DOSEN PEMBIMBING
DISUSUN OLEH :
JUDMAINNAH
B1D120108
PROGRAM STUDI
TAHUN 2020
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur yang tidak terhingga dihaturkan ke hadapan (Tuhan Yang Maha Esa),
karena atas rahmat dan karunia-Nya, makalah yang berjudul “Kesehatan dan Keselamatan
Makalah ini disusun dengan mengerahkan segala pemikiran dan upaya yang ada,
termasuk bantuan dan bimbingan serta sumbang saran dari berbagai pihak, baik langsung
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari yang sempurna. Hal ini disebabkan
oleh keterbatasan penulis dalam pengetahuan, kemampuan menulis, mencari sumber dan
pengalaman. Oleh karena itu, segala kritik dan saran perbaikan sangat diharapkan. Semoga
makalah ini dapat menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi para pembaca.
Penulis,
JUDMAINNAH
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL............................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................. 4
3.1 Simpulan....................................................................................................... 25
3.2 Saran.............................................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Keberadaan lensa pun akan mencegah air mata untuk menghapus iritan. Jika kontak
lensa ingin tetap digunakan, maka harus dilindungi dengan goggle yang didesain khusus
untuk pengguna kontak lensa (Dennis, 1978).
Kacamata safety adalah kacamata safety equipment yang didesain khusus bagi para
penggunanya yang bekerja di area risiko tinggi dan juga standar kesehatan keselamaan
kerja (K3). Kacamata ini dapat melindungi mata dari bahan cairan berbahaya, partikel
mikro, dan juga bahan lain yang dapat membahayakan mata. Bahan dari kacamata ini
mempunyai ketahanan yang tinggi guna melindungi mata dengan lensa yang tahan oleh
benturan dan frame dari plastik atau logam (Dennis,1978).
Kacamata pelindung adalah alat yang digunakan untuk melindungi mata dari bahaya
loncatan benda tajam, debu, partikel-partikel kecil, mengurangi sinar yang menyilaukan
serta percikan bahan kimia (Suma’mur, 2009).
Kacamata pelindung terdiri dari 2 jenis yaitu :
a. Safety spectacles, berbentuk kacamata biasa dan hanya dapat melindungi mata dari
bahaya loncatan benda tajam, debu, partikel-partikel kecil dan mengurangi sinar yang
menyilaukan. Biasanya dipakai pada proses menyolder dan proses pemotongan kaki
komponen.
b. Safety googles, kacamata yang bentuknya menempel tepat pada muka. Dengan safety
googles, mata dapat terlindung dari bahaya percikan bahan kimia, asap, uap, debu dan
loncatan benda tajam. Biasanya dipakai oleh teknisi mesin produksi (Suma’mur,
2009).
2. Sarung Tangan
Banyak materi berbahaya yang dapat terserap masuk ke dalam kulit. Oleh karena itu,
sarung tangan pelindung harus digunakan ketika kulit berpotensi terkena tumpahan atau
kontaminasi. Sarung tangan yang digunakan harus disesuaikan dengan jenis pekerjaan
(Suma’mur, 2009).
7
Untuk bekerja dengan larutan asam, alkali atau pelarut organic, sarung tangan dari
karet alami, neoprene atau nitrile yang sebaiknya digunakan. Untuk menangani onjek
panas, sarung tangan yang digunakan harus tahan panas sedangkan sarung tangan khusus
harus digunakan untuk menagani objek yang sangat dingin seperti nitrogen cair
(Suma’mur, 2009).
Sebelum digunakan, sarung tangan harus diperiksa terlebih dahulu jika terdapat
bagian yang luntur, sobek atau rusak. Sebelum dilepaskan, sarung tangan yang tidak
dibuang dan akan dipakai lagi harus dicuci seluruhnya baik dengan air atau dengan dengan
air dan sabun. Sarung tangan yang telah terkontaminasi harus dibuang secepatnya. Selalu
cuci tangan segera setelah membuang sarung tangan yang telah terkontaminasi dan
lepaslah sarung tangan sebelum meninggalkan tenpat kerja untuk mencegah kontaminasi
pada gagang pintu telepon, sakelar listrik, dan lain-lain (Suma’mur, 2009).
