Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rambut merupakan mahkota bagi setiap orang. Masalah kulit kepala sering

dianggap sebagai hal ringan, padahal bagi penderitanya dapat mengurangi

penampilan atau daya tarik dan membuat seseorang tidak percaya diri akibat

kotornya rambut apabila disertai rasa gatal yang mengganggu (Wolff, Klaus dkk.

2005).

Salah satu masalah pada kulit kepala seperti ketombe terjadi hampir pada

separuh penduduk di usia pubertas tanpa memandang jenis kelamin dan sosial

budayanya. Tidak ada penduduk di setiap wilayah geografis yang bebas tanpa

dipengaruhi oleh ketombe dalam kehidupan mereka. Ketombe merupakan suatu

kondisi kelainan pada kulit yang sangat umum terjadi, sehingga dikatakan bahwa

semua orang pernah mengalaminya, terutama di daerah tropis dan bertemperatur

tinggi seperti Indonesia (Wolff, Klaus dkk. 2005).

Ketombe pada umumnya ditandai dengan adanya serpihan kulit kepala di

rambut dan sering disertai dengan rasa gatal. Ketombe dianggap sebagai bentuk

ringan dari dermatitis seboroik yang ditandai dengan skuama halus sampai kasar

yang berwarna putih kekuningan berjumlah banyak. Beberapa faktor yang

berpengaruh terhadap kejadian ketombe, antara lain peningkatan produksi sebum

pada kelenjar sebasea, faktor kerentanan individu, faktor lingkungan (suhu dan
kelembaban lingkungan), stress, dan pertumbuhan jamur yang berlebihan di kulit

kepala sehingga menyebabkan kepala berskuama (Aprilia, 2010).

Ketombe dapat diakibatkan oleh infeksi jamur, diantaranya adalah

Staphylococus epidermis, Candida albicans, Microsporum gypseum, dan

Pityrosporum ovale. Pityrosporum ovale adalah yeast lipofilik yang merupakan

flora normal pada kulit dan kulit kepala manusia. Pada penderita ketombe,

jumlah Pityrosporum ovale pada kulit kepala manusia akan meningkat.

Peningkatan jumlah Pityrosporum ovale dapat menyebababkan ketombe apabila

lebih dari 47%.

Pityrosporum ovale adalah mikroflora normal yang terdapat pada kulit

kepala yang erat kaitannya dengan kejadian ketombe. Pityrosporum ovale dapat

menyebabkan kondisi kulit kepala mengelupas seperti sisik atau yang disebut

ketombe. Kondisi seperti ini mempengaruhi pada 30-95% dari manusia. Pada

kulit kepala yang menderita ketombe terjadi peningkatan jumlah Pityrosporum

ovale sebanyak 1,5 sampai 2 kali dari jumlah normal. Lebih lanjut, jamur

Malassezia (P. Ovale) yang terdapat pada kulit kepala dengan kecepatan

pertumbuhan normal kurang dari 47%, akan tetapi jika ada faktor pemicu yang

mengganggu keseimbangan flora normal pada kulit kepala maka akan terjadi

peningkatan kecepatan pertumbuhan jamur Malassezia yang dapat mencapai

74%, tentu akan merusak pertumbuhan rambut dan mengganggu kesehatan kulit

kepala secara umum. Peningkatan kolonisasi Pityrosporum ovale juga

dipengaruhi oleh peningkatan sebum dari kelenjar sebasea di usia pubertas.


Berdasarkan hal diatas maka dilakukan praktikum identifikasi jamur

rambut (ketombe) untuk mengetahui jenis jamur yang menginfeksi rambut

manusia dengan melihat morfologi dari jamur itu sendiri.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara mengidentifikasi jamur pada rambut?

