Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI FARMASI

UJI KEPEKAAN ANTIBIOTIK :


PENENTUAN KADAR HAMBAT MINIMAL (KHM)
ANTIBIOTIK SECARA DILUSI PADAT

ANISA AULIA PRATIWI


20180311142
SESI 6

KELOMPOK 1 :
ANDHIKA RAHMAD REZKY
ANISA AULIA PRATIWI
WIDA EKA LEISMANA
NORA LIDIA PANJAITAN
PUTRIANI

PRODI FARMASI
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat
serta hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik.

Pada kesempatan ini penyusun tidak lupa menyampaikan terima kasih atas bantuan dan
bimbingan yang diberikan selama praktikum hingga selesainya penyusunan laporan ini kepada :

1.Ibu Inherni Marti Abna, S.Si.,M.Si., selaku dosen mata kuliah Mikrobiologi Farmasi
2.Segenap Assisten laboratorium di Farmasi
3.Semua pihak yang tidak dapat disebut satu persatu.

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan.
Untuk segala kritik dan saran untuk perbaikan laporan ini sangatkami harapkan. Semoga laporan ini
memberi manfaat bagi rekan-rekan mahasiswa khususnya dalam mempelajari mata kuliah
Mikrobiologi.

Jakarta, 10 Desember 2019

Penyusun
A. TUJUAN
Menentukan Kadar Hambat Minimal (KHM) dari suatu antibiotik secara dilusi padat.

B. LANDASAN TEORI
Antibiotika atau antimikroba ialah zat-zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama
golongan fungi (jamur), yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain. Suatu obat
antibiotika yang ideal menunjukkan toksisitas yang selektif. Istilah ini berarti bahwa obat
tersebut haruslah bersifat sangat toksis untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksis (dalam
konsentrasi yang dapat ditoleransi) terhadap hospes .
Tetrasiklin merupakan salah satu obat antimikroba yang menghambat sintesis protein
mikroba. Untuk kehidupannya, sel mikroba perlu mensintesis berbagai protein. Sintesis protein
berlangsung di ribosom, dengan bantuan mRNA dan tRNA. Pada bakteri, ribosom terdiri atas
atas dua subunit, yang berdasarkan konstanta sedimentasi dinyatakan sebagai ribosom 30S dan
50S. untuk berfungsi pada sintesis protein, kedua komponen ini akan bersatu pada pangkal
rantai mRNA menjadi ribosom 70S.
Antibiotika terbagi menjadi beberapa golongan yaitu :
1. Golongan Beta Laktam
Terbagi menjadi derivat penisilin dan sefalosforin. Kerjanya menghambat
pembentukkan dinding sel bakteri. Contohnya : penisilin.
2. Golongan Amoniglikosida
Kerjanya menghambat sintesa protein sel bakteri. Contohnya : Strepromisin,
gentamisin.
3. Golongan Makroloda
Menghambat sintesa protein sel bakteri. Contohnya : Eritromisin.
4. Golongan Tetrasiklin
Kerjanya menghambat sintesa protein sel bakteri. Contohnya : Tetrasiklin.
5. Golongan lainnya
Kloramfenikol : untuk penyakit typus.
Rifampisin : untuk TBC

