Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
Tentnag Kesehatan menjelaskan Obat adalah bahan atau paduan bahan,
termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi, untuk manusia.
Obat dalam penggunaannya harus mengikuti aturan penggunaan obat
rasional. Menurut WHO seorang pasien dikatakan menggunakan obat yang
rasional apabilapasien menerima obat yang tepat untuk kebutuhan klinis,
dalam dosis yang memenuhi kebutuhan untuk jangka waktu yang cukup, dan
dengan biaya yang terjangkau baik untuk individu maupun masyarakat.
Sampai saat ini masih sering di jumpai di masyarakat tentnag tatacara
penggunaan obat yang salah. Hal tersebut berupa kurangnya pemahaman
tentnag cara penggunaan obat yang tepat dan rasional, maupun penggunaan
obat bebas secara berlebih, serta kurangnya pemahaman tentnag cara
penyimpanan dan pembuangan obat dengan benar(www.depkes.go.id).
Swamedikasi tersebut mmenjadi upaya yang paling banyak dilakukan oleh
masyarakat untuk mengatasi keluhan atau gejala penyakit.Berdasarkan data
Susenas Badan Pusat Statistik menunjukkan leih dari 60% masyarakat
melakukan pengobatan sendiri. Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar
tahun 2013 menunjukkan bahwa 35,2% rumah tangga menyimpan obat untuk
swamedikasi. Dari 35.2% rumah tangga yang menyimpan obat, 35.7%
diantaranya menyimpan obat keras dan 27,85 diantaranya 86,1% antibiotic
diperoleh tanpa resep. Hal ini memicu munculnya permaslahan seperti
meningkatnya tingkat resistensi antibiotic.
Apabila dilakukan dengan tepat dan benar, swamedikasi dapat menjadi
sumbangan yang besar bagi pemerintah, terutama dalam pemeliharaan
kesehatan secara Nasional. Namun jika sebaliknya, swamedikasi dapat

1
menyebabkan permasalahan kesehatan akibat kesalahan penggunaan, tidak
tercapainya efek pengobatan, timbulnya efek samping yang tidak diinginkan,
penyebab timbulnya penyakit baru, kelebihan pemakaian obat (overdosis)
karena penggunaan obat yang mengandung zat aktif yang sama secara
bersama, dan sebagainya. Permasalahan kesehatan yang baru dapat saja
timbul menyebabkan penyakit yang jauh lebih berat. Hal ini dapat disebabkan
karena terbatasnya pengetahuan masyarakat dan kurangnya informasi yang
diperoleh dari tenaga kesehatan, maupun kurangnya kesadaran dan
kemampuan masyarakat untuk mencari informasi melalui sumber informasi
yang tersedia. Untuk melakukan swamedikasi secara benar, masyarakat
memerlukan informasi yang jelas, benar dan dapat dipercaya, sehingga
penentuan jenis dan jumlah obat yang diperlukan harus berdasarkan
kerasionalan penggunaan obat. Swamedikasi hendaknya hanya dilakukan
untuk penyakit ringan dan bertujuan mengurangi gejala, menggunakan obat
dapat digunakan tanpa resep dokter sesuai ketentuan perundang-undangan
yang berlaku(Farmalkes.kemenkes.go.id).
Untuk mengatasi permasalahan tersebut pemerintah khususnya kementrian
kesehatan telah mencetuskan banyak sekali program untuk meningkatkan
pengetahuan masyarakat tentnag cara penggunaan obat yang rasional
diantaranya adlaah DaGuSiBu ( Dapatkan, Gunakan, Simpan, Buang) Obat
secara tepat, Gema Cermat Gema Cermat merupakan upaya bersama antara
pemerintah dan masyarakat melalui rangkaian kegiatan dalam rangka
mewujudkan kepedulian, kesadaran, pemahaman dan keterampilan
masyarakat dalam menggunakan obat secara tepat dan benar, dan Metode
Cara Belajar Insan Aktif (CBIA) atau “community based interactive
approach” merupakan salah satu kegiatan pemberdayaan masyarakat yang
dapat digunakan dalam mengedukasi masyarakat untuk memilih dan
menggunakan obat yang benar pada swamedikasi.
Namun tentu tidak hanya pemerintah, semua bagian masyarakat baik
tenaga kesehatan, aktivis kesehatan, dan masyarakat sendiri juga harus
berperan dalam mencegah maupun mengurangi kesalahan penggunaan obat
dengan terus memberikan edukasi pengenai penggunaan obat rasional agar

2
terbentuk pengetahuan di dalam masyarakat dan menjadi dasar pengetahuan
dalam penggunaan obat yang baik.

