Anda di halaman 1dari 27

KELAINAN HEMOSTASIS

Disusun oleh :

Fikri Satria Pratama (P3.73.34.1.17.014)

Indah Puspita Ningrum (P3.73.34.1.17.015)

Mauren Fransisca Hunitetu (P3.73.34.1.17.020)

Raden Roro Rahmadanti (P3.73.34.1.17.029)

Rina Indah Sari (P3.73.34.1.17.031)

Selly Veronica Oktaviani (P3.73.34.1.17.033)

PRODI D III TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III

TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Dengan selesainya makalah ini, kami memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang
Maha Esa. Penulisan makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hematologi.
Makalah ini membahas mengenai “Kelainan Hemostasis”. Dalam penulisan makalah
ini, kami mengalami berbagai hambatan dan kesulitan. Akan tetapi, berkat kerja sama dari
berbagai pihak, segala hambatan tersebut akhirnya dapat kami atasi dengan baik. Oleh karena
itu kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini.
Kiranya Tuhan, memberikan balasan yang berlipat ganda kepada pihak yang telah
membantu. Untuk perbaikan selanjutnya, saran dan kritik yang membangun akan kami terima
dengan senang hati. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
masyarakat.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i

DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 2

1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 4

2.1 Definisi Hemostasis ......................................................................................... 4

2.2 Komponen Hemostasis .................................................................................... 4

2.3 Kelainan Hemostasis ........................................................................................ 11

2.4 Penyakit Kelainan Hemostasis ......................................................................... 12

BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 22

3.1 Simpulan .......................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 24

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hemostasis adalah penghentian perdarahan dari suatu pembuluh darah yang rusak, agar
tejadi perdarahan dari pembuluh darah dan tekanan dalam pembuluh darah harus lebih
besar dari padatekanan di luar untuk mendorong darah melalui kerusakan tersebut. Darah
adalah suatu cairan yang diciptakan untuk memberi tubuh kita kehidupan. Pada saat beredar
di dalam tubuh, darah menghangatkan, mendinginkan, memberi makan, dan melindungi
tubuh dari zat-zat beracun. Selain itu, darah segera memperbaiki kerusakan apa pun pada
dinding pembuluh darah sehingga sistem tersebut pun diremajakan kembali.
Rata-rata terdapat 1,32 galon (5 liter) darah dalam tubuh manusia yang memiliki berat
132 pon (60 kg). Jantung mampu mengedarkan seluruh jumlah ini di dalam tubuh dengan
mudah dalam sesaat. Bahkan, saat berlari atau berolah raga, tingkat peredaran ini
meningkat hingga lima kali lebih cepat. Pembuluh darah diciptakan dengan bentuk yang
sempurna sehingga tidak ada penyumbatan atau pun endapan yang terbentuk.
Jika terjadi pendarahan, pembekuan darah harus terbentuk segera untuk mencegah
makhluk hidup mengalami kematian, kemudian darah beku tersebut harus menutupi
keseluruhan luka, dan lebih penting lagi harus terbentuk tepat di atas dan tetap berada di
atas luka tersebut. Di tempat terjadinya pendarahan terbentuk gumpalan darah beku yang
menyumbat dan menyembuhkan luka. Hilangnya satu bagian saja dari sistem ini atau
kerusakan apa pun akan menjadikan keseluruhan proses tidak bekerja.
Unsur terkecil dari sumsum tulang adalah keping-keping darah atau trombosit. Sel-sel
ini merupakan unsur terpenting dalam pembekuan darah dengan bantuan protein (faktor
Von Willebrand) memastikan agar keping-keping ini tidak membiarkan tempat luka
terlewati. Keping-keping yang terjerat di tempat terjadinya luka mengeluarkan suatu zat
yang mengumpulkan keping-keping lain yang tak terhingga banyaknya di tempat yang
sama. Sel-sel tersebut akhirnya menopang luka terbuka itu. Keping-keping tersebut mati
setelah menjalankan tugasnya menemukan luka. Pengorbanan diri ini hanyalah satu bagian
dari sistem pembekuan dalam darah.
Mekanisme yang efisien dan cepat untuk menghentikan perdarahan dari lokasi
kerusakan pembuluh darah sangat penting dilakukan untuk bertahan hidup. Walaupun
demikian, respons seperti itu harus dikendalikan secara ketat untuk mencegah terbentuknya

1
bekuan yang luas dan untuk memecah bekuan tersebut setelah kerusakan diperbaiki. Oleh
karena itu, sistem hemostasis mencerminkan keseimbangan antara mekanisme prokoagulan
dan antikoagulan yang dikaitkan dengan proses fibrinolisis. Kelima komponen utama yang
terlibat adalah trombosit, faktor koagulasi, inhibitor koagulasi, fibrinolisis, dan pembuluh
darah.
Trombin adalah protein lain yang membantu proses pembekuan darah. Zat ini hanya
dihasilkan di tempat yang terluka. Jumlahnya tidak boleh melebihi atau pun kurang dari
yang diperlukan, dan juga harus dimulai dan berakhir tepat pada waktu yang diperlukan.
Lebih dari dua puluh jenis zat kimia tubuh (enzim) berperan dalam pembentukan trombin.
Enzim-enzim tersebut dapat merangsang perbanyakan trombin maupun menghentikannya.
Proses ini terjadi melalui pengawasan yang begitu ketat sehingga trombin hanya terbentuk
saat benar-benar ada luka sesungguhnya pada jaringan.
Segera setelah enzim-enzim pembekuan darah tersebut mencapai jumlah yang
memadai di dalam tubuh, fibrinogen yang terbuat dari protein-protein pun terbentuk. Dalam
waktu singkat, sekumpulan serat membentuk jaring, yang terbentuk di tempat keluarnya
darah. Sementara itu, keping-keping darah yang sedang meronda, terus-menerus
terperangkap dan menumpuk di tempat yang sama. Gumpalan darah beku menyumbat luka
yang terbentuk akibat penumpukan ini. Ketika luka telah sembuh, gumpalan tersebut akan
hilang.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan hemostasis?
1.2.2 Apa saja komponen yang terlibat dalam proses hemostasi?
1.2.3 Apa saja kelainan hemostasis?
1.2.4 Penyakit apa sajakah yang berhubungan dengan hemostasis?
1.2.5 Bagaimana gejala yang ditimbulkan oleh kelainan hemostasis?
1.2.6 Pemeriksaan lab apa yang diperlukan untuk mendeteksi kelainan hemostasis?