Sarung tangan adalah perlengkapan yang digunakan untuk melindungi tangan dari
kontak bahan kimia, tergores atau lukanya tangan akibat sentuhan dengan benda runcing
dan tajam. Sarung tangan biasanya dipakai pada proses persiapan bahan kimia,
pemasangan komponen yang agak tajam, proses pemanasan dan lain sebagainya
(Suma’mur, 2009).
Jenis-jenis sarung tangan diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Sarung tangan katun (cotton gloves), digunakan untuk melindungi tangan dari
tergores, tersayat dan luka ringan.
b. Sarung tangan kulit (leather gloves), digunakan untuk melindungi tangan dari
tergores, tersayat dan luka ringan.
c. Sarung tangan karet (rubber gloves), digunakan untuk melindungi tangan dari kontak
dengan bahan kimia seperti oli, minyak, perekat dan grease.
d. Sarung tangan electrical, digunakan untuk melindungi tangan dari kontak dengan arus
listrik yang bertegangan rendah sampai tegangan tinggi (Suma’mur, 2009).
4. Masker
Masker digunakan sebagai penutup mulut dan hidung untuk menyaring partikel-
partikel kimia maupun bahan partikulat. Masker merupakan perlindungan terhadap
masuknya bahan berbahaya ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan. Dalam
menggunakan masker sebaiknya dipakai hanyasatu kali saja, jadi setelah pemakaian
masker tersebut langsung dibuang (Suma’mur, 2009).
9
Dalam dunia kesehatan dikenal 2 macam jenis masker yang umum di gunakan antara
lain :
a. Masker Biasa
Masker biasa atau yang dikenal dengan nama masker bedah (surgical mask) yang
sudah umum digunakan masyarakat umum, biasanya memiliki bagian luar berwarna hijau
muda dan bagian dalamnya berwarna putih serta memiliki tali/karet untuk memudahkan
terpasang ke bagian belakang kepala atau telinga (Suma’mur, 2009).
Disebut masker bedah (surgical mask) karena biasanya dipergunakan oleh tenaga
kesehatan ketika melakukan tindakan operasi dan efektif sebagai penghalang cairan dari
mulut dan hidung sehingga tidak menkontaminasi sekeliling (Suma’mur, 2009).
b. Masker N95
Sekilas masker N95 mungkin terlihat sama dengan masker umum lainnya. Namun
ternyata, masker ini memiliki fungsi yang berbeda. Jika masker bedah (yang biasa ditemui
berwarna hijau dengan sisi lain berwarna putih) mampu melindungi kuman bagi
pemakaianya, masker N95 justru melindungi pemakainya dari partikel udara di
sekitar. Penelitian juga mengatakan kalau masker N95 memiliki pori-pori lebih kecil dari
masker umumnya, karena itu masker ini mampu memberikan perlindungan lebih baik
terhadap partikel halus seperti debu (Dennis, 1978).
Masker N95 ini telah diuji coba oleh Personal Protective Laboratorium Teknologi
Nasional (NPPTL) dan telah melalui standardisasi Institut Nasional Keselamatan dan
Kesehatan Kerja di Amerika Serikat (NIOSH). Maka dari itu, akan lebih sering melihat
masker N95 digunakan oleh para pekerja industri atau lapangan (Dennis, 1978).
10
5. Pelindung Kepala
4. Gunakan jas Lab setiap akan memulai bekerja di laboratorium (untuk dosen, laboran,
dan praktikan).
5. Gunakan alat pelindung diri (APD), seperti : kacamata keselamatan/googles, sepatu
tertutup, sarung tangan/gloves, pelindung telinga (jika bekerja dalam kebisingan),
pelindung wajah, rambut diikat. Serta dilarang memakai sandal dan sepatu sandal.
