2. Aminoglikosida
Aminoglikosida merupakan antibiotika yang memiliki satu atau lebih gula amino
yang terhubung pada cincin aminosititol melalui ikatan glikosida. Antibiotika
golongan ini umumnya merupakan antibiotika spektrum luas dengan aktivitas yang
lebih tinggi dalam melawan bakteri gram negatif dibandingkan gram positif.
Streptomycin merupakan antibiotika aminoglikosida pertama yang diisolasi dari
Streptomyces griseus oleh Waksman dkk pada tahun 1944.
Tabel 4. Protetrasiklin
4. Polipeptida
Antibiotika turunan polipeptida memiliki struktur polipeptida yang kompleks, yang
resisten terhadap protease hewan dan tumbuhan. Antibiotika ini juga memiliki gugus
lipid selain gugus amino yang tidak dimiliki oleh hewan dan tumbuhan. Obat-obat
golongan ini adalah basitrasin
5. Makrolida
Antibiotika turunan makrolida merupakan antibiotika yang sangat bermanfaat
khususnya untuk terapi penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif
baik dalam bentuk coccus maupun basilus. Antibiotika ini juga efektif melawan
bakteri gram negatif coccus, khusunya Neisseria spp. Antibiotika turunan makrolida
ini pada umumnya dihasilkan oleh Streptomyces sp dan mempunyai 5 bagian struktur
dengan karakteristik sebagai berikut:
1. Cincin lakton yang besar, biasanya mengandung 12-17 atom
2. Gugus keton
3. Satu atau dua gula amin seperti glikosida yang berhubungan dengan cincin lakton
4. Gula netral yang berhubungan dengan gula amino atau pada cincin lakton.
5. Gugus dimetilamino pada residu gula yang menyebabkan sifat basa dari senyawa
dan memungkinkan untuk dibuat bentuk garamnya.
6. Linkomisin
Turunan linkomisin merupakan senyawa bakteriostatika, yang pada kadar tinggi dapat
bersifat bakterisid. Senyawa ini dapat diisolasi dari Actinomycetes, Streptomyces dan
Lincolnensis.
7. Lain – lain
1) Kloramfenikol
Kloramfenikol merupakan antibiotika spektrum luas yang bersifat bakteriostatik.
Obat ini merupakan obat pilihan untuk pengobatan demam tifoid akut yang
disebabkan oleh Salmonella sp. Kloramfenikol diisolasi dari Streptomyces
venezuele oleh Ehrlich et al pada tahun 1947. Kemampuan kloramfenikol
menembus system saraf pusat menjadikannya alternative untuk pengobatan
meningitis dan sebagai anti riketsia.
2) Rifampisin
Rifampisin diisolasi dari fermentasi kultur Nocardia mediterranea dan merupakan
antibiotika dengan spektrum aktivitas yang luas. Pada umumnya rifampisin
digunakan sebagai obat antituberkulosis.
C. MONOGRAFI BAHAN
1. AETHANOLUM (Etanol )
Nama Lain : Alkohol
Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap, dan
mudah bergerak; bau khas; rasa panas. Mudah terbakar
dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform p dan
dalam eter p
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya;
ditemlat sejuk, jauh dari nyala api
Khasiat dan penggunaan : Zat tambahan
(FI EDIDI III, 1979 HAL: 65)
1. Alat
Tabung reaksi + rak
Batang pengaduk
Pipet tetes
Gelas ukur
2. Bahan
Eritromisin
Tetrasiklin
FeCl3 1%
Doksisiklin
Etanol
Asam Sulfat Pekat
Aquadest
E. CARA KERJA
1. Tetrasiklin
Uji Kelarutan
Sampel tetrasiklin
Sampel tetrasiklin
2. Eritromisin
Uji Kelarutan
Sampel eritromisin
Sampel eritromisin
G. HASIL PENGAMATAN
Tabel 5. Hasil Percobaan
H. PEMBAHASAN
Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba termasuk fungi yang
dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain. Pada awalnya antibiotika diisolasi
dari mikroorganisme, dan dalam perkembangannya antibiotik kemudian diproduksi
massal melalui sintesa kimia. Dalam dunia farmasi, sediaan antibiotik banyak digunakan
sebagai terapi untuk berbagai penyakit infeksi, baik yang disebabkan oleh bakteri gram
positif maupun bakteri gram negatif. Walaupun demikian, beberapa turunan antibiotika
juga dapat digunakan sebagai antikanker karena bersifat pancidal.