2
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk memahami hemostasis
1.3.2 Untuk mengetahui komponen yang terlibat dalam proses hemostasis
1.3.3 Untuk mengetahui kelainan hemostasis
1.3.4 Untuk mengetahui penyakit apa saja yang berhubungan dengan hemostasis
1.3.5 Untuk mengetahui gejala yang ditimbulkan oleh kelainan hemostasis
1.3.6 Untuk mengetahui pemeriksaan lab yang diperlukan untuk mendeteksi kelainan
hemostasis

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definis Hemostasis


Hemostasis adalah penghentian perdarahan dari suatu pembuluh darah yang rusak, agar
tejadi perdarahan dari pembuluh darah dan tekanan dalam pembuluh darah harus lebih
besar dari pada tekanan di luar untuk mendorong darah melalui kerusakan tersebut atau
Hemostasis dan pembekuan adalah serangkaian kompleks reaksi yang mengakibatkan
pengendalian perdarahan melalui pembentukan bekuan trombosit dan fibrin pada tempat
cedera. Pembekuan disusul oleh resolusi atau lisis bekuan dan regenerasi endotel. Pada
keadaan homeostasis, hemostasis dan pembekuan melindungi individu dari perdarahan
masif sekunder akibat trauma. Dalam keaadaan abnormal, dapat terjadi perdarahan atau
trombosis dan penyumbatan cabang-cabang vaskular, yanag dapat mengganggu sistem
tubuh lainnya.
2.2 Komponen Hemostasis
Hemostasis dalam keadaan invivo selalu melibatkan 3 sistem:
2.2.1 Sistem vaskuler (pembuluh darah)
Peran system vascular dalam mencegah pendarahan meliputi kontraksi pembuluh
darah(Vasokontriksi) serta aktivitas trombosit dan pembkuan darah.Apabila pembuluh
darah mengalami luka,akan terjadi vaskonstriksi yang mula-mula secara reflektoris dan
kemudian akan di pertahankan oleh faktor local seperti 5-hidroksitriptamin (5-
HT,serotonin) dan epinefrin.
Vasokonstriksi ini akan menyababkan pengurangan aliran darah pada daerah yang
luka.Pada pembulu darah kecil hal ini mungkin dapat menghentikan pendarahan,sedangkan
pada pembulu darah besar masih diperlukan sistim-sistim lain selain trombosit dan
pembekuan darah.Pembuluh darah dilapisi oleh sel enofel.Apabila lapisan endofel rusak
maka jaringan ikat dibawah endofel seperti serat kolagen,serat elastin,membrana basalis
terbuka sehingga terjadi aktivitas trombosit yang menyebabkan adhesi trombosit dan
pembentukan sumbat trombosit disamping itu terjadi aktivitas factor pembekuan darah baik
jalur intrinsic maupun jalur ekstrinsik yang menyebabkan pembentukan fibrin.

4
2.2.2 Sistem Trombosit
Sebagai komponen padat dari darah mempunyai fungsi khusus uatama dalam
hemostasis yaitu pembentukan dan stabilisasi “Sumbat trombosit”. Dikenal beberapa tahap
terjadinya sumbat trombosit:
 Adhesi trombosit
 Agregasi Trombosit
 Reaksit Pelepasan

Pada pembuluh darah yang terluka dan endotel pembuluh darah rusak (tidak utuh lagi)
aka akan tercetus peristiwa adhesi trombosit yaitu melekatknya trombosit pada permukaan
pembuluh darah yang rusak, terutama serat kolagen dinding pembuluh darah (subendotel).
Adhesi trombosit ini sangat tergantung pada protein plasma yang dikenal sebagai faktor
von Willebrand (vWF) yang disintesis oleh sel endotel pembuluh darah dan megakariosit.
vWF ini merupakan jembatan antara trombosit dan jaringan subendotel tadi. Adhesi
trombosit ini akan diikuti oleh reaksi selanjutnya yaitu agregasi trombosit yang merupakan
saling melekatnya trombosit satu dengan yang lainnya yang dicetuskan oleh ADP yang
dikeluarkan oleh trombosit yang melekat pada subendotel tadi. Agregasi yang terjadi ini
disebut agregasi primer yang masih reversible. Trombosit-trombosit yang beragregasi ini
akan mengeluarkan ADP lebih banyak lagi sehingga terjadilah agregasi sekunder yang
bersifat ireversible. Selain ADP, pada agregasi juga berperan fibrinogen dan ion kalsium.
Selama proses agregasi, trombosit mengalami serangkaian perubahan bentuk, dari bentuk
semula seperti cakram menjadi bulat diserti pembentukan pseudopodi. Akibat perubahan
bentuk ini, granula (bagian tengah/granulomer) akan lebih mengumpul ditengah dan
kemudian akan melepaskan isi yang dikandungnya. Prose pengeluaran isis granula ini
dikenal dengan istilah “Reaksi pelepasan”. Granula trombosit dapat dibedakan menjadi
menjadi:

 Granula padat yang mengandung substansi biologik; ADP, (Ca++), serotonin,


epinefrin, dan nor-epinefrin
 Granula alfa ; fibrinogen, vWF, PF4 (Platelet Faktor 4) dan beta tromboglobulin

Jadi fungsi trombosit secara singkat adalah membentuk sumbat trombosit dan
selanjutnta juga membantu proses koagulasi. Tahap terakhir dari rangkaian peristiwa ini
adalah terbentuknya sumbat trombosit yang stabil dengan terbentuknya fibrin.

5
2.2.3 Sistem koagulasi (pembekuan darah)

Seiring dengan peristiwa diatas, terjadi aktivasi faktor pembekuan darah, baik jalur
intrinsik maupun jalur ekstrinsik, kemudia melalui jalur bersama dan akan teradi
pembentukan fibrin

