Anda di halaman 1dari 10

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini
dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai
“Ascaris Lumbricoides”.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah
parasitologi yang telah memberikan tugas ini. kami menyadari bahwa masih banyak
kekurangan yang mendasar pada makalah ini. oleh karena itu, saran serta kritik yang dapat
membangun dari pembaca sangat kami harapkan guna penyempurnaan pada makalah
selanjutnya.
Harapan kami, semoga makalah ini bisa membantu menambah wawasan,
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki
bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Demikian makalah ini
kami buat, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Mataram, 4 Desember 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang................................................................................................................
Rumusan Masalah..........................................................................................................
Tujuan Penulisan Makalah............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
Taksonomi Ascaris Lumbricoides………………………………………….........................
Karakteristik Ascaris Lumbricoides……………………………………………………………………
Siklus Hidup Ascaris Lumbricoides……………………………………………………………………..
Patogenesis Ascaris Lumbricoides pada Manusia.......................................................
Pencegahan dan Pengobatan Ascaris Lumbricoides...................................................
Kasus Ascaris Lumbricoides di Indonesia.................................................................
BAB III PENUTUP
Kesimpulan......................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ascariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing Ascaris lumbricoides.


Angka kejadian Ascariasis tertinggi ditemukan pada negara berkembang dengan lingkungan yang
buruk serta di daerah tropis seperti Indonesia. Penyakit kecacingan ini dapat mengakibatkan
menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan dan produktifitas penderita. Prevalensi penyakit
kecacingan ini sangat tinggi terutama di daerah tropis dan subtropis. Prevalensi penyakit kecacingan
di Indonesia ini masih sangat tinggi, terutama pada golongan penduduk yang kurang mampu dari
segi ekonomi. Pada kelompok ekonomi lemah mempunyai risiko tinggi terjangkit penyakit kecacingan
karena kurang adanya kemampuan dalam menjaga higiene dan sanitasi lingkungan (Sumanto D,
2010). Natadisastra (2012) mengatakan faktor pendukung tingginya prevalensi kecacingan di
Indonesia meliputi sosiodemografi (pendidikan dan pendapatan), rendahnya prilaku sanitasi pribadi
maupun lingkungan di sekitar masyarakat.
Infeksi kecacingan sering dijumpai pada anak usia sekolah dasar dimana pada usia ini anak-
anak masih sering kontak dengan tanah. Salah satu cacing yang penularannya melalui tanah adalah
cacing gelang (Ascaris lumbricoides). Hewan ini masuk ke dalam tubuh melalui makanan yang telah
terkontaminasi telur cacing gelang. Setelah telur masuk ke dalam tubuh, telur akan menetas dan
akan menjadi cacing ke dalam usus halus. Karena ukurannya yang mikroskopis, maka cacing ini dapat
menembus dinding-ding usus, jalan terus hingga ke paru-paru dan terus berjalan ke trakea lalu
kembali lagi ke dalam usus halus melalui esophagus.
Oleh karena itu, perlu adanya kesadaran tentang cacing tersebut dan hal-hal yang membuat
hewan kecil seperti cacing berbahaya bagi manusia. Maka dalam makalah ini akan di bahas tentang
Ascaris lumbricoides pada BAB II.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusam masalah dari makalah ini yaitu :
1. Apa taksonomi dari Ascaris lumbricoides ?
2. Bagaimana karakteristik Ascaris lumbricoides ?
3. Bagaimana siklus hidupAscaris lumbricoides
4. Bagaimana patogenesis Ascaris lumbricoides pada manusia ?
5. Bagaimana pencegahan dan pengobatan Ascaris Lumbricoides?
6. Bagaimana kasus Ascaris lumbricoides terjadi di Indonesia ?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan darri makalah ini adalah agar mahasiswa dapat :
1. Mengetahui taksonomi dari Ascaris lumbricoides.
2. Mengetahui karakteristik dari Ascaris lumbricoides.
3. Mengetahui dan memahami siklus hidup Ascaris lumbricoides.
4. Mengetahui dan mampu menjelaskanpatogenesis Ascaris lumbricoides.
5. Mengetahui pencegahan dan pengobatan dari Ascaris lumbricoides.
6. Mengetahui kasus Ascaris lumbricoides di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN

Ascaris lumbricoides atau yang lebih dikenal dengan cacing gelang merupakan salah satu
cacing yang merugikan bagi manusia dari kelas Nematoda dalam salah satu Filum Nemathelminthes.
Ascaris lumbricoides termasuk ke dalam Nematoda intestinal yaitu nematode yang berhabitat di
saluran pencernaan manusia dan hewan. Sebagian besar dari nematode ini adalah penyebab
masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Cacing ini ditemukan kosmopolit (di seluruh dunia), terutama dii daeerah tropic dan erat
hubungannya dengan hygiene dan sanitasi tinggi. Lebih sering diitemukan pada anak-anak. Di
Indonesia frekuensinya tinggi berkisar antara 20-90 %.
Ascaris lumbricoides hidup di dalam usus karena di dalam usus halus cacing perut ini dapat
memperoleh makanan
Ascaris lumbricoides adalah cacing yang pertama kali diidentifikasi dan diklasifikasikan oleh
Linnaeus melalui observasi dan studinya antara tahun 1730-1750 an. Dari hasil observasinya,
Linnaeus pergi kebeberapa tempat di dunia untuk mengonfirmasi wilayah penyebaran parasite
tersebut. Linnaeus diberi kesempatan untuk menamai parasite tersebut.
Penyebab utama dari kebanyakan infeksi oleh parasite ini adalah penggunaan kotoran
manusia untuk menyuburkan tanah lahan pertanian atau perkebunan di mana tanah tersebut
digunakan untuk menumbuhkan tanaman sebagai bahan makanan.
Cacing dewasa hidup di dalam usus halus dan telur cacing perut keluar bersama feses, ketika
telur cacing tersebut berada di makanan dan makanan itu kita makan maka kemungkinan besar
cacing ini akan tumbuh di dalam tubuh kita. Setelah telur masuk ke dalam tubuh, telur akan menetas
dan akan menjadi cacing ke dalam usus halus. Karena ukurannya yang mikroskopis maka cacing ini
dapat menembus dinding-dinding usus, jalan terus hingga ke paru-paru. Sampai paru-paru cacing
perut ini terus berjalan ke trakea lalu kembali lagi ke dalam usus halus melalui esofagus.
Ascaris lumbricoides umumnya hidup sebagai parasit dalam usus manusia khususnya pada
anak-anak dan ia menyerap sari makanan dari usus tersebut sehingga tubuhnya gembul bisa
mencapai 20-40 cm. Hewan ini bersifat kosmopolit (terdapat disegala tempat), terutama di daerah
tropis.

1. Taksonomi Ascaris lumbricoides

Berikut ini adalah lasifikasi dari Ascaris lumbricoides :


Kingdom : Animalia
Filum : Nemathelminthes

Kelas : Nematoda
Sub kelas : Secernentea
Ordo : Ascaridida

Superfamili : Ascaridoidea

Famili : Ascarididae
Genus : Ascaris

Spesies : Ascaris lumbricoides.

2. Ciri karakteristik

Cacing betina dewasa mempunyai bentuk tubuh posterior yang membulat (conical),
berwarna putih kemerah-merahan dan mernpunyai ekor lurus tidak melengkung. Cacing
betina mempunyai panjang 22 – 35cm dan memiliki lebar 3 - 6 mm. Sementara cacing jantan
dewasa mempunyai ukuran lebih kecil, dengan panjangnya 12 - 13 cm dan lebamya 2 - 4
mm, juga mempunyai warna yang sama dengan cacing betina, tetapi mempunyai ekor yang
melengkung ke arah ventral.Kepalanya mernpunyai tiga bibir pada ujung anterior (bagian
depan) dan mempunyai gigi-gigi kecil atau deotikel pada pinggirnya, bibimya dapat ditutup
atau dipanjangkan untuk memasukkan makanan.
Pada potongan melintang cacing mempunyai kutikulum tebal yang berdampingan
dengan hipodermis dan menonjol kedalam rongga badan sebagai koda lateral. Sel otot
somatik besar dan panjang dan terletak di hipodermis; gambaran histologinya merupakar sifat
tipe polyrnyarincoelom. Alat reproduksi dan saluran pencencernaan mengapung didalam
rongga badan, cacing jantan mempunyai dua buah speculum yang dapat keluar dari kloaka
dan pada cacing betina, vulva terbuka pada perbatasan sepertiga badan antedor dan tengah,
bagian ini lebih kecil dan dikenal sebasai cincin kopulasi.
Cacing betina dapat bertelur sampai 200.000 butir sehari, yang dapat berlangsung
selama hidupnya yaitu kira-kira 1 tahun. Telur ini tidak menetas didalam tubuh