Untuk membahas lebih dalam mengenai topik bahasan di atas maka


penulis menyusun makalah yang berjudul…..

2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
a. Apa saja kesalahan penggunaan obat yang sering di temukan dalam
masyarakat?
b. Bagaimana perbandingan antara hasil wawancara warga dan tenaga
kesehatan mengenai tatacara penggunaan obat dengan data yang telah
ada?
c. Bagaimana tatacara penggunaan obat berdasarkan DaGuSiBu?
d. Bagaimana cara pengggunaan obat rasional?
3. Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan di susunnya makalah ini adalah sebagai berikut
a. Untuk mengetahui apa saja kesalahan penggunaan obat yang sering di
temukan dalam masyarakat?
b. Untuk mengetahui perbandingan antara hasil wawancara warga dan
tenaga kesehatan mengenai tatacara penggunaan obat dengan data yang
telah ada
c. Untuk mengetahui tatacara penggunaan obat berdasarkan DaGuSiBu?
d. Bagaimana cara pengggunaan obat rasional?

3
BAB II

ISI

1. Kesalahan Penggunaan Obat yang Umum Dalam Masyarakat


Pada kenyataannya, tidak semua pengguna atau konsumen obat
mematuhi aturan-aturan penggunaan obat yang benar. Ketidakpatuhan
konsumen dalam menggunakan obatnya akan mengakibatkan kesalahan-
kesalahan. Penggunaan obat dikatakan tidak tepat jika risiko yang
mungkin terjadi tidak seimbang dengan manfaat yang diperoleh dari
tindakan memberikan suatu obat.
Dimana kesalahan-kesalahan yang sering terjadi di masyarakat
meliputi:
a. Tanpa resep dokter
Menurut Menkes kurangnya pemahaman masyarakat dan informasi
dari tenaga kesehatan, menyebabkan masyarakat menggunakan
antibiotika tanpa resep dokter. Persepsi yang salah dan banyaknya
masyarakat yang membeli antibiotika secara bebas tanpa resep dokter
memicu terjadinya masalah resistensi terhadap antibiotika.
“Penggunaan obat secara berlebihan atau over dosis, kejadian efek
samping, interaksi obat atau penyalahgunaan obat seringkali terjadi
pada masyarakat dan menyebabkan masalah kesehatan baru,” tukas
Menkes.

b. Tidak membaca brosur obat


Anda pernah memperhatikan lembaran kertas yang disisipkan pada
kemasan obat saat Anda mengambil obat resep? Bacalah itu, tegas
Michael R. Cohen, R.Ph., pimpinan Institute for Safe Medication
Practices. Lembar tersebut adalah brosur obat yang mencantumkan
informasi lengkap mengenai kapan dan berapa kalo obat harus
dikonsumsi, efek samping yang harus diwaspadai, obat-obatan lain
yang dapat berinteraksi, dan petunjuk penting lainnya, ujarnya.
Penelitian menunjukkan bahwa separuh dari orang dewasa tidak

4
mengonsumsi obat sesuai petunjuk, sebagian besar karena mereka
sering kali mengabaikan lembar informasi obat ini.

c. Mengukur Dosis Obat Sembarangan


Sebuah survei yang dilakukan terhadap pasien yang sedang
menunggu di ruang tunggu dokter menunjukkan bahwa 73% pasien
menggunakan sendok makan atau sendok teh untuk mengukur dosis
obat cair, bukan menggunakan sendok/mangkuk ukur yang biasanya
diberikan bersama obat cair. Pengukuran menggunakan sendok makan
atau sendok teh yang sangat tidak akurat dapat menyebabkan masalah,
seperti terlalu banyak atau terlalu sedikitnya obat yang dikonsumsi.

