Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DI LABORATPRIUM


MIKROBIOLOGI

DOSEN PEMBIMBING

Andi Maya Kesrianti, S.Si. ,M.Kes

DISUSUN OLEH :

JUDMAINNAH

B1D120108

PROGRAM STUDI

DIV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

FAKULTAS TEKNOLOGI KESEHATAN

UNIVERSITAS MEGAREZKY MAKASSAR

TAHUN 2020

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang tidak terhingga dihaturkan ke hadapan (Tuhan Yang Maha Esa),

karena atas rahmat dan karunia-Nya, makalah yang berjudul “Kesehatan dan Keselamatan

kerja Laboratorium Mikrobiologi” dapat diselesaikan sesuai harapan.

Makalah ini disusun dengan mengerahkan segala pemikiran dan upaya yang ada,

termasuk bantuan dan bimbingan serta sumbang saran dari berbagai pihak, baik langsung

maupun tidak langsung.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari yang sempurna. Hal ini disebabkan

oleh keterbatasan penulis dalam pengetahuan, kemampuan menulis, mencari sumber dan

pengalaman. Oleh karena itu, segala kritik dan saran perbaikan sangat diharapkan. Semoga

makalah ini dapat menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi para pembaca.

Makassar, 21 November 2020

Penulis,

JUDMAINNAH

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................... i

DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR........................................................................................................... iii

DAFTAR TABEL............................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah......................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................... 3

1.4 Manfaat Penulisan......................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................. 4

2.1 Pengertian Laboratorium Mikrobiologi....................................................... 4

2.2 Sarana dan Prasarana Laboratorium Mikrobiologi...................................... 4

2.3 Alat Pelindung Diri Laboratorium Mikrobiologi......................................... 5

2.4 Standar Operasional Prosedur Laboratorium Mikrobiologi......................... 10

2.5 Jenis-Jenis Bahaya di Laboratorium Mikrobiologi...................................... 15

2.6 Sistem Manajemen K3 Laboratorium Mikrobiologi..................................... 21

BAB III PENUTUP............................................................................................................ 25

3.1 Simpulan....................................................................................................... 25

3.2 Saran.............................................................................................................. 26

DAFTAR PUSTAKA

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Safety Googles dan Safety Spectacles.............................................................. 6


Gambar 2.2 Jas Laboratorium............................................................................................. 8
Gambar 2.3 Masker Bedah.................................................................................................. 9
Gambar 2.4 Masker N95...................................................................................................... 10
Gambar 2.5 Pelindung Kepala............................................................................................. 10

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Faktor Kecelakaan Beserta Pencegahan dan Penanggulangannya............. 13

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam pekerjaan sehari-hari petugas laboratorium selalu dihadapkan pada bahaya-
bahaya tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagensia yang toksik, peralatan listrik
maupun gelas yang digunakan secara rutin. Secara garis besar bahaya yang dihadapi dalam
laboratorium dapat digolongkan dalam bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang
mudah terbakar atau meledak, bahan beracun, korosif dan kaustik, bahaya radiasi, luka
bakar, syok akibat aliran listrik, luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam,
dan bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit. Pada umumnya bahaya tersebut dapat
dihindari dengan usaha-usaha pengamanan, antara lain dengan penjelasan, peraturan serta
penerapan disiplin kerja. Pada kesempatan ini akan dikemukakan manajemen keselamatan
dan kesehatan kerja di laboratorium (Jhon, 2010).
UU No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yang dijabarkan dalam Peraturan
Menteri Tenaga Kerja No.5 tahun 1996 tentang SMK3 Pasal 3, menyebutkan bahwa
“setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak seratus orang atau lebih
dan atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau
bahan produksi mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran,
pencemaran dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan SMK3” (Jhon, 2010).
Keselamatan kerja dimaksudkan untuk mencegah, mengurangi, melindungi bahkan
menghilangkan resiko kecelakaan kerja (zero accident) pada tenaga kerja melalui
pencegahan timbulnya kecelakaan kerja yang diakibatkan dari mesin dan peralatan selama
melakukan kegiatan produksi (Jhon, 2010).
Secara lebih umum, laboratorium diartikan sebagai suatu tempat dilakukannya
percobaan dan penelitian. Dimana memiliki makna luas, karena tidak membatasi
laboratorium sebagai suatu ruangan. Laboratorium mikrobiologi adalah laboratorium yang
didesain secara khusus untuk keperluan praktikum atau eksperimen yang berhubungan
dengan mikrobiologi. Mikrobiologi merupakan cabang ilmu dari biologi yang khusus
mempelajari jasad-jasad renik. Mikrobiologi berasal dari bahasa Yunani, micros yang
berarti kecil dan bios yang berarti hidup, serta logos yang berarti ilmu pengetahuan (Lab
Tech, 2017).

1
2

Makhluk-makhluk hidup yang kecil tersebut disebut juga dengan mikroorganisme,


mikrobia, mikroba, atau jasad renik. Di laboratorium mikrobiologi tersedia segala
alat/instrumen dan reagen/bahan kimia yang mendukung dalam analisis dan identifikasi
mikroorganisme (Lab Tech, 2017).
Di laboratorium mikrobiologi diperlukan prinsip-prinsip keamanan dan keselamatan
kerja, mengingat bekerja dengan mikroorganisme juga mempunyai risiko yang sama
bahayanya dengan penggunaan bahan kimia maupun radioaktif. Dalam beberapa studi
kasus di laboratorium ada sekitar 20% dari seluruh kasus yang terjadi di laboratorium
terjadi dikarenakan terinfeksi oleh mikroorganisme-mikroorganisme yang merugikan, oleh
karena itu dalam bekerja di laboratorium perlu berhati-hati dan diperlukan prosedur
standar dan peralatan standar yang dapat menjamin keamanan dan keselamatan personil
laboratorium (Vikayanti, 2016).
Mengingat betapa pentingnya K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) dalam
melakukan kerja di laboratorium khususnya pada laboratorium mikrobiologi, maka
makalah ini disusun untuk menambah ilmu dan pengetahuan pembaca tentang K3 di
laboratorium mikrobiologi. Dari penjelasan di atas akan dibahas mengenai pengertian dan
fungsi laboratorium mikrobiologi, sarana dan prasarana, alat pelindung diri, Standar
Operasional Prosedur (SOP), jenis-jenis bahaya, dan Sistem Manajemen K3 (SMK3) yang
ada dan berlaku di laboratorium mikrobiologi.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang yang telah diuraikan, maka adapun rumusan masalah yang akan
dibahas, antara lain:
1. Apa itu laboratorium mikrobiologi?
2. Apa saja sarana dan prasarana di laboratorium mikrobiologi?
3. Apa saja Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan di laboratorium mikrobiologi?
4. Bagaimana SOP (Standar Operasional Prosedur) di laboratorium mikrobiologi?
5. Apa saja jenis-jenis bahaya di laboratorium mikrobiologi?
6. Bagaimana sistem manajemen K3 di laboratorium mikrobiologi?
3

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, adapun tujuan yang ingin
dicapai dalam penulisan makalah ini, antara lain:
1. Untuk mengetahui tentang laboratorium mikrobiologi.
2. Untuk mengetahui sarana dan prasarana di laboratorium mikrobiologi.
3. Untuk mengetahui Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan di laboratorium
mikrobiologi.
4. Untuk mengetahui SOP (Standar Operasional Prosedur) di laboratorium mikrobiologi.
5. Untuk mengetahui jenis-jenis bahaya di laboratorium mikrobiologi.
6. Untuk mengetahui Sistem Manajemen K3 di laboratorium mikrobiologi.

