Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

‘PARASITOLOGI II’

Necator americanus

OLEH:

LEA GIANI RUMBRUREN ( 171700019 )

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

INSTITUT ILMU KESEHATAN MEDIKA PERSADA BALI

DENPASAR

2018
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul Necator americanus tepat waktu.
Makalah ini disusun dalam rangka menempuh mata kuliah Parasitologi II yang diampu
oleh Bapak I K. Putra Juliantara, S.Pd., M.Si. pada Semester III, Prodi Teknologi Laboratorium
Medik, Institut Ilmu Kesehatan Medika Persada Bali. Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk
memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang Spesies Necator americanus kepada para
pembaca.
Banyak hambatan dan kesulitan yang dialami dalam penyusunan makalah ini. Namun
demikian, berkat kerja keras dan adanya bantuan dari berbagai pihak, kesulitan dan hambatan
tersebut dapat diatasi. Oleh karena itu, melalui pengantar ini penulis mengucapkan terima kasih
yang setulus-tulusnya kepada:
1. Bapak : I K. Putra Juliantara, S.Pd., M.Si dosen pengampu mata kuliah Parasitologi II yang
telah menugaskan mahasiswa untuk menyusun makalah.
2. Orang tua yang selalu mendukung dan memberikan semangat agar terselesainya makalah ini.
Disadari bahwa tulisan ini masih jauh dari yang sempurna. Oleh karena itu, segala kritik
dan saran yang konstruktif sangat diperlukan demi sempurnya karya-karya penulis berikutnya.
Semoga makalah ini ada manfatnya.

Denpasar, 08 Oktober 2018

Penulis,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... i


DAFTAR ISI.................................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................
1.1 Latar Belakang .................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................... 3
2.1 Anatomi dan Morfologi ...................................................................................................... 3
2.1.1 Cacing Dewasa ............................................................................................................ 3
2.1.2 Telur............................................................................................................................. 4
2.1.3 Larva ............................................................................................................................ 5
2.2 Habitat .................................................................................................................................. 6
2.3 Hospes definitif .................................................................................................................... 6
2.4 Siklus hidup ......................................................................................................................... 6
2.5 Gejala klinis ......................................................................................................................... 8
2.6 Diagnosis .............................................................................................................................. 9
2.7 Epidemiologi ........................................................................................................................ 9
BAB III PENUTUP ..................................................................................................................... 10
3.1 KESIMPULAN .................................................................................................................. 10
3.2 SARAN ............................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 11

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Helmintologi adalah ilmu yang mempelajari parasit yang berupa cacing. Stadium de-
wasa cacing-cacing yang termasuk Nemathelminthes (kelas nematoda) berbentuk bulat me-
manjang dan pada potongan transversal tampak rongga badan dan alat-alat. Cacing ini mem-
iliki alat kelamin terpisah (Brown and Belding, 1964).
Parasitologi merupakan ilmu yang berisi kajian tentang organisme yang hidup diper-
mukaan atau didalam tubuh organisme lain untuk sementara waktu atau selama hidupnya,
dengan cara mengambil sebagian atau seluruh fasilitas hidupnya dari organisme lain terse-
but. Parasitisme merupakan hubungan antara dua organisme, yang satu diantaranya
mendapat keuntungan dan yang lain dirugikan. Helmintologi adalah ilmu yang mempelajari
parasit yang berupa cacing. Stadium dewasa cacing-cacing yang termasuk Nemathelminthes
(kelas nematoda) berbentuk bulat memanjang dan pada potongan transversal tampak rongga
badan dan alat-alat. Cacing ini memiliki alat kelamin terpisah (Safar, 2010).
Nematoda intestinal yaitu nematoda yang berhabitat disaluran pencernaan manusia.
Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar daripada nematoda ini
menyebabkan masalah kesehatan masyarakat. Infeksi cacing ini dapat ditularkan melalui
vektor atau kontak langsung. Diantara nematoda intestinal terdapat sejumlah spesies yang
ditularkan melalui tanah dan disebut soil transmitted helmints, yaitu nematoda yang siklus
hidupnya untuk mencapai stadium infektif, memerlukan tanah dalam kondisi tertentu. Salah
satu nematoda golongan soil transmitted helmints adalah jenis cacing tambang (Necator
americanus dan Ancylostoma duodenale) (Safar, 2010).
Cacing ini telah dikenal sejak jaman mesir kuno dan mengenai penyakitnya telah di-
tulis di Italia , Arab, dan Brazilia, jauh sebelum cacing tambang, Ancylostoma duadenale
ditemukan oleh dubini dalam tahun 1838. Dalam tahun 1877 terjadi epidemik didaerah
Swiss. Budak belian dari Afrika barat membawa penyakit ini ke Amerika Serikat. Penyakit-
penyakit yang ditimbulkannya dinamakan ankilostomiasis. Merupakan penyakit cacing yang
paling lama (Irianto, 2013).
Karena Necator americanus dan Ancylostoma duodenale hampir mirip, oleh sebab itu
penulis tertarik untuk menulis makalah lebih spesifik tentang Necator americanus.