d. Waktu penggunaan obat


Pada umumnya masyarakat Indonesia masih mengonsumsi obat
dalam jarak waktu berdekatan. Biasanya masalah ini sangat umum
terjadi. Misal, anjuran minum obat tiga kali sehari. Diminumnya pada
pagi, siang, dan sore. Padahal, yang benar adalah setiap delapan jam
sekali dengan asumsi 24 jam dalam sehari yang dibagi tiga. Jika sudah
sangat parah, kebiasaan tersebut dapat membuat seseorang mengalami
kerusakan organ seperti ginjal. Karena itu, Endang mengimbau
masyarakat lebih proaktif saat berkonsultasi dengan dokter mengenai
penggunaan obat serta lebih perhatian ketika membaca aturan pakai
penggunaan obat warung yang dapat dibeli tanpa resep dokter.

e. Penggunaan obat Antibiotik yang tidak rasional.


Rendahnya kesadaran masyarakat dalam penggunaan antibiotika
secara tidak rasional akan berdampak buruk di masa yang akan datang.
Apalagi, menurut Menkes, pemakaian antibiotika yang tidak
berdasarkan petunjuk dokter mengurangi efektivitas obat tersebut
sehingga kemampuan membunuh bakteri berkurang ataupun resisten.
Selain itu, resistensi antimikroba juga dapat memberikan dampak
negatif yang bertingkat terhadap upaya penanggulangan penyakit

5
menular seperti tuberculosis. Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan
akan melakukan berbagai upaya agar antibiotika dapat digunakan
secara tepat, antara lain dengan mengharuskan apotek melakukan
verifikasi resep dan catatan penjualan. "Salah satu lagi yang
diupayakan masyarakatnya sendiri, kita coba untuk menyadarkan,"
tambah Menkes Endang Rahayu Sedyaningsih.
2. Perbandingan antara hasil wawancara warga dan tenaga kesehatan
mengenai tatacara penggunaan obat dengan data yang telah ada.
Untuk mengetahui tentang tatacara penggunaan obat di
masyarakat, penulis melakukan wawancara kepada 12 orang yang dipilih
secara acak. Metode pengambilan ddata dilakukan dengan memberikan
beberapa pertanyaan kepada responden yaitu Ibu Sabariah, Bapak
Hermana, Ibu Diantama, Bapak Febriyanto, Bapak M. Taupin Yanuar, Ibu
Zubaedah, Ibu Odah, Bapak Zoni Abrur, Ibu Liza Okania, Bapak Joni,
Bapak Lalu Muh. Rizal. Ibu. Baiq Fanessa Ardeila Rizma. Adapun
pertanyaan utama yang diajukan sebagai berikut.
- Dimana biasanya anda membeli obat untuk swamedikasi?
- Bagaimana anda mendapatkan informasi mengenai tatacara
penggunaan obat?
- Apakah anda tau bagaimana cara menyimpann oobat dengan
benar?
- Bagaimana biasanya anda membuang obat yang tidak terpakai
atau kadaluarsa?

Adapun beberapa pertanyaan tambahan yang diajukan sebagai


berikut.

- Apakah pernah anda membeli obat tanpa resep dokter?


- Pernahkah anda menggunakan obat secara bergantian dengan
anggota keluarga yang lain?
- Obat apa yang biasanya anda beli tanpa resep dokter?
- Menurut anda siapa yang bertanggung jawab memberikan
informasi mengenai obat?
- Apakah sebelum meminum obat anda membaca aturan pakai?