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat yang dapat diambil dari penulisan makalah ini, antara lain:
1. Bagi penulis, diharapkan dapat menambah wawasan penulis terkait disiplin ilmu yang
ditulis dalam makalah ini.
2. Bagi pelajar dan mahasiswa, makalah ini dapat digunakan sebagai salah satu data dan
fakta sebagai bahan acuan yang digunakan dalam pembelajaran.
3. Bagi masyarakat, makalah ini diharapkan dapat menambah ilmu dan pengetahuan
masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Laboratorium Mikrobiologi


Secara umum laboratorium mikrobiologi mempelajari tentang mikrooganisme yaitu
virus, bakteri, jamur yang meliputi diagnostik (isolasi dan identifikasi), prognosis pada
kasus infeksi, pedoman dalam pengobatan, mencari sumber infeksi (misal pada kasus
ledakan penyakit infeksi). Laboratorium mikrobiologi sendiri merupakan laboratorium
yang mempelajari, menyimpan dan dan melakukan pelayanan dalam bidang mikrobiologi
yang meliputi bakteri, virus dan jamur. Fungsi utama laboratorium mikrobiologi,
membantu menegakkan diagnosis penyakit infeksi yang disebabkan oleh mikroba,
melakukan uji kepekaan serta penelitian-penelitian yang berkaitan dengan mikroba.
Mikroba yang diteliti sekalipun sterilitas merupakan hal yang mutlak pada pemeriksaan
mikrobiologi. Steritas yang tidak dilakukan akan mengakibatkan hasil yang yang diperoleh
bukanlah hal kuman yang sesungguhnya namun kuman kontaminan (Black, 2008).

2.2 Sarana dan Prasarana Laboratorium Mikrobiologi


Laboratorium Mikrobiologi harus mempunyai sejumlah alat yang dapat menunjang
proses praktikum dan penelitian di dalamnya. Di antara alat-alat tersebut, ada alat-alat
yang khusus digunakan di dalam Laboratorium Mikrobiologi dan ada juga yang tidak.
Alat-alat tersebut antara lain autoklaf, oven, inkubator statis, shaker incubator atau
inkubator kocok, waterbath shaker incubator, vorteks, desikator, transfer box, anaerobic
jar, sentrifugator, spektrofotometer, dan lain sebagainya. Beberapa contoh alat-alat
laboratorium mikrobiologi di antaranya adalah :
1. Ose / Jarum Inokulum (inoculating loop),
2. Mikropipet (Micropippete) dan Tip,
3. Tabung reaksi (Reaction Tube / Test Tube),
4. Labu Erlenmeyer (Erlenmeyer Flask),
5. Beaker Glass,
6. Gelas ukur (Graduated Cylinder),
7. Cawan Petri (Petri Dish),
8. Batang L (L Rod),
9. Tabung Durham (Durham Tube),
10. Termometer (thermometer),
4
5

11. Pembakar Bunsen (Bunsen Burner),


12. Hot plate stirrer dan Stirre bar,
13. Autoklaf (Autoclave),
14. Oven,
15. Inkubator (Incubator),
16. Penangas air (Water bath),
17. PH Meter,
18. Timbangan digital / neraca digital,
19. Biological Safety Cabinet / Laminar Air Flow,
20. Colony counter,
21. Mikroskop Cahaya (Brightfield Microscope),
22. Mikroskop stereo (Zoom Stereo Microscope),
23. Desikator,
24. Vorteks,
25. Sentrifugator, dan
26. Spektrofotometer (Cappuccino dan Sherman, 2002).

2.3 Alat Pelindung Diri Laboratorium Mikrobiologi


Perlengkapan yang digunakan tergantung pada jenis pekerjaan, alat-alat, dan bahan
yang digunakan diantaranya:
1. Pelindung Mata
Pelindung mata digunakan pada semua area yang berpotensi untuk menghasilkan
cipratan atau luka pada mata. Tidak hanya berlaku bagi orang yang bekerja langsung,
tetapi juga bagi orang yang berada di area itu walaupun sementara. Jenis pelindung mata
yang diperlukan tergantung pada jenis bahaya. Untuk penanganan bahan kimia secara
umum, kaca mata pengaman dengan pelindung sudah cukup. Ketika ada resiko cipratan
bahan kimia, diperlukan google (Dennis, 1978).
Bagi pengguna lensa kontak, sebaiknya kontaknya lensa tidak digunakan
dilaboratorium, karena jika larutan korosif memercikan ke mata, reflex alami untuk
memejamkan mata akan menyulitkan pengembalian kontak lensa. Selain itu, bahan plastic
pembuat kontak lensa dapat tertembus beberapa jenis uap yang ada dilaboratorium. Uap
tersebut dapat terterjebak di belakang lensa dan menyebabkan iritasi yang luas pada mata
(Dennis, 1978).
6

Keberadaan lensa pun akan mencegah air mata untuk menghapus iritan. Jika kontak
lensa ingin tetap digunakan, maka harus dilindungi dengan goggle  yang didesain khusus
untuk pengguna kontak lensa (Dennis, 1978).
Kacamata safety adalah kacamata safety equipment yang didesain khusus bagi para
penggunanya yang bekerja di area risiko tinggi dan juga standar kesehatan keselamaan
kerja (K3). Kacamata ini dapat melindungi mata dari bahan cairan berbahaya, partikel
mikro, dan juga bahan lain yang dapat membahayakan mata. Bahan dari kacamata ini
mempunyai ketahanan yang tinggi guna melindungi mata dengan lensa yang tahan oleh
benturan dan frame dari plastik atau logam (Dennis,1978).

Gambar 2.1 Safety Googles dan Safety Spectacles (Dennis, 1978)

Kacamata pelindung adalah alat yang digunakan untuk melindungi mata dari bahaya
loncatan benda tajam, debu, partikel-partikel kecil, mengurangi sinar yang menyilaukan
serta percikan bahan kimia (Suma’mur, 2009).
Kacamata pelindung terdiri dari 2 jenis yaitu :
a. Safety spectacles, berbentuk kacamata biasa dan hanya dapat melindungi mata dari
bahaya loncatan benda tajam, debu, partikel-partikel kecil dan mengurangi sinar yang
menyilaukan. Biasanya dipakai pada proses menyolder dan proses pemotongan kaki
komponen.
b. Safety googles, kacamata yang bentuknya menempel tepat pada muka. Dengan safety
googles, mata dapat terlindung dari bahaya percikan bahan kimia, asap, uap, debu dan
loncatan benda tajam. Biasanya dipakai oleh teknisi mesin produksi (Suma’mur,
2009).