1
2

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belatang di atas, dapatlah dirinci rumusan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah anatomi dan morfologi dari Necator americanus?
2. Dimanakah habitat dari Necator americanus?
3. Bagaimanakah hospes dari Necator americanus?
4. Bagaimanakah siklus hidup dari Necator americanus?
5. Bagaimanakah gejala klinik dari Necator americanus?
6. Bagaimanakah diagnosis dari Necator americanus?
7. Bagaimanakah epidemiologi dari Necator americanus?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka dapat disimpulkan,
tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui anatomi dan morfologi dari Necator americanus.
2. Untuk mengetahui habitat dari Necator americanus.
3. Untuk mengetahui hospes dari Necator americanus.
4. Untuk mengetahui siklus hidup dari Necator americanus.
5. Untuk mengetahui gejala klinik dari Necator americanus.
6. Untuk mengetahui diagnosis dari Necator americanus.
7. Untuk mengetahui epidemiologi dari Necator americanus.
BAB II
PEMBAHASAN
Cacing tambang atau cacing kait (hook worm) pada manusia ada dua spesies, yaitu
Necator americanus atau Uncinaria americanus dan Ancylostoma duadenale nama penya-
kitnya adalah Necatoriasis (Natadisastra dan Agoes, 2009).

2.1 Anatomi dan Morfologi


2.1.1 Cacing Dewasa
Cacing dewasa berbentuk silindris berwarna putih keabuan. Ukuran panjang cacing
betina antara 9 sampai 13 mm, sedangkan cacing jantan berukuran panjang antara 5 dan 11
mm. diujung posterior tubuh cacing jantan terdapat bursa kopulatriks, suatu alat bantu kopu-
lasi. Ancylostoma duadenale dan Necator americanus dewasa dapat dibedakan morfologinya
berdasarkan bentuk tubuh, rongga mulut dan bentuk bursa kopulatriksnya. Dengan pemerik-
saan mikroskopis atas tinja, bentuk telur berbagai cacing tambang sukar dibedakan
(Soerdato, 2016).

Gambar 2.1 Cacing dewasa Necator americanus (A. male B. female) (Mehlhorn, 2012).

3
4

Cacing dewasa hookworm tinggal di usus kecil dari host. Cacing jantan ukurannya seki-
tar 8-12 mm panjang dan bursate kopulatriks pada bagian ekornya, dengan dua spicules yang tid-
ak rata pada ujung distal cacing betina berukuran sekitar 10-15 mm, ekornya runcing. cacing
dewasa dari kedua jenis kelamin memiliki sebuah bukal kapsul yang mengandung gigi tajam
(Natadisastra dan Agoes, 2009).

Gambar 2.2 Cacing dewasa Necator americanus (Mehlhorn, 2012)

Ukuran tubuh Necator americanus dewasa lebih kecil dan lebih langsing dibanding ba-
dan Ancylostoma duadenale. Tubuh bagian anterior cacing melengkung berlawanan dengan
lengkungan bagian tubuh lainnya sehingga bentuk tubuh yang mirip huruf S. dibagian rongga
mulut terdapat 2 pasang alat pemotong (cutting plate) (Soerdato, 2016).