Pada praktikum ini dilakukan percobaan uji kualitatif antibiotik II yaitu antibiotic
turunan makrolida yaitu eritromisin dan antibiotik turunan tetrasiklin bertujuan untuk
mengetahui kelarutan pada masing masing sampel antibiotik dan dilakukan uji reaksi
warna yang mana untuk mengetahui reaksi positif/ negative yang akan ditunjukan pada
hasil percobaan dengan menambahkan reagen.
Antibiotik golongan tetrasiklin termasuk antibiotik yang bersifat bakteriostatik
dan bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Tetrasiklin memperlihatkan
spektrum antibakteri yang luas meliputi bakteri gram positif dan negatif, aerob dan
anaerob, selain itu juga aktif terhadap spiroket, mikroplasma, rickettsia, klamidia,
legionella dan protozoa. Tetrasiklin merupakan kelompok antibiotika yang dihasilkan
oleh jamur Streptomyces aureofasiens atau S. rimosus (Subronto dan Tjahjati, 2001).
Eritromisin termasuk antibiotik golongan makrolid dan efektif baik untuk kuman
gram positif maupun gram negatif. Antibiotik ini dihasilkan oleh Streptomyceserythreus
dan digunakan untuk pengobatan akne. Eritromisin umumnya bersifat bakteriostatik,
walaupun terkadang dapat bersifat untuk kuman yang sangat peka. Eritromisin
merupakan serbuk hablur putih dan sukar larut dalam air.
Percobaan pertama yaitu uji kelarutan pada sampel tetrasiklin, yaitu prosedur
yang dilakukan adalah uji kelarutan dan uji reaksi warna. Uji kelarutan tetrasiklin
terhadap aquadest dan etanol, sebanyak 250mg sampel tetrasiklin dimasukkan kedalam 2
tabung reaksi, untuk tabung reaksi yang pertama dimasukkan aquadest sebanyak 10ml
dan tabung reaksi kedua ditambahkan etanol sebanyak 10ml, kemudian dilakukan
pengojokan. Pengojokan dilakukan untuk mencampurkan sampel agar tercampur merata.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan, pada sampel tetrasiklin, tabung reaksi pertama
masih terdapat endapan yang berarti tetrasiklin tidak larut dalam aquadest, kemudian
pada tabung reaksi yang kedua juga masih terdapat endapan. Tetapi dari percobaan yang
dilakukan pada uji kelarutan tetrasiklin terhadap etanol tidak sesuai dengan literature
yang mana pada farmakope Indonesia edisi III, tetrasiklin bersifat larut dalam etanol. Ini
dapat terjadi karena kesalahan dalam proses pengojokan.
Kemudian dilakukan analisis kualitatif dengan uji reaksi warna yang mana untuk
mengetahui apakah sampel positif mengandung antibiotik atau tidak. Uji reaksi warna
dilakukan dengan menambahkan larutan FeCl3 1% sebanyak 5 – 7 tetes kedalam sampel
tetrasiklin. Uji reaksi warna dilakukan sebanyak 3 kali replikasi yang mana masing
masing replikasi didapatkan hasil yaitu pada replikasi 1 terbentuk warna coklat, replikasi
2 terbentuk warna coklat kemerahan dan replikasi 3 terbentuk warna coklat. Dari hasil
percobaan ketiga replikasi sesuai dengan teori yaitu terbentuknya warna coklat
kemerahan. Tetrasiklin termasuk kedalam senyawa fenol,
fenol merupakan senyawa yang mengandung gugus hidroksil yang terikat pada karbon
tak jenuh, sehingga dapat bereaksi dengan FeCl3 menghasilkan senyawa kompleks
berwarna coklat kemerahan.