6. Pastikan sarung tangan yang digunakan sesuai dengan bahan kimia yang digunakan.
7. Pengguna Laboratorium (Dosen, Mahasiswa, Laboran, Peneliti) dilarang Makan dan
Minum di seluruh ruangan laboratorium. Bila perlu dilakukan kegiatan makan dan
minum di laboratorium dalam rangka praktikum atau penelitian, maka harus dilakukan
di bawah pengawasan oleh dosen yang bersangkutan dan dilakukan di area yang
ditetapkan.
8. Dilarang memakai kosmetik/berdandan, merokok, menggunakan kontak lensa
(terutama saat dekat dengan bahan-bahan yang mudah terbakar), menggunakan
perhiasan.
9. Dilarang berlari-larian dan bercanda di dalam laboratorium.
10. Bekerja dengan bahan kimia karsinogenik, toksik, dan embriotoksin, cryogenic,
herbisida/pestisida, peroxide, bahan kimia yang sensitive terhadap bahan organic dan
goncangan, sianida, asam fluoride dan tabung gas harus selalu mengacu pada MSDS
(Material Safety Data Sheet).
11. Jangan memipet larutan dengan menggunakan mulut, gunakanlah alat pipet mekanis
secara hati-hati.
12. Ikuti semua prosedur penggunaan alat dan jangan gunakan peralatan atau instrument
apapun tanpa adanya pengawasan dari supervisor/dosen dan laboran, saat
menggunakan peralatan apapun di laboratorium.
13. Matikan semua peralatan listrik bila tidak digunakan.
14. Semua peralatan yang harus ditinggalkan menyala semalaman harus diberi label serta
dituliskan nama dan nomor telepon yang bisa dihubungi (diletakkan di sekitar alat dan
dipintu masuk laboratorium).
15. Pengguna lab harus melakukan “house keeping” yang baik, yaitu :
a. Menjaga kebersihan lantai dan jaga agar tetap kering
b. Jaga kebersihan dan kerapihan meja lab : bahan kimia dan peralatan yang tidak
digunakan jangan disimpan di atas meja lab.
c. Bersihkan tempat kerja dan peralatan setelah digunakan.
13
d. Pelihara kebersihan dan kerapihan bagian dalam dan sekitar lemari asam.
14
logam, senyawa tidak stabil secara termodinamika, gas yang mudah terbakar, dan uap
yang mudah terbakar) (Harley, 2002).
19
Bahan kimia yang korosif (asam anorganik kuat, asam anorganik lemah, asam organik
kuat, asam organik lemah, alkil kuat, pengoksidasi, pelarut organik). Bahan kimia yang
merusak paru-paru (asbes), bahan kimia beracun, dan bahan kimia karsinogenik (memicu
pertumbuhan sel kanker), dan teratogenik (Harley, 2002).
Keracunan akibat penyerapan zat kimia beracun (toxic) baik melalui oral maupun
kulit. Keracunan dapat bersifat akut atau kronis. Akut artinya dapat memberikan akibat
yang dapat dilihat atau dirasakan dalam waktu singkat. Misalnya, keracunan fenol dapat
menyebabkan diare dan keracunan karbon monoksida dapat menyebabkan pingsan atau
kematian dalam waktu singkat. Kronis artinya pengaruh dirasakan setelah waktu yang
lama, akibat penyerapan bahan kimia yang terakumulasi terus menerus. Contoh
menghirup udara benzena, kloroform, atau karbon tetraklorida terus menerus dapat
menyebabkan sakit hati (lever). Uap timbal dapat menyebabkan kerusakan dalam darah
(Harley, 2002).