 Faktor pembekuan darah


Faktor I = fibrinogen
Faktor II = Prhotrombine
Faktor III = Faktor jaringan/ tissue factor/ tissue tromboplastin
Faktor IV = Ion kalsium
Faktor V = Proaccelerin/ labile factor
Faktor VI = Accelerine
Faktor VII=Proconvertin/ stabile factor
Faktor VIII = A.H.G (Anti Haemophilly Globulin)
Faktor IX = Christmas factor/ plasma tromboplastin component (PTC)
Faktor X = Stuart factor / prower factor
Faktor XI = Plasma thromboplastin antecedent (PTA)
Faktor XII = Hagemen factor / contact factor
Faktor XIII = Fibrine stabilizing factor (fibrinase) / fibrin stabilizing faktor (FSF)
HMWK (High Molecular Wight Kininogen)/ Fitzgerald factor
Pre Kalikrein (PK)/ Fletcher factor
 Jalur Intrinsik
Lintasan intinsik melibatkan factor XII, XI, IX, VIII dan X di samping
prekalikrein, kininogen dengan berat molekul tinggi, ion Ca2+ dan fosfolipid
trombosit. Lintasan ini membentuk factor Xa (aktif).
Lintasan ini dimulai dengan “fase kontak” dengan prekalikrein, kininogen
dengan berat molekul tinggi, factor XII dan XI terpajan pada permukaan pengaktif
yang bermuatan negative. Secara in vivo, kemungkinan protein tersebut teraktif pada
permukaan sel endotel. Kalau komponen dalam fase kontak terakit pada permukaan
pengaktif, factor XII akan diaktifkan menjadi factor XIIa pada saat proteolisis oleh
kalikrein. Factor XIIa ini akan menyerang prekalikrein untuk menghasilkan lebih
banyak kalikrein lagi dengan menimbulkan aktivasi timbale balik. Begitu terbentuk,
factor xiia mengaktifkan factor XI menjadi Xia, dan juga melepaskan
bradikinin(vasodilator) dari kininogen dengan berat molekul tinggi.
6
Factor Xia dengan adanya ion Ca2+ mengaktifkan factor IX, menjadi enzim
serin protease, yaitu factor IXa. Factor ini selanjutnya memutuskan ikatan Arg-Ile
dalam factor X untuk menghasilkan serin protease 2-rantai, yaitu factor Xa. Reaksi
yang belakangan ini memerlukan perakitan komponen, yang dinamakan kompleks
tenase, pada permukaan trombosit aktif, yakni: Ca2+ dan factor IXa dan factor X.
Perlu kita perhatikan bahwa dalam semua reaksi yang melibatkan zimogen yang
mengandung Gla (factor II, VII, IX dan X), residu Gla dalam region terminal amino
pada molekul tersebut berfungsi sebagai tempat pengikatan berafinitas tinggi untuk
Ca2+. Bagi perakitan kompleks tenase, trombosit pertama-tama harus diaktifkan
untuk membuka fosfolipid asidik (anionic). Fosfatidil serin dan fosfatoidil inositol
yang normalnya terdapat pada sisi keadaan tidak bekerja. Factor VIII, suatu
glikoprotein, bukan merupakan precursor protease, tetapi kofaktor yang berfungsi
sebagai resepto untuk factor IXa dan X pada permukaan trombosit. Factor VIII
diaktifkan oleh thrombin dengan jumlah yang sangat kecil hingga terbentuk factor
VIIIa, yang selanjutnya diinaktifkan oleh thrombin dalam proses pemecahan lebih
lanjut.

 Jalur ekstrinsik
Lintasan ekstrinsik melibatkan factor jaringan, factor VII,X serta Ca2+ dan
menghasilkan factor Xa. Produksi factor Xa dimulai pada tempat cedera jaringan
dengan ekspresi factor jaringan pada sel endotel. Factor jaringan berinteraksi dengan
factor VII dan mengaktifkannya; factor VII merupakan glikoprotein yang
mengandung Gla, beredar dalam darah dan disintesis di hati. Factor jaringan bekerja
sebagai kofaktor untuk factor VIIa dengan menggalakkan aktivitas enzimatik untuk
mengaktifkan factor X. factor VII memutuskan ikatan Arg-Ile yang sama dalam factor
X yang dipotong oleh kompleks tenase pada lintasan intrinsic. Aktivasi factor X
menciptakan hubungan yang penting antara lintasan intrinsic dan ekstrinsik.
Interaksi yang penting lainnya antara lintasan ekstrinsik dan intrinsic adalah
bahwa kompleks factor jaringan dengan factor VIIa juga mengaktifkan factor IX
dalam lintasan intrinsic. Sebenarna, pembentukan kompleks antara factor jaringan dan
factor VIIa kini dipandang sebagai proses penting yang terlibat dalam memulai
pembekuan darah secara in vivo. Makna fisiologik tahap awal lintasan intrinsic, yang
turut melibatkan factor XII, prekalikrein dan kininogen dengan berat molekul besar.
Sebenarnya lintasan intrinsik bisa lebih penting dari fibrinolisis dibandingkan dalam
7
koagulasi, karena kalikrein, factor XIIa dan Xia dapat memotong plasminogen, dan
kalikrein dapat mengaktifkanurokinase rantai-tunggal.
Inhibitor lintasan factor jaringan (TFPI: tissue factor fatway inhibitior)
merupakan inhibitor fisiologik utama yang menghambat koagulasi. Inhibitor ini
berupa protein yang beredar didalam darah dan terikat lipoprotein. TFPI menghambat
langsung factor Xa dengan terikat pada enzim tersebut didekat tapak aktifnya.
Kemudian kompleks factor Xa-TFPI ini manghambat kompleks factor VIIa-faktor
jaringan.

 Jalur bersama
Pada jalur ini, factor Xa yang dihasilkan oleh lintasan intrinsic dak ekstrinsik,
akan mengaktifkan protrombin(II) menjadi thrombin (IIa) yang kemudian mengubah
fibrinogen menjadi fibrin.
Pengaktifan protrombin terjadi pada permukaan trombosit aktif dan
memerlukan perakitan kompelks protrombinase yang terdiri atas fosfolipid anionic
platelet, Ca2+, factor Va, factor Xa dan protrombin.
Factor V yang disintesis dihati, limpa serta ginjal dan ditemukan didalam
trombosit serta plasma berfungsi sebagai kofaktor dng kerja mirip factor VIII dalam
kompleks tenase. Ketika aktif menjadi Va oleh sejumlah kecil thrombin, unsure ini
terikat dengan reseptor spesifik pada membrane trombosit dan membentuk suatu
kompleks dengan factor Xa serta protrombin. Selanjutnya kompleks ini di inaktifkan
oleh kerja thrombin lebih lanjut, dengan demikian akan menghasilkan sarana untuk
membatasi pengaktifan protrombin menjadi thrombin. Protrombin (72 kDa)
merupakan glikoprotein rantai-tunggal yang disintesis di hati. Region terminal-amino
pada protrombin mengandung sepeuluh residu Gla, dan tempat protease aktif yang
bergantung pada serin berada dalam region-terminalkarboksil molekul tersebut.
Setelah terikat dengan kompleks factor Va serta Xa pada membrane trombosit,
protrombin dipecah oleh factor Xa pada dua tapak aktif untuk menghasilkan molekul
thrombin dua rantai yang aktif, yang kemudian dilepas dari permukaan trombosit.
Rantai A dan B pada thrombin disatukan oleh ikatan disulfide.
Konversi Fibrinogen menjadi Fibrin
Fibrinogen (factor 1, 340 kDa) merupakan glikoprotein plasma yang bersifat
dapat larut dan terdiri atas 3 pasang rantai polipeptida nonidentik (Aα,Bβγ)2 yang
dihubungkan secara kovalen oleh ikatan disulfda. Rantai Bβ dan y mengandung
8
oligosakarida kompleks yang terikat dengan asparagin. Ketiga rantai tersebut
keseluruhannya disintesis dihati: tiga structural yang terlibat berada pada kromosom
yang sama dan ekspresinya diatur secara terkoordinasi dalam tubuh manusia. Region
terminal amino pada keenam rantai dipertahankan dengan jarak yang rapat oleh
sejumlah ikatan disulfide, sementara region terminal karboksil tampak terpisah
sehingga menghasilkan molekol memanjang yang sangat asimetrik. Bagian A dan B
pada rantai Aa dan Bβ, diberi nama difibrinopeptida A (FPA) dan B (FPB),
mempunyai ujung terminal amino pada rantainya masing-masing yang mengandung
muatan negative berlebihan sebagai akibat adanya residu aspartat serta glutamate
disamping tirosin O-sulfat yang tidak lazim dalam FPB. Muatannegatif ini turut
memberikan sifat dapat larut pada fibrinogen dalam plasma dan juga berfungsi untuk
mencegah agregasi dengan menimbulkan repulse elektrostatik antara molekul-
molekul fibrinogen.
Thrombin (34kDa), yaitu protease serin yang dibentuk oleh kompleks
protrobinase, menghidrolisis 4 ikatan Arg-Gly diantara molekul-molekul
fibrinopeptida dan bagian α serta β pada rantai Aa dan Bβ fibrinogen. Pelepasan
molekul fibrinopeptida oleh thrombin menghasilkan monomer fibrin yang memiliki
struktur subunit (αβγ)2. Karena FPA dan FPB masing-masing hanya mengandung 16
dab 14 residu, molwkul fibrin akan mempertahankan 98% residu yang terdapat dalam
fibrinogen. Pengeluaran molekul fibrinopeptida akan memajankan tapak pengikatan
yang memungkinkan molekul monomer fibrin mengadakan agregasi spontan dengan
susunan bergiliran secara teratur hingga terbentuk bekuan fibrin yang tidak larut.
Pembentukan polimer fibrin inilah yang menangkap trombosit, sel darah merah dan
komponen lainnya sehingga terbentuk trombos merah atau putih. Bekuan fibrin ini
mula-mula bersifat agak lemah dan disatukan hanya melalui ikatan nonkovalen antara
molekul-molekul monomer fibrin.
Selain mengubah fibrinogen menjadi fibrin, thrombin juga mengubah factor
XIII menjadi XIIIa yang merupakan transglutaminase yang sangat spesifik dan
membentuk ikatan silan secara kovalen anatr molekul fibrin dengan membentuk
ikatan peptide antar gugus amida residu glutamine dan gugus ε-amino residu lisin,
sehingga menghasilkan bekuan fibrin yang lebih stabil dengan peningkatan resistensi
terhadap proteolisis.