2. Sarung Tangan
Banyak materi berbahaya yang dapat terserap masuk ke dalam kulit. Oleh karena itu,
sarung tangan pelindung harus digunakan ketika kulit berpotensi terkena tumpahan atau
kontaminasi. Sarung tangan yang digunakan harus disesuaikan dengan jenis pekerjaan
(Suma’mur, 2009).
7

Untuk bekerja dengan larutan asam, alkali atau pelarut organic, sarung tangan dari
karet alami, neoprene atau nitrile yang sebaiknya digunakan. Untuk menangani onjek
panas, sarung tangan yang digunakan harus tahan panas sedangkan sarung tangan khusus
harus  digunakan  untuk menagani objek yang sangat dingin seperti nitrogen cair
(Suma’mur, 2009).
Sebelum digunakan, sarung tangan harus diperiksa terlebih dahulu jika terdapat
bagian yang luntur, sobek atau rusak. Sebelum dilepaskan, sarung tangan yang tidak
dibuang dan akan dipakai lagi harus dicuci seluruhnya baik dengan air atau dengan dengan
air dan sabun. Sarung tangan yang telah terkontaminasi harus dibuang secepatnya. Selalu
cuci tangan segera setelah membuang sarung tangan yang telah terkontaminasi dan
lepaslah sarung tangan sebelum meninggalkan tenpat kerja untuk mencegah kontaminasi
pada gagang pintu telepon, sakelar listrik, dan lain-lain (Suma’mur, 2009).
Sarung tangan adalah perlengkapan yang digunakan untuk melindungi tangan dari
kontak bahan kimia, tergores atau lukanya tangan akibat sentuhan dengan benda runcing
dan tajam. Sarung tangan biasanya dipakai pada proses persiapan bahan kimia,
pemasangan komponen yang agak tajam, proses pemanasan dan lain sebagainya
(Suma’mur, 2009).
Jenis-jenis sarung tangan diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Sarung tangan katun (cotton gloves), digunakan untuk melindungi tangan dari
tergores, tersayat dan luka ringan.
b. Sarung tangan kulit (leather gloves), digunakan untuk melindungi tangan dari
tergores, tersayat dan luka ringan.
c. Sarung tangan karet (rubber gloves), digunakan untuk melindungi tangan dari kontak
dengan bahan kimia seperti oli, minyak, perekat dan grease.
d. Sarung tangan electrical, digunakan untuk melindungi tangan dari kontak dengan arus
listrik yang bertegangan rendah sampai tegangan tinggi (Suma’mur, 2009).

3. Pakaian (Jas Laboratorium)


Pakaian longgar atau sobek harus dihindari karena berpotensi untuk terbakar
terkecuali mengunakan jas laboratorium, absorpsi dan terkait pada mesin. Perhiasan yang
menggantung dan rambut panjan juga memiliki resiko yang serupa. Cincin atau perhiasan
yang yang sulit dilepaskan sebaiknya dihindai karena cairan yang korosif atau yang dapat
mengiritasi dapat mengiritasi kulit (Dennis, 1978).
8

Jas laboratorium harus digunakan selama berada di laboratorium ketika terdapat


infeksi atau bahaya bahan kimia. Jas laboratorium dan perlengkapan pelindung lainnya
jangan digunakan diluar laboratorium untuk mencegah kontaminasi luar area
laboratorium. Sepatu tertutup harus digunakan selama berada di laboratorium karena
sandal dan sepatu terbuka membuat kaki berisiko untuk terkena tumpahan zat kimia yang
mengiritasi atau korosif (Dennis, 1978).
Jas laboratorium adalah salah satu Alat Pelindung Diri yang wajib digunakan oleh
para pekerja di lingkungan laboratorium. Hal ini berarti bahwa jas lab tidak hanya
digunakan oleh para analis tapi juga para pekerja lain yang berada di laboratorium.
Penggunaan jas lab juga menjadi seragam sederhana bagi para profesiaonal di bidang
laboratorium. Jas laboratorium untuk mencegah kotornya pakaian. Pakaian pelindung
harus nyaman dipakai dan mudah untuk dilepaskan bila terjadi kecelakaan atau pengotoran
oleh bahan kimia (Dennis, 1978).

Gambar 2.2 Jas Laboratorium (Dennis, 1978)

4. Masker
Masker digunakan sebagai penutup mulut dan hidung untuk menyaring partikel-
partikel kimia maupun bahan partikulat. Masker merupakan perlindungan terhadap
masuknya bahan berbahaya ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan. Dalam
menggunakan masker sebaiknya dipakai hanyasatu kali saja, jadi setelah pemakaian
masker tersebut langsung dibuang (Suma’mur, 2009).
9

Dalam dunia kesehatan dikenal 2 macam jenis masker yang umum di gunakan antara
lain :
a. Masker Biasa
Masker biasa atau yang dikenal dengan nama masker bedah (surgical mask) yang
sudah umum digunakan masyarakat umum, biasanya memiliki bagian luar berwarna hijau
muda dan bagian dalamnya berwarna putih serta memiliki tali/karet untuk memudahkan
terpasang ke bagian belakang kepala atau telinga (Suma’mur, 2009).
Disebut masker bedah (surgical mask)  karena biasanya dipergunakan oleh tenaga
kesehatan ketika melakukan tindakan operasi dan efektif  sebagai penghalang  cairan dari
mulut  dan hidung sehingga tidak menkontaminasi sekeliling (Suma’mur, 2009).

Gambar 2.3 Masker Bedah (Suma’mur, 2009)

b. Masker N95
Sekilas masker N95 mungkin terlihat sama dengan masker umum lainnya. Namun
ternyata, masker ini memiliki fungsi yang berbeda. Jika masker bedah (yang biasa ditemui
berwarna hijau dengan sisi lain berwarna putih) mampu melindungi kuman bagi
pemakaianya, masker N95 justru melindungi pemakainya dari partikel udara di
sekitar. Penelitian juga mengatakan kalau masker N95 memiliki pori-pori lebih kecil dari
masker umumnya, karena itu masker ini mampu memberikan perlindungan lebih baik
terhadap partikel halus seperti debu (Dennis, 1978).
Masker N95 ini telah diuji coba oleh Personal Protective Laboratorium Teknologi
Nasional (NPPTL) dan telah melalui standardisasi Institut Nasional Keselamatan dan
Kesehatan Kerja di Amerika Serikat (NIOSH). Maka dari itu, akan lebih sering melihat
masker N95 digunakan oleh para pekerja industri atau lapangan (Dennis, 1978).
10

Gambar 2.4 Masker N95 (Dennis, 1978)

5. Pelindung Kepala

Maksud penggunaan tutup kepala yaitu menghindari jatuhnya mikroorganisme yang


ada di rambut dan kulit kepala petugas pada alat-alat/daerah steril serta demikian
sebaliknya membuat perlindungan kepala/rambut petugas dari percikan bahan-bahan dari
pasien (Dennis, 1978).