Iritasi dapat berupa luka, atau peradangan pada kulit, saluran pernapasan dan mata
akibat kontak dengan bahan kimia korosif, seperti asam sulfat, gas klor, dll. Luka kulit
dapat terjadi sebagai akibat bekerja dengan alat gelas. Kecelakaan ini sering terjadi pada
tangan atau mata karena pecahan kaca (Harley, 2002).
Luka bakar atau kebakaran disebabkan kurang hati-hati dalam menangani
pelarut- pelarut organik yang mudah terbakar, seperti eter dan etanol. Hal yang sama dapat
diakibatkan oleh peledakan bahan reaktif peroksida dan perklorat (Harley, 2002).
2. Aliran Listrik
Penggunaan peralatan dengan daya yang besar akan memberikan kemungkinan-
kemungkinan untuk terjadinya kecelakaan kerja. Beberapa faktor yang harus diperhatikan
antara lain:
a. Pemakaian safety switches yang dapat memutus arus listrik jika penggunaan melebihi
limit/batas yang ditetapkan oleh alat.
b. Improvisasi terhadap peralatan listrik harus memperhatikan standar keamanan dari
peralatan.
c. Penggunaan peralatan yang sesuai dengan kondisi kerja sangat diperlukan untuk
menghindari kecelakaan kerja.
20
3. Radiasi
Radiasi dapat dikeluarkan dari peralatan semacam X-ray difraksi atau radiasi internal
yang digunakan oleh material radioaktif yang dapat masuk ke dalam badan manusia
melalui pernafasan, atau serapan melalui kulit. Non-ionisasi radiasi seperti ultraviolet,
infra merah, frekuensi radio, laser, dan radiasi elektromagnetik dan medan magnet juga
harus diperhatikan dan dipertimbangkan sebagai sumber kecelakaan kerja (Harley, 2002).
4. Mekanik.
Walaupun industri dan laboratorium modern lebih didominasi oleh peralatan yang
terkontrol oleh komputer, termasuk di dalamnya robot pengangkat benda berat, namun
demikian kerja mekanik masih harus dilakukan. Pekerjaan mekanik seperti transportasi
bahan baku, penggantian peralatan habis pakai, masih harus dilakukan secara manual,
sehingga kesalahan prosedur kerja dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Peralatan
keselamatan kerja seperti helmet, sarung tangan, sepatu, dan lain-lain perlu mendapatkan
perhatian khusus dalam lingkup pekerjaan ini (Harley, 2002).
21
5. Api
Hampir semua laboratorium atau industri menggunakan bahan kimia dalam berbagai
variasi penggunaan termasuk proses pembuatan, pemformulaan atau analisis. Cairan
mudah terbakar yang sering digunakan dalam laboratorium atau industri adalah
hidrokarbon (Harley, 2002).
Bahan mudah terbakar yang lain misalnya pelarut organik seperti aseton, benzen,
butanol, etanol, dietil eter, karbon disulfida, toluena, heksana, dan lain-lain. Para pekerja
harus berusaha untuk akrab dan mengerti dengan informasi yang terdapat dalam Material
Safety Data Sheets (MSDS). Dokumen MSDS memberikan penjelasan tentang tingkat
bahaya dari setiap bahan kimia, termasuk di dalamnya tentang kuantitas bahan yang
diperkenankan untuk disimpan secara aman (Harley, 2002).
Sumber api yang lain dapat berasal dari senyawa yang dapat meledak atau tidak stabil.
Banyak senyawa kimia yang mudah meledak sendiri atau mudah meledak jika bereaksi
dengan senyawa lain. Senyawa yang tidak stabil harus diberi label pada penyimpanannya.
Gas bertekanan juga merupakan sumber kecelakaan kerja akibat terbentuknya atmosfer
dari gas yang mudah terbakar (Harley, 2002).
Kebakaran merupakan salah satu bahaya di laboratorium. Berdasarkan klasifikasi oleh
NFPA (National Fire Protection Agency), api dapat diklasifikasikan menjadi :
1) Kelas A, yaitu jenis api biasa yang berasal dari kertas, kayu, atau plastik yang
terbakar.