9
2.2.4 Fibrinolisis

Fibrinolisis adalah : proses penghancuran deposit fibrin oleh system fibrinolitik


sehingga aliran darh akan terbuka kembali system fibrinolitis terdiri atas 4 komponen
yaitu:

 Proaktivator plasminogen: terdapat dalm sirkulasi yang kemudian diubah oleh factor
XII menjadi activator plasminogen.
 Aktifator plasminogen:protein ini bereaksi dengan plasminogen membentuk
plasmin,diproduksi oleh macam-macam jaringan termasuk jaringan pembuluh darah
(endotel) dan pada umumnya merupakan enzim proteolitik.

10
 Plasminogen : merupakan protein plasma (pro-enzim) dengan kadar 0,1-0,2 gr/l dan
masa paruh sekitar 40 jam.dibentuk dihati dan eosinofil dalam sutal.Plasminogen
diubah menjadi plasmin oleh activator plasminogen.
 Plasmin adalah suatu enzim proteolitik yang dapat menghidrolisis fibrinogen dan
fibrin dan menghasilkan fibrin/fibrinogen degradation product(FDP).

2.3 Kelainan Hemostasis


2.3.1 Kelainan Vaskuler

Perdarahan abnormal dapat terjadi akibat berbagai kelainan sistem vaskuler baik
herediter maupun didapat. Kelainan ini merupakan penyebab perdarahan yang paling
sering dijumpai di klinik. Biasanya merupakan perdarahan kulit ringan dan berlangsung
kurang lebih 48 jam. Penyebab kelainan ini bisa karena:

 struktur pembuluh darah yang abnormal


 adanya proses radang atau reaksi imun
 jaringan perivaskuler yang abnormal.

2.3.2 Kelainan trombosit

Kelainan trombosit bisa diakibatkan oleh gangguan pada jumlah trombosit atau
kelainan fungsi trombosit. Kelainan trombosit tidak selalu disebabkan oleh genetik.

Jumlah trombosit yang normal adalah 150.000-450000 trombosit per mikroliter darah.
Jika gangguan menyebabkan produksi trombosit berlebihan, kondisi ini disebut dengan
trombositosis. Trombositosis menyebabkan perkembangan sumbatan darah di pembuluh
darah tubuh. Trombositosis meningkatkan risiko Anda terhadap trombosis vena dalam
(DVT), varises, serangan jantung, hingga stroke.

Kebalikan dengan trombositopenia. Trombositopenia adalah kelainan jumlah trombosit


hingga di bawah 150.000 keping per mikroliter darah, bahkan bisa jauh di bawah 10 ribu.
Jumlah trombosit yang sangat rendah dapat menyebabkan perdarahan internal yang
berakibat fatal. Komplikasi ini khususnya terjadi di otak maupun saluran pencernaan.

11
Trombositopenia dapat terjadi akibat gangguan pada sumsum tulang (tempat produksi
sel darah) atau penyakit hati berat. Penurunan jumlah trombosit juga bisa terjadi karena
proses penghancuran trombosit yang meningkat pesat (bisa disebabkan oleh kondisi
hipersplenisme atau demam berdarah dengue).

2.3.3 Kelainan koagulasi

Gangguan pembekuan darah adalah kondisi yang mengganggu proses koagulasi alias
pembekuan darah. Normalnya, darah akan langsung mulai membeku setelah cedera terjadi
untuk mencegah kehilangan banyak darah yang bisa berakibat fatal.

Proses pembekuan darah bisa terganggu jika tidak memiliki faktor pembeku darah yang
mencukupi. Ada 13 faktor pembeku darah. Termasuk di antaranya adalah fibrinogen
pembuat fibrin (Faktor I) dan enzim protrombin (Faktor II). Kehilangan faktor VIII atau
faktor IX, misalnya, meski langka bisa menyebabkan hemofilia. Kebanyakan kasus
gangguan koagulasi adalah kondisi genetik yang diwariskan dari orangtua ke anak.

Namun, beberapa gangguan pembekuan darah dapat disebabkan oleh kondisi medis
tertentu, seperti penyakit hati. Pasalnya, faktor pembekuan darah dibentuk oleh sel-sel hati.

Gangguan pembekuan darah juga bisa disebabkan oleh:

 Defisiensi vitamin K
 Efek samping obat-obatan tertentu, misalnya antikoagulan (yang memang bekerja
menghambat proses pembekuan darah).

2.4 Penyakit Kelainan Hemostasis


2.4.1 Telangiectasia hemoragik herediter

Telangiectasia hemoragik herediter, juga dikenal sebagai penyakit Osler-Weber-Rendu


dan sindrom Osler-Weber-Rendu , adalah kelainan genetik dominan autosomal langka
yang menyebabkan pembentukan pembuluh darah abnormal pada kulit , selaput lendir ,
dan sering di organ seperti seperti paru- paru , hati , dan otak .