2. Apa jenis dari Jamur yang menginfeksi rambut?

C. Tujuan Praktikum

1. Agar mahasiswa mengetahui bagaimana cara pemeriksaan jamur pada rambut.

2. Agar mahasiswa mengetahui jenis jamur yang menginfeksi rambut manusia.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Dasar Teori

1. Pengertian Fungi

Fungi atau jamur adalah sekelompok organisme yang digabungkan dalam

toksin Kngdom Fungi berdasarkan system Whittaker. Kingdom fungi mempunyai

ciri khas yaitu bersifat heterotroph yang mengabsorbsi nutrient dan memiliki kitin

pada dinding selnya. Jamur dapat bersifat saprotrop dengan mendapatkan nutrisi

dari oraganisme lain yang mati, bersifat parasit dengan mendapatkan / nutrisi

dengan menghisap dari organisme hidup, atau dengan bersimbosis dengan cara

mutualisme bersama satu oraganisme. Produksi kitin, sejenis polisakarida adalah

synapomorphy (sifat yang serupa) antara fungi, choanoflagellata, dan hewan.

Adapun jamur dibagi menjadi empat devisi yaitu : Zygomycota, Ascomycota,

Basidiomycota, dan Deuteromycota (jamur imperfektil).Pada umumnya jamur

bersel banyak, tetapi ada pula yang bersel satu. Berdasarkan sifat ini pula, maka

ukuran jamur sangat bervariasi dari sangat kecil / mikroskopik sampai berukuran

cukup besar / makroskopik (Wijaya, 2001).

Jamur atau fungi adalah organisme heterotrofik yang memerlukan senyawa

organic untuk nutrisinya. Bila mereka hidup dari benda organik mati yang

terlarut, mereka disebut saprofit. Saprofit mengancurkan sisa-sisa tumbuhan dan

hewan yang kompleks, menguraikannya menjadi zat-zat kimia yang lebih

sederhana yang kemudian dikembalikan kedalam tanah dan selanjutnya


meningkatkan kesuburannya. Kapang yaitu jamur yang berbentuk filament.

Kapang berproduksi dengan menggunakan spora. Spora kapang terdiri dari

berbagai jenis yaiu : spora seksual dan spora aseksual. Kapang dapat

menggunakan berbagai komponen makanan dari yang sederhana sampai yang

kompleks, kapang mampu memproduksi enzim hidrolitik. Maka dari itu kapang

mampu pada bahan yang menganung pati, pectin, protein, atau lipid (Wijaya,

2001).

B. Khamir dan Kapang

Khamir adalah kategori non takson yang mencakup semua fungi uniseluler

yang berasal dari kingdom zygomycota, Ascomycota, dan Basidiomycota. Khamir

umumnya berkembang baik secara seksual maupun aseksual. Cara aseksual yaitu

dengan bertunas dan fisi (membelah menjadi dua setelah mitosis). Sedangkan

cara seksual : yaitu dengan fusi (penggabungan) dua se dengan mating tipe (tipe

perkawinan) yang berbeda zigot hasil fusini kemudian akan membentuk empat

hingga delapan spora yang kemudian menyebar (Gandjar, 1999).

Kapang yaitu jamur yang berbentuk filament. Kapang berproduksi dengan

menggunakan spora. Spora kapang terdiri dari berbagai jenis yaitu spora seksual

dan spora aseksual. Kapang dapat menggunakan berbagai komponen makanan

dari yang sederhana sampai yang kompleks, kapang mampu memproduksi enzim

hidrolitik. Maka dari itu kapang mampu pada bahan yang menganung pati,

pectin, protein, atau lipid (Gandjar, 1996).

\
C. Mikosis Superspisial

Mikosis superpisial merupakan kulit yang terinfeksi penyakit yang

disebabkan oleh jamur yang terdapat / menyerang bagian epidermis yang

mengandung keratin, yaitu stratum korneum basale. Berasarkan topografinya

(bentuk klinis) Mikosis Superfisial ada dua yaitu :

1. Dermatofitosis

Penyakit yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofit, jamur ini dapat

mencera keratin kulit (keratinofilik), sehingga jamur ini dapat menyerang lapisan

kulit mulai dari stratum korneum sampai stratum basalis. Penyebabnya adalh

genus Trichophyton, Epidermophyton, Microsporum.

2. Non Dermatofitosis

Infeksi Non Dermatofitosis pada kulit biasanya terjadi pada kulit yang

paling luar, karena jamur ini tidak dapat mencerna keratin sehingga hanya

menyerang lapisan kulit bagian luar. Yang termasuk jenis non dermatofitosis

antara lain Pitriasis versicolor, Tinea Migra Palmaris, Piedra (Wijaya, 2001).