Berdasarkan ketahanan suatu mikroba terhadap antibiotika, maka antibiotika dapat


digolongkan menjadi :
a. Bakteriostatik, yaitu antibiotika yang menghambat pertumbuhan bakteri.
b. Bakteriosida, yaitu antibiotika yang membunuh bakteri.
Minimum Inhibitory Concentration (MIC) didefinisikan sebagai konsentrasi terendah
antimikroba yang akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang terlihat setelah
semalam diinkubasi. MIC digunakan oleh laboratorium diagnostik, terutama untuk konfirmasi
perlawanan, namun paling sering sebagai alat riset untuk menentukan in-vitro aktivitas
antimikroba baru, dan data dari studi tersebut telah digunakan untuk menentukan MIC
breakpoints. Konsentrasi minimun penghambatan atau lebih dikenal dengan MIC (Minimum
Inhibitory Concentration) adalah konsentrasi terendah dari antibiotika atau antimikrobial yang
dapat menghambat pertumbuhan mikroba tertentu. Nilai MIC adalah spesifik untuk tiap-tiap
kombinasi dari antibiotika dan mikroba (Greenwood, 1995).
Banyak antibiotika saat ini dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. Namun dalam
prakteknya antibiotika sintetik tidak diturunkan dari produk mikroba (misalnya kuinolon).
Antibiotika yang akan digunakan untuk membunuh mikroba, penyebab infeksi pada manusia,
harus memiliki sifat toksisitas selektif yang tinggi.
Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antibiotika yang menghambat pertumbuhan
mikroba dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik, dan ada yang bersifat membunuh mikroba
dikenal sebagai aktivitas bakterisid. Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat
pertumbuhan mikroba atau membunuhnya masing-masing dikenal sebagai kadar hambat
minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM). Antibiotika tertentu aktivitasnya dapat
meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar antimikrobanya ditingkatkan
melebihi KHM.
Konsentrasi hambat minimum atau dikenal dengan MIC (Minimum Inhibitory
Concentration) atau disebut dengan KHM adalah konsentrasi terendah dari antibiotika atau
antimikrobial yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba tertentu. Nilai KHM adalah
spesifik untuk tiap-tiap kombinasi dari antibiotika dan mikroba. KHMdari sebuah antibiotika
terhadap mikroba digunakan untuk mengetahui sensitivitas dari mikroba terhadap antibiotika.
Nilai KHM berlawanan dengan sensitivitas mikroba yang diuji. Semakin rendah nilai KHM
dari sebuah antibiotika, sensitivitas dari bakteri akan semakin besar. KHM dari sebuah
antibiotika terhadap spesies mikroba adalah rata-rata KHM terhadap seluruh strain dari spesies
tersebut. Strain dari beberapa spesies mikroba adalah sangat berbeda dalam hal sensitivitasnya.
Metode uji antimikrobial yang sering digunakan adalah metode Difusi Lempeng Agar. Uji ini
dilakukan pada permukaan medium padat. Mikroba ditumbuhkan pada permukaan medium dan
kertas saring yang berbentuk cakram yang telah mengandung mikroba. Setelah inkubasi
diameter zona penghambatan diukur. Diameter zona pengambatan merupakan pengukuran
KHM secara tidak langsung dari antibiotika terhadap mikroba. Sensitivitas klinik dari mikroba
kemudian ditentukan dari tabel klasifikasi (Jawetz et al.,1996).
Pertumbuhan mikroorganisme dapat dikendalikan melalui proses fisik dan kimia.
Pengendalian dapat berupa pembasmian dan penghambatan populasi mikroorganisme. Zat
antimikrobial adalah zat yang dapat mengganggu pertumbuhan dan metabolisme melalui
mekanisme penghambatan pertumbuhan mikroorganisme. Zat antimikrobial terdiri dari
antijamur dan antibakterial. Zat antibakterial adalah zat yang mengganggu pertumbuhan dan
metabolisme melalui penghambatan pertumbuhan bakteri. Beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan dalam memilih zat antimikrobial kimiawi adalah :
1. Jenis zat dan mikroorganisme
Zat antimikrobial yang akan digunakan harus sesuai dengan jenis mikroorganismenya
karena memiliki kerentanan yang berbeda-beda.
2. Konsentrasi dan intensitas zat antimikrobial
Semakin tinggi konsentrasi zat antimikrobial yang digunakan, maka semakin tinggi pula
daya kemampuannya dalam mengendalikan mikroorganisme.
3. Jumlah organisme