Ini dapat menyebabkan mimisan , perdarahan saluran pencernaan akut dan kronis , dan
berbagai masalah karena keterlibatan organ lain. Perawatan berfokus pada pengurangan
perdarahan dari lesi pembuluh darah, dan kadang-kadang pembedahan atau intervensi lain
yang ditargetkan untuk menghilangkan malformasi arteriovenosa pada organ. Pendarahan

12
kronis seringkali membutuhkan suplemen zat besi dan terkadang transfusi darah . HHT
ditransmisikan secara dominan autosomal, dan terjadi pada satu dari 5.000 orang.

 TELANGIECTASIAS

Talangiecitasias (malformasi vaskular kecil) dapat terjadi pada kulit dan lapisan
mukosa hidung dan saluran pencernaan. Masalah yang paling umum adalah mimisan
(epistaksis), yang sering terjadi sejak kanak-kanak dan mempengaruhi sekitar 90-95%
orang dengan HHT. Lesi pada kulit dan mulut lebih jarang berdarah tetapi dapat dianggap
tidak menyenangkan secara kosmetik; mereka mempengaruhi sekitar 80%. Lesi kulit
secara khas terjadi pada bibir, hidung dan jari , dan pada kulit wajah di area yang terpapar
sinar matahari. Mereka muncul tiba-tiba, dengan jumlah yang meningkat dari waktu ke
waktu.

Sekitar 20% dipengaruhi oleh lesi saluran pencernaan simptomatik, meskipun


persentase yang lebih tinggi memiliki lesi yang tidak menyebabkan gejala. Lesi ini dapat
berdarah sesekali, yang jarang cukup signifikan untuk diperhatikan (dalam bentuk muntah
darah atautinja hitam ), tetapi pada akhirnya dapat menyebabkan penipisan zat besi dalam
tubuh, yang mengakibatkan anemia kekurangan zat besi .

 Malformasi arteri

Malformasi arteri ( AVM , malformasi vaskular yang lebih besar) terjadi pada organ
yang lebih besar, terutama paru-paru (50%), hati (30-70%) dan otak ( AVM otak , 10%),
dengan proporsi yang sangat kecil (<1%) memiliki AVM di sumsum tulang belakang .

Malformasi pembuluh darah di paru-paru dapat menyebabkan sejumlah masalah. Paru-


paru biasanya "menyaring" bakteri dan gumpalan darah dari aliran darah; AVM
memotong jaringan kapiler paru-paru dan membiarkannya bermigrasi ke otak, di mana
bakteri dapat menyebabkan abses otak dan pembekuan darah dapat menyebabkan stroke.
HHT adalah penyebab paling umum dari AVM paru-paru: dari semua orang yang
ditemukan memiliki AVM paru-paru, 70-80% disebabkan oleh HHT. Pendarahan dari
AVM paru-paru relatif tidak biasa, tetapi dapat menyebabkan hemoptisis (batuk darah)
atau hemothorax (akumulasi darah di rongga dada). Malformasi vaskular besar di paru
memungkinkan darah yang terkuras oksigen dari ventrikel kanan untuk memotong alveoli
, artinya darah ini tidak memiliki kesempatan untuk menyerap oksigen segar. Ini dapat
menyebabkan sesak napas . AVM besar dapat menyebabkan platypnea , kesulitan

13
bernafas yang lebih ditandai saat duduk dibandingkan dengan berbaring; ini mungkin
mencerminkan perubahan aliran darah yang terkait dengan posisi. AVM yang sangat
besar menyebabkan ketidakmampuan untuk menyerap oksigen, yang dapat dicatat dengan
sianosis (perubahan warna kebiruan pada bibir dan kulit), jari tubuh pada jari (sering
ditemui pada tingkat oksigen yang sangat rendah), dan suara dengungan diatas bagian
yang terkena dari paru-paru terdeteksi oleh stetoskop.

Gejala-gejala yang dihasilkan oleh AVMs di hati tergantung pada jenis koneksi
abnormal yang mereka bentuk di antara pembuluh darah. Jika hubungan antara arteri dan
vena , sejumlah besar darah melewati organ-organ tubuh, di mana jantung
mengompensasi dengan meningkatkan curah jantung . Akhirnya gagal jantung kongestif
berkembang ("gagal jantung keluaran tinggi"), dengan sesak napas dan pembengkakan
kaki di antara masalah lainnya. Jika AVM menciptakan hubungan antara vena portal dan
pembuluh darah hati, hasilnya mungkin hipertensi portal (peningkatan tekanan vena
portal), di mana pembuluh darah kolateral terbentuk di kerongkongan ( varises esofagus
) , yang mungkin berdarah hebat; selanjutnya, peningkatan tekanan dapat meningkatkan
akumulasi cairan di rongga perut ( asites ). Jika aliran dalam AVM berada di arah lain,
darah vena porta mengalir langsung ke pembuluh darah alih-alih mengalir melalui hati;
ini dapat menyebabkan ensefalopati hepatik(kebingungan akibat produk limbah portal
yang mengiritasi otak).Jarang, saluran empedu kekurangan darah, menyebabkan
kolangitis parah (radang saluran empedu). AVM hati dapat dideteksi pada lebih dari 70%
orang dengan HHT, tetapi hanya 10% yang mengalami masalah.

Di otak, AVM kadang-kadang memberikan tekanan, yang menyebabkan sakit kepala .


Mereka juga dapat meningkatkan risiko kejang , seperti halnya jaringan abnormal di
otak.Akhirnya, perdarahan dari AVM dapat menyebabkan perdarahan intraserebral
(pendarahan ke otak), yang menyebabkan gejala stroke seperti kelemahan pada bagian
tubuh atau kesulitan berbicara. Jika perdarahan terjadi ke ruang subarachnoid ( perdarahan
subarachnoid ), biasanya ada sakit kepala yang tidba tiba parah dan penurunan tingkat
kesadaran dan seringkali kelemahan pada bagian tubuh.

14
 Masalah lain

Sebagian kecil (yang dipengaruhi oleh mutasi SMAD4 (MADH4), lihat di bawah)
memiliki banyak polip jinak di usus besar , yang dapat berdarah atau berubah menjadi
kanker kolorektal . Proporsi yang sama kecilnya mengalami hipertensi paru-paru , suatu
keadaan di mana tekanan dalam arteri paru-paru meningkat, memberikan tekanan pada sisi
kanan jantung dan menyebabkan edema perifer (pembengkakan pada kaki), pingsan dan
serangan nyeri dada . Telah diamati bahwa risiko trombosis (terutama trombosis vena ,
dalam bentuk trombosis vena dalam atau emboli paru) dapat meningkat. Ada kecurigaan
bahwa orang-orang dengan HHT mungkin memiliki defisiensi imun ringan dan karena itu
berisiko sedikit meningkat dari infeksi.