2) Kelas B, yaitu jenis api yang ditimbulkan oleh zat mudah terbakar dan mudah
menyala seperti bensin, kerosin, pelarut organic umum yang digunakan di
laboratorium.
3) Kelas C, yaitu jenis api yang timbul dari peralatan listrik.
4) Kelas D, yaitu jenis api yang timbul dari logam mudah menyala seperti magnesium,
titanium, kalium, dan natrium (Harley, 2002).
Jika terjadi kebakaran, alat pemadam kebakaran (fire extinguisher) yang digunakan
harus disesuaikan dengan penyebab timbulnya api. Beberapa jenis pemadam kebakaran
yang dapat digunakan adalah:
a. Air (water extinguisher); Sangat cocok untuk api kelas A, tetapi tidak cocok untuk api
kelas B, C, dan D.
b. Uap air (watermist extinguisher); Sangat cocok untuk api kelas A dan C.
22
c. Bahan kimia kering (dry chemical extinguisher); Sangat berguna untuk api kelas A,
B, dan C dan merupakan pilihan terbaik untuk semua jenis kebakaran. Jenis dray
chemical extinguisher yang digunakan adalah :
1) Untuk api kelas B dan C, bahan kimia yang digunakan mengandung natrium atau
kalium karbonat.
2) Untuk api kelas A, B, dan C, bahan kimia yang digunakan mengandung
ammonium fosfat.
d. Karbondioksida (CO2 extinguisher); Dipergunakan bagi api kelas B dan C
pemadaman kebakaran dari karbondioksida lebih baik dari dry chemichhal karena
tidak meninggalkan zat berbahaya sesudahnya. Paling baik digunakan untuk api yang
berasal dari listrik.
e. Personal Protective Equipment (PPE); Perlengkapan pelindung individu (personal
protective equipment) yang umumnya harus digunakan adalah jas laboratorium,
sarung tangan, masker, sepatu pengaman, dan pelindung mata (Harley, 2002).
6. Suara (kebisingan).
Sumber kecelakaan kerja yang satu ini pada umumnya terjadi pada hampir semua
industri, baik industri kecil, menengah, maupun industri besar. Generator pembangkit
listrik, instalasi pendingin, atau mesin pembuat vakum, merupakan sekian contoh dari
peralatan yang diperlukan dalam industri. Peralatan-peralatan tersebut berpotensi
mengeluarkan suara yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja dan gangguan kesehatan
kerja. Selain angka kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin, para pekerja harus
memperhatikan berapa lama mereka bekerja dalam lingkungan tersebut. Pelindung telinga
dari kebisingan juga harus diperhatikan untuk menjamin keselamatan kerja (Suma’mur,
2009).
Laboratorium menghadapi beragam resiko, dari dalam laboratorium maupun dari luar
laboratorium. Beberapa resiko mungkin hanya mempengaruhi laboratorium itu sendiri,
tapi beberapa resiko bisa mempengaruhi perusahaan atau lembaga dimana laboratorium itu
berada, atau bahkan mempengaruhi masyarakat secara umum (Suma’mur, 2009).
23
8. Pelanggaran Keamanan
Pelanggaran keamanan secara sengaja atau tidak, bisa dilakukan oleh petugas,
pegawai atau orang luar. Beberapa pelanggaran keamanan, meliputi :
a. Pencurian atau penyalahgunaan peralatan bernilai tinggi.
b. Pencurian atau penyalah gunaan bahan kimia untuk kegiatan ilegal.
c. Pelepasan bahan kimia berbahaya secara sengaja atau tidak.
d. Eksperimentasi laboratorium secara tidak sah (Suma’mur, 2009).