D. Ketombe

1. Definisi Ketombe

Ketombe merupakan salah satu masalah di kulit kepala berupa

peradangan ringan dan disertai rasa gatal yang mengganggu. Ketombe ini

berwarna putih, kering kecil, yang terdapat pada kulit kepala paling atas.

Ketombe dapat diperparah dengan tumbuhnya mikroorganisme dirambut

secara berlebihan (BPOM, 2009). Nama lain dari ketombe adalah dandruff,
pitiriasis sika, pitiriasis simpleks kapitis, pitiriasis furfurasea dan seboroik

kapitis (Wijaya, 2001).

Ketombe atau Pityriasis capitis adalah pengelupasan kulit mati

berlebihan di kulit kepala. Ketombe juga dapat disebabkan oleh Malassezia

Ketombe dapat juga merupakan gejala seborrhoeic dermatitis, psoriasis,

infeksi jamur atau kutu rambut. Pada ketombe didapati peningkatan jumlah

jamur Pityrosporum ovale, suatu yeast lipofilik dari genus Malassezia yang

merupakan flora normal pada kulit kepala. Selain itu didapati pula berbagai

factor yang memudahkan seseorang berketombe, antara lain factor genetic,

hiperproliferasi epidermis, produksi sebum, stress, nutrisi, iritasi mekanis dan

kimia, serta kontak dengan jamur penyebab ketombe. Bila mengalami

ketombe, menggaruk kepala secara berlebihan harus dihindari. Menggaruk

bagian tersebut dapat menyebabkan kerusakan kulit, yang selanjutnya dapat

meningkatkan risiko infeksi, terutama sekali dari bakteri staphylococcus

aureus dan streptococcus (Irianto, 2014).

Dalam jumlah normal, jamur ini tidak adakan menimbulkan dampak

buruk bagi kulit, tetapi bila aktivitas kelenjar sebasea meningkat dengan

menghasilkan sebum, maka jamur tersebut juga akan meningkat karena asam

lemak yang menjadi makanan jamur meningkat. Kelenjar sebasea terdapat

diseluruh kulit kecuali pada telapak tangan dan kaki sedangkan terbanyak

pada belakang kepala, muka, telinga, alat kelamin dan daerah anus.

Malasseazia mengkonsumsi asam lemak jenuh, sedangkan asam lemak tak


jenuh dibiarkan tersisa pada kulit kepala akibatnya akan terjadi peradangan

atau iritasi kulit yang akan menyebabkan sel kulit lebih cepat mati. Sel kulit

yang mati akan menumpuk dan membentuk serpihan dikulit kepala yang

kemudian disebut ketombe (Ro dan Dawson, 2005).

Ketombe adalah sel kulit yang terdapat di kepala mengelupas secara

berlebihan saat proses keratinisasi belum sempuprna. Penyebab munculnya

ketombe adalah terdapat jamur Malassezia restricta dan M. globosa.

Malassezia (sebelumnya merupakan Pityrosporum) adalah ragi penyebab

infeksi kulit dan kulit kepala sehingga menyebabkan gatal. Pada kondisi

hangat dan lembab serta kepadatan penduduk yang berlebihan dan kebersihan

diri yang buruk sangat ideal untuk pertumbuhan Malassezia. Ketombe terjadi

secara eksklusif pada kulit kepala dengan tingkat sebum yang tinggi (Potluri ,

et al., 2013).

2. Penyebab

Beberapa penyebab serta faktor resiko yang memicu timbulnya ketombe

antara lain adalah :

a. Peningkatan Pengelupasan Sel Keratin

Secara normal, lapisan kulit teratas akan diganti oleh sel-sel dari

lapisan di bawahnya. Pada kulit kepala juga mengalami pengelupasan sel

keratin kemudian digantikan dengan sel-sel basal yang bergerak ke

lapisan yang lebih atas. Pada keadaan normal, proses ini berlangsung
sebulan sekali, sedangkan pada keadaan ketombe proses ini bisa terjadi

10-15 hari sekali.

b. Mikroflora Normal

Mikroflora normal di kulit kepala seperti P. ovale jumlahnya

berbeda pada penderita ketombe. P. ovale berubah dari flora normal

menjadi patogen dan menginduksi inflamasi dan deskuamasi

diperkirakan melalui pengaktifan sistem komplemen sehingga

menimbulkan reaksi inflamasi serta pengeluaran lipase yang

menguraikan trigliserida pada sebum menjadi asam lemak bebas yang

bersifat iritan bagi kulit kepala dan menimbulkan ketombe.