 Genetika

HHT adalah kelainan genetik dengan pola pewarisan dominan autosomal . Mereka yang
memiliki gejala HHT yang tidak memiliki saudara dengan penyakit ini mungkin
mengalami mutasi baru. Homozygosity tampaknya berakibat fatal dalam kandungan.

Lima tipe genetik HHT diakui. Dari jumlah tersebut, tiga telah dikaitkan dengan gen
tertentu, sedangkan dua sisanya saat ini hanya dikaitkan dengan lokus tertentu. Lebih dari
80% dari semua kasus HHT disebabkan oleh mutasi pada ENG atau ACVRL1 . Total
lebih dari 600 mutasi berbeda diketahui. Kemungkinan ada dominasi dari kedua jenis
populasi tertentu, tetapi datanya saling bertentangan. Mutasi MADH4, yang menyebabkan
poliposis kolon selain HHT, terdiri sekitar 2% dari mutasi penyebab penyakit. Terlepas
dari MADH4 , tidak jelas apakah mutasi pada ENG dan ACVRL1 menyebabkan gejala
tertentu, meskipun beberapa laporan menunjukkan bahwa mutasi ENG lebih cenderung
menyebabkan masalah paru-paru sementara mutasi ACVRL1 dapat menyebabkan lebih
banyak masalah hati, dan hipertensi paru mungkin merupakan masalah khusus pada orang
dengan mutasi ACVRL1 . Orang dengan mutasi yang persis sama mungkin memiliki sifat
dan keparahan gejala yang berbeda, menunjukkan bahwa gen tambahan atau faktor risiko
lain dapat menentukan tingkat di mana lesi berkembang; ini belum diidentifikasi.

15
 Patofisiologi

Telangiectasias dan malformasi arteriovenous pada HHT diperkirakan muncul karena


perubahan angiogenesis , perkembangan pembuluh darah dari yang sudah ada.
Pengembangan pembuluh darah baru membutuhkan aktivasi dan migrasi berbagai jenis
sel, terutama endotelium , otot polos dan pericytes. Mekanisme yang tepat dimana mutasi
HHT mempengaruhi proses ini belum jelas, dan kemungkinan mereka mengganggu
keseimbangan antara sinyal pro dan antiangiogenik dalam pembuluh darah. Dinding
telangiectasias sangat rapuh , yang menjelaskan kecenderungan lesi ini berdarah.

Semua gen yang dikenal sejauh ini dihubungkan dengan kode HHT untuk protein dalam
Jalur pensinyalan TGF-β . Ini adalah kelompok protein yang berpartisipasi dalam
transduksi sinyal hormon dari superfamili faktor pertumbuhan beta transformasi (beta
faktor pertumbuhan transformasi, protein morfogenetik tulang dan kelas faktor diferensiasi
pertumbuhan ), khususnya BMP9/GDF2 dan BMP10 . Hormon tidak masuk ke dalam sel
tetapi terhubung ke reseptor pada membran sel; ini kemudian mengaktifkan protein lain,
akhirnya mempengaruhi perilaku seluler dalam sejumlah cara seperti kelangsungan hidup
seluler, proliferasi (bertambah jumlahnya) dan diferensiasi (menjadi lebih khusus). Agar
sinyal hormon dapat ditransduksi secara adekuat, diperlukan kombinasi protein: masing-
masing dua dari dua jenis reseptor membran dan endoglin tipe kinase spesifik serin /
treonin . Ketika terikat dengan hormon, protein reseptor tipe II fosforilas (transfer fosfat )
ke protein reseptor tipe I (di mana Alk-1 adalah satu), yang pada gilirannya memfosforilasi
kompleks protein SMAD (terutama SMAD1 ,SMAD5 dan SMAD8 ). Ini mengikat
SMAD4 dan bermigrasi keinti sel di mana mereka bertindak sebagai faktor transkripsi dan
berpartisipasi dalam transkripsi gen tertentu. Selain jalur SMAD, reseptor membran juga
bertindak pada jalur MAPK , yang memiliki tindakan tambahan pada perilaku sel. [2] Baik
Alk-1 dan endoglin diekspresikan secara dominan dalam endotelium, mungkin
menjelaskan mengapa mutasi yang menyebabkan HHT pada protein ini sebagian besar
mengarah pada masalah pembuluh darah. Baik mutasi ENG dan ACVRL1 mengarah pada
sebagian besar produksi protein terkait, daripada salah fungsi protein.

16
2.4.2 Hemofilia

Penyakit hemofilia adalah gangguan perdarahan yang diakibatkan oleh kekurangan


protein faktor pembekuan darah. Akibatnya, darah tidak bisa menggumpal normal
sehingga ketika Anda terluka, luka tersebut akan sangat lama sembuhnya. Ada tiga tipe
hemofilia yang perlu Anda ketahui, yaitu:

a. Hemofilia A
Hemofilia A adalah kelainan terkait mutase pada kromosom X dan dapat diturunkan
karena kekuragan faktor VIII (AHF/antihemopilitic factor). gen tersebut terletak pada
kromosom X, sehingga termasuk penyakit resesif terkait-X (Ginsberg, 2000). Hemofilia
A adalah kelainan perdarahan umum yang terkait dengan defisiensi kuantitatif dna atau
kualitatif pada koagulasi protein plasma faktor VIII (FVIII). Pada anjing hemofilia A
diakibatkan oleh mutase genetik yang menyebabkan inversi gen FVIII. Pada dasarnya
penyakit ini identik dengan manusia dalam gejala klinisnya. Pada domba hemofilia A
terjadi dengan perdarahan yang berkepanjangan dan juga sering ditemukan hemoragi
jaringan lunak serta hemarthropati. Pada tikus hemofilia A besifat resesif autosomal
dikarenakan gen FVIII berada pada kromosom 18 berkebalikan dengan anjing dan domba
dimana penyakit ini terkait keturunan X. Gen utuk FVIII dibawa kromosom X
menjadikannya penyakit resesif terkait seks. Ini berarti hanya satu gen normal yang
diperlukan untuk mencegah hemofilia A. anjing jantan (XY) mewarisi satu kromosom X
(induk) dan anjing betina (XX) mewarisi dua kromosom X (induk dan pejantan). Jantan
dengan satu gen FVIII normal dan seekor betina dengan dua gen FVIII normal benar-
benar bersih dari hemofilia dan tidak mewariskannya kepada keturunannya. Pejantan
dengan gen FVIII abnormal pada salah satu kromosom X-nya akan mentransmisikan gen
abnormal ke semua anak betinanya namun tdak ada satupun pada anak jantannya. Induk
dengan satu gen FVIII normal dengan satu gen abnormal akan mewariskan ½ anak jantan
dan anak betina secara rata.
b. Hemofilia B
Hemofilia B disebabkan oleh defisiensi koagulasi FIX dan telah ditemukan pada lebih
dari 25 keturunan anjing. Anjing dengan hemofilia B dapat secara spontan berdarah ke
dada, perut, otot, persendian dan tempat bekas operasi. Dibandingkan dengan Hemofilia
A, Hemofilia B cenderung menjadi penyakit yang lebih ringan. Seperti Hemofilia A,
Hemofilia B adalah sifat resesif terkait seks. Gen untuk Factor IX dibawa pada kromosom
X, jadi pola pewarisannya sama dengan hemofilia.

