah mengembangkan perlindungan terhadap senyawa biokimia
lingkungan, dan untuk resistensi terhadap antibiotik yang berbahaya bagi
mereka. Resistensi mikroorganisme patogen tersebut memberikan
perlindungan terrhadap intervensi kemoterapi antibiotik dan dapat
menyebabkan infeksi yang menjadi lebih sulit untuk disembuhkan.
Antibiotik merupakan senyawa alami maupun sintetik yang mempunyai
efek menekan atau menghentikan proses biokimiawi di dalam organisme,
khusus dalam proses infeksi oleh mikroba.
Pada prinspnya tes sinsitivitas terhadap antimikroba adalah penentuan
terhadap bakteri penyebab yang kemungkinan menunjukkan resistensi
terhadap suatu antimikroba atau kemampuan suatu antimikroba untuk
menghambat pertumbuhan bakteri yang tumbuh in vitro, sehingga dapat
dipilih sebagai antimikroba yang berpotensi utuk pengobatan.
Maka dari itu dilakukan suatu praktiikum untuk dapat mengetahui apakah
pada obat antibiotik yang digunakan dapat bereaksi atau peka atau sensitif
dan bahkan resisten terhadap sampel bakteri yang digunakan pada praktikum
ini.

B. TUJUAN PRAKTIKUM
Uji kepekaan bertujuan untuk menentukan antimikroba yang sensitive dan
dapat digunakan pada pengobatan terhadap infeksi yang disebabkan oleh
mikroba tertentu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penggunaan antibiotik dengan justifikasi yang kurang tepat dapat
mengakibatkan resistensi obat, meningkatkan morbiditas, mortalitas dan biaya
pengobatan.1,2 Pilihan penggunaan antibiotik yang tepat hanya dapat dilakukan
jika mengetahui bakteri penyebab yang paling memungkinkan dan pola
sensitifitas yang berlaku.3 Dengan mengetahui pola bakteri pada kultur dan
sensitifitasnya terhadap antibiotik maka pemilihan terapi empirik dapat
ditentukan. ( Katarnida Sri Sulastri, 2013).
Pengidentifikasian bakteri patogen penyebab infeksi perlu dilakukan, kultur
diikuti dengan uji kepekaan (sensitifitas) terhadap antibiotik. Waktu yang
diperlukan untuk melakukan kultur dari bakteri tumbuh sampai uji sensitifitas,
umumnya membutuhkan waktu 3 sampai 7 hari.( Katarnida Sri Sulastri, 2013).
Antibiotika adalah zat yang dibentuk oleh mikroorganisme yang dapat
menghambat atau membunuh pertumbuhan mikroorganime lain. Definisi ini harus
diperluas karena zat yang bersifat antibiotik dapat pula dibentuk oleh beberapa
hewan dan tanaman tinggi. Di samping itu berdasarkan antibiotika alam, dapat
pula dibuat antibiotika baru secara sintesis parsial yang sebagian mempunyai sifat
yang lebih baik. Sejak di temukan penisilin oleh Alexander Fleming sampai saat
ini sudah beribu-ribu antibiotika yang ditemukan, dan hanya sebagian kecil yang
dapat di pakai untuk maksud terapeutik. Yang berguna hanyalah antibiotika yang
mempunyai kadar hambatan minimum (KHM) in vitro lebih kecil dari kadar zat
yang di dapat dicapai dalam tubuh dan tidak toksik (Mutschler,1991: 634).
(Asriadi, 2012).
Antibiotika yang ideal sebagai obat harus memenuhi syarat-syarat (Jawetz,
2005: 159), (Asriadi, 2012).:
1. Mempunyai kemampuan untuk mematikan atau menghambat pertumbuhan
mikroorganisme yang luas (broad spectrum antibiotic)
2. Tidak menimbulkan terjadinya resistensi dari mikroorganisme patogen
3. Tidak menimbulkan efek samping (side effect) yang buruk pada host,
seperti reaksi alergi, kerusakan syaraf, iritasi lambung, dan sebagainya
4. Tidak mengganggu keseimbangan flora yang normal dari host seperti flora
usus atau flora kulit.
Berdasarkan mekanisme kerjanya antibiotika dibagi dalam beberapa
kelompok (Ganiswarna, 1995: 586):
1. Menghambat biosintesis dinding sel : Obat yang termasuk dalam