manusia,tetapi dikeluarkan bersama tinja dan hospes. Telur yang tidak dibuahi disebut
unfertilized, ukurannya lebih lonjong 90 x 40 mikron, dan tidak mengandung embrio, dinding
terdiri dari dua lapisan (tidak memiliki lapisan lipoid), bagian dalam telur penuh dengan
granula yang amorf . telur yang dibuahi atau tidak dibuahi kadang – kadang lapisan
alnuminoidnya terkelupas telur ini dikenal sebagai decoricated egg .Telur yang dibuahi
(fertilized) berbentuk ovoid dengan ukuran 60 x 45 mikron, berdinding tebal, berwarna coklat
keemasan karena zat warna empedu dinding telur terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan luar
terdiri dari bahan albuminoid yang bergerigi. Lapisan tengah terdiri dari bahan transpran yang
terbuat dari glikogen, dan yang paling dalam terdiri dari bahan lipoid. Kadang – kadang
tebentuk bulan sabit yang terletak di antara lapisan glikogen dan lipoid. Bila baru
dikeluarkan tidak infektif dan berisi satu sel tunggal. Sel ini dikelilingi suatu membran vitelin
yang tipis untuk meningkatkan daya tahan telu cacing tersebut terhadap lingkungan
sekitarnya sehingga dapat bertahan hidup sampai satu tahun. Di sekitar membran ini ada kulit
bening dan tebal yang dikelilingi lagi oleh lapisan albuminoid yang permukaannya tidak
teratur atau berdengkul (mamillation).
Gambar Cacing Betina

3. Siklus hidup

Siklus hidup A. lumbricoides terjadi dalam 3 stadium yaitu stadium telur, larva, dan
dewasa. Siklus ini biasanya membutuhkan fase di luar tubuh manusia (hospes) dengan atau
tanpa tuan rumah perantara (Natadisastra, 2012).
Telur cacing yang telah dibuahi dan keluar bersama tinja penderita akan berkembang
menjadi infektif jika terdapat di tanah yang lembab dan suhu yang optimal dalam waktu
kurang lebih 3 bulan. Seseorang akan terinfeksi A.lumbricoides apabila masuknya telur A.
lumbricoides yang infektif kedalam mulut bersamaan dengan makanan atau minuman yang
terkontaminasi tanah yang mengandung tinja penderita Ascariasis (Sutanto dkk, 2008).
Gambar 2.1. Siklus Hidup Ascaris lumbricoides (CDC, 2015)

Telur infektif yang tertelan oleh manusia akan melewati lambung tanpa terjadi kerusakan
oleh asam lambung akibat proteksi yang tebal pada lapisan telur tersebut dan akan menetas
di dalam usus halus. Kemudian larvanya akan secara aktif menembus dinding usus halus
menuju vena porta hati dan pembuluh limfe. Bersama dengan aliran vena, larva A.
Lumbricoides akan beredar menuju jantung kanan dan berhenti di paru (Soedarto, 2009).
Saat di dalam paru-paru larva yang berdiameter 0,02 mm akan masuk kedalam kapiler
paru yang hanya berukuran 0,01 mm maka kapiler tersebut akan pecah dan larva akan masuk
ke alveolus kemudian larva berganti kulit. Larva tersebut akan ke alveoli lalu naik ke trakea
melalui bronkiolus dan bronkus setelah dari kapiler paru. Selanjutnya mengarah ke faring dan
terjadi refleks batuk hingga tertelan untuk kedua kalinya sampai ke usus halus. Masa migrasi
ini berlangsung selama 10 – 15 hari. Cacing akan berkembang menjadi dewasa, kawin, dan
bertelur di usus halus dalam waktu 6 – 10 minggu (Brown dkk, 1994).
Askaris ketika memasuki tubuh dapat bertahan dalam kondisi pH lambung yang
ekstrim disebabkan karena askaris memiliki kutikula yang tebal dan resisten membungkus
seluruh tubuh, memiliki pelindung yang melawan aksi dari enzim pencernaan dan antitoksin
dari host. Askaris juga mensekresikan anti enzim yang melindunginya dari enzim pencernaan.
Parasit memproduksi telur dalam jumlah yang besar untuk menjamin kelangsungan hidupnya.
Pembungkus yang resisten yang dimiliki cacing ini melindungi zigot dan embrio dari faktor
lingkungan yang kurang baik (pH lambung), sehingga dapat bertahan (Kotpal, 2010)