2.1.2 Telur
Telur pada pemeriksaan tinja dibawah mikroskop, bentuk telur berbagai spesies cacing
tambang mirip satu dengan lainnya, sehingga sukar untuk dibedakan. Telur cacing tambang
berbentuk lonjong, tidak berwarna, berukuran sekitar 65 x 40 mikron. Telur cacing tambang
yang berdinding tipis dan tembus sinar ini mengandung embrio yang mempunyai empat
blastomer (Soedarto, 2016).
5

Gambar 2.3 Telur Cacing (hookworm) Necator americanus (Setya, 2014).

2.1.3 Larva
Larva cacing tambang mempunyai dua stadium larva, yaitu larva rhabditiform yang
tidak infektif dan larva filariform yang infektif. Kedua jenis larva ini mudah dibedakan karena
larva rhabditiform bentuk tubuhnya agak gemuk dengan panjang sekitar 250 mikron, sedangkan
larva filariform yang berbentuk langsing panjang tubuhnya sekitar 600 mikron. Selain itu bentuk
rongga mulut (buccal cavity) larva rhabditiform tampak jelas, sedangkan pada larva filariform
tidak sempurna, sudah mengalami kemunduran. Esofagus larva rhabditiform pendek ukurannya
dan membesar dibagian posterior sehingga berbentuk bola (bulbus esophagus). Esofagus larva
filariform lebih panjang dibanding ukuran panjang larva rhabditiform (Soedarto, 2016).

Gambar 2.4 larva Rhabditiform (Setya, 2014).


6

Dibagian luar tubuh larva filariform cacing tambang terdapat selubung yang tembus
sinar. Selubung larva filariform Necator americanus menunjukan adanya garis-garis
melintang, yang tidak terdapat pada selubung larva filariform Ancylostoma duadenale
(Setya, 2014).

Gambar 2.5 Larva filariform (Setya, 2014).

2.2 Habitat
Cacing ini berhabitat di usus halus, telur keluar bersama tinja pada tanah yang
cukup baik, suhu optimal 23-33oC, dalam 24-48 jam, akan menetas, keluar larva Tanah
yang baik untuk pertumbuhan larva adalah tanah gembur (pasir, humus) dengan suhu op-
timum untuk Necator americanus 28oC– 32oC (Natadisastra dan Agoes, 2009; Irianto,
2013).

2.3 Hospes definitif


Hospes definititif dari cacing ini adalah Manusia (Safar, 2010).

2.4 Siklus hidup


Daur hidup Necator americanus hanya membutuhkan satu jenis hospes definitif,
yaitu manusia. Tidak ada hewan yang bertindak sebagai hospes reservoir. Sesudah keluar
7

dari usus penderita, telur cacing tambang yang jatuh di tanah dalam waktu dua hari akan
tumbuh menjadi larva rabditiform yang tidak infektif karena larva ini dapat hidup bebas
ditanah. Larva yang baru menetas aktif memakan sisa-sisa pembusukan organik dan cepat
bertambah besar, kemudian ia berganti kulit untuk kedua kalinya dan berbentuk langsing
menjadi larva filariform yang infeksius (Irianto, 2013; Soerdato, 2016).

Gambar 2.6 Siklus Hidup Necator americanus (CDC, 2017).

Untuk dapat berkembang lebih lanjut larva filariform harus mencari hospes
definitif, yaitu manusia. Larva filariform akan menginfeksi kulit manusia, menembus
pembuluh darah dan limfe selanjutnya masuk ke dalam darah dan mengikuti aliran darah
menuju jantung kanan lalu masuk ke dalam kapiler paru-paru (Soerdato, 2016).
Kemudian larva filariform menembus dinding kapiler masuk kedalam alveoli.
Setelah berganti kulit larva cacing mengadakan migrasi ke bronki, trakea, laring dan
faring, akhirnya tertelan masuk kedalam saluran esofagus. Didalam lumen esofagus larva
berganti kulit untuk ketiga kalinya. Migrasi larva berlangsung sekitar sepuluh hari. Dari
esofagus larva masuk ke usus halus, berganti kulit yang keempat kalinya, lalu tumbuh
menjadi cacing dewasa jantan dan betina. Dalam waktu satu bulan, cacing betina sudah
mampu bertelur untuk melanjutkan keturunannya (Soerdato, 2016).
8

2.5 Gejala klinis


Cacing dewasa yang berada didalam usus terus menerus mengisap darah pen-
derita. Infeksi cacing tambang pada hakikatnya adalah infeksi menahun, sehingga sering
tidak menunjukan gejala akut. Kerusakan jaringan dan gejala penyakit dapat disebabkan,
baik oleh larva maupun oleh cacing dewasa. Seekor cacing dewasa dapat menyebabkan
hilangnya darah penderita sampai 0,1 cc per hari sehingga dapat menimbulkan anemi
yang progresif, hipokrom, mikrositer, tipe defisiensi besi (Natadisastra dan Agoes, 2009;
Soedarto, 2016).