6
Bedasarkan informasi yang di peroleh dari 12 orang responden, di
temukan beberapa macam kesalahan dalam penggunaan obat, misalnya
adanya penggunaan obat secara berulang dalam keluarga yang sama,
diamna hal ini seharusnya tidak dilakukan karena dapat meningkatkan
tingkat resistensi obat terhadap penyakit tertentu, dan adanya resiko
kelebihan atau kekurangan dosis obat karena perbedaan kondisi tubuh
setiap orang dapat memengaruhi efek yang di berikan obat itu sendiri.
Kemudian kesalahn lain adalah beberapa responden ternyata mengatakan
pembelian obat bebas amaupun obat bebas terbatas biasanya di beli di
warung-warung di dekat rumah, padahal seharusnya obat paling tidak
harus di beli di toko obat yang telah memiliki izin dan apotek, guna
mencegah adanya obat palsu yang beredar.
Kesalahan lain yang ditemukan adalah adanya pembelian obat
keras tanpa resep dokter. Berdasarkan peraturan, obat keras merupakan
obat yang harus dibeli dengan resep dokter, jika tidak dengan resep dokter,
pihak apotek seharusnya tidak boleh menjuanya kepada pasien, tapi
ternyata telah menjadi rahasia umum kalau penjualan obat keras ternyata
dapat dijual bebas tanpa resep dokter. Hal ini jelas -jelas melanggar
peraturan yang ada, dan seharusnya hal seperti ini ditindak dengan keras
oleh pemerintah.
Tidak hanya itu kesalahan yang sering bahkan selalu ditemukan
dalam masyarakat saat ini adalah tatacara membuang obat sisa atau yang
telah kadaluarsa. Dalam pelaksanaanya masyarakat masih membuang obat
secara sembarangan tanpa memerhatikan tatacara yang ada. Hal ini dapat
menimbulkan efek yang buruk bagi lingkungan, misalnya adanya racun
yang bisa meracuni spesies atau lingkungan di sekitar kita.
3. Tata Cara Penggunaan Obat Berdasarkan DaGuSiBu
a. Dapatkan obat dengan benar berarti dapatkan obat di tempat yang
benar, agar terjamin manfaatnya, keamanannya dan kualitasnya.
Tempat yang benar berarti legalitasnya ada, misalnya apotek, rumah
sakit, toko obat berijin, apotek klinik, dan sebagainya tentunya dengan

7
memperhatikan ketentuan perundang-undangan. Pada waktu menerima
obat perlu dilakukan pemeriksaan yaitu :
- Pertama, penandaan kemasan obat terkait nama obat atau merek
dagang, nama produsen, komposisi obat, tata cara penggunaan,
efek samping, batas kadaluarsa, penandaan golongan obat serta
nomor registrasi obat.
- Kedua, pemeriksaan kualitas kemasan terkait :
 Segel obat : segel obat palsu biasanya tidak rapi
 Keutuhan kemasan : kemasan obat palsu biasanya tidak utuh,
rusak, atau bocor
 Desain kemasan : desain obat palsu biasanya berbeda dari
produk asli dalam hal warna, gambar, ukuran huruf, dan logo
 Kualitas printing : kualitas printing obat palsu biasanya lebih
pudar
 Kerapian kemasan : kemasan obat palsu biasanya kurang
termasuk dalam memotong dan melipat brosur
b. Gunakan obat dengan benar artinya gunakanlah obat sesuai dengan
indikasinya (diagnosa penyakit), sesuai dosisnya, sesuai aturan
pakainya, dan sesuai cara pemberiannya.
- Pertama, informasi umum dalam obat seperti
 Bacalah cara penggunaan obat sebelum minum obat dan
periksalah tanggal kadaluarsanya.
 Gunakan obat sesuai aturan minum obat dalam etiket atau
anjuran dalam brosur (obat bebas atau bebas terbatas).
 Waktu minum obat sesuai waktu yang dianjurkan.
 Pengunaan obat bebas atau bebas terbatas tidak dimaksudkan
untuk penggunaan secara terus-menerus.
 Hentikan penggunaan obat bila tidak memberikan manfaat.
Bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, segera hubungi
tenaga kesehatan terdekat.

8
 Sebaiknya tidak melepas etiket dari wadah obat karena pada
etiket tercantum cara penggunaan obat dan informasi penting
lainnya.
 Sebaiknya tidak mencampur berbagai jenis obat dalam satu
wadah.
 Hindari menggunakan obat orang lain walaupun gejalanya
tampak serupa.
 Tanyakan kepada apoteker atau petugas kesehatan di
poskesdes untuk mendapatkan informasi penggunaan obat
yang lebih lengkap.
- Kedua, informasi khusus dalam obat seperti :
 Obat oral dalam bentuk padat (tablet, kaplet, kapsul, tablet
salut) umumnya dapat ditelan utuh dengan bantuan air
minum.
 Beberapa obat oral padat perlu perlakuan khusus misalnya:
o Tablet kunyah: harus dikunyah dulu sebelum ditelan
o Tablet buih (effervescent): dilarutkan dalam segelas
air
o Tablet hisap : diletakkan di rongga mulut dan
dihisap
o Tablet sublingual: ditaruh di bawah lidah dan tidak
untuk ditelan
 Obat oral dalam bentuk cair (sirup) dikocok dahulu sebelum
diminum.
 Takaran obat minum (sirup):
o 1 (satu) sendok takar artinya obat dituang ke sendok
takar sampai garis menunjukkan volume 5 ml
o ½ (setengah sendok takar artinya obat dituang ke
sendok takar sampai garis yang menunjukkan
volume 2,5 ml
 Beberapa obat dalam bentuk cair hanya untuk penggunaan
di luar tubuh (tidak untuk ditelan), seperti:

9
o Cairan tetes hidung, tetes mata, tetes telinga
o Cairan obat kumur
o Cairan untuk kulit (lotion)
 Obat tetes digunakan dengan alat pipet yang tersedia dalam
kemasan. Aturan pakai dinyatakan dalam tetes atau ml.
 Beberapa obat digunakan dengan pengaturan tertentu:
o Sebelum makan, sesudah makan, atau bersama
makan
o Obat tidak boleh diminum bersama susu, antasida dll
o Selisih waktu minum tertentu: setiap 6 jam atau 8
jam
 Beberapa obat perlu petunjuk khusus sesuai bentuk sediaan:
o Sediaan untuk mata: tetes mata, salep mata
o Sediaan untuk hidung: tetes hidung, obat semprot
(inhalasi )
o Sediaan tetes telinga
o Sediaan untuk kulit: bedak, salep, krim, lotion
o Sediaan suppositoria
o Sediaan krim/salap rektal
o Sediaan obat vagina

Setelah menggunakan obat perlu juga diperhatikan apakah timbul


gejala khusus misalnya mengantuk, gatal, perih lambung, pusing dll.
Bila ya, segera hubungi tenaga kesehatan terdekat.

c. Simpan obat dengan benar yaitu simpan obat sesuai yang tertulis di
kemasan, kecuali bila harus disimpan secara khusus. Umumnya obat
disimpan di tempat yang sejuk (15-25° C), tidak terkena sinar matahari
langsung, tidak di tempat yang lembab, dan jauhkan dari jangkauan
anak-anak. Fungsi hal di atas, jelas agar obat tidak mudah rusak,
karena obat umumnya ada yang teroksidasi oleh sinar matahari, dan
dapat mengakibatkan obat berkurang stabilitasnya sehingga jadi
lengket-lengket dan rusak. Kelembaban juga akan membuat obat

10
terurai. Anak-anak harus dijauhkan dari obat, agar tidak sembarangan
memasukkannya ke mulut/dibuat mainan. Bila ada kotak obat,
masukkan obat dalam kotak/lemari tersebut.
d. Buang obat dengan benar yaitu membuang obat juga harus dengan
prosedur yang benar. Obat yang sudah rusak atau kadaluwarsa harus
segera di buang, sehingga tidak dapat lagi digunakan. Pembuangan
obat bebas (logo bulatan hijau), obat bebas terbatas (logo bulatan biru),
dan obat keras (logo huruf K dengan bulatan merah) dapat dilakukan
sendiri oleh masyarakat.
Agar tidak disalahgunakan oleh pihak lain, obat sebaiknya dibuang
dengan cara tertentu sehingga benar-benar tidak berbentuk lagi
- Prinsip pertama dalam membuang obat adalah gunakan masker
dan sarung tangan, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan, seperti menghirup bau menyengat obat yang sudah
kadaluwarsa
- Prinsip kedua yaitu semua bentuk sediaan harus hancur terlebih
dahulu sebelum dibuang.
- Untuk menghindari penyalahgunaan obat rusak/kadaluarsa/
bekas wadah obat:
- Botol/ pot plastik: lepaskan etiket dan buka tutup botol/pot
terlebih dahulu, baru dibuang ke tempat sampah.
- Boks/ dos/ tube: gunting terlebih dahulu, baru dibuang ke
tempat sampah.

Obat juga dapat dibuang dengan cara:

- Kemasan dibuka, lalu dipendam dalam-dalam.