Semakin banyak mikroorganisme yang dihambat atau dibunuh, maka semakin lama waktu
yang diperlukan untuk mengendalikannya.
4. Suhu
Suhu yang optimal dapat menaikkan efektivitas zat antimikrobial
5. Bahan organik
Bahan organik asing dapat menurunkan efektivitas zat antimikrobial dengan cara
menginaktifkan bahan tersebut atau melindungi mikroorganisme. Hal tersebut karena
penggabungan zat dan bahan organik asing membentuk zat antimikrobial yang berupa
endapan sehingga zat antimikrobial tidak lagi mengikat mikroorganisme.
Akumulasi bahan organik terjadi pada permukaan sel mikroorganisme sehingga menjadi
pelindung yang mengganggu kontak antara zat antimikrobial dengan mikroorganisme (Boyd,
1980).
Faktor lain yang mempengaruhi adalah dosis antibiotika yang diberikan. Beberapa masalah
adalah konsentrasi dari zat kemoterapi dalam jaringan, dimana menghasilkan konsentrasi obat
lain lebih besar atau lebih rendah daripada yang digunakan dalam laboratarium. Hal itu penting,
sehingga level obat itu dapat dicapai dalam bermacam bagian tubuh dapat diketahui seperti
halnya sensitivitas relative dari bakteri pathogen. Sensitifitas relatif disebut dengan Minimum
Inhibitory Concentration atau MIC (Pelczar,1988).
Kadar merupakan jumlah per satuan berat/volume. Potensi merupakan ukuran kekuatan /
daya hambat atau daya bunuh zat aktif terhadap mikroorganisme tertentu. Berdasarkan
farmakope indonesia edisi IV (1995), estimasi dari potensi antibiotik melalui perbandingan
langsung antara sampel (antibiotik uji) dengan antibiotik standar yang telah disahkan
penggunaannya, terkalibrasi dengan baik, dan umum digunakan sebagai rujukan. Tujuan
diadakannya uji potensi antibiotik ini sebagai standar untuk mengatasi keraguan tentang
kemungkinan hilangnya kativitas (potensi) antibiotik terhadap efek daya hambatnya pada
mikroba .
Metode umum dalam uji potensi antibiotik antara lain :
1. Metode lempeng (silinder/kertas cakram).
Metode ini didasarkan pada difusi antibiotik dari silinder yang dipasang tegak lurus pada
lapisan agar padat dalam cawan petri atau lempeng yang berisi biakan mikroba uji pada
jumlah tertentu. Sediaan antibiotika menghambat pertumbuhan mikroba yang ada pada
lempeng agar .
2. Metode turbidimetri.
Hambatan pertumbuhan biakan mikroba dalam larutan serbasama antibiotik, dalam media
cair yang dapat menumbuhkan mikroba dengan cepat bila tidak terdapat antibiotik metode
turbidimetri dilakukan pada sampel yang sulit larut dalam air, contohnya : gramisidin.
Prinsip dasar metode ini adalah dengan cara memberikan bakteri / kuman uji dengan
kepadatan tertentu kepada bahan antibakteri yang akan diuji pada konsentrasi yang semakin
kecil. Kepekaan bahan uji terhadap bahan anti-bakteri ditentukan dengan pengamatan secara
makroskopis setelah masa inkubasi berakhir yaitu dengan melihat ada tidaknya pertumbuhan
koloni kuman / bakteri uji dalam tabung ( medium cair ) yang ditandai keruhnya medium cair
yang dipakai (Pelczar, 1988).
Metode ini digunakan untuk menentukan kadar hambat minimal (KHM) suatu senyawa anti-
bakteri. Pada metode ini digunakan erlenmeyer yang diisi media cair dan sejumlah tertentu
bakteri yang diuji, kemudian masing-masing erlenmeyer diisi dengan senyawa yang diuji.
Erlenmeyer-erlenmeyer tersebut diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam, untuk selanjutnya
diamati turbidansi atau kekeruhannya. Metode Tube Dilution Test mempunyai keuntungan
karena dapat menguji daya bakteriostatik dan bakterisidal sekaligus, namun metode ini hanya
dapat menguji satu bahan antibakteri dalam satu kali kegiatan.
Prosedur difusi untuk kertas cakram-agar yang distandardisasikan (metode Kirby-Bauer)
merupakan cara untuk menentukan sensitivitas antibiotik untuk bakteri. Sensitivitas suatu
bakteri terhadap antibiotik ditentukan oleh diameter zona hambat yang terbentuk. Semakin
besar diameternya maka semakin terhambat pertumbuhannya, sehingga diperlukan standar
acuan untuk menentukan apakah bakteri itu resisten atau peka terhadap suatu antibiotik.
Faktor yang mempengaruhi metode Kirby-Bauer :
 Konsentrasi mikroba uji
 Konsentrasi antibiotik yang terdapat dalam cakram
 Jenis antibiotik
 pH medium