kelompok ini adalah penisilin, sefalosporin, basitrasin, vankomisin, dan
sikloserin. Dinding sel bakteri terdiri dari dari peptidoglikan yaitu suatu
kompleks polimer mukopetiptida (glikopeptida). Oleh karena itu, tekanan
osmotik dalam sel kuman lebih tinggi daripada di luar sel kuman, akan
menyebabkan terjadinya lisis yang merupakan efek dari bakterisida pada
kuman yang peka.
Contohnya : Ampicilin, Amoxicilin dan Cefadroxil
2. Menghambat metabolisme sel : Yang termasuk dalam kelompok ini adalah
kelompok sulfonamide, trimetomprim, asam p-aminosalisilat (PAS) dan
sulfon. Dengan mekanisme kerja ini diperoleh efek bakteriostatik.
Contohnya : Sulfametaxazol dan Cotrimoxazol.
3. Mengganggu membran sel : obat yang termasuk dalam kelompok ini
adalah polomiksin, golongan polien serta berbagai antimikroba
kemoterapeutik, misalnya antiseptic surface active agents.
Contohnya : Polimiksin B.
4. Menghambat sintesis protein : Obat yang termasuk dalam kelompok ini
adalah golongan aminoglikosida, makrolida, linkomisin, tetrasiklin,
kloramfenikol. Untuk kehidupannya, sel mikroba perlu mensintesis
berbagai protein. Sintesis protein berlangsung di ribosom dengan bantuan
m-RNA dan t-RNA. Pada bakteri, ribosom terdiri dari dua sub unit, yang
berdasarkan konstanta sedimentasi dinyatakan sebagai ribosom 30S dan
50S.
Contoh : Tetrasiklin, Kloramfenikol, Tiamfenikol dan Streptomisin.
5. Menghambat sintesis asam nukleat : Antimikroba yang termasuk golongan
ini adalah rifampisin, dan golongan kuinolon.
Contohnya : Rifampicin, Siprofloksasin dan Ofloksasin.
Resistensi adalah ketahanan suatu mikroorganisme terhadap suatu
antimikroba atau antibiotika tertentu (Djide. N, 2008: 367). Ada dua tipe utama
resistensi inang (J.Pelczar,1988: 590), (Asriadi, 2012).:
1. Resistensi spesifik, yang diarahkan terhadap mikroorganisme tertentu; dan
2. Resistensi nonspesifik atau alamiah.
Pada prinsipnya tes kepekaan terhadap antimikroba adalah penentuan
terhadap bakteri penyebab penyakit yang kemungkinan menunjukkan resistensi
terhadap suatu antimikrona atau kemampuan suatu antimikroba untuk
menghambta pertumbuhan bakteri yang tumbuh in vitro, sehingga dapat dipilih
sebagai antimikroba yang berpotensi untuk pengobatan. Uji kepekaan antimikrona
(antimicrobial susceptibility testing) digunakan pada isolat mikroba yang
didapatkan dari spesimen pasien untuk mendapatkan agen antimikroba yang tepat
untuk mengobati oenyakit infeksi yang disebabkan oleh mikroba tersebut.
(solehatri umiana, 2015).
Walaupun kondisi penting untuk pemeriksaan in vitro telah distandarkan
namun tidak ada kondisi in vitro yang mengambarkan kondisi yang sama dengan
keadaan in vivo tempat yang sebenarnya bakteri tersebut menginfeksi. (solehatri
umiana, 2015).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Alat Dan Bahan
1. Suspensi bakteri A dan B
2. NaCl 0,9%
3. Bunsen
4. Ose bulat
5. Sandar kekeruhan Mc Farland 1 %
6. Sandar kekeruhan Mc Farland 0,5%
7. 2 Tabung reaksi
8. 2 plate Media MHA
9. Swab steril
10. Antibiotik
a. Penicillin (P10)
b. Ampicillin (AMP10)
c. Chloramphenicol (C30)
d. Tetrasisiklin (TE)
e. Bacitrasin (B)
f. Eritromisin (E)
B. Prinsip Kerja
suspensi bakteri di isolasikan ke media MHA menggunakan swab steril
lalu didimakan selama 15 menit agar bakteri dan media terserap lalu di
masukkan satu persatu obat antibiotik berbentuk DIC dalam jarak 2 cm. Lalu
di inkubasi pada suhu 37oC selama 1 x 24 jam. Seetelah di inkubasi dilihat
apakah ada zona hambat yang terbentuk atau tidak ada zona hambat.
C. Cara Kerja
1. Suspensi koloni bakteri A