c. Kelenjar Sebasea

Kelenjar sebasea menghasilkan sebum di kulit kepala. Jika

jumlahnya berlebih serta adanya pengaruh mikroorganisme akan

menyebabkan ketombe. Kadar sebum bisa dipengaruhi oleh konsumsi

lemak yang berlebih yang mencapai kelenjar sebasea dan akhirnya

menjadi bahan pembentuk sebum. Stress psikis juga menyebabkan

peningkatan aktivitas kelenjar sebasea (Wijaya, 2001).

3. Gejala

Gejala awalnya ditandai dengan rasa gatal, yang kemudian diikuti

dengan mengelupasnya kulit akibat pembelahan sel secara berlebihan dan

adanya mikroorganisme yang berlebihan pada kulit kepala (BPOM, 2009).

Penyakit ketombe ditandai oleh gejala-gejala fisik, seperti timbulnya sisik-


sisik (kering atau basah) dikulit kepala, adanya bintik- bintik merah seperti

bisul kecil yang disertai rasa nyeri, gatal dan dapat diikuti demam, kulit

kepala lecet, basah, bergetah dan bau dan seringkali terjadi kerontokan

rambut (Jawet, 2005).

E. Jamur Pada Kulit Kepala

Piedra merupakan infeksi jamur pada rambut, berupa tonjolan, keras

melekat pada rambut. Ada dua jenis piedra yaitu Piedra hitam dan Piedra putih.

Piedra hitam merupakan infeksi jamur pada rambut kepala yang disebabkan oleh

Piedraia hortai. Infeksi terjadi karena rambut kontak dengan spora jamur.

Rambut yang terinfeksi mengalami kelainan berupa benjolan yang keras pada

rambut yang berwarna coklat kehitaman. Benjolan sulit dilepaskan jika

dipaksakan rambut akan patah. Penderita tidak mengalami gangguan hanya pada

saat menyisir rambut mengalami kesulitan (Irianto, 2014).

Bahan pemeriksaan berasal dari potongan rambut yang terinfeksi,

dilakukan pemeriksaan langsung dengan menggunakan KOH 10 %.  Hasil

mikroskopik akan tampak hifa yang padat berwarna tengguli dan ditemukan

askus yang mengandung askospora. Piedra putih merupakan infeksi jamur pada

rambut yang disebabkan oleh Trichosporon cutaneum. Infeksi terjadi

karena  rambut kontak dengan spora jamur. Rambut yang terifeksi mengalami

kelainan berupa benjolan yang tidak berwarna (Jawet, 2005).


1. Pityrosporum ovale

P. ovale adalah yeast lipofilik bersifat saprofit yang hanya ditemukan

pada manusia. P. ovale merupakan salah satu jamur bersel tunggal yang

termasuk di dalam genus Malassezia dan masuk ke dalam famili

Cryptococcaceae. Morfologinya berbentuk seperti botol dengan ukuran 1-

2 x 2-4 µm, gram positif, dan berproliferasi dengan cara bertunas atau

blastospora (Dwidjoseputro. 2003).