9. Bahaya Hayati
Bahaya hayati merupakan masalah di laboratorium yang menangani mikroorganisme
atau bahan yang terkontaminasi mikroorganisme. Bahaya bahaya ini muncul biasanya
muncul di laboratorium penelitian kimia dan penyakit menular, dan tidak menutup
kemungkinan muncul di laboratorium mikrobiologi. Penilaian resiko bahan hayati
berbahaya perlu mempertimbangkan beberapa faktor, seperti :
a. Organisme yang dimanipulasi.
b. Perubahan yang dilakukan terhadap organisme tersebut.
c. Aktifitas yang akan dilakukan dengan organisme tersebut (Suma’mur, 2009).
24
Kegiatan laboratorium sekarang tidak lagi hanya di bidang pelayanan, tetapi sudah
mencakup kegiatan-kegiatan di bidang pendidikan dan penelitian, juga metoda-metoda
yang dipakai makin banyak ragamnya; semuanya menyebabkan risiko bahaya yang dapat
terjadi dalam laboratorium makin besar. Oleh karena itu usaha-usaha pengamanan kerja di
laboratorium harus ditangani secara serius oleh organisasi keselamatan kerja laboratorium
(Ramli, 2009).
2. Organizing (organisasi)
Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja laboratorium dapat dibentuk dalam
beberapa jenjang, mulai dari tingkat laboratorium daerah (wilayah) sampai ke tingkat
pusat atau nasional. Keterlibatan pemerintah dalam organisasi ini baik secara langsung
atau tidak langsung sangat diperlukan. Pemerintah dapat menempatkan pejabat yang
terkait dalam organisasi ini di tingkat pusat (nasional) dan tingkat daerah (wilayah), di
samping memberlakukan Undang-Undang Keselamatan Kerja. Di tingkat daerah (wilayah)
dan tingkat pusat (nasional) perlu dibentuk Komisi Keamanan Kerja Laboratorium yang
tugas dan wewenangnya dapat berupa :
a. Menyusun garis besar pedoman keamanan kerja laboratorium
b. Memberikan bimbingan, penyuluhan, pelatihan pelaksanaan keamanan kerja
laboratorium
c. Memantau pelaksanaan pedoman keamanan kerja laboratorium
d. Memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan penerbitan izin laboratorium.
e. Mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang timbul dari suatu laboratorium
(Ramli, 2009).
Perlu juga dipikirkan kedudukan dan peran organisasi. Manajemen keselamatan kerja
profesi (PDS-Patklin) ataupun organisasi seminat (Patelki, HKKI) dalam kiprah organisasi
keselamatan dan kesehatan kerja laboratorium ini. Anggota organisasi profesi atau seminat
yang terkait dengan kegiatan laboratorium dapat diangkat menjadi anggota komisi di
tingkat daerah (wilayah) maupun tingkat pusat (nasional). Selain itu organisasi-organisasi
profesi atau seminat tersebut dapat juga membentuk badan independen yang berfungsi
sebagai lembaga penasehat atau Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Laboratorium (Ramli, 2009).
26
3. Actuating (pelaksanaan)
Fungsi pelaksanaan atau penggerakan adalah kegiatan mendorong semangat kerja
bawahan, mengerahkan aktivitas bawahan, mengkoordinasikan berbagai aktivitas bawahan
menjadi aktivitas yang kompak (sinkron), sehingga semua aktivitas bawahan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Pelaksanaan program kesehatan dan
keselamatan kerja laboratorium sasarannya ialah tempat kerja yang aman dan sehat. Untuk
itu setiap individu yang bekerja dalam laboratorium wajib mengetahui dan memahami
semua hal yang diperkirakan akan dapat menjadi sumber kecelakaan kerja dalam
laboratorium (Ramli, 2009).
Selain itu, penting juga memiliki kemampuan dan pengetahuan yang cukup untuk
melaksanakan pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja tersebut. Kemudian
mematuhi berbagai peraturan atau ketentuan dalam menangani berbagai spesimen
reagensia dan alat-alat. Jika dalam pelaksanaan fungsi penggerakan ini timbul
permasalahan, keragu-raguan atau pertentangan, maka menjadi tugas manajer untuk
mengambil keputusan penyelesaiannya (Ramli, 2009).