Gambar 2.5 Pelindung Kepala (Dennis, 1978).

2.4 Standar Operasional Prosedur Laboratorium Mikrobiologi


Standar Operasional Prosedur (SOP) di laboratorium mikrobiologi adalah sebagai
berikut.
1. Setiap orang yang akan masuk ke laboratorium, sebelumnya harus mendapat ijin dari
petugas laboratorium dan mengisi daftar hadir/buku pengguna lab.
11

2. Petugas laboratorium harus memberikan induksi keselamatan terlebih dahulu kepada


orang-orang yang baru masuk ke dalam laboratorium.
3. Kenali jenis bahaya dan risiko , kimia, biologi, listrik, ergonomic, kebakaran,
kejatuhan.
12

4. Gunakan jas Lab setiap akan memulai bekerja di laboratorium (untuk dosen, laboran,
dan praktikan).
5. Gunakan alat pelindung diri (APD), seperti : kacamata keselamatan/googles, sepatu
tertutup, sarung tangan/gloves, pelindung telinga (jika bekerja dalam kebisingan),
pelindung wajah, rambut diikat. Serta dilarang memakai sandal dan sepatu sandal.
6. Pastikan sarung tangan yang digunakan sesuai dengan bahan kimia yang digunakan.
7. Pengguna Laboratorium (Dosen, Mahasiswa, Laboran, Peneliti) dilarang Makan dan
Minum di seluruh ruangan laboratorium. Bila perlu dilakukan kegiatan makan dan
minum di laboratorium dalam rangka praktikum atau penelitian, maka harus dilakukan
di bawah pengawasan oleh dosen yang bersangkutan dan dilakukan di area yang
ditetapkan.
8. Dilarang memakai kosmetik/berdandan, merokok, menggunakan kontak lensa
(terutama saat dekat dengan bahan-bahan yang mudah terbakar), menggunakan
perhiasan.
9. Dilarang berlari-larian dan bercanda di dalam laboratorium.
10. Bekerja dengan bahan kimia karsinogenik, toksik, dan embriotoksin, cryogenic,
herbisida/pestisida, peroxide, bahan kimia yang sensitive terhadap bahan organic dan
goncangan, sianida, asam fluoride dan tabung gas harus selalu mengacu pada MSDS
(Material Safety Data Sheet).
11. Jangan memipet larutan dengan menggunakan mulut, gunakanlah alat pipet mekanis
secara hati-hati.
12. Ikuti semua prosedur penggunaan alat dan jangan gunakan peralatan atau instrument
apapun tanpa adanya pengawasan dari supervisor/dosen dan laboran, saat
menggunakan peralatan apapun di laboratorium.
13. Matikan semua peralatan listrik bila tidak digunakan.
14. Semua peralatan yang harus ditinggalkan menyala semalaman harus diberi label serta
dituliskan nama dan nomor telepon yang bisa dihubungi (diletakkan di sekitar alat dan
dipintu masuk laboratorium).
15. Pengguna lab harus melakukan “house keeping” yang baik, yaitu :
a. Menjaga kebersihan lantai dan jaga agar tetap kering
b. Jaga kebersihan dan kerapihan meja lab : bahan kimia dan peralatan yang tidak
digunakan jangan disimpan di atas meja lab.
c. Bersihkan tempat kerja dan peralatan setelah digunakan.
13

d. Pelihara kebersihan dan kerapihan bagian dalam dan sekitar lemari asam.
14

e. Amati semua tanda-tanda keselamatan setiap saat.


f. Bila meninggalkan laboratorium, matikan semua peralatan yang telah digunakan.
16. Cucilah kulit dengan air mengalir bila terkontaminasi oleh asam atau basa (jika perlu
mintalah pertolongan dokter).
17. Mata yang terkena bahan kimia harus dibilas dengan air mengalir selama 15 menit dan
perlu dicari pertolongan dokter secepatnya.
18. Segala tumpahan harus dilaporkan pada supervisor dan ditangani secepatnya. Material
harus segera dibersihkan dan disediakan tempat pembuangan untuk gelas dan material.
19. Cucilah tangan dan bukalah jas lab setelah menyelesaikan pekerjaan di laboratorium
(dosen, laboran, praktikan) sebelum meninggalkan labor (Benson, 2001).
Tata tertib laboratorium dapat dibedakan atas tata tertib umum dan tata tertib khusus.
Tata tertib umum adalah tata tertib yang berlaku bagi semua orang yang bekerja di
laboratorium baik itu siswa, guru ataupun pegawai lain yang memasuki laboratorium. Tata
tertib khusus menyangkut tata tertib yang berhubungan dengan prosedur kerja dan berlaku
di kalangan tertentu misalnya para guru atau pimpinan sekolah dan tidak perlu diketahui
siswa (Benson, 2001).
Hal-hal yang perlu diatur dan dikemukakan dalam tata tertib umum berhubungan
dengan :
a. Disiplin waktu melaksanakan dan mengikuti kegiatan laboratorium.
b. Cara berpakaian untuk bekerja di laboratorium.
c. Cara bertutur kata dan berperilaku di dalam laboratorium.
d. Barang bawaan yang boleh dan yang tidak boleh dibawa ke dalam dan luar
laboratorium.
e. Prosedur peminjaman, pemakaian dan pengembalian alat-alat laboratorium.
f. Keselamatan kerja dan keselamatan alat-alat laboratorium.
g. Pemeliharaan keamanan, kebersihan dan kenyamanan laboratorium (Benson, 2001).
Pertolongan pertama (First Aid) di tempat kerja merupakan usaha pertolongan segera
kepada penderita sakit atau cedera di tempat kerja dengan penanganan medis dasar. Medis
dasar adalah tindakan perawatan berdasarkan ilmu kedokteran yang dapat dimiliki oleh
awam atau awam yang terlatih secara khusus. Batasannya adalah sesuai dengan sertifikat
yang dimiliki oleh Pelaku Pertolongan Pertama (First Aider). First Aider tidak dapat
menggantikan tenaga medis, tetapi hanya memberikan pertolongan awal terhadap korban
yang sakit atau cedera (Cappuccino dan Sherman, 2002).
15