Gambar 2.7 Anak yang menderita infeksi cacing tambang (Soedarto, 2016).

Biasanya gejala klinis timbul setelah tampak adanya anemi. Pada infeksi berat, Hb
dapat turun sampai 2 gr%, penderita merasa sesak nafas waktu melakukan kegiatan,
lemah dan pusing kepala. Terjadi perubahan pada jantung yang mengalami hipertropi,
adanya bising katup serta nadi cepat. Keadaan demikian akan dapat menimbulkan
kelemahan jantung. Jika terjadi pada anak dapat menimbulkan keterbelakangan fisik dan
mental (Natadisastra dan Agoes, 2009).
Pada waktu larva filariform menembus kulit penderita larva cacing menimbulkan
dermatitis dengan gatal-gatal yang hebat (ground itch). Sedangkan larva cacing tambang
yang beredar didalam darah (lung migration) akan menimbulkan bronchitis dan reaksi
alergi yang ringan. Cacing dewasa melekat dan melukai mukosa usus, menimbulkan
perasaan tidak enak diperut, mual, dan diare (Natadisastra dan Agoes, 2009).
9

2.6 Diagnosis
Diagnosis dapat ditetapkan dengan melihat gejala klinis dan pemeriksaan labora-
torium, dengan menemukan telur didalam tinja segar dan larva pada tinja yang sudah la-
ma. Diagnosis banding untuk infeksi cacing tambang adalah penyakit-penyakit penyebab
lain anemia, tuberculosis dan penyakit-penyakit gangguan perut lainnya. Pada pemerik-
saan darah penderita infeksi cacing tambang menunjukan gambaran: Hemoglobin yang
menurun sampai kurang dari 11,5 gr/dL pada penderita perempuan dan < 13,5 gr/dL pada
penderita laki-laki. Selain itu gambaran darah juga menunjukan MCHC yang kurang dari
31-36 gr/dL (Safar, 2010; Soedarto, 2016).
Hapusan darah tepi menunjukan gambaran: Hipokromik mikrositer, leucopenia
dengan limfositosis relatif, dengan jumlah leukosit < 4000/ml, eosinofilia yang dapat
mencapai 30% dan anisositosis, atau poikilositosis. Pada pemeriksaan sumsum tulang
terdapat gambaran yang menunjukan hyperplasia normoblastik. Metode pemeriksaan la-
boratorium dengan sampel tinja/feses adalah metode natif, metode apung, metode harada
mori, dan metode kato (Safar, 2010; Soedarto, 2016).

2.7 Epidemiologi
Epidemiologi dari cacing tambang Necator americanus bersifat kosmopolit, teru-
tama didaerah khatulistiwa pada daerah pertambangan. Tanah yang paling baik untuk
berkembangnya telur dan larva, yaitu tanah pasir, tanah liat atau lumpur yang tertutup
daun, terhindar dari sinar matahari langsung dan juga terhindar dari pengeringan atau
basah berlebih. Terdapat di perkebunan kopi, karet serta di pertambangan-pertambangan.
Paling sering menyerang orang dewasa terutama laki-laki (Natadisastra dan Agoes,
2009).
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Dari paran materi diatas maka penulis mendapatkan kesimpulan sebagai berikut.