- Dibakar, pastikan pembakaran memusnahkan seluruh obat
4. Pengggunaan obat rasional
Penggunaan obat dikatakan rasional menurut WHO apabila pasien
menerima obat yang tepat untuk kebutuhan klinis, dalam dosis yang
memenuhi kebutuhan untuk jangka waktu yang cukup, dan dengan biaya
yang terjangkau baik untuk individu maupun masyarakat. . WHO
memperkirakan bahwa lebih dari separuh dari seluruh obat di dunia

11
diresepkan, diberikan dan dijual dengan cara yang tidak tepat dan separuh
dari pasien menggunakan obat secara tidak tepat.
Tujuan penggunaan obat rasional adalah untuk menjamin pasien
mendapatkan pengobatan yang sesuai dengan kebutuhannya, untuk
periode waktu yang adekuat dengan harga yang terjangkau. Secara praktis,
penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria:
- Tepat Diagnosis
Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis yang
tepat. Jika diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka pemilihan
obat akan terpaksa mengacu pada diagnosis yang keliru tersebut.
Akibatnya obat yang diberikan juga tidak akan sesuai dengan indikasi
yang seharusnya.
- Tepat Indikasi Penyakit
Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik. Antibiotik,
misalnya diindikasikan untuk infeksi bakteri. Dengan demikian,
pemberian obat ini hanya dianjurkan untuk pasien yang memberi
gejala adanya infeksi bakteri.
- Tepat Pemilihan Obat
Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis
ditegakkan dengan benar. Dengan demikian, obat yang dipilih harus
yang memiliki efek terapi sesuai dengan spektrum penyakit.
- Tepat Dosis
Dosis, cara dan lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap efek
terapi obat. Pemberian dosis yang berlebihan,khususnya untuk obat
yang dengan rentang terapi yang sempit, akan sangat beresiko
timbulnya efek samping. Sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan
menjamin tercapainya kadar terapi yang diharapkan.
- Tepat Cara Pemberian
Obat Antasida seharusnya dikunyah dulu baru ditelan. Demikian pula
antibiotik tidak boleh dicampur dengan susu, karena akan membentuk
ikatan, sehingga menjadi tidak dapat diabsorpsi dan menurunkan
efektivtasnya.

12
- Tepat Interval Waktu Pemberian
Cara pemberian obat hendaknya dibuat sesederhana mungkin dan
praktis, agar mudah ditaati oleh pasien. Makin sering frekuensi
pemberian obat per hari (misalnya 4 kali sehari), semakin rendah
tingkat ketaatan minum obat. Obat yang harus diminum 3 x sehari
harus diartikan bahwa obat tersebut harus diminum dengan interval
setiap 8 jam.
- Tepat lama pemberian
Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya masing-masing.
Untuk Tuberkulosis dan Kusta, lama pemberian paling singkat adalah
6 bulan. Lama pemberian kloramfenikol pada demam tifoid adalah 10-
14 hari. Pemberian obat yang terlalu singkat atau terlalu lama dari
yang seharusnya akan berpengaruh terhadap hasil pengobatan.
- Waspada terhadap efek samping
Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak
diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi,
karena itu muka merah setelah pemberian atropin bukan alergi, tetapi
efek samping sehubungan vasodilatasi pembuluh darah di wajah.
- Tepat penilaian kondisi pasien
Respon individu terhadap efek obat sangat beragam. Hal ini lebih jelas
terlihat pada beberapa jenis obat seperti teofi lin dan aminoglikosida.
Pada penderita dengan kelainan ginjal, pemberian aminoglikosida
sebaiknya dihindarkan, karena resiko terjadinya nefrotoksisitas pada
kelompok ini meningkat secara bermakna.
- Obat yang diberikan harus efektif dan aman dengan mututerjamin,
serta tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau Untuk efektif
dan aman serta terjangkau, digunakan obat-obat dalam daftar obat
esensial. Pemilihan obat dalam daftar obat esensial didahulukan
dengan mempertimbangkan efektivitas, keamanan dan harganya oleh
para pakar di bidang pengobatan dan klinis. Untuk jaminan mutu, obat
perlu diproduksi oleh produsen yang menerapkan CPOB (Cara