Tujuan pertolongan pertama di tempat kerja adalah :


a. Menyelamatkan jiwa di tempat kerja.
b. Memberikan rasa nyaman dan menunjang proses penyembuhan.
c. Mencegah terjadinya hal yang lebih buruk pada korban.
d. Menenangkan penderita atau korban yang terluka di tempat kerja (Cappuccino dan
Sherman, 2002).
Peranan First Aider sangat penting dalam keadaan darurat, mereka bertanggungjawab
terhadap beberapa hal, yaitu:
a. Melakukan identifikasi dan evaluasi keadaan, bahwa tindakannya tidak
membahayakan dirinya maupun orang lain.
b. Melakukan penilaian dengan baik sehingga penatalaksanaan penderita dapat
dilakukan sebaik-baiknya dan memastikan bahwa tidak ada yang terlewat, dengan
cara melihat bagaimana kondisinya, kemungkinan apa saja yang akan terjadi, dan
bagaimana cara mengatasinya.
c. Memberikan pertolongan segera, tepat, memadai, dengan mengingat bahwa korban
bisa saja mengalami lebih dari satu cedera, dan bahwa korban yang satu lebih perlu
diperhatikan dari pada yang lainnya.
d. Jangan menunda-nunda pengiriman korban ke tenaga medis atau rumah sakit sesuai
dengan tingkat keseriusan sakit atau cedera korban setelah diberikan pertolongan
pertama seperlunya (Cappuccino dan Sherman, 2002).
Usaha yang dapat dilakukan oleh First Aider harus menekankan pada upaya:
a. Memelihara jalur udara bebas untuk masuk sistem pernafasan (Airway)
b. Memulihkan kembali fungsi sistem pernafasan (Breathing)
c. Memulihkan kembali sistem sirkulasi darah yang cukup (Circulation) (Cappuccino
dan Sherman, 2002).
Secara umum tahap yang harus dikerjakan dalam memberikan pertolongan pertama
pada saat datang di lokasi kejadian adalah :
a. Memastikan keselamatan penolong.
b. Penolong harus memperkenalkan diri bila memungkinkan, yaitu nama penolong,
nama organisasi/pekerjaan, permintaan izin untuk menolong kepada penderita atau
orang sekitar.
c. Menentukan keadaan umum kejadian dan mulai melakukan penilaian dini dari
penderita.
d. Mengenali dan mengatasi cedera yang mengancam nyawa.
16

e. Menstabilkan penderita dan meneruskan pemantauan.


f. Meminta bantuan bila dianggap perlu.
g. Menghentikan pendarahan dengan cara menekan langsung di atas luka.
h. Jangan memberi apapun kepada korban lewat mulut bila korban tidak sadar atau
setengah sadar.
i. Menenangkan kondisi korban dengan cara yang tepat dan penolong harus dalam
keadaan tenang pula.
j. Mengupayakan bantuan medis dengan cepat (Cappuccino dan Sherman, 2002).
Jhon (2010) menyebutkan kecelakaan yang terjadi di laboratorium
mikrobiologi dapat diakibatkan beberapa faktor  dan penanggulangannya seperti
berikut ini :

Tabel 2.1 Faktor Kecelakaan Beserta Pencegahan dan Penanggulangannya


Jenis Kecelaakan Cara Pencegahannya Pertolongan yang Diberikan
Syok Listrik Tempelkan gambar orang Matikan sumber listrik, cabut
menggunakan sandal atau sambungan sumber, jangan
sepatu saat memegang korban kesetrum,
menghubungkan listrik tenangkan korban, dan bawa
ke sumbernya di dinding- ke dokter.
dinding laboratorium.
Kebakaran Jauhkan zat yang mudah Basahi handuk dan kurungkan
terbakar dari api. ke atas api yang menyala,
siapkan tabung pemadam
kebakaran. Dan jauhkan
bahan-bahan lain yang mudah
terbakar dari api.
Terhirup gas beracun - Jangan Usahakan pasien untuk
menghirup gas muntah, bawa ke tempat yang
sembarangan. tenang dan udara bersih,
-  Gunakan masker berikan minum air hangat.
jika hendak
praktikum kimia.
Tersiram zat kimia -  Jangan letakkan Jangan langsung dilap bagian
zat kimia di tepi kulit yang terkena cairan.
meja. Alirkan air ke atas bagian kulit
17

- Gunakan pakaian yang terkena tumpahan.


khusus ketika
akan bekerja
dengan bahan-
bahan kimia.
-    Bacalah dengan
teliti label zat
yang ada di
botol.

2.5 Jenis-Jenis Bahaya di Laboratorium Mikrobiologi


Menurut Jhon (2010), jenis-jenis bahaya dalam laboratorium diantaranya adalah :
a. Kebakaran, sebagai akibat penggunaan bahan-bahan kimia yang mudah terbakar
seperti pelarut organik, aseton, benzene, etil alcohol, etil eter, dll.
b. Ledakan, sebagai akibat reaksi eksplosif dari bahan-bahan reaktif seperti oksidator.
c. Keracunan bahan kimia yang berbahaya, seperti arsen, timbal, dll.
d. Iritasi yaitu peradangan pada kulit atau saluran pernapasan dan juga pada mata
sebagai kontak langsung dengan bahan-bahan korosif.
e. Luka pada kulit atau mata akibat pecahan kaca, logam, kayu dll
f. Sengatan listrik.
 Beberapa sumber bahaya yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dapat
dikategorikan sebagai berikut:
1. Bahan Kimia
Meliputi bahan mudah terbakar, bersifat racun, korosif, tidak stabil, sangat reaktif, dan
gas yang berbahaya. Penggunaan senyawa yang bersifat karsinogenik dalam industri
maupun laboratorium merupakan problem yang signifikan, baik karena sifatnya yang
berbahaya maupun cara yang ditempuh dalam penanganannya. Beberapa langkah yang
harus ditempuh dalam penanganan bahan kimia berbahaya meliputi manajemen, cara
pengatasan, penyimpanan dan pelabelan, keselamatan di laboratorium, pengendalian dan
pengontrolan tempat kerja, dekontaminasi, disposal, prosedur keadaan darurat, kesehatan
pribadi para pekerja, dan pelatihan. Bahan kimia dapat menyebabkan kecelakaan melalui
pernafasan (seperti gas beracun), serapan pada kulit (cairan), atau bahkan tertelan melalui
mulut untuk padatan dan cairan. Bahan kimia berbahaya dapat digolongkan ke dalam
beberapa kategori yaitu, bahan kimia yang eksplosif (oksidator,  logam aktif, hidrida, alkil
18

logam, senyawa tidak stabil secara termodinamika, gas yang mudah terbakar, dan uap
yang mudah terbakar) (Harley, 2002).
19

Bahan kimia yang korosif (asam anorganik kuat, asam anorganik lemah, asam organik
kuat, asam organik lemah, alkil kuat, pengoksidasi, pelarut organik). Bahan kimia yang
merusak paru-paru (asbes), bahan kimia beracun, dan bahan kimia karsinogenik (memicu
pertumbuhan sel kanker), dan teratogenik (Harley, 2002).
Keracunan akibat penyerapan zat kimia beracun (toxic) baik melalui oral maupun
kulit. Keracunan dapat bersifat akut atau kronis. Akut artinya dapat memberikan akibat
yang dapat dilihat atau dirasakan dalam waktu singkat. Misalnya, keracunan fenol dapat
menyebabkan diare dan keracunan karbon monoksida dapat menyebabkan pingsan atau
kematian dalam waktu singkat.  Kronis artinya pengaruh dirasakan setelah waktu  yang
lama, akibat  penyerapan bahan kimia yang terakumulasi terus menerus. Contoh
menghirup udara benzena, kloroform, atau karbon tetraklorida terus menerus dapat
menyebabkan sakit hati (lever). Uap timbal dapat menyebabkan kerusakan dalam darah
(Harley, 2002).
 Iritasi dapat berupa luka, atau peradangan pada kulit, saluran pernapasan dan mata
akibat kontak dengan bahan kimia korosif, seperti asam sulfat, gas klor, dll. Luka kulit
dapat terjadi sebagai akibat bekerja dengan alat gelas. Kecelakaan ini sering terjadi pada
tangan atau mata karena pecahan kaca (Harley, 2002).
 Luka  bakar  atau  kebakaran  disebabkan  kurang  hati-hati  dalam  menangani
pelarut- pelarut organik yang mudah terbakar, seperti eter dan etanol. Hal yang sama dapat
diakibatkan oleh peledakan bahan reaktif peroksida dan perklorat (Harley, 2002).