a. Larutan NaCl 0,9% kurang lebih 3 ml di masukkan kedalam
tabung reaksi.
b. Dipanasi ose bulat sampai memerah menggunakan api bunsen.
c. Diambil koloni bakteri A sebanyak 2-3 ose kemudian di
campurkan kedalam tabung reaksi yang berisi larutan NaCl
0,9% 3 ml.
d. Dihomogenkan kemudian di bandingkan dengan standar
kekeruhan Mc Farland 0,5%.
2. Suspensi koloni bakteri B
a. Larutan NaCl 0,9% kurang lebih 3 ml di masukkan kedalam
tabung reaksi.
b. Dipanasi ose bulat sampai memerah menggunkan api bunsen.
c. Diambil koloni bakteri B sebanyak 2-3 ose kemudian di
campurkan kedalam tabung reaksi yang berisi larutan NaCl
0,9% 3 ml.
d. Dihomogenkan kemuidan di bandingkan dengan standar
kekeruhan Mc Farland 1 %.
3. Isolasi suspensi bakteri A dengan metode swab pada media MHA.
a. Disiapkan swab steril, media MHA dan Suspensi bakteri A.
b. Dicelupkan swab seril kedalam suspensi bakteri A di putar
beberapa kali kemudian ditekan tekan pada dinding tabung
untuk membuang kelebihan inokulum.
c. Buka penutup cawan petrik yang berisi media MHA (pastikan
berada dekat dengan api bunsen).
d. Hapuskan swab steril secara merata pada permukaan media
MHA.
e. Tutup kembali cawan petrik
f. Diamkan selama 10-15 menit dalam suhu ruangan.
4. Isolasi suspensi bakteri B dengan metode swab pada media MHA.
a. Disiapkan swab steril, media MHA dan Suspensi bakteri B.
b. Dicelupkan swab seril kedalam suspensi bakteri A di putar
beberapa kali kemudian ditekan tekan pada dinding tabung
untuk membuang kelebihan inokulum.
c. Buka penutup cawan petrik yang berisi media MHA (pastikan
berada dekat dengan api bunsen).
d. Hapuskan swab steril secara merata pada permukaan media
MHA.
e. Tutup kembali cawan petrik
f. Diamkan selama 10-15 menit dalam suhu ruangan.
5. Proses penempelan antibiotik ke media MHA dari bakteri A
a. Dibuka penutup cawan petrik yang berisi media MHA
b. Diambil antibiotik penicillin menggunakan pinset
c. Diletakkan antibiotik kedalam media MHA lalu di tekan tekan
d. Diambil antibiotik ampicillin menggunakan pinset lalu di
letakkan kedalam media MHA kemudian di tekan tekan.
e. Begitupun dengan Antibiotik Chloramphenicol, Tetrasiklin,
Bacitrosin dan Eritromisin.
f. pastikan jarak antara antibiotik satu dengan antibiotik lainya
sejauh 2cm.
g. Ditutup kembali cawan petrik media MHA
h. Di inkubasi selama 1 x 24 jam dalam suhu 37oC.
6. Proses penempelan antibiotik ke media MHA dari bakteri B
i. Dibuka penutup cawan petrik yang berisi media MHA
j. Diambil Antibiotik Penicillin menggunakan pinset
k. Diletakkan Antibiotik kedalam media MHA lalu di tekan tekan
l. Diambil Antibiotik Ampicillin menggunakan pinset lalu di
letakkan kedalam media MHA kemudian di tekan tekan.
m. Begitupun dengan Antibiotik Chloramphenicol, Tetrasiklin,
Bacitrosin dan Eritromisin.
n. pastikan jarak antara antibiotik satu dengan antibiotik lainya
sejauh 2cm.
o. Ditutup kembali cawan petrik media MHA
p. Di inkubasi selama 1 x 24 jam dalam suhu 37oC.
7. Diukur panjang zona hambat yang terbentuk di sekitar cakram
antibiotik pada media MHA menggunkan penggaris pada bagian
bawah cawan petri dari tepi ke tepi zona hambatam melewati tengah
disk.
8. Catat diameter zone hambatan dan dibandingkan dengan tabel.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
1. TABEL
DISK ZONA HAMBAT
KODE
ANTIBIOTIK BAKTERI A BAKTERI B
Penicillin P 10 - -
Ampicillin AMP 10 - -
20 mm 20 mm
Chloramphenicol C 30
(Intermediant) (Sensitife)
15 mm 20 mm
Tetrasisiklin TE
(Intermediant) (Intermediant)
Bacitrasin B - -
15 mm 15 mm
Eritromisin E
(Intermediant) (Sensitife)