Percobaan kedua yaitu uji kelarutan pada sampel eritromisin, yaitu prosedur yang
dilakukan adalah uji kelarutan dan uji reaksi warna. Uji kelarutan eritromisin terhadap
aquadest dan etanol, sebanyak 250mg sampel eritromisin dimasukkan kedalam 2 tabung
reaksi, untuk tabung reaksi yang pertama dimasukkan aquadest sebanyak 10ml dan
tabung reaksi kedua ditambahkan etanol sebanyak 10ml, kemudian dilakukan
pengojokan. Pengojokan dilakukan untuk mencampurkan sampel agar tercampur merata.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan, pada tabung reaksi pertama masih terdapat
endapan yang berarti tetrasiklin tidak larut dalam aquadest, kemudian pada tabung reaksi
yang kedua juga masih terdapat endapan. Tetapi berdasarkan teori eritromisin larut
terhadap aquadest dan etanol sehingga dapat disimpulkan bahwa uji kelarutan yang
dilakukan dihasilkan uji negative karena tidak sesuai dengan literature yang terdapat pada
farmakope edisi III.
Kemudian dilakukan analisis kualitatif dengan uji reaksi warna yang mana untuk
mengetahui apakah sampel positif mengandung antibiotik atau tidak. Uji reaksi warna
dilakukan dengan menambahkan asam sulfat secukupnya pekat pada sampel eritromisin.
Penambahan asam sulfat pekat dilakukan ditempat yang tertutup/didalam lemari asam,
karena asam sulfat merupakan cairan yang korosif dan mudah menguap. Jika asam sulfat
dibiarkan di udara terbuka yang bebas, maka udara di ruangan tersebut akan
terkontaminasi oleh asam sulfat yang menguap sehingga dapat menyebabkan iritasi pada
organ yang terkontak, seperti kulit, mata, atau saluran pernapasan. Dapat pula
menyebabkan keracunan pada saluran pernapasan. Penggunaan lemari asam juga
mencegah adanya kontaminasi zat lain yang dapat mengganggu reaksi dari asam sulfat
sehingga tidak menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan. Uji reaksi warna dilakukan
sebanyak 4 kali replikasi yang mana masing – masing replikasi didapatkan hasil yaitu
pada replikasi 1 terbentuk warna coklat, replikasi 2 terbentuk warna coklat, replikasi 3
terbentuk warna coklat kemerahan dan replikasi 4 terbentuk warna coklat kemerahan.
Dari hasil percobaan keempat replikasi sesuai dengan teori yaitu terbentuknya warna
coklat kemerahan.
I. KESIMPULAN
Dari praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan :
1. Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba termasuk fungi yang dapat
menghambat atau membasmi mikroba jenis lain.
2. Pada analisis kualitatif antibiotik II digunakan sampel yaitu antibiotic turunan
makrolida yaitu eritromisin dan antibiotik turunan tetrasiklin.
3. Antibiotik golongan tetrasiklin termasuk antibiotik yang bersifat bakteriostatik dan
bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman.
4. Eritromisin termasuk antibiotik golongan makrolid dan efektif baik untuk kuman
gram positif maupun gram negatif.
5. Pada uji kelarutan terdapat beberapa kesalahan dalam pengejokan sehingga hasil
percobaan yang diperoleh tidak sesuai dengan hasil teori.
6. Pada uji reaksi warna kedua sampel yaitu tetrasiklin dan eritromisin dihasilkan uji
positif.
DAFTAR PUSTAKA
Corey, Gerald. 2005. Teori dan praktek dari konseling dan psikoterapi. Terjemahan oleh
E. Koeswara. Jakarta: ERESCO.
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Kurnianto, Erwan.,dan Dian Kertikasari. 2021. Buku Penuntun Praktikum Kimia
Farmasi. Pontianak: Akademi Farmasi Yarsi.
Kusmiyati, Mimin. 2016. Praktikum Kimia Farmasi. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
Pusat Informasi Obat Nasional (Pionas), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
Republik Indonesia 2014, Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI), BPOM RI,
diakses pada 04 Oktober 2021. http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/51-
antibakteri
LAMPIRAN
1. Tetrasiklin + aquades
2. Eritromisin + etanol
4. Tetrasiklin + FeCl31%