2. Aliran Listrik
Penggunaan peralatan dengan daya yang besar akan memberikan kemungkinan-
kemungkinan untuk terjadinya kecelakaan kerja. Beberapa faktor yang harus diperhatikan
antara lain:
a. Pemakaian safety switches yang dapat memutus arus listrik jika penggunaan melebihi
limit/batas yang ditetapkan oleh alat.
b. Improvisasi terhadap peralatan listrik harus memperhatikan standar keamanan dari
peralatan.
c. Penggunaan peralatan yang sesuai dengan kondisi kerja sangat diperlukan untuk
menghindari kecelakaan kerja.
20

d. Berhati-hati dengan air. Jangan pernah meninggalkan perkerjaan yang memungkinkan


peralatan listrik jatuh atau bersinggungan dengan air. Begitu juga dengan semburan
air yang langsung berinteraksi dengan peralatan listrik.
e. Berhati-hati dalam membangun atau mereparasi peralatan listrik agar tidak
membahayakan penguna yang lain dengan cara memberikan keterangan tentang
spesifikasi peralatan yang telah direparasi.
f. Pertimbangan bahwa bahan kimia dapat merusak peralatan listrik maupun isolator
sebagai pengaman arus listrik. Sifat korosif bahan kimia dapat menyebabkan
kerusakan pada komponen listrik.
g. Perhatikan instalasi listrik jika bekerja pada atmosfer yang mudah meledak. Misalnya
pada lemari asam yang digunakan untuk pengendalian gas yang mudah terbakar.
h. Pengoperasian suhu dari peralatan listrik akan memberikan pengaruh pada bahan
isolator listrik. Temperatur sangat rendah menyebabkan isolator akan mudah patah
dan rusak. Isolator yang terbuat dari bahan polivinil clorida (PVC) tidak baik
digunakan pada suhu di bawah 0 ºC. Karet silikon dapat digunakan pada suhu –50 ºC.
Batas maksimum pengoperasian alat juga penting untuk diperhatikan. Bahan isolator
dari polivinil clorida dapat digunakan sampai pada suhu 75 ºC, sedangkan karet
silikon dapat digunakan sampai pada suhu 150 ºC (Harley, 2002).

3. Radiasi
Radiasi dapat dikeluarkan dari peralatan semacam X-ray difraksi atau radiasi internal
yang digunakan oleh material radioaktif yang dapat masuk ke dalam badan manusia
melalui pernafasan, atau serapan melalui kulit. Non-ionisasi radiasi seperti ultraviolet,
infra merah, frekuensi radio, laser, dan radiasi elektromagnetik dan medan magnet juga
harus diperhatikan dan dipertimbangkan sebagai sumber kecelakaan kerja (Harley, 2002).

4. Mekanik.
Walaupun industri dan laboratorium modern lebih didominasi oleh peralatan yang
terkontrol oleh komputer, termasuk di dalamnya robot pengangkat benda berat, namun
demikian kerja mekanik masih harus dilakukan. Pekerjaan mekanik seperti transportasi
bahan baku, penggantian peralatan habis pakai, masih harus dilakukan secara manual,
sehingga kesalahan prosedur kerja dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Peralatan
keselamatan kerja seperti helmet, sarung tangan, sepatu, dan lain-lain perlu mendapatkan
perhatian khusus dalam lingkup pekerjaan ini (Harley, 2002).
21

5. Api
Hampir semua laboratorium atau industri menggunakan bahan kimia dalam berbagai
variasi penggunaan termasuk proses pembuatan, pemformulaan atau analisis. Cairan
mudah terbakar yang sering digunakan dalam laboratorium atau industri adalah
hidrokarbon (Harley, 2002).
Bahan mudah terbakar yang lain misalnya pelarut organik seperti aseton, benzen,
butanol, etanol, dietil eter, karbon disulfida, toluena, heksana, dan lain-lain. Para pekerja
harus berusaha untuk akrab dan mengerti dengan informasi yang terdapat dalam Material
Safety Data Sheets (MSDS). Dokumen MSDS memberikan penjelasan tentang tingkat
bahaya dari setiap bahan kimia, termasuk di dalamnya tentang kuantitas bahan yang
diperkenankan untuk disimpan secara aman (Harley, 2002).
Sumber api yang lain dapat berasal dari senyawa yang dapat meledak atau tidak stabil.
Banyak senyawa kimia yang mudah meledak sendiri atau mudah meledak jika bereaksi
dengan senyawa lain. Senyawa yang tidak stabil harus diberi label pada penyimpanannya.
Gas bertekanan juga merupakan sumber kecelakaan kerja akibat terbentuknya atmosfer
dari gas yang mudah terbakar (Harley, 2002).
Kebakaran merupakan salah satu bahaya di laboratorium. Berdasarkan klasifikasi oleh
NFPA (National Fire Protection Agency), api dapat diklasifikasikan menjadi :
1) Kelas A, yaitu jenis api biasa yang berasal dari kertas, kayu, atau plastik yang
terbakar.
2) Kelas B, yaitu jenis api yang ditimbulkan oleh zat mudah terbakar dan mudah
menyala seperti bensin, kerosin, pelarut organic umum yang digunakan di
laboratorium.
3) Kelas C, yaitu jenis api yang timbul dari peralatan listrik.
4) Kelas D, yaitu jenis api yang timbul dari logam mudah menyala seperti magnesium,
titanium, kalium, dan natrium (Harley, 2002).
Jika terjadi kebakaran, alat pemadam kebakaran (fire extinguisher) yang digunakan
harus disesuaikan dengan penyebab timbulnya api. Beberapa jenis pemadam kebakaran
yang dapat digunakan adalah:
a. Air (water extinguisher); Sangat cocok untuk api kelas A, tetapi tidak cocok untuk api
kelas B, C, dan D.
b. Uap air (watermist extinguisher); Sangat cocok untuk api kelas A dan C.
22

c. Bahan kimia kering (dry chemical extinguisher); Sangat berguna untuk api kelas A,
B,  dan C dan merupakan pilihan terbaik untuk semua jenis kebakaran. Jenis dray
chemical extinguisher yang digunakan adalah :
1) Untuk api kelas B dan C, bahan kimia yang digunakan mengandung natrium atau
kalium karbonat.
2) Untuk api kelas A, B, dan C, bahan kimia yang digunakan mengandung
ammonium fosfat.
d. Karbondioksida (CO2 extinguisher); Dipergunakan bagi api kelas B dan C
pemadaman kebakaran dari karbondioksida lebih baik dari dry chemichhal karena
tidak meninggalkan zat berbahaya sesudahnya. Paling baik digunakan untuk api yang
berasal dari listrik.
e. Personal Protective Equipment (PPE); Perlengkapan pelindung individu (personal
protective equipment) yang umumnya harus digunakan adalah jas laboratorium,
sarung tangan, masker, sepatu pengaman, dan pelindung mata (Harley, 2002).