P. ovale termasuk mikroflora normal kulit kepala bersama-sama

dengan Propionibacterium acnes anaerob dan bakteri kokus aerob. Ketiga

mikroflora ini juga ditemukan di kulit kepala berketombe, hanya

proporsinya berbeda. Pada kulit kepala normal P. ovale merupakan 45%

(sekitar setengah juta organisme cm2) dari populasi mikroflora total,

sedangkan pada kulit kepala berketombe proporsinya meningkat menjadi

75%. Bakteri kokus aerob sedikit menurun pada ketombe (280.000/cm 2

pada kulit kepala normal dan 250.000/cm 2 pada yang berketombe),

sedangkan P. acnes sangat menurun (300.000/cm2 pada kulit kepala

normal dan 75.000/cm2 pada yang berketombe). Peningkatan P. ovale

yang sangat besar (hampir dua kali lipat) dibandingkan dengan

peningkatan jumlah mikroorganisme total yang hanya sedikit (1 juta per

cm2 menjadi 1,2 juta per cm 2) pada penderita ketombe mendukung

pendapat bahwa jamur ini mempunyai peran penting dalam patogenesis

ketombe. Kepustakaan menyebutkan faktor-faktor yang dapat


menyebabkan peningkatan jumlah jamur ini, yaitu sebum, keringat yang

berlebihan, stigmata atopi, penyakit- penyakit yang menyebabkan

imunosupresi, serta obat-obat yang menurunkan daya tahan tubuh dan

kulit. Subyek dengan jumlah rerata P. ovale ≥ 10 spora/lpb mempunyai

risiko 4,105 kali lebih besar untuk mengalami kejadian ketombe. Jumlah

P. ovale ≥ 10 spora/lpb dapat digunakan untuk diagnosis ketombe

(Wijaya, 2001).
BAB III

METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu

Praktikum Mikologi tentang Pemeriksaan jamur pada rambut yang

dilaksanakan pada hari Rabu 24 - November-2021 pada pukul 13.00 – 15.00

wita.

2. Tempat

Praktikum Mikologi tentang Pemeriksaan jamur pada rambut dilaksanakan di

Laboratorium Mikrobiologi Universitas Bina Mandiri Gorontalo

B. Alat Dan Bahan

1. Alat

Adapun alat yang digunakan pada praktikum pemeriksaan jamur pada

rambut yaitu objek glass, kawat ose, bunsen, deck glass dan mikroskop.

2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum pemeriksaan jamur pada

rambut adalah dan eosin dan KOH.

3.1. Prosedur Kerja


Adapun prosedur kerja pemeriksaan jamur pada rambut yaitu :

1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

2. Bersihkan kaca objek dan lakukan fiksasi menggunakan api bunsen


3. Sampel yang suah ditanam pada media SDA (Sabouraud Dextrose Agar) DI

ambil dan digoreskan pada kaca objek.

4. disebarkan menggunakan kawat ose yang sebelumnya telah dipanaskan dan

didinginkan.

5. Fiksasi 2-3 kali pemijaran menggunakan api bunsen.

6. Teteskan eosin secukupnya kemudian tutup sediaan dengan deck glass dan

panaskan kemudian dinginkan.

7. Lakukan pengamatan pada mikroskop dengan perbesaran 10-40 x.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Adapun hasil pengamatan jamur rambut pada praktikum kali ini disajikan
pada tabel berikut :

Gambar Pembanding jamur Gambar hasil yang di dapatkan


Pityrosporum ovale.

Tabel 4.1. Hasil pengamatan jamur rambut


B. Pembahasan
Pityriasis capitis atau yang biasa disebut ketombe adalah pengelupasan kulit

mati yang berlebihan di kulit kepala. Sel-sel kulit yang mati dan terkelupas

merupakan kejadian alami yang normal apabila pengelupasan itu jumlahnya

sedikit. Namun pada beberapa orang mengalami secara terus menerus dalam

jumlah yang besar diikiuti dengan kemerahan dan iritasi.

Ketombe terbentuk ketika sel-sel kulit kepala terlalu cepat menua dan mati,

yang berakibat munculnya lapisan keratin yang keras dan berminyak. Sel-sel
rambut akan tumbuh dengan fase teratus, yaitu setiap 24 hari sekali. Ketika sel-sel

itu mencapai kulit kepala dan telah kering kemudian menjadi sel mati yang

berbentuk bintik-bintik putih, maka sel tersebut akan luruh. Sel-sel mati yang

luruh inilah yang biasa dikenal sebagai ketombe.

Praktikum ini dilakukan pemerikasaan jamur pityrosporum pada rambut.

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui tata cara pemeriksaan ketombe dan

mengetahui jamur penyebab ketombe. Tata cara pemeriksaan ketombe yaitu

pertama pembuatan media dengan menggunakan SDA (Sabouraud Dextrose Agar)

yang pertama kali dilakukan adalah Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

Bersihkan kaca objek dan lakukan fiksasi menggunakan api bunsen, Sampel yang

suah ditanam pada media SDA (Sabouraud Dextrose Agar) DI ambil dan

digoreskan pada kaca objek, disebarkan menggunakan kawat ose yang sebelumnya

telah dipanaskan dan didinginkan, Fiksasi 2-3 kali pemijaran menggunakan api

bunsen, Teteskan eosin secukupnya kemudian tutup sediaan dengan deck glass dan

panaskan kemudian dinginkan, Lakukan pengamatan pada mikroskop dengan

perbesaran 10-40 x tambahkan sedikit oilmersi untuk dapat memperjelas objek.