1. Anatomi dan morfologi dari Necator americanus terdapat beberapa stadium yaitu cacing
dewasa, Telur, dan Larva rhabditiform dan larva filariform.
1. Cacing dewasa hookworm tinggal di usus kecil dari host. Cacing jantan ukurannya
sekitar 8-12 mm panjang dan bursate kopulatriks pada bagian ekornya, dengan dua
spicules yang tidak rata pada ujung distal cacing betina berukuran sekitar 10-15 mm,
ekornya runcing. cacing dewasa dari kedua jenis kelamin memiliki sebuah bukal kap-
sul yang mengandung gigi tajam.
2. Telur pada pemeriksaan tinja dibawah mikroskop, bentuk telur berbagai spesies cacing
tambang mirip satu dengan lainnya, sehingga sukar untuk dibedakan. Telur cacing
tambang berbentuk lonjong, tidak berwarna, berukuran sekitar 65 x 40 mikron. Telur
cacing tambang yang berdinding tipis dan tembus sinar ini mengandung embrio yang
mempunyai empat blastomer.
3. Larva cacing tambang mempunyai dua stadium larva, yaitu larva rhabditiform yang
tidak infektif dan larva filariform yang infektif.
2. Habitat dari Necator americanus adalah cacing ini berhabitat di usus halus
3. Hospes dari Necator americanus adalah manusia
4. Siklus hidup dari Necator americanus adalah pertama telur cacing keluar bersama tinja,
ditanah telur menetas menjadi larva rabditiform(tidak infektif) kemudian menjadi larva
filariform (infektif) dan menembus kulit manusia, larva cacing mengalami migrasi paru
(lung migration), kemudian masuk kedalam usus halus manusia dan tinggal menjadi
dewasa dengan mengisap darah dari Host.
5. Gejala klinik dari Necator americanus adalah sebagai berikut.
1. Anemia hipokromik mikrositer dan gambaran umum kekurangan darah(pucat, perut
buncit, rambut kering, dan mudah lepas).
2. Gangguan pencernaan berupa rasa tak enak di epigastrium, sembelit, diare atau
steatore.

10
3. Ground itch (gatal kulit ditempat masuknya larva filariform)
4. Gejalah bronkitis akibat adanya larva didalam paru yang menimbulkan batuk-batuk
yang kadang-kadang disertai dahak berdarah.
6. Diagnosis dari Necator americanus dapat ditetapkan dengan melihat gejala klinis dan
pemeriksaan laboratorium, dengan menemukan telur didalam tinja segar dan larva pada
tinja yang sudah lama. Diagnosis banding untuk infeksi cacing tambang adalah penyakit-
penyakit penyebab lain anemia, tuberculosis dan penyakit-penyakit gangguan perut
lainnya
7. Epidemiologi dari Necator americanus bersifat kosmopolit, terutama didaerah khatulisti-
wa pada daerah pertambangan. Terdapat di perkebunan kopi, karet serta di per-
tambangan-pertambangan. Paling sering menyerang orang dewasa terutama laki-laki

3.2 SARAN
Dari pemaparan materi diatas, penulis mengharapkan pembaca mencari lebih men-
dalam tentang spesies dari cacing tambang lainnya. Makalah ini penulis hanya membahas
tentang spesies Necator americanus dan kita telah memahami dan mengetahui tentang
anatomi dan morfologi, habitat, hospes, siklus hidup, gejala klinik, diagnosis, dan epidemi-
ologi dari Necator americanus. Untuk itu penulis berharap kita senantiasa menjaga kebersi-
han diri dan lingkungan terutama wajib mengonsumsi obat cacing enam bulan sekali sebagai
pencegahan.
11

DAFTAR PUSTAKA

Brown and belding, 1964. Basic Clinical Parasitology, 2 nd Edition. New York: Appleton Centu-
ry Crofts.
CDC. 2017. Hookworm. USA: Global health – DPDx.

Irianto, K. 2013. Parasitologi Medis. Bandung: Alfabeta.

Mehlhorn. H. 2012. Human Parasites. Jermany: Spinger.

Natadisastra, D. dan R. Agoes. 2009. Parasitologi Kedokteran Ditinjau dari Organ Tubuh yang
Diserang. Jakarta: EGC.

Safar, R. 2010. Parasitologi Kedokteran; Protozoologi, Helmintologi, Entomologi. Bandung:


Yrama Widya.

Setya, A. K. 2014. Parasitologi Praktikum Analisis Kesehatan. Jakarta: EGC.

Soedarto. 2016. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi Kedua. Jakarta: Sagung Seto.
12

Anda mungkin juga menyukai