6. Suara (kebisingan).
Sumber kecelakaan kerja yang satu ini pada umumnya terjadi pada hampir semua
industri, baik industri kecil, menengah, maupun industri besar. Generator pembangkit
listrik, instalasi pendingin, atau mesin pembuat vakum, merupakan sekian contoh dari
peralatan yang diperlukan dalam industri. Peralatan-peralatan tersebut berpotensi
mengeluarkan suara yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja dan gangguan kesehatan
kerja. Selain angka kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin, para pekerja harus
memperhatikan berapa lama mereka bekerja dalam lingkungan tersebut. Pelindung telinga
dari kebisingan juga harus diperhatikan untuk menjamin keselamatan kerja (Suma’mur,
2009).
Laboratorium menghadapi beragam resiko, dari dalam laboratorium maupun dari luar
laboratorium. Beberapa resiko mungkin hanya mempengaruhi laboratorium itu sendiri,
tapi beberapa resiko bisa mempengaruhi perusahaan atau lembaga dimana laboratorium itu
berada, atau bahkan mempengaruhi masyarakat secara umum (Suma’mur, 2009).
23

7. Keadaan Darurat Skala Besar dan Situasi Sensitif


Ada banyak jenis kejadian skala besar dan situasi sensitif  yang bisa mempengaruhi
perusahaan atau lembaga sampai ketingkat operasional perusahaan, misalnya :
a. Kebakaran.
b. Banjir.
c. Gempa bumi.
d. Pemadaman listrik.
e. Tumpahan atau lepasnya bahan berbahaya.
f. Peneliti atau penelitian berbau politis atau kontroversi.
g. Hilangnya bahan atau peralatan laboratorium.
h. Hilangnya data atau sistem komputer (Suma’mur, 2009).

8. Pelanggaran Keamanan
Pelanggaran keamanan secara sengaja atau tidak, bisa dilakukan oleh petugas,
pegawai atau orang luar. Beberapa pelanggaran keamanan, meliputi :
a. Pencurian atau penyalahgunaan peralatan bernilai tinggi.
b. Pencurian atau penyalah gunaan bahan kimia untuk kegiatan ilegal.
c. Pelepasan bahan kimia berbahaya secara sengaja atau tidak.
d. Eksperimentasi laboratorium secara tidak sah (Suma’mur, 2009).

9. Bahaya Hayati 
Bahaya hayati merupakan masalah di laboratorium yang menangani mikroorganisme
atau bahan yang terkontaminasi mikroorganisme. Bahaya bahaya ini muncul biasanya
muncul di laboratorium penelitian kimia dan penyakit menular, dan tidak menutup
kemungkinan muncul di laboratorium mikrobiologi. Penilaian resiko bahan hayati
berbahaya perlu mempertimbangkan beberapa faktor, seperti :
a. Organisme yang dimanipulasi.
b. Perubahan yang dilakukan terhadap organisme tersebut.
c. Aktifitas yang akan dilakukan dengan organisme tersebut (Suma’mur, 2009).
24

10. Limbah Berbahaya


Hampir setiap laboratorium menghasilkan limbah. Limbah adalah bahan yang
dibuang atau hendak dibuang, atau tidak lagi berguna sesuai peruntukannya. Limbah juga
meliputi item seperti bahan bekas laboratorium sekali pakai, media filter, larutan cair, dan
bahan kimia berbahaya. Limbah dianggap berbahaya jika memiliki salah satu sifat berikut
ini :
a. Bisa menyulut api.
b. Korosif.
c. Reaktif.
d. Beracun (Suma’mur, 2009).

11. Bahaya Fisik


Beberapa kegiatan di laboratorium menimbulkan resiko fisik bagi petugas karena zat
atau peralatan yang digunakan, seperti misalnya :
a. Gas yang dimampatkan,
b. Kriogen tidak mudah menyala,
c. Reaksi tekanan tinggi,
d. Kerja vakum,
e. Bahaya frekuensi radio dan gelombang mikro, dan
f. Bahaya listrik (Suma’mur, 2009).
Petugas di laboratorium juga menghadapi bahaya di tempat kerja umum akibat
kondisi atau aktifitas di laboratorium, seperti luka terpotong, tergelincir, tersandung, dan
terjatuh (Suma’mur, 2009).

2.6 Sistem Manajemen K3 Laboratorium Mikrobiologi


Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah pencapaian tujuan yang
sudah ditentukan sebelumnya, dengan mempergunakan bantuan orang lain. Untuk
mencapai tujuan tersebut, dia membagi kegiatan atau fungsi manajemen menjadi :
1. Planning (perencanaan)
Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan yang akan dilakukan di
masa mendatang guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini adalah
keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium. Dalam perencanaan, kegiatan yang
ditentukan meliputi apa, bagaimana, mengapa, siapa, kapan, dan dimana kegiatan harus
dikerjakan (Ramli, 2009).
25

Kegiatan laboratorium sekarang tidak lagi hanya di bidang pelayanan, tetapi sudah
mencakup kegiatan-kegiatan di bidang pendidikan dan penelitian, juga metoda-metoda
yang dipakai makin banyak ragamnya; semuanya menyebabkan risiko bahaya yang dapat
terjadi dalam laboratorium makin besar. Oleh karena itu usaha-usaha pengamanan kerja di
laboratorium harus ditangani secara serius oleh organisasi keselamatan kerja laboratorium
(Ramli, 2009).