4. Controlling (pengawasan)
Fungsi pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan
terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil yang dikehendaki. Untuk
dapat menjalankan pengawasan, perlu diperhatikan 2 prinsip pokok, yaitu :
a. Adanya rencana.
b. Adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan (Ramli, 2009).
Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi tentang perlunya
disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja bersama di laboratorium.
Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan bahaya yang
bagaimanapun baiknya akan sia-sia bila peraturan diabaikan. Dalam laboratorium perlu
dibentuk pengawasan labora- torium yang tugasnya antara lain :
a. Memantau dan mengarahkan secara berkala praktek- praktek laboratorium yang baik,
benar dan aman.
b. Memastikan semua petugas laboratorium memahami cara- cara menghindari risiko
bahaya dalam laboratorium.
c. Melakukan penyelidikan / pengusutan segala peristiwa berbahaya atau kecelakaan. 4.
mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang keamanan kerja
laboratorium.
27
3.1 Simpulan
Simpulan yang dapat diambil dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Secara umum laboratorium mikrobiologi mempelajari tentang mikrooganisme yaitu
virus, bakteri, jamur yang meliputi diagnostik (isolasi dan identifikasi), prognosis
pada kasus infeksi, pedoman dalam pengobatan, mencari sumber infeksi (misal pada
kasus ledakan penyakit infeksi).
2. Laboratorium Mikrobiologi harus mempunyai sejumlah alat yang dapat menunjang
proses praktikum dan penelitian di dalamnya. Di antara alat-alat tersebut, ada alat-alat
yang khusus digunakan di dalam Laboratorium Mikrobiologi dan ada juga yang tidak.
Alat-alat tersebut antara lain autoklaf, oven, inkubator statis, shaker incubator atau
inkubator kocok, waterbath shaker incubator, vorteks, desikator, transfer box,
anaerobic jar, sentrifugator, spektrofotometer, dan lain sebagainya.
3. Perlengkapan APD yang digunakan tergantung pada jenis pekerjaan, alat-alat, dan
bahan yang digunakan diantaranya penutup mata, sarung tangan, pakaian, masker, dan
penutup kepala.
4. Tata tertib laboratorium dapat dibedakan atas tata tertib umum dan tata tertib khusus.
Tata tertib umum adalah tata tertib yang berlaku bagi semua orang yang bekerja di
laboratorium baik itu siswa, guru ataupun pegawai lain yang memasuki laboratorium.
Tata tertib khusus menyangkut tata tertib yang berhubungan dengan prosedur kerja
dan berlaku di kalangan tertentu misalnya para guru atau pimpinan sekolah dan tidak
perlu diketahui siswa.
5. Menurut Jhon (2010), jenis-jenis bahaya dalam laboratorium diantaranya adalah
kebakaran, ledakan, keracunan, iritasi, luka pada kulit, dan sengatan listrik.
6. Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah pencapaian tujuan yang
sudah ditentukan sebelumnya, dengan mempergunakan bantuan orang lain. Sistem
Manajemen K3 ada planning, organizing, actuating, dan controlling.
28
29
3.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari yang sempurna, kedepannya penulis akan
lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang “Laboratorium Mikrobiologi” dengan
sumber-sumber yang lebih banyak dan tentunya dapat dipertanggungjawabkan. Dengan
itulah, penulis bisa berusaha untuk menyusun tulisan berikutnya dengan lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Benson. 2001. Microbiological Application Lab Manual. Edisi 8. United States: Benjamin
Cummings.
Dennis, M. 1978. Laboratory Management and Techniques for Schools and College. Penang:
Recsam Anthonian.
Ramli, S. 2009. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS 18001.
Jakarta: Dian Rakyat.
Suma’mur. 2009. Peranan K3 Menjamin Efisiensi Kerja. Seminar Nasional hal. 15,
Surakarta.