Berdasarkan hasil pengamatan secara mikroskopik pada sampel ketombe di

temukan memiliki bentuk yang kecil selnya berbentuk oval seperti telur atau bulat

memanjang, tidak nampak adanya hifa dan miselium. Berdasarkan ciri-ciri yang

telah diamati tersebut jamur ini merupakan golongan Pityrosporum ovale

Pernyataan ini didukung oleh teori Ashbee (2002) yang meyatakan bahwah jamur

P. ovale memiliki bentuk yang kecil, asporogenus, tidak membentuk misel, dan
tidak berfementasi. Selnya berbentuk oval seperti telur atau bulat memanjang

dengan ukuran 0,8-1,5 x 2-3 µmpada sisik kulit dan kadang-kadang ukurannya

dapat mencapai 2-3 x4-5 µm di dalam kultur.

Beberapa penyebab timbulnya ketombe adalah kulit kering, iritasi kulit,

kepala berminyak (seborrheic dermatitis), jarang keramas, psoriasis, eksim,

sensitifitas terhadap produk perawatan rambut dan jamur. Jamur yang dapat

menyebabkan ketombe lainnya adalah Staphylococcus epidermis, Candida

albicans dan Microsporum gypseum.

C.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Pemeriksaan jamur pada rambut dapat dilakukan dengan melakukan

pengamatan secara mikroskopis.

2. Penampakan jamur setelah diamati dibawah mikroskop selnya berbentuk oval

seperti telur atau bulat memanjang, tidak nampak adanya hifa dan miselium

dan tergolong jenis Pityrosporum ovale.

B. Saran

Saran yang dapat disampaikan adalah sebaiknya dalam melakukan

praktikum, mahasiswa diberikan cara atau banyak metode dalam melakukan

pemeriksaan jamur.
DAFTAR PUSTAKA

Aprilia, Fitriana. 2010. Efektifitas Ekstrak Jahe (Zingiber Officinale Rosc.) 3,13,
Dibandingkan Ketokonazol 2% Terhadap Pertumbuhan Malassezia Sp. Pada
Ketombe. Skripsi.

Ashbee, H. Ruth ; Evans,E. Glyn V. 2002.Immunology of Diseases Associated with


Malassezia Species. Clinical microbiology reviews Vol. 15,, p. 21–57.

Dwidjoseputro. 2003. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta

Dawson TL. 2005. Malassezia globosa and restricta: Breakthrough Understanding


of the Etiology and Treatment of Dandruff and Seborrheic Dermatitis through
WholeGenom Analysis. J Investig Dermatol Symp Proc

Gandjar, I., R.A. Samson, K.U.D. Tweel-Vermenlen, A. Oetari, & I. Santoso.


1996. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta

Gandjar,Indrawati.1999. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Jakarta : Yayasan Obor


Indonesia

Irianto, koes. 2014. Parasitologi Berbagai Penyakit yang Mempengaruhi


Kesehatan Manusia. CV. Yrama Widya.

Jawet, 2005.Mikologi Kedokteran. Dalam: Sjabana D editor. Mikrobiologi


Kedokteran. 1st ed. Jakarta: Salemba Medika;. p. 313-59.

Potluri, A., Shasheda, A., Rallapally N. et al. 2013. A Review On Herbs Used In
Anti-Dandruff Shampoo And Its Evaluation Parameters. Indo American
Journal of Pharmaceutical Research.

Wijaya, B. 2008. Budidaya Jamur Kompos, Jamur Merah, Jamur Kancing. Jakarta:
Penebar Swadaya.

Wolff, Klauss et al. 2005. Seborrheic Dermatitis: dalam Color Atlas and Synopsi of
Clinical Dermatology Fifth edition. Medical Publishing Division: USA.
DOKUMENTASI

Pemeriksaan jamur pada kulit Pemeriksaan Jamur pada rambut

Pemeriksaan Jamur pada kuku

Anda mungkin juga menyukai