2. Organizing (organisasi)
Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja laboratorium dapat dibentuk dalam
beberapa jenjang, mulai dari tingkat laboratorium daerah (wilayah) sampai ke tingkat
pusat atau nasional. Keterlibatan pemerintah dalam organisasi ini baik secara langsung
atau tidak langsung sangat diperlukan. Pemerintah dapat menempatkan pejabat yang
terkait dalam organisasi ini di tingkat pusat (nasional) dan tingkat daerah (wilayah), di
samping memberlakukan Undang-Undang Keselamatan Kerja. Di tingkat daerah (wilayah)
dan tingkat pusat (nasional) perlu dibentuk Komisi Keamanan Kerja Laboratorium yang
tugas dan wewenangnya dapat berupa :
a. Menyusun garis besar pedoman keamanan kerja laboratorium
b. Memberikan bimbingan, penyuluhan, pelatihan pelaksanaan keamanan kerja
laboratorium
c. Memantau pelaksanaan pedoman keamanan kerja laboratorium
d. Memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan penerbitan izin laboratorium.
e. Mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang timbul dari suatu laboratorium
(Ramli, 2009).
Perlu juga dipikirkan kedudukan dan peran organisasi. Manajemen keselamatan kerja
profesi (PDS-Patklin) ataupun organisasi seminat (Patelki, HKKI) dalam kiprah organisasi
keselamatan dan kesehatan kerja laboratorium ini. Anggota organisasi profesi atau seminat
yang terkait dengan kegiatan laboratorium dapat diangkat menjadi anggota komisi di
tingkat daerah (wilayah) maupun tingkat pusat (nasional). Selain itu organisasi-organisasi
profesi atau seminat tersebut dapat juga membentuk badan independen yang berfungsi
sebagai lembaga penasehat atau Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Laboratorium (Ramli, 2009).
26

3. Actuating (pelaksanaan)
Fungsi pelaksanaan atau penggerakan adalah kegiatan mendorong semangat kerja
bawahan, mengerahkan aktivitas bawahan, mengkoordinasikan berbagai aktivitas bawahan
menjadi aktivitas yang kompak (sinkron), sehingga semua aktivitas bawahan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Pelaksanaan program kesehatan dan
keselamatan kerja laboratorium sasarannya ialah tempat kerja yang aman dan sehat. Untuk
itu setiap individu yang bekerja dalam laboratorium wajib mengetahui dan memahami
semua hal yang diperkirakan akan dapat menjadi sumber kecelakaan kerja dalam
laboratorium (Ramli, 2009).
Selain itu, penting juga memiliki kemampuan dan pengetahuan yang cukup untuk
melaksanakan pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja tersebut. Kemudian
mematuhi berbagai peraturan atau ketentuan dalam menangani berbagai spesimen
reagensia dan alat-alat. Jika dalam pelaksanaan fungsi penggerakan ini timbul
permasalahan, keragu-raguan atau pertentangan, maka menjadi tugas manajer untuk
mengambil keputusan penyelesaiannya (Ramli, 2009).

4. Controlling (pengawasan)
Fungsi pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan
terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil yang dikehendaki. Untuk
dapat menjalankan pengawasan, perlu diperhatikan 2 prinsip pokok, yaitu :
a. Adanya rencana.
b. Adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan (Ramli, 2009).
Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi tentang perlunya
disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja bersama di laboratorium.
Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan bahaya yang
bagaimanapun baiknya akan sia-sia bila peraturan diabaikan. Dalam laboratorium perlu
dibentuk pengawasan labora- torium yang tugasnya antara lain :
a. Memantau dan mengarahkan secara berkala praktek- praktek laboratorium yang baik,
benar dan aman.
b. Memastikan semua petugas laboratorium memahami cara- cara menghindari risiko
bahaya dalam laboratorium.
c. Melakukan penyelidikan / pengusutan segala peristiwa berbahaya atau kecelakaan. 4.
mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang keamanan kerja
laboratorium.
27

d. Melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya dan mencegah


meluasnya bahaya tersebut (Ramli, 2009).
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Simpulan yang dapat diambil dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Secara umum laboratorium mikrobiologi mempelajari tentang mikrooganisme yaitu
virus, bakteri, jamur yang meliputi diagnostik (isolasi dan identifikasi), prognosis
pada kasus infeksi, pedoman dalam pengobatan, mencari sumber infeksi (misal pada
kasus ledakan penyakit infeksi).
2. Laboratorium Mikrobiologi harus mempunyai sejumlah alat yang dapat menunjang
proses praktikum dan penelitian di dalamnya. Di antara alat-alat tersebut, ada alat-alat
yang khusus digunakan di dalam Laboratorium Mikrobiologi dan ada juga yang tidak.
Alat-alat tersebut antara lain autoklaf, oven, inkubator statis, shaker incubator atau
inkubator kocok, waterbath shaker incubator, vorteks, desikator, transfer box,
anaerobic jar, sentrifugator, spektrofotometer, dan lain sebagainya.
3. Perlengkapan APD yang digunakan tergantung pada jenis pekerjaan, alat-alat, dan
bahan yang digunakan diantaranya penutup mata, sarung tangan, pakaian, masker, dan
penutup kepala.
4. Tata tertib laboratorium dapat dibedakan atas tata tertib umum dan tata tertib khusus.
Tata tertib umum adalah tata tertib yang berlaku bagi semua orang yang bekerja di
laboratorium baik itu siswa, guru ataupun pegawai lain yang memasuki laboratorium.
Tata tertib khusus menyangkut tata tertib yang berhubungan dengan prosedur kerja
dan berlaku di kalangan tertentu misalnya para guru atau pimpinan sekolah dan tidak
perlu diketahui siswa.
5. Menurut Jhon (2010), jenis-jenis bahaya dalam laboratorium diantaranya adalah
kebakaran, ledakan, keracunan, iritasi, luka pada kulit, dan sengatan listrik.
6. Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah pencapaian tujuan yang
sudah ditentukan sebelumnya, dengan mempergunakan bantuan orang lain. Sistem
Manajemen K3 ada planning, organizing, actuating, dan controlling.

28
29

3.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari yang sempurna, kedepannya penulis akan
lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang “Laboratorium Mikrobiologi” dengan
sumber-sumber yang lebih banyak dan tentunya dapat dipertanggungjawabkan. Dengan
itulah, penulis bisa berusaha untuk menyusun tulisan berikutnya dengan lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Benson. 2001. Microbiological Application Lab Manual. Edisi 8. United States: Benjamin
Cummings.

Black, J. G. 2008. Microbiology. Edisi 7. Jakarta: PT Erlangga.

Cappuccino, J. G., N. Sherman. 2002. Microbiology: A Laboratory Manual. Yogyakarta:


Deepublish.

Dennis, M. 1978. Laboratory Management and Techniques for Schools and College. Penang:
Recsam Anthonian.

Harley, P. 2002. Laboratory Exercises in Microbiology. Edisi 5. Yogyakarta: Deepublish.

Jhon, R. 2010. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: PT Erlangga.

Lab Tech. 2017. “Mengenal Laboratorium Mikrobiologi”. https://labtech-indonesia.com.


Diakses pada 27 Juni 2019.

Ramli, S. 2009. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS 18001.
Jakarta: Dian Rakyat.

Suma’mur. 2009. Peranan K3 Menjamin Efisiensi Kerja. Seminar Nasional hal. 15,
Surakarta.

Vikayanti. 2016. “K3 di Laboratorium Mikrobiologi”. https://dokumen.tips. Diakses pada 27


Juni 2019.

Anda mungkin juga menyukai