17
c. Hemofilia C
Dibanding dua tipe hemofilia di atas, kasus hemofilia C tergolong amat jarang
ditemukan. Hemofilia tipe C disebabkan oleh tubuh yang kekurangan faktor pembeku
darah XI.Hemofilia C juga cukup sulit untuk didiagnosis karena meski perdarahannya
berlangsung lama, aliran darahnya sangat ringan sehingga lebih sulit diketahui dan
dikelola.

 GEJALA DAN TANDA


1. Apabila terjadi benturan pada tubuh akan mengakibatkan kebiru-biruan (pendarahan
dibawah kulit)
2. Apabila terjadi pendarahan di kulit luar maka pendarahan tidak dapat berhenti.
3. Pendarahan dalam kulit sering terjadi pada persendian seperti siku tangan maupun
lutut kaki sehingga mengakibatkan rasa nyeri yang hebat.
4. Perdarahan di kepala. Tanda-tandanya: sakit kepala hebat, muntah berulang kali,
mengantuk terus, bingung, tak dapat mengenali orang atau benda di sekitarnya,
penglihatannya kabur atau ganda, keluar cairan dari hidung atau telinga, terasa lemah
pada tangan, kaki, dan wajah.
5. Perdarahan di tenggorokan. Tanda-tanda: sulit bernapas atau menelan, bengkak.
6. Perdarahan di perut. Tanda-tanda: muntah darah, terdapat darah pada feses, sakit perut
tak kunjung sembuh, penderita tampak pucat dan lemah.
7. Perdarahan di paha. Tanda-tanda: nyeri di daerah paha atau agak ke bawahnya, mati
rasa di daerah paha atau tidak mampu mengangkat kaki.

Bagi mereka yang memiliki gejala-gejala tersebut, disarankan segera melakukan tes
darah untuk mendapat kepastian penyakit dan pengobatannya. Pengobatan penderita
hemofilia berupa Recombinant Factor VIII (Hemofilia A)yang diberikan kepada pasien
hemofili berupa suntikan maupun tranfusi.

Hemofilia adalah penyakit yang tidak populer dan tidak mudah didiagnosis. Karena
itulah para penderita hemofilia diharapkan mengenakan gelang atau kalung penanda
hemofilia dan selalu membawa keterangan medis dirinya. Hal ini terkait dengan
penanganan medis, jika penderita hemofilia terpaksa harus menjalani perawatan di rumah
sakit atau mengalami kecelakaan. Yang paling penting, penderita hemofilia tidak boleh
mendapat suntikan kedalam otot karena bisa menimbulkan luka atau pendarahan.

18
 PEMERIKSAAN

Pemeriksaan Fisik

1. Pengkajian sistem neurologik


a. Pemeriksaan kepala
b. Reaksi pupil
c. Tingkat kesadaran
d. Reflek tendo
e. Fungsi sensoris
2. Hematologi
a. Tampilan umum
b. Kulit : (warna pucat, petekie, memar, perdarahan membran mukosa atau dari
luka suntikan atau pungsi vena)
c. Abdomen (pembesaran hati, limpa)
3. Kaji anak terhadap perilaku verbal dan nonverbal yang mengindikasikan nyeri
4. Kaji tempat terkait untuk menilai luasnya tempat perdarahan dan meluasnya
kerusakan sensoris, saraf dan motoris.
5. Kaji kemampuan anak untuk melakukan aktivitas perawatan diri (misal : menyikat
gigi)
6. Kaji tingkat perkembangan anak
7. Kaji Kesiapan anak dan keluarga untuk pemulangan dan kemampuan
menatalaksanakan program pengobatan di rumah
8. Kaji tanda-tanda vital

Pemeriksaan penunjang

1. Uji Laboratorium (uji skrining untuk koagulasi darah)


a. Jumlah trombosit (normal)
b. Masa protrombin (normal)
c. Masa trompoplastin parsial (meningkat, mengukur keadekuatan faktor
koagulasi intrinsik)
d. Masa perdarahan (normal, mengkaji pembentukan sumbatan trombosit dalam
kapiler)
e. Assays fungsional terhadap faktor VIII dan IX (memastikan diagnostik)
f. Masa pembekuan trompin

19
2. Biapsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk memperoleh jaringan untuk
pemeriksaan patologi dan kultur
3. Uji fungsi hati (SGPT, SGOT, Fosfatase alkali, bilirubin)

2.4.3 Von Willebrand

Penyakit Von willebrand adalah kelainan perdarahan herediter disebabkan oleh


defisiensi faktor Van willebrand. FVW membantu trombosit melekatpada dinding
pembuluh darah yang diperlukan untuk pembekuan perdarahan normal. Faktor Van
Willebrand adalah suatu glikoprotein multimer heterogen dalam plasma dengan dua fungsi
utama :

1. Memudahkan adhesi trombosit pada kondisi stres berat dengan menghubungkan


reseptor membran trombosit ke sub endotel pembuluh darah
2. Bekerja sengai pembawa plasma bagi faktor VIII, suatu protein joagulasi darah yang
penting.

 ETIOLOGI

Von willebrand disebabkan oleh kelainan kuantitatif dan kualitatif FVW suatu ptotein
faktor pembekuan yang diperlukan untuk interaksi antara trombosit-dinding pembuluh
darah dan pembawa faktor VIII. Pada kasus juga terdapat defisiensi faktor VIII. Kelainan
nyata pada FVW terdapat 3 tipe utama yaitu :

1. kelainan kuantitatif FVW Tipe 1 dan 3 ditandai dengan kelainan kuantitatif FVW
identifikasi kelainan gen adlah sulit pada tipe 1 dan 3 PVW.
2. kelainan kualitatif FVW Tipe 2 terdiri dari subtipe 2A,2B,2M dan 2N tipe 2 meliputi
pasien dengan kelainan kualitatif. Meliputi kelainan ringan sedang. Ditandai dengan
gejala yang ringan sedang pula. Tipe 2A ditandai dengan penurunan fungsi FVW yang
terkait dengan trombosit dan termasuk subtipe IIIA dan IIC

 PATOFISIOLOGI

Jika tidak terdapat cukup VWF dalam darah, atau tidak bekeja dengan baik, maka dalam
proses pembekuan darah memerlukan waktu yang lebih lama. Dalam tubuh darah diangkut
ke pembuluh darah. Jika ada cedara jaringan, terjadi kerusakan pembuluh darah dan akan

20
menyebabkan kebocoran darah melalui lubang pada dinding pembuluh darah tersebut.
Pembuluh dapat rusak dekat permukaan seperti saat terpotong. Atau ia dapat rusak di
bagian dalam tubuh sehingga terjadi memar atau perdarahan dalam.