2. GAMBAR

Bakteri A Bakteri B
Proses isolasi koloni bakeri

Setelah di inkubasi 1 x 24 jam


Setelah penambahan antibiotik

B. PEMBAHASAN
Pada praktukum uji sensivitas antibiotik terdapat tiga kategori penilaian
yaitu sensitif, intermediet, dan resisten dengan melihat Diameter daya hambat
semua antibiotik diukur dengan melihat standar kepekaan dan dicatat.
Pada praktikum ini digunkan bakteri A dan B, dimana bakteri tersebut
sudah ditumbuhkan terlebih dahulu pada media yang sesuai. Proses uji
sensivits antibiotik dilakukan dengan mengambil 2 -3 koloni kuman dari
bakteri A lalu disuspensikan kedalam tabung yang berisi 3 ml larutan NaCl
0,9%, kemudian dihomogenkan lalu dibandingkan dengan standar kekeruhan
Mc Farland 0,5%. Fungsi dari pembadingan tersebut untuk memperoleh
jumlah kepadatan bakteri yang diinginkan. Mc Farland adalah konsentrasi
mikroba dengan menggunakan larutan BaCl2 dan H2SO4. Lalu diambil kapas
steril, dicelupkan kedalam suspensi kuman dan diputar beberapa kali
kemudian ditekan –telan pada dinding tabung untuk membuang kelebihan
inokulum.
Setelah itu di usapkan kapas steril pada media MHA (mueller hinton
agar) secara merata. Lalu di tutup cawan petri, di diamkan selama 10 -15
menit. Kemudian diletakkan cakram antibiotika yaitu Antibiotik
Chloramphenicol, Tetrasiklin, Bacitrosin dan Eritromisin pada permukaan
agar dan sedikit ditekan tekan dengan pinset atau jarum steril agar melekat
sempurna, jarak antara pusat ke pusat cakram tidak boleh krang 24 mm. Jarak
dari pinggir cawan petri minimal 15 mm. Cakram antibiotik yang telah
ditempelkan pada permukaan agar tidak boleh dipindahkan/ digeser.
Kemudian di inkubasi selama 1 x 24 jam dalam suhu 37oC dengan posisi
cawan petri terbalik.
Setelah di inkubasii diamati zone hambat yang terbentuk dengan
menggukur diameter zona hambat. Pengukuran dilakukan menggunkan
penggaris pada bagian bawah cawan petri dari tepi ketepi zone hambatan
melewati tengah disk. Pada bakteri A di dapatkan hasil uji antibiotik yaitu ada
tabel berikut :
DISK ANTIBIOTIK KODE ZONA HAMBAT
BAKTERI A
Penicillin P 10 -
Ampicillin AMP 10 -
Chloramphenicol C 30 25 mm
Tetrasisiklin TE 15 mm
Bacitrasin B -
Eritromisin E 15 mm
Dari tabel tersebut hanya antibiotik Tetracyline, Cloramphenicol dan
Eritromisin yang memiliki zona hambat dari 6 antibiotik yang digunakan.
Zona hambat yang terbentuk tersebut semuamya berkategorikan intermediant
sedangkan pada Antibiotik lainya berkategori resistensi dimana tidak adanya
Zona hambat yang terbentuk.
Pada bakteri B diambail kaloni bakteri sebanyak 2 -3 koloni kemudian
disuspensikan kedalam tabung yang berisi 3 ml larutan NaCl 0,9%, lalu
dihomogenkan, setelah d homogenkan dibandingkan dengan standar
kekeruhan Mc Farland 1 %. Fungsi dari pembadingan tersebut untuk
memperoleh jumlah kepadatan bakteri yang diinginkan. Mc Farland adalah
konsentrasi mikroba dengan menggunakan larutan BaCl2 dan H2SO4. Lalu
diambil kapas steril, dicelupkan kedalam suspensi kuman dan diputar
beberapa kali kemudian ditekan –telan pada dinding tabung untuk membuang
kelebihan inokulum.
Setelah itu di usapkan kapas steril pada media MHA (mueller hinton
agar) secara merata. Lalu di tutup cawan petri, di diamkan selama 10 -15
menit. Kemudian diletakkan cakram antibiotika yaitu Antibiotik
Chloramphenicol, Tetrasiklin, Bacitrosin dan Eritromisin pada permukaan
agar dan sedikit ditekan tekan dengan pinset atau jarum steril agar melekat
sempurna, jarak antara pusat ke pusat cakram tidak boleh krang 24 mm. Jarak
dari pinggir cawan petri minimal 15 mm. Cakram antibiotik yang telah
ditempelkan pada permukaan agar tidak boleh dipindahkan/ digeser.
Kemudian di inkubasi selama 1 x 24 jam dalam suhu 37oC dengan posisi
cawan petri terbalik.
Setelah di inkubasii, diamati zone hambat yang terbentuk dengan
menggukur diameter zona hambat. Pengukuran dilakukan menggunkan
penggaris pada bagian bawah cawan petri dari tepi ketepi zone hambatan
melewati tengah disk. Pada bakteri B di dapatkan hasil uji antibiotik pada
tabel berikut :
DISK ANTIBIOTIK KODE ZONA HAMBAT
BAKTERI B
Penicillin P 10 -
Ampicillin AMP 10 -
Chloramphenicol C 30 20 mm
Tetrasisiklin TE 20 mm
Bacitrasin B -
Eritromisin E 15 mm