C. PROSEDUR KERJA
Alat dan Bahan :
1. Kultur murni bakteri ujidalam media NB umur 24 jam
2. Senyawauji berupa antibiotik (misalnya Amoxycilllin sirup kering). Variasi konsentrasi
ditentukan berdasarkan hasil percobaan VI. (variasi konsentrasi, 6,25; 3,125; dan 1,5625
mg/ml)
Alat-alat :
1. petridish steril, pipet volume steril
2. Media nutrien agar (NA)
3. Deret larutan standar Mac Farland
4. NB untuk pembuatan suspensi bakteri uji
5. Alkohol 70 %
6. Aquades steril

Cara kerja :
1. Buatlah seri pengenceran/variasi konsentrasi larutan antibiotik dalam aquades steril. Seri
pengenceran ditentukan berdasarkan hasil percobaan acara VI
2. Siapkan media NA (siap dituang ke petri secara pour plate). Bila media dalam keadaan
memadat, cairkan terlebih dahulu dengan pemanas sampai menjadi cair dan buat hingga
suhunya sekitar 45 – 50oC sehingga siap untuk dicampur dengan bakteri uji.
3. Buatlah suspensi bakteri uji dengan kepadatan yang setara dengan larutan standar Mac
Farland II.
4. Pembuatan kontrol kontaminasi media (per meja)
a. Ambil 15 ml media NA, tuang ke dalam petri streril secara pour plate. Biarkan
memadat.
b. Beri label pada dasar petri : kel. prakt/tgl/perlakuan. Inkubasi selama 24 jam.
Bandingkan dengan perlakuan.
5. Pembuatan kontrol pertumbuhan bakteri uji (per meja)
a. Ambil 15 ml media NA dalam tabung. Masukkan 1 ml suspensi bakteri uji ke dalam
tabung tersebut.
b. Tuang dalam petri steril secara pour plate. Biarkan memadat. Beri label pada dasar
petri : kel. prakt/tgl/perlakuan/nama bakteri uji. Inkubasi selama 24 jam. Bandingkan
dengan perlakuan.
6. Pembuatan kontrol negatif (pengujian potensi antibakteri pelarut) (per kelompok kecil)
a. Ambil 15 ml media NA dalam tabung. Masukkan 1 ml suspensi bakteri uji dan 1 ml
aquades steril pelarut senyawa antibiotik ke dalam tabung tersebut.
b. Tuang dalam petri steril secara pour plate. Biarkan memadat. Beri label pada dasar
petri : kel. prakt/tgl/perlakuan/nama bakteri uji. Inkubasi selama 24 jam. Bandingkan
dengan perlakuan.
7. Pengujian potensi antibiotik secara dilusi padat (per kelompok kecil)
a. Ambil 3 tabung yang masing-masing berisi 15 ml media NA suhu 45 –
50oC,tambahkan 1 ml suspensi bakteri uji pada masing-masing tabung tersebut.
Tambahkan pula larutan antibiotik dengan konsentrasi yang telah ditetapkan pada
langkah 1.
b. Siapkan 3 petri steril untuk menuang ketiga preparat di atas secara pour plate.Biarkan
memadat. Beri label pada dasar petri.
c. Inkubasi selama 24 jam. Amati dan bandingkan kekeruhan dari masing-masing petri.
Bandingkan antara kontrol dan perlakuan.
8. Pembacaan Hasil
a. Setelah masa inkubasi, kekeruhan media yang menunjukkan kepadatan pertumbuhan
bakteri uji diamati dan diberi penilaian menggunakan notasi (+) untuk media yang
tampak keruh dan (-) jika tidak ada kekeruhan yang berarti tidak ada pertumbuhan
bakteri uji dalam media agar tersebut.
b. Hasil pengamatan dianalisis untuk mendapatkan konsentrasi atau kadar hambat
minimal senyawa antibiotik. Kadar Hambat Minimal (KHM) adalah konsentrasi
minimal senyawa antibiotik yang menunjukkan adanya penghambatan pertumbuhan
bakteri uji.
9. Penegasan Hasil
a. Dari pengamatan kekeruhan, pilih perlakuan dengan tingkat kekeruhan (-) dan
perlakuan dengan tingkat kekeruhan (+)
b. Dengan menggunakan jarum ose, ambilah 1 ose dari tabung perlakuan tersebut dan
tanamlah di atas permukaan cawan agar dengan metode goresan sederhana.
c. Dari hasil goresan pada cawan agar, tentukan harga KHM (Kadar Hambat Minimal)
dan KBM (Kadari Bunuh Minimal). KHM : kadar antibiotik terendah yang masih
menunjukkan pertumbuhan ketika ditanam dalam cawan agar dengan metode gores.
KBM : kadar antibiotik terendah yang sama sekali tidak menunjukkan pertumbuhan
ketika ditanam dalam cawan agar dengan metode gores.
D. HASIL
biotik
Anti