4. Patogenesitas pada tubuh manusia


Patogenesis dan gejala askariasis kebanyakan infeksi ringan tidak menimbulkan gejala.
Cacing yang baru menetas menembus mukosa usus sehingga terjadi sedikit kerusakan pada
daerah tersebut. Cacing yang tersesat, berkeliaran, dan akhirnya mati di bagian tubuh lain
seperti limpa, hati, nodus limfe, dan otak. Cacing ini juga menyebabkan perdarahan kecil
pada kapiler paru yang mereka tembus. Infeksi yang berat dapat menyebabkan akumulasi
perdarahan sehingga akan terjadi edema dan ruang-ruang udara tersumbat. Akumulasi sel
darah putih dan epitel yang mati akan memperparah sumbatan sehingga akan terjadi Ascaris
lumbricoides pneumonitis (Loeffler’s pneumonia) yang bisa menyebabkan kematian.
Lumbricoides adalah cairan pada lumen usus. Pada infeksi sedang hingga berat, dapat terjadi
malnutrisi pada anak-anak yang nutrisinya diambil oleh cacing. Dapat terjadi nyeri abdomen,
urtikaria, eosinofilia, nyeri pada mata, asma dan insomnia sebagai respon alergi terhadap
metabolityang dihasilkan cacing.

Jumlah cacing terlalu banyak di usus, maka cacing bisa berkeliaran ke apendiks, anus,
pankreas, saluran empedu, hati, lambung, esofagus, trakea, tuba eustachius, telinga tengah,
bahkan keluar melalui hidung dan mulut. Cacing betina juga bisa berkeliaran di dalam tubuh
jika tidak ada cacing jantan. Larva pada dahak dan telur cacing di feses bisa membantu
menegakkan diagnosis.

Cara Penularan :

Penularan Ascariasis dapat terjadi melalui bebrapa jalan yaitu masuknya telur yang infektif ke
dalam mulut bersama makanan atau minuman yarg tercemar, tertelan telur melalui tangan
yang kotor dan terhirupnya telur infektif bersama debu udara dimana telur infektif tersebut
akan menetas pada saluran pemapasan bagian atas, untuk kemudian menembus pembuluh
darah dan memasuki aliran darah.

5. Pencegahan dan Terapi

PENCEGAHAN
1. Cuci tangan pakai sabun sebelum makan
2. Menjaga kebersihan kuku
3. Tidak bermain tanah (kalau bermain tanah, maka setelah selesai, dicuci tangan pakai
sabun)
4. Minum obat cacing secara rutin 6 bulan sekali
5. Mengubah perilaku hidup menjadi lebih bersih dan sehat

TERAPI HERBAL

1. Menggunakan herbal serbuk biji papaya matang, dimana herbal ini dapat menghambat
proses berembrio telur ascaris lumbricoides baik pada uterus induk ataupun pada
tinjanya.
2. Ekstrak putrid malu. Ekstrak putri malu memiliki efek antihelmintik, diperlihatkan
dengan semakin cepatnya waktu kematian cacing pada konsentrasi yang lebih tinggi.
kandungan zat aktif pada putri malu adalah tannin dan mimosin. Senyawa mimosin
bersifat neurotoksik terhadap cacing dengan jalan menghambat kerja dari enzim
asetilkolinesterase, hal ini mengakibatkan menumpuknya asetilkolin pada tubuh
cacing yang tidak segera diinaktifkan karena dihambatnya enzim asetilkolinesterase
sehingga cacing mati dalam keadaan kaku. Sedangkan senyawa tannin yang memiliki
kemampuan denaturasi protein menyebabkan protein pada permukaaan tubuh cacing
terdenaturasi sehingga permukaan tubuh cacing menjadi tidak permeabel lagi terdapat
zat diluar tubuh cacing.

TERAPI KIMIA
Obat pilihan utama untuk askariasis adalah pirantel pamoat atau mebendazol, sedangkan
untuk pilihan keduanya adalah levamizol, kemudian piperazin ataupun albendazol
1. Albendazole. Obat oral dengan dosis untuk dewasa sebesar 400 mg sebagai dosis
tunggal.
2. Mebendazole menyebabkan kerusakan struktur subseluler dan menghambat sekresi
asetilkolinesterase. Mebendazole tersedia dalam bentuk sirup berisi 10 mg/ml serta
tablet 100 mg. Mebendazole diberikan dengan dosis 100 mg 2 kali sehari selama 3
hari.

6. Kasus infeksi cacing ascaris di Indonesia

Anda mungkin juga menyukai