Dari tabel tersebut bakteri B uji sensivitas antibiotik terdapat 3 zona


hambat yang terbentuk. Zone hambat chloramhenicol 20 mm termasuk
kategori sensitif, zone hambat Tetrasisiklin 20 mm termasuk kategori sensitif
sedangkan zone hambat Eritromisin 15 mm termasuk kategori resistensi
begitupun dengan antibiotik Penicillin, Ampicillin dan Bacitrasin termasuk
kategori resistensi karena tidak adanya zona hambat yang terbentuk.
Dikatakan resistensi pada antibiotik Eritromisin karena zone hambat yang
terbentuk sangat kurang lebar dengan ketentuan diamer Eritromisin yang
sensitif yaitu 18/lebih, maka dari itu dinyatakan resistensi.
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatatan tersebut dapat disimpulkan bahwa bakteri
A didapatkan hasil hanya antibiotik Tetracyline, Cloramphenicol dan Eritromisin
yang memiliki zona hambat dari 6 antibiotik yang digunakan. Zona hambat yang
terbentuk tersebut berkategorikan intermediant sedangkan pada Antibiotik lainya
berkategori resistensi dimana tidak adanya Zona hambat yang terbentuk,
sedangkan pada bakteri B terdapat 3 zona hambat yang terbentuk. Zone hambat
chloramhenicol 20 mm termasuk kategori sensitif, zone hambat Tetrasisiklin 20
mm termasuk kategori sensitif sedangkan zone hambat Eritromisin 15 mm
termasuk kategori intermediant.
DAFTAR PUSTAKA
Asriadi, 2012. ” Uji Sensitivitas Beberapa Antibiotika Terhadap Bakteri

Penyebab Infeksi Saluran Pernapasan Atas (Ispa) Di Rsud Syech

Yusuf Kab. Gowa”. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

Alauddin Makassar : Makassar.

Katarnida Sri Sulastri, 2013. “Pola Sensitifitas Bakteri Dan Penggunaan

Antibiotik”. Vol. 15, No. 2, Agustus 2013.

Soleha Tri Umiana, 2015.”Uji Kepekaan Antibiotik”. Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung : Lampung.

Anda mungkin juga menyukai