6,25 3,125 1,5625 Aquadest


Mikro
ba

Staphylo
++ +++ +++
coccus +

KHM 1 = 6,25 jumlah koloni 11


KHM 2 = 3,125 jumlah koloni 28
KHM 3 = 1,5625 jumlah koloni <28
E. PEMBAHASAN

Percobaan kali ini bertujuan untuk menentukan Kadar Hambat Minimal (KHM) sediaan
Tetrasiklin terhadap bakteri Staphylococcus aureus dengan menggunakan metode KHM secara
dilusi padat pada media Nutrien Agar (NA). Uji aktivitas antibakteri ini digunakan untuk
menentukan nilai Kadar Hambat Minimal (KHM). Nilai KHM dapat diartikan sebagai
konsentrasi terkecil dari suatu bahan yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba setelah
inkubasi selama 24 jam.
Kadar hambat minimum itu sendiri merupakan seberapa kuat antibiotic yang di gunakan
dapat mencegah terjadinya pertumbuhan bakteri. Jika tidak terdapat bakteri yang tumbuh pada
lingkungan yang telah dibuat, itu artinya antibiotic itu mempunyai kadar bunuh mikroba yang
mengakibatkan tidak ada satu pun bakteri yang tumbuh.
Pada suatu konsentrasi tertentu, antibiotika mempunyai efek menghambat pertumbuhan
mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme tersebut ditandai dengan adanya kekeruhan
pada media yang digunakan. Pada kadar tertentu, dimana pertumbuhan mikroorganisme
terhambat oleh jumlah antibiotik yang sesuai, tidak terjadi kekeruhan pada media. Dengan
menggunakan metode pengenceran, dapat di lihat pada konsentrasi berapa antibiotik tersebut
mempunyai efek menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Pengamatan dilakukan
berdasarkan intensitas kekeruhan yang terjadi pada setiap tabung berisi media dan suspensi
kuman dengan konsentrasi antibiotik yang berbeda konsentrasinya setelah diinkubasi selama 24
jam. Adapun antibiotik yang digunakan dalam percobaan ini adalah Tetrasiklin.
Antibiotik yang digunakan ialah tetrasiklin, Tetrasiklin adalah senyawa bakteriostatik yang
mempunyai kemampuan menghilangkan ion-ion logam-logam yang penting bagi kehidupan
bakteri. (Fardiaz.,1992).
Tetracycline/tetrasiklin merupakan kelompok antibiotika yang dihasilkan oleh jamur
Streptomyces Aureofaciens. Antibiotika ini merupakan derivate dari senyawa hidronaftalen dan
berwarna kuning..
 Sifat kimiawi tetrasiklin
Tetrasiklin mudah membentuk garam dengan ion NA+ maupun Cl- . Obat ini dalam bentuk
kering bersifat stabil, tidak demikian halnya bila antibiotika ini berada dalam larutan air. Untuk
tetrasiklin sediaan basah perlu ditambahkan buffer. Dalam larutan tetrasiklin yang biasa
digunakan untuk injeksi mengandung buffer dengan pelarut propylen glikol pada pH 7,5, dapat
tahan 1 tahun pada suhu kamar sampai 45 C. Bila pH lebih tinggi dari 7,5 maka tingkat
kestabilan tetrasiklin akan menurun.
 Mekanisme kerja tetrasiklin
Tetrasiklin bersifat bakteriostatik dengan jalan menghambat sintesis protein. Hal ini
dilakukan dengan cara mengikat unit ribosoma sel kuman 30 S hingga mencegah terbentuknya
amino asetil RNA. Antibiotik ini dilaporkan juga berperan dalam mengikat ion Fe dan Mg.
Meskipun tetrasiklin dapat menembus sel mamalia namun pada umumnya tidak menyebabkan
keracunan pada individu yang menerimanya.
Antibiotik tetrasiklin ini dibuat menjadi 3 konsentrasi yang berbeda yaitu 6,25 , 3,125 ,
1,5625
Sedangkan bakteri yang digunakan ialah Staphylococcus aureus adalah bakteri yang bersifat
patogen dapat menimbulkan penyakit infeksi dan menghasilkan eksotoksin yang
mempengaruhi sel-sel saluran pencernaan
Staphylococcus aureus sering menimbulkan penyakit dengan tanda-tanda khas, yaitu
peradangan, nekrosis, dan pembentukan abses.
Bakteri Staphylococcus aureus
Sistematika penggolongan bakteri Staphylococcus aureus adalah:
Divisio : protophyta
Kelas : Schizomycetes
Ordo : Eubacteriales
Famili : Micrococcaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus aureus
Bakteri Staphylococcus aureus termasuk bakteri Gram positif, berbentuk bulat, berdiameter
0,1-1,5 mm, satu-satu atau berpasangan, tidak bergerak, dan dinding sel mengandung 2
komponen utama: peptidoglikan dan asam-asam teikoat (Jawetz dkk., 2005).
Bakteri Staphylococcus aureus mudah tumbuh pada kebanyakan pembenihan bakteriologik
dalam keadaan aerobik atau mikroaerobik. Bakteri ini tumbuh paling cepat pada suhu 37 C, tapi
paling baik membentuk pigmen pada suhu kamar (20°C). Koloni S. aureus pada pembenihan
padat berbentuk bulat halus menonjol berkilau-kilauan, membentuk pigmen berwarna emas).
Staphylococcus aureus bersifat meragikan banyak karbohidrat dengan lambat, menghasilkan
asam laktat tetapi tidak menghasilkan gas. Bakteri tersebut dapat menimbulkan penyakit
melalui kemampuannya berkembang biak dan menyebarluaskan dalam jaringan karena
kemampuannya menghasilkan banyak zat ekstra seluler (Jawetz dkk., 2005).
Berdasarkan hasil pengamatan tidak ada KBM dalam hasil ini di karenakan terdapat
kekeruhan diantara 4 cawan petri yang di ujikan (6,25 , 3,125 , 1,5625 dan Aquadest) nilai
KHM yang paling tinggi ialah pada cawan petri dengan isi antibiotik tetrasiklin konsentrasi
6,25 setelah itu 3,125 setelah itu 1,5625 , hasil ini sesuai dengan teori semakin tinggi
konsentrasi antibiotik semakin baik untuk menghambat suatu pertumbuha antimikroba.
F. KESIMPULAN