13
Pembuatan Obat yang Baik) dan dibeli melalui jalur resmi. Semua
produsen obat di Indonesia harus dan telah menerapkan CPOB.
- Tepat informasi
Informasi yang tepat dan benar dalam penggunaan obat sangat penting
dalam menunjang keberhasilan terapi
- Tepat tindak lanjut (follow-up)
Pada saat memutuskan pemberian terapi, harus sudah dipertimbangkan
upaya tindak lanjut yang diperlukan, misalnya jika pasien tidak
sembuh atau mengalami efek samping.
- Tepat penyerahan obat (dispensing)
Penggunaan obat rasional melibatkan juga dispenser sebagai penyerah
obat dan pasien sendiri sebagai konsumen. Pada saat resep dibawa ke
apotek atau tempat penyerahan obat di Puskesmas, apoteker/asisten
apoteker menyiapkan obat yang dituliskan peresep pada lembar resep
untuk kemudian diberikan kepada pasien. Proses penyiapan dan
penyerahan harus dilakukan secara tepat, agar pasien mendapatkan
obat sebagaimana harusnya.
- Pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang dibutuhkan,
ketidaktaatan minum obat umumnya terjadi pada keadaan berikut:
 Jenis dan/atau jumlah obat yang diberikan terlalu banyak
 Frekuensi pemberian obat per hari terlalu sering
 Jenis sediaan obat terlalu beragam
 Pemberian obat dalam jangka panjang tanpa informasi
 Pasien tidak mendapatkan informasi/penjelasan yang
 cukup mengenai cara minum/menggunakan obat
 Timbulnya efek samping (misalnya ruam kulit dan nyeri
 lambung), atau efek ikutan (urine menjadi merah karena
 minum rifampisin) tanpa diberikan penjelasan terlebih
 dahulu
Oleh karena itu, penggunaan obat rasional meliputi dua aspek
pelayanan yaitu pelayanan medik oleh dokter dan pelayanan farmasi klinik
oleh apoteker. Untuk itu perlu sekali adanya kolaborasi yang sinergis

14
antara dokter dan apoteker untuk menjamin keselamatan pasien melalui
penggunaan obat rasional.

15
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa :
a. Masih maraknya penggunaan obat tanpa resep dokter, tidak
membaca brosur obat, penggunaan dosis yang salah, waktu
penggunaan obat yang tidak tepat, serta penggunaan antibiotik
yang tidak rasional.
b. Masih maraknya pengunaan obat tanpa resep dokter, penggunaan
obat yang tidak sesuai, serta pembuangan obat yang sembarangan.
c. Pengguaan obat yang baik apabila didapatkan dengan benar,
penggunaan yang benar, penyimpanan obat yang benar serta
pembuangan obat yang benar.
d. Penggunaan obat dikatan rasional apabila tepat diagnosanya, tepat
indikasi penyakitnya, tepat pemilihan obatnya, tepat dosisnya, tepat
cara pemberiannya, tepat interval waktu pemberiannya, tepat lama
pemberiannya, waspada terhadap efek samping, tepat penilaian
kondisi pasien, tepat informasinya, tepat tindak lanjunya (follow-
up), serta tepat penyerahan obatnya.
2. Saran
Ketidaktahuan masyrakat tentang tata cara pengguaan obat adalah hal yang
perlu untuk di tindak lanjuti agar tidak terjadi resisten obat. Oleh karena
itu perlu dilakukannya sosialisasi terhadap bahaya pengguanaan obat yang
salah.

16
DAFTAR PUSTAKA

http://farmalkes.kemkes.go.id/2015/07/pentingnya-penggunaan-obat-secara-
rasional/

http://www.depkes.go.id/article/view/15112700005/pemahaman-masyarakat-
akan-penggunaan-obat-masih-rendah.html.

http://farmalkes.kemkes.go.id/2014/09/mencerdaskan-masyarakat-dalam-
penggunaan-obat-melalui-metode-cara-belajar-insan-aktif-cbia/

http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20180329/3525429/inilah-
penggunaan-obat-rasional-yang-harus-dipahami-masyarakat/

http://poskotanews.com/2015/11/27/menkes-rendah-pemahaman-masyarakat-
tentang-obat/

http://farmasetika.com/2016/07/30/6-kesalahan-umum-dalam-penggunaan-obat-
ini-bisa-berakibat-serius/

https://www.voaindonesia.com/a/lebih-dari-90-persen-masyarakat-tidak-
komsumsi-antibiotika-dengan-tepat-119423809/91811.html

17

Anda mungkin juga menyukai