Trombosit adalah sel kecil yang beredar dalam darah. Setiap trombosit berukuran garis
tengah kurang dari 1/10,000 centimeter. Terdapat 150 sampai 400 miliar trombosit dalam
satu liter darah normal. Trombosit mempunyai peranan penting untuk menghentikan
perdarahan dan memulai perbaikan pembuluh darah yang cedera.

Jika pembuluh darah terluka, ada empat tahap untuk membentuk bekuan darah yang
normal.

1. Tahap1: Pembuluh darah terluka dan mulai mengalami perdarahan.


2. Tahap2: Pembuluh darah menyempit untuk memperlambat aliran darah ke daerah
yang luka.
3. Tahap3: Trombosit melekat dan menyebar pada dinding pembuluh darah yang rusak.
Ini disebut adesi trombosit. Trombosit yang menyebar melepaskan zat yang
mengaktifkan trombosit lain didekatnya sehingga akan menggumpal membentuk
sumbat trombosit pada tempat yang terluka. Ini disebut agregasi trombosit
4. Tahap4: Permukaan trombosit yang teraktivasi menjadi permukaan tempat terjadinya
bekuan darah. Protein pembekuan darah yang beredar dalam darah diaktifkan pada
permukaan trombosit membentuk jaringan bekuan fibrin.

Protein ini (Faktor I, II, V, VII, VIII, IX, X, XI, XII dan XIII dan Faktor Von
Willebrand) bekerja seperti kartu domino, dalam reaksi berantai. Ini disebut cascade
koagulasi.

VWD dapat terjadi pada dua tahap terakhir pada proses pembekuan darah, yaitu: Pada
tahap ke 3, seseorang dapat berkemungkinan tidak memiliki cukup Faktor Von Willebrand
(VWF) di dalam darahnya atau faktor tersebut tidak berfungsi secara normal. Akibatnya
VWF tidak dapat bertindak sebagai perekat untuk menyangga trombosit di sekitar daerah
pembuluh darah yang mengalami kerusakan. Trombosit tidak dapat melapisi dinding
pembuluh darah. Pada tahap ke 4, VWF membawa Faktor VIII. Faktor VIII adalah salah
satu protein yang dibutuhkan untuk membentuk jaringan yang kuat. Tanpa adanya faktor
VIII dalam dalam jumlah yang normal maka proses pembekuan darah akan memakan
waktu yang lebih lama.Penyakit Von Willebrand disebabkan oleh genetic yang dapat

21
diwariskan dari orang tua baik pria dan perempuan. Seorang laki-laki atau perempuan yang
memiliki VWD 50% akan menularkan pada anaknya. Tidak ada faktor ras atau etnik,
penyakit gangguan pendarahan ini adalah faktor utama adalah keturunan. Biasanya, orang
menderita VWD sering mimisan berulang-ulang atau berdarah setelah ekstraksi gigi.
Bahkan bisa terdapat pada peningkatan perdarahan pada perempuan saat sedang haid.

 GEJALA DAN TANDA

Gejala paling sering tejadi meliputi : perdarahan gusi, hematuri,epistaksis,perdarahan


saluran kemih, darah dalam feses, mudah memar dan menorhagi. Apabila pada pasien
dengan perdarahan sedang : epistaksis dari kecil, perdarahan luka, ekstrasi gigi. Apabila
pada pasien dengan perdarahan berat :perdarahan sendi jarang terjadi dan terdapat
hematoma.pada PVW simtomatik gangguan trombosit dapat terjadi pasien dengan kadar
faktor VIII rendah dapat menunjukkan hemarrosis dan perdarahan jaringan dalam tubuh.

 PEMERIKSAAN
a. pemeriksaan fisik dijumpai perdarahan pada sendi, melena perdarahan pada gusi. Pada
umumnya sulit untuk menentukan penakit FVW apabila pemeriksaan penunjang tidak
ditegakkan
b. pemeriksaan penunjang hasil pemeriksaan laboratorium sangat beragam :
1. Pemanjangan bleeding time
2. Penurunan kadar FVW pada plasma
3. Penurunan secara paralel kadar aktivitas biologi diperiksa dengan penentuan
kadar kofaktor ristosetin
4. Penurunan aktivitas faktor VIII

Beragamnya tes laboratorium dikaitkan pada sifat-sifat kelainan yang heterogen pada
PVW maupun kenyataan bahwa kadarnya dalam plasma dipengaruhi oleh tipe goolongan
darah ABO, kelainan sistem saraf pusat,sistem iinflamasi, dan kehamilan.

22
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan
Ketika luka pada tubuh mulai mengeluarkan darah, sebuah enzim yang disebut
tromboplastin yang dihasilkan sel-sel jaringan yang terluka bereaksi dengan kalsium
dan protrombin di dalam darah. Akibat reaksi kimia, jalinan benang-benang yang
dihasilkan membentuk lapisan pelindung, yang kemudian mengeras. Lapisan sel-sel
paling atas akhirnya mati, dan mengalami penandukan sehingga membentuk keropeng.
Di bawah keropeng ini, atau lapisan pelindung, sel-sel baru sedang dibentuk. Ketika
sel-sel yang rusak telah selesai diperbaharui, keropeng tersebut akan mengelupas dan
jatuh.
Sistem yang memungkinkan pembentukan darah beku, yang mampu menentukan
sejauh mana proses pembekuan harus terjadi, dan yang dapat memperkuat serta
melarutkan gumpalan darah beku yang telah terbentuk, sudah pasti memiliki kerumitan
luar biasa yang tak mungkin dapat disederhanakan. Sistem tersebut bekerja tanpa
kesalahan sekecil apa pun bahkan hingga pada bagian-bagiannya yang terkecil
sekalipun.

23
DAFTAR PUSTAKA

Dinar., A. 2009. Hematologi.

file:///E:/My%20File%20Student/materi%20hemostatis/Hematologi%20_%20Lifelong%20L
earning%20Journey.html. Diakses pada tanggal 20 september 2015.

Fahmi.,dkk. 2009. Hematologi atau pembekuan darah.

file:///E:/My%20File%20Student/materi%20hemostatis/Hemostasis%20%28Pembekuan%20
Darah%29%20_%204uliedz's%20Blog.html. Diakses pada tanggal 20 september 2015.

Rahman., S. Kelainan pada sistem peredaran darah.

file:///D:/tugasq/Kelainan%20pada%20sistem%20Peredaran%20Darah%20Manusia%20_%2
0Keer-Tech.html. Diakses pada tanggal 20 september 2015.

Elisabeth. 2014. Makalah hemostasis.

file:///E:/My%20File%20Student/materi%20hemostatis/ELIS'S%20BLOGGER%20%20Febr
uary%202014.html. Diakses tanggal 20 september 2015.

24

Anda mungkin juga menyukai