a. KHM adalah kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba
b. Antibiotic adalah suatu zat yang berasal dari bakteri, jamur, fungi, yang dilemahkan yang
digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri.
Antibiotik yang digunakan ialah tetrasiklin
c. Dari pengenceran pada praktikum pada pengenceran antibiotik 6,25 terdapat 11 koloni
pada pengenceran 3,125 terdapat 28 koloni. dan pada pengenceran 1,5625 >28 koloni
d. Mikroba yang dipakai ialah Staphylococcus aureus
e. Metode yang digunakan adalah metode difusi yaitu merupakan metode paling sering
digunakan untuk menentukan kepekaan antimikroba sampai senyawa kemotrapi.
DAFTAR PUSTAKA

Boyd. R. F., Marr. J. J. 1980. Medical microbiology 1st edition. United State
of America: Little, Brown and Company (Inc.).

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.


hal 320

Greenwood, 1995, Antibiotics Susceptibility (Sensitivity) Test, Antimicrobial ant


Chemoterapy, Addison Westley Longman Inc, San Fransisco, USA.

Jawetz, E., Melnick, J. L., Adelberg, E. A., 1996, Mikrobiologi Kedokteran, Edisi
ke-20, 213, EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta

Pelczar, J.M. 1998. Dasar-Dasar Mikrobiologi Jilid 2. Alih Bahasa: Ratna Ratna
Siri Hadiotomo. Jakarta: UI Press.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai