Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI FARMASI

DASAR-DASAR TEKNIK MIKROBIOLOGI DAN PENGAMATAN


MIKROSKOPIS JAMUR

NORA LIDIA PANJAITAN


20180311156
SESI 06

KELOMPOK 1 :
ANDHIKA RAHMAD RYZKY
ANISA AULIA PRATIWI
WIDA EKA LEISMANA
NORA LIDIA PANJAITAN
PUTRIANI

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan “LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-
DASAR TEKNIK MIKROBIOLOGI DAN PENGAMATAN MIKROSKOPIS JAMUR”
yang merupakan salah satu persyaratan untuk memenuhi tugas praktikum Mata Kuliah
Mikrobiologi di Program Studi Farmasi Universitas Esa Unggul.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam menyusun dan menyelesaikan laporan ini. Ucapan terima kasih penulis
sampaikan khususnya kepada.

1. Dosen Mata Kuliah dan Pendamping Praktikum Mikrobiologi Farmasi, Ibu


Inherni Marti Abna, S.Si, M.Si
2. Tim Asisten Laboratorium Mikrobiologi Farmasi
3. Segenap rekan- rekan praktikum Mikrobiologi Farmasi

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
penulisan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Jakarata, 28 September 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pelaksanaan
Tanggal Praktikum : 9 September 2019
Waktu Praktikum : 13.50 – 16.20
Tempat Praktikum : Laboratorium Terpadu Universitas Esa Unggul

1.2 Topik
1. Dasar Dasar Teknik Pembuatan Media
2. Pengamatan Mikroskopis Jamur

2.3 Tujuan
1. Mempelajari teknik-teknik isolasi dan penanaman mikroba.
2. Mempelajari cara-cara pemindahan mikroba secara aseptis.
3. Mempelajari teknik pembuatan pulasan bakteri untuk pengecatan atau pewarnaan
bakteri
4. Mengenal bermacam-macam mikroba di alam.
BAB II
LANDASAN TEORI

1.1.Dasar Teknik-Teknik Isolasi dan Penanaman Mikroba


1.1.1. Pengertian
Isolasi merupakan cara untuk memisahkan atau memindahkan mikroba tertentu
dari lingkungannya, sehingga diperoleh kultur murni atau biakan murni. Kultur
murni ialah kultur yang sel-sel mikrobanya berasal dari pembelahan dari satu sel
tunggal (Pelczar, 1986). Kultur murni atau biakan murni sangat berguna didalam
mikrobiologi, yaitu untuk menelaah dan mengidentifikasi mikroorganisme,
termasuk penelaahan ciri-ciri cultural, morfologis, fisiologis, maupun serologis,
memerlukan suatu populasi yang terdiri dari satu macam mikroorganisme saja
(Hadioetomo, 1993).
Sifat organisme dalam suatu biakan murni dapat dipelajari dengan metode
yang amat keras dengan hasil yang sangat akurat karena pengaruh sel hidup yang
lain dapat ditiadakan (Volk, 1993).

1.1.2. Teknik Isolasi Mikroba


Dalam kegiatan mikrobiologi, pembuatan isolat dilakukan dengan cara
mengambil sampel mikrobiologi dari lingkungan yang ingin diteliti. Dari sampel
tersebut kemudian dibiakkan dengan menggunakan media universal atau media
selektif, tergantung tujuan yang ingin dicapai. Jika menggunakan media universal
akan diperoleh biakan mikroba campuran. Untuk proses identifikasi maupun
isolasi jenis tertentu saja, dilakukan proses pembuatan isolat tunggal dari isolate
campuran tersebut. Isolat tunggal atau biakan murni merupakan biakan yang
asalnya dari pembelahan satu sel tunggal.
Ada beberapa metode untuk memperoleh biakan murni dari isolasi campuran
yaitu dengan metode cawan gores (streak plate), cawan tuang (pour plate), sebar
(spread plate), dan mikromanipulator (Buckle,1998). Dua diantaranya yang sering
digunakan adalah metode cawan gores dan metode cawan tuang. Prinsip dari
kedua teknik tersebut sama, yaitu mengencerkan biakan campuran hingga setiap
individu spesies dapat dipisahkan, sehingga setiap koloni yang terbentuk
merupakan hasil dari pembelahan satu sel.

a. Penenceran
Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh Lister pada tahun 1985. Ia
mengencerkan suspensi yang terdiri dari berbagai macam mikroba ke dalam
tabung reaksi sebanyak 1 ml kemudia ia mengencerkannya lagi kedalam tabung
reaksi yang lain dan begitu seterusnya sampai beberapa tabung reaksi sehingga
diperoleh biakan murni bakteri yang diinginkan. Teknik pengenceran ini bertujuan
smelarutkan atau melepaskan mikroba dari substratnya kedalam air sehingga lebih
mudah penangannya.
Cara Kerja :
1) Sampel yang mengandung bakteri dimasukkan kedalam tabung pengencer
pertama (10-1) secara aseptis (dari preparasi suspensi). Perbandingan berat
sampel dengan volume tabung pertama adalah 1:9. Setelah sampel masuk
lalu dilarutkan dengan mengocoknya.
2) Diambil 1 ml dari tabung 10-1 dengan pipet ukur kemudian dipindahkan ke
tabung 10-2 secara aseptis kemudian dikocok dengan membenturkan
tabung ketelapak tangan sampai homogen. Pemindahan dilanjutkan hingga
tabung pengencer terakhir dengan cara yang sama.

b. Metode Cawan Gores (Streak Plate)


Metode ini lebih menguntungkan jika ditinjau dari sudut ekonomi dan waktu,
tetapi memerlukan keterampilan-keterampilan yang diperoleh dengan latihan.
Penggoresan yang sempurna akan menghasilkan koloni yang terpisah. Inokulum
digoreskan di permukaan media agar nutrien dalam cawan petri dengan jarum
pindah (lup inokulasi). Di antara garis-garis goresan akan terdapat sel-sel yang
cukup terpisah sehingga dapat tumbuh menjadi koloni. Cara penggarisan
dilakukan pada medium pembiakan padat bentuk lempeng. Bila dilakukan dengan
baik teknik inilah yang paling praktis. Dalam pengerjaannya terkadang berbeda
pada masing-masing laboratorium tapi tujuannya sama yaitu untuk membuat
goresan sebanyak mungkin pada lempeng medium pembiakan. Ada beberapa
teknik dalam metode goresan, antara lain:
Dua macam kesalahan yang umum sekali dilakukan adalah tidak
memanfaatkan permukaan medium dengan sebaik-baiknya untuk digores sehingga
pengenceran mikroorganisme menjadi kurang lanjut dan cenderung untuk
menggunakan inokulan terlalu banyak sehingga menyulitkan pemisahan sel-sel
yang digores.Kesalahan-kesalahan yang umum dilakukan dalam metode ini antara
lain:(1) Tidak memanfaatkan permukaan medium untuk digores sehingga
pengenceran kurang optimal.(2) Penggunaan inokulum yang terlalau banyak
sehingga menyulitkan pemisahan sel waktu digores.

c. Metode pour plate


Metode pour plate (cara tuang) adalah suatu teknik untuk menumbuhkan
mikroorganisme di dalam media agar dengan cara mencampurkan media agar yang
masih cair dengan stok kultur bakteri (agar) sehingga sel-sel tersebut tersebar
merata dan diam baik di permukaan agar atau di dalam agar. Dalam metode ini
diperlukan pengenceran sebelum ditumbuhkan pada medium agar di dalam cawan
petri. Setelah diinkubasi akan terbentuk koloni pada cawan tersebut dalam jumlah
yang dapat dihitung. Metode pour plate sangat mudah dilakukan karena tidak
membutuhkan keterampilan khusus dengan hasil biakan yang cukup baik. Metode
ini dilakukan dengan mengencerkan sumber isolat yang telah diketahui beratnya
ke dalam 9 mL garam fisiologis (NaCl 0,85%) atau larutan buffer fosfat. Larutan
ini berperan sebagi penyangga pH agar sel bakteri tidak rusak akibat menurunnya
pH lingkungan. Pengenceran dapat dilakukan beberapa kali agar biakan yang
didapatkan tidak terlalu padat atau memenuhi cawan (biakan terlalu padat akan
mengganggu pengamatan). Sekitar 1 ml suspensi dituang ke dalam cawan petri
steril, dilanjutkan dengan menuangkan media penyubur (nutrien agar) steril hangat
(40-50ºC) kemudian ditutup rapat dan diinkubasi selama 1-2 hari pada suhu 37ºC.
Penuangan dilakukan secara aseptik atau dalam kondisi steril agar tidak terjadi
kontaminasi atau tumbuh atau masuknya organisme yang tidak diinginkan (di
laboratorium, kontaminasi biasanya terjadi akibat tumbuhnya kapang, seperti
Penicilium dalam biakan).
Media yang dituang hendaknya tidak terlalu panas, karena selain mengganggu
proses penuangan (media panas sebabkan tangan jadi panas juga), media panas
masih mengeluarkan uap yang akan menempel pada cawan penutup, sehingga
mengganggu proses pengamatan. Pada metode ini, koloni akan tumbuh di dalam
media agar. Kultur diletakkan terbalik, dimasukkan di dalam plastik dengan diikat
kuat kemudian diletakkan dalam incubator. Pada metode pour plate volume kultur
sebanyak 0,1-1,0 mL diambil dan dimasukkan kedalam cawan petri steril.
Kemudian ditambahkan media agar cair dan dilakukan pencampuran antara kultur
dan media dengan memutar cawan petri secara pelan pada permukaan yang rata.
Karena sampel dicampur dengan media agar cair, maka volume kultur yang
digunakan dapat lebih tinggi dibanding dengan metode spread plate.
Pada pengujian dengan metode pour plate, kultur/sampel mikroba yang
digunakan harus dapat bertahan hidup pada saat media agar dengan suhu sekitar
45ºC ditambahkan.Keuntungan metode pour plate adalah sebagai berikut:

1) Hanya sel yang masih hidup yang dihitung


2) Beberapa jenis mikroba dapat dihitung sekaligus
3) Dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi mikroba karena koloni yang
terbentuk
4) Mungkin berasal dari satu selmikroba dengan penambahan spesifik.

Kelemahan metode pour plate adalah sebagai berikut:

1) Hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel mikroba yang sebenarnya,


karena beberapa sel yang berdekatan mungkin membentuk satu koloni.
2) Medium dan kondisi yang berbeda mungkin menghasilkan nilai yang berbeda.
3) Mikroba yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium padat dan
membentuk koloni yang kompak dan jelas, tidak menyebar.
4) Memerlukan persiapan dan waktu inkubasi beberapa hari sehingga
pertumbuhan koloni dapat dihitung
d. Metode Isolasi Medium Cair
Cara ini pertama kali dilakukan oleh Lister pada tahun 1865. Lister berhasil
menerima murni Streptococcus lactis yang diisolasi dari susu yang sudah masam.
Caranya adalah dengan mengencerkan suatu supensi kemudian diambil 1ml untuk
diencerkan lagi, kalu perlu dari enceran yang kedua diambil 1ml untuk diencerkan
lebih lanjut. Metode isolasi pada medium cair dilakukan bila microorganism todak
dapat tumbuh pada agar cawan medium padat, tetapi hanya dapat tumbuh pada
kultur cair metode ini juga perlu dilakukan pengenceran dengan beberapa serial
pengenceran . semakin tinggi pengenceran peluang untuk mendapatkan satu sel
lebih besar.

e. Metode isolasi sel tunggal


Metode isolasi sel tunggal dilakukan untuk mengisolasi sel mikroorganisme
berukuran besar yang tidak dapat diisolasi dengan metode agar cawan/medium
cair. Sel mikroorganisme dilihat dengan menggunakan perbesaran sekita 100x.
kemudian sel tersebut dipisahkan dengan menggunakan pipet kapiler yang sangat
halus ataupun micromanipulator, yang dilakukan secara aseptis.

1.1.3. Cara Menghitung Jumlah Coloni


Ada beberapa macam cara untuk menghitung jumlah sel bakteri, antara lain
dengan lempeng total cawan (plate count), hitungan mikroskopik langsung (direct
microscopic count) atau MPN (Most Probable Number) (Fardiaz, 2000).
Penetapan jumlah bakteri dapat dilakukan dengan menghitung jumlah sel bakteri
yang mampu membentuk koloni di dalam media biakan atau membentuk suspensi
dalam larutan biak (Schlegel dan Schmidt, 2000).
Metode lempeng total cawan (plate count) adalah metode yang paling sumum
digunakan untuk menentukan jumlah mikroba yang masih hidup berdasarkan
jumlah koloni yang tumbuh. Teknik ini di awali dengan pengenceran sampel
dengan kelipatan 1: 10. Masing-masing suspensi pengenceran ditanam dengan
metode cawan tuang (pour plate) atau cawan sebar (spread plate). Bakteri akan
bereproduksi pada medium agar dan membentuk koloni setelah diinkubasi selama
18-24 jam. Metode ini dibantu dengan menggunakan alat, yaitu colony counter
Colony counter adalah alat untuk menghitung jumlah koloni bakteri atau
mikroorganisme dalam cawan petri yang biasanya dilengkapi dengan pencatat
elektronik. Bakteri yang akan dihitung adalah bakteri yang masih hidup, dengan
melakukan pengeceran dari medium bakteri misalnya sampai 3 kali dalam tabung
reaksi. Kemudian bakteri ditanam dan diinkubasi, setelah itu dihitung koloni yang
tumbuh (Marasahi, 2011).

1.1.4. Perbedaan Inokulasi Jamur dan Bakteri

1. Inokulasi jamur menggunakan jarum ose bentuk batang. Hifa yang berbentuk
seperti benang mulai diambil dengan jarum ose batang dan mudah sekali
tumbuh didalam suatu media.
2. Inokulasi bakteri menggunakan jarum ose bentuk bulat. Pada ujung jarum ose
yang erbentuk bulat, bakteri aka dapat terambil dalam jumlah yang relative
banyak.

1.1.5. Faktor dalam melakukan Isolasi


Beberapa faktor yang perlu dilakukan dalam melakukan isolasi mikroba yaitu:
1. Sifat setiap jenis mikroba yang akan diisolasi
2. tempat hidup atau asal mikroba tersebut
3. media tumbuh (nutrisi, suhu, pH, ketersediaan Oksigen)
4. cara memelihara agar mikroba yang telah diisolasi tetap merupakan kultur
murni.
1.2.Teknik Pulasan Jamur dan identifikasi Jamur
1.2.1. Pengertian Jamur
Fungi adalah mikroorganisme tidak berklorofil, berbentuk hifa atau sel
tunggal, eukariotik, berdinding sel dari kitin atau selulosa, berproduksi seksual
atau aseksual. Dalam dunia kehidupan fungi merupakan kingdom tersendiri,
karena cara mendapatkan makanannya berbeda dengan organisme eukariotik
lainnya yaitu melalui absorpsi. Sebagian besar tubuh fungi terdiri dari atas benang-
benang yang disebut hifa, yang saling berhubungan menjalin semacam jala yaitu
miselium. Miselium dapat dibedakan atas miselium vegetative yang berfungsi
meresap menyerap nutrient dari lingkungan dan miselium fertile yang berfungsi
dalam reproduksi. Fungi tingkat tinggi maupun tingkat rendah mempunyai cirri
khas yaitu berupa benang tunggal atau bercabang-cabang yang disebut hifa. Fungi
dibedakan menjadi dua golongan yaitu kapang dan khamir. Kapang merupakan
fungi yang berfilamen atau mempunyai miselium, sedangkan khamir merupakan
fungi bersel tunggal dan tidak berfilamen (Dwidjosoeputro, 2003).

1.2.2. Teknik Pulasan


Jamur atau mikroba lainnya dapat dilihat dengan mikroskop cahaya tanpa
pewarnaan/pengecatan atau dengan pewarnaan/pengecatan. Pengamatan tanpa
pengecatan lebih sukar dan tidak dapat dipakai untuk melihat bagina-bagian sel
dengan teliti karena sel jamur atau mikroba lainnya transparan atau semi
transparan. Dengan pengecatan, dapat dilihat struktur mikroba lebih seksama.
Fungsi pengecatan adalah:
a. Memberi warna pada sel atau bagian-bagiannya sehingga memberi kontras dan
tampak lebih jelas
b. Dapat untuk menunjukkan bagian-bagian struktur sel
c. Membedakan mikroba yang satu dengan yang lain
d. Menentukan pH dan potensial oksidasi reduksi ektraseluler dan intraseluler
(Jutono dkk., 1980).
Pengecatan bakteri umumnya menggunakan lebih dari satu tingkat pengecatan.
Hasil pengecatan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti : fiksasi, substrat,
dekolorisator dan sebagainya. Dalam pembuatan pulasan bakteri yang siap
diwarnai, perlu dilakukan fiksasi terlebih dahulu yang bertujuan antara lain:
a. Mencegah menkerutnya globula-globula protein sel
b. Merubah afinitas cat
c. Mencegah terjadinya otolisis
d. Dapat membunuh mikroba secara cepat dengan tidak menyebabkan perubahan-
perubahan bentuk atau strukturnya
e. Melekatkan bakteri diatas gelas benda
f. Membuat sel-sel lebih kuat atau keras
Cara fiksasi yang paling banyak digunakan dalam pengecatan adalah dengan
membuat lapisan suspense/pulasan diatas gelas benda, kemudian
dikeringanginkan dan dilakukan beberapa kali diatas nyala lampu spiritus
(Jutono dkk, 1998).
1.2.3. Jamur Oncom

a. Karakteristik
 Koloni kebanyakan berwarna kuning
 Bentuknya sperti neuron/ sel saraf
 Termasuk pada kelompok kapang (berbentuk filamen)
 Hifa bersekat

Neurospora crassa dikenal pula dengan nama ilmiahnya Neurospora sitophila


(dahulu Monilia sitophila). Nama Neurospora berasal dari kata neuron (sel saraf),
karena guratan-guratan pada sporanya menyerupai bentuk akson. Jamur oncom
termasuk dalam kelompok kapang (jamur berbentuk filamen). Sebelum diketahui
perkembangbiakan secara seksualnya, jamur oncom masuk ke dalam kelompok
Deuteromycota, tetapi setelah diketahui fase seksualnya (teleomorph), yaitu
dengan pembentukan askus, maka jamur oncom masuk ke dalam golongan
Ascomycota Neurospora crassa merupakan salah satu spesies yang masuk ke
dalam Genus Neurospora, Family Sordariaceae, Ordo Sordariales, Class
Ascomycetes, Divisio Ascomycota, dan Kingdom Fungi.

Neurospora crassa dikenal pula sebagai kontaminan, terutama di dalam


laboratorium. Kapang dari Genus Neurospora telah lama diketahui dan telah
dipelajari sejak 1843. Spesies Neurospora crassa telah banyak digunakan di dalam
penelitian laboratorium sejak 1941. Pertumbuhan jamur ini yang sangat pesat,
warna jingganya yang khas, serta bentuk spora (konidia) yang berbentuk seperti
tepung merupakan ciri-ciri khas kapang ini. Di negara subtropis dan tropis,
makanan fermentasi dari kapang telah banyak ditemukan di negara-negara
AsiaTimur dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Rhizopus, Amylomyces,
Mucor,Monascus dan Neurospora telah berperan sebagai mikoflora. Dalam
kehidupan sehari-hari kapang Neurospora telah memegang peranan penting
terutama dalam pengolahan makanan fermentasi. Kapang Neurospora telah
dimanfaatkan untuk membuat oncom yang sangat populer bagi masyarakat Jawa
Barat. Di Brazil, Neurospora telah digunakan dalam proses pengolahan singkong
menjadi minuman fermentasi.

Menurut Pandey, A.2004, dalam Concise encyclopedia of bioresource


technology, penerbit The HaworthPress: Beberapa strain dari Neurospora crassa,
dapat mengkonversi selulosa danhemi selulosa menjadi ethanol. Selain itu, jamur
oncom ini juga digunakan sebagi objek penelitian genetika. Biakan (culture)
Neurospora crassa dalam cawan petri.
BAB III
METODELOGI

3.1 Prosedur Kerja


3.1.1. Dasar Teknik Isolasi Mikroba
a. Spread PlateMethod (Cara Tebar/Sebar)
Teknik spread plate merupakan teknik isolasi mikroba dengan cara
menginokulasi kultur mikroba secara pulasan/sebaran di permukaan media agar yang
telah memadat. Metode ini dilakukan dengan mengencerkan biakan kultur mikroba.
Karena konsentrasi sel-sel mikroba pada umumnya tidak diketahui, maka pengenceran
perlu dilakukan beberapa tahap, sehingga sekurang-kurangnya ada satu dari
pengenceran itu yang mengandung koloni terpisah (30-300 koloni). Koloni mikrobia
yang terpisah memungkinkan koloni tersebut dapat dihitung

Alat dan Bahan :


a. Spreader/batang bengkok/batang Drigalsky
b. Pipet volume, lampu bunsen
c. Media NA dalam cawan petri
d. Kultur murni bakteri
e. Larutan pengencer (BPW atau NaCl fisiologis 0,9%)
Cara Kerja :
1. Buatlah pengenceran 10-1 – 10-6 dari kultur murni bakteri dengan larutan
pengencer.
2. Ambil tabung reaksi yang mengandung kultur murni bakteri, buka dan bakar
lehertabung.
3. Pindahkan 0,1 ml kultur bakteri secara aseptis ke permukaan media NA dalam
cawan petri.
4. Bakar spreader yang sebelumnya telah dicelupkan dalam alkohol, biarkan dingin.
5. Tebarkan/sebarkan kultur bakteri dengan spreader secara merata dan biarkan
sampai permukaan agar mengering (lihat Gambar 1).
6. Setelah permukaan agar mengering, selanjutnya inkubasikan secara terbalik
selama 24 jam pada suhu kamar dan amati pertumbuhannya.
7. Bandingkan pertumbuhan dari tiap-tiap pengenceran dan bandingkan
pertumbuhannya dengan hasil teknik spread plate pada percobaan 2 (sterilisasi
secara filtrasi)
b. Pour Plate Method (Cara Tabur)
Cara ini dasarnya ialah menginokulasi medium agar yang sedang mencair pada
temperatur 45-50oC dengan suspensi bahan yang mengandung mikroba, dan
menuangkannya ke dalam cawan petri steril. Setelah inkubasi akan terlihat koloni-
koloni yang tersebar di permukaan agar yang mungkin berasal dari 1 sel bakteri,
sehingga dapat diisolasi lebih lanjut (Jutono dkk, 1980)
Alat dan bahan:
1) Media NA dalam tabung reaksi (hasil percobaan 1)
2) Cawan petri steril
3) Kultur murni bakteri
4) Pipet volume, lampu Bunsen
Cara kerja:
1. Dinginkan mediaNA dalam tabung reaksi sampai suhu ± 45 - 500C (cirinya :
terasa hangat di kulit/tidak „kemranyas‟).
2. Buka tutup tabung yang mengandung kultur murni bakteri, dan bakar leher botol.
3. Pindahkan 1 ml kultur murni bakteri ke dalam tabung reaksi yang mengandung
NA secara aseptis.
4. Bakar leher tabung di atas bunsen, dan tuangkan media NA yang telah
mengandung kultur murni bakteri ke dalam cawan petri.
5. Goyangkan perlahan-lahan untuk mencampur kultur bakteri dengan NA sampai
homogen.Penggoyangan petri jangan terlalu kuat. Pada saat penuangan media,
petri bisa diletakkan dalam radius maksimal 20 cm dari sumber api (zona steril)
(lihat Gambar 2).
6. Setelah agar memadat diinkubasi terbalik pada suhu kamar selama 24 jam.
Inkubasi terbalik dilakukan setelah agar memadat. Amati pertumbuhannya.
c. Teknik - Teknik Pemindahan Kultur Mikroba (Kultur Murni)
Untuk mencegah tercemarnya biakan murni, perlu diadakan teknik aseptik pada
waktu memindahkan mikroba. Dalam percobaan- percobaan ini akan dipelajari cara-
cara memindahkan biakan murni dengan cara aseptik.
Alat dan bahan:
1. Media NA miring dalam tabung reaksi (hasil percobaan 1)
2. Media NA tegak dalam tabung reaksi (hasil percobaan 1)
3. Media nutrien cair atau NB dalam tabung reaksi (hasil percobaan 1)
4. Jarum ose
5. Jarum inokulasi
6. Kultur murni bakteri
7. Lampu bunsen
8. Vortex mixer
Cara kerja:
1. Siapkan media NA dan NB hasil percobaan 1 (media NA miring, media NA
tegak dan media NB/cair). Pemindahan kultur mikroba dilakukan satu persatu
untuk masing-masing media.
2. Longgarkankan tutup dari masing-masing tabung reaksi yang berisi media
(jangan di lepaskan!).
3. Pegang tabung reaksi yang mengandung kultur murni bakteri di tangan kiri.
4. Pegang jarum ose pada tangan kanan dan bakar di atas nyala lampu bunsen
hingga kawat memijar. Perhatian : pemanasan jarum ose dilakukan dari pangkal
ke ujung sampai memijar, sebelum digunakan kawat didinginkan beberapa saat!
5. Pegang ose menggunakan ibu jari dan jari telunjuk, gunakan jari kelingking
untuk membuka tutup tabung reaksi (tutup tabung reaksi tetap dipegang seperti
posisisemula).
6. Bakar mulut tabung reaksi, masukkan jarum ose dan ambil 1 ose biakan bakteri.
7. Bakar kembali mulut tabung reaksi dan tutup tabung reaksi kembali.
8. Ambillah tabung reaksi yang akan diinokulasi dengan tangan kiri, dengan cara
yang sama buka tutup tabung reaksi, dan bakar mulut tabung reaksi.
9. Inokulasikan biakan bakteri pada tabung reaksi inokulasi dengan cara goresan
10. zigzag pada permukaan NA miring.
11. Bakar mulut tabung reaksi dan tutup tabung reaksi kembali, kemudian bakar
ose.Beri label : tanggal percobaan, nama bakteri, teknik pemindahan dan nama
kelompok.
12. Lakukan dengan cara yang sama untuk media nutrien cair/NB menggunakan
jarum ose dan media agar tegak secara tusukan tegak lurus menggunakan jarum
inokulasi.
13. Inkubasikan selama 24 jam pada suhu kamar dan amati pertumbuhannya.

3.1.2. Teknik Pembuatan Pulasan Jamur dan Identifikasi Jamur


Bakteri atau mikroba lainnya dapat dilihat dengan mikroskop cahaya tanpa
pewarnaan/pengecatan atau dengan pewarnaan/pengecatan.Pengamatan tanpa
pengecatan lebih sukar dan tidak dapat dipakai untuk melihat bagian-bagian sel
dengan teliti karena sel bakteri atau mikroba lainnya transparan atau semi
transparan.Dengan pengecatan, dapat dilihat struktur sel mikroba lebih
seksama.Fungsi pengecatan adalah :
a).memberi warna pada sel atau bagian-bagiannya sehingga member kontras dan
tampak lebih jelas,
b). dapat untuk menunjukkan bagian-bagian struktur sel,
c). membedakan mikroba satu dengan yang lain,
d). menentukan pH dan potensial oksidasi reduksi ekstraseluler dan intraseluler
(Jutono dkk., 1980).
Pengecatan bakteri umumnya menggunakan lebih dari satu tingkat pengecatan.
Hasil pengecatan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti : fiksasi, substrat,
dekolorisator dan sebagainya. Dalam pembuatan pulasan bakteri yang siap diwarnai,
perlu dilakukan fiksasi terlebih dahulu yang bertujuan antara lain :
a). mencegah mengkerutnya globula-globula protein sel,
b). merubah afnitas cat,
c). mencegah terjadinya otolisis sel,
d). dapat membunuh mikroba seca
ra cepat dengan tidak menyebabkan perubahan-perubahan bentuk atau strukturnya, e).
melekatkan bakteri di atas gelas benda dan
f). membuat sel-sel lebih kuat/keras.
Cara fiksasi yang paling banyak digunakan dalam pengecatan bakteri adalah
dengan membuat lapisan suspensi/pulasan bakteri di atas gelas benda, kemudian
dikeringanginkan dan dilalukan beberapa kali di atas nyala lampu spiritus (Jutono
dkk.,198)
Alat dan bahan :

a. Gelas benda
b. Jarum ose
c. Lampu Bunsen
d. Label preparat
e. Aquades steril
f. Kultur murni bakteri
g. Penjepit gelas benda
Cara kerja :

1. Labellah gelas benda yang kering dan bersih. Sterilkan jarum ose dengan
memijarkannya pada nyala bunsen dan dinginkan. Jika kultur dalam bentuk cair
(suspensi), ambillah 1 ose penuh dan letakkan di tengah-tengah gelas benda dan
ratakan seluas ± 1 cm2 Jika kultur dalam medium padat, ambillah dengan jarum
ose satu bagian kecil kultur dan letakkan di tengah gelas benda yang sebelumnya
telah diberi aquadest steril dan ratakan
2. Biarkan kering dengan mengangin-anginkan gelas benda
3. Fiksasi pulasan bakteri dengan melewatkan di atas nyala bunsen (hati-hati,
jangan sampai terlalu kering/gosong), tergantung jenis pengecatannya.
4. Pulasan bakteri siap untuk diwarnai
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil

A. Tabel 1.1 (Dasar-dasar Teknik Pembuatan Media dan Isolasi Mikroba)


No Gambar Fungsi
1.
Sampel : Dahak
Berat Sampel : 1 ml
Metode : Pour Plate
Media : NA
Total Koloni : 28
Bentuk Koloni : Bulat, warna putih
susu.

2.
Sampel : Dahak
Berat Sampel : 1ml
Metode : Spread Plate
Media : NA
Total Koloni : 80
Bentuk Koloni : Bulat, warna putih
susu.

3.
Sampel : Oncom
Berat Sampel : 0,9792g
Metode : Pour Plate
Media : PDA
Total Koloni : 70
Bentuk Koloni : hifa
4.
Sampel : Oncom
Berat Sampel : 0,9792g
Metode : Spread Plate
Media : PDA
Total Koloni : 245
Bentuk Koloni : hifa

No. Gambar Keterangan


1. Hasil isolasi mikroba jamur dari
sampel oncom metode pour plate

2.

Hasil isolasi mikroba jamur dari


sampel oncom metode spread plate

3.

Hasil penanaman mikroba jamur dari


koloni oncom yang ada dimedia agar
dengan metode pour plate
4.

Hasil penanaman mikroba jamur dari


koloni oncom yang ada di media agar
dengan metode spread plate

B. Tabel 1.2 (Hasil pulasan jamur di bawah mikroskop)

No Gambar Keterangan

1.

Hasil pengamatan kultur murni


mikroba jamur dengan fiksasi
perbesaran 40 x

2.
Hasil pengamatan kultur murni
mikroba jamur dengan tidak fiksasi
perbesaran 40 x
3.

Hasil pengamatan kultur murni


mikroba jamur dengan tidak fiksasi
tidak menggunakan metilen blue
perbesaran 40 x

4.2. Pembahasan

A. Dasar-Dasar Teknik Pembuatan Media dan Isolasi Mikroba


Dalam Praktikum dasar-dasar teknik pembuatan media ini bertujuan untuk
mempelajari teknik isolasi dan penanaman mikroba, mempelajari cara-cara
pemindahan mikroba secara aseptis, teknik pembuatan pulasan bakteri untuk
pengecatan atau pewarnaan bakteri serta mengenal bermacam-macam mikroba di
alam.
Media yang digunakan pada praktikum ini adalah media NA dan media PDA.
Dimana media NA digunakan untuk menumbuhkan bakteri (sampel yang digunakan
adalah dahak) dan media PDA digunakan untuk menumbuhkan jamur (sampel yang
digunakan adalah oncom). Media Nutrient Agar (NA) berbentuk padat, kandungan
dalam media NA adalah agar, ekstrak daging, dan pepton yang berfungsi sebagai
sumber nutrisi dan sumber nitrogen untuk bakteri, sedangkan agar berfungsi untuk
memadatkan media. Media NA pada praktikum ini digunakan pada spread plate
method, pour plate method, dan NA miring. Media yang lain adalah Media Potato
Dextrose Agar (PDA) berbentuk padat, PDA mengandung sumber karbohidrat dalam
jumlah cukup yaitu terdiri dari 20% ektrak kentang dan 2% glukosa sehingga baik
untuk pertumbuhan kapang (jamur) dan khamir. Komposisinya PDA berupa kentang
(4g/L (berasal dari 200 gr kentang)), dextrose (15g/L) dan aquadest 1L. fungsi
komposisi Media PDA antara lai Potato extract digunakan sebagai sumber karbohidrat
atau makanan bagi biakan pada media PDA, dextrose atau gugus gula sebagai
Penambah nutrisi bagi biakan media PDA dan agar merupakan bahan media yang
mengandung cukup air untuk tempat tumbuh biakan yang baik.
Percobaan ini dilakukan secara aseptis dan selalu dalam kondisi yang steril.
Aseptis adalah suatu teknik yang dilakukan pada saat pemindahan bakteri agar
mencegah kontaminasi dari udara, biasanya menggunakan lampu bunsen. Sedangkan
steril adalah pemusnahan atau pembebasan semua mikroorganisme, dengan kata lain
suatu perlakuan dimana suatu media terbebas dari kontaminan. Pada praktikum ini
sterilisasi dilakukan dengan cara sterilisasi fisik dan sterilisasi kimia. Sterilisasi fisik
yaitu dengan pemanasan seperti pemijaran dengan cara membakar alat pada api secara
lagsung, menggunakan uap panas bertekanan tinggi dengan menggunakan autoklaf
dan sterilisasi kimia dengan menggunakan bahan kimia yaitu senyawa disenfektan
seperti alkohol.
Dalam prosedur pembuatannya pertama-tama dilakukan pengenceran 10-1
sampai 10-3 dari kultur murni bakteri dan jamur dengan larutan pengencer. Disiapkan
6 tabung reaksi, 3 tabung reaksi untuk pegenceran kultur murni bakteri (sampel dahak)
dan 3 tabung reaksi untuk pengenceran kultur murni jamur (sampel oncom). Semakin
banyak pengenceran yang dilakukan, maka semakin sedikit bakteri yang tumbuh pada
media tersebut. Untuk itu hasil pengenceran yang nantinya akan digunakan untuk
teknik isolasi bakteri adalah pengenceran yang terakhir yaitu pengenceran 10-3.
Teknik isolasi mikroba dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu spread plate
method, streak plate method, dan pour plate method. Namun dalam percobaan ini
praktikan hanya melakukan dua metode teknik isolasi yaitu spread plate method dan
pour plate method. Dalam prosedurnya disiapkan 4 cawan petri yang steril, 2 cawan
petri untuk biakan bakteri dan 2 cawan petri untuk biakan jamur.
Teknik spread plate merupakan teknik isolasi dengan cara menginokulasi
kultur mikroba secara pulasan atau sebaran di media (permukaan) agar yang telah
memadat. Tujuannya adalah untuk melihat pertumbuhan koloni bakteri pada media.
Metode ini dilakukan dengan cara menuangkan media kedalam cawan petri hingga
hingga mencapai setengah cawan petri. Media yang dituangkan tergantung dari biakan
yang akan ditumbuhkan dimana media NA untuk biakan bakteri dan media media
PDA untuk biakan jamur. Selanjutnya media dibiarkan hingga memadat. Setelah
medianya padat dipipet 1ml dari masing-masing dari kultur mikroba hasil pengenceran
10-3 dan ditebarkan/sebarkan pada permukaan media NA (untuk biakan bakteri) dan
media PDA (untuk biakan Jamur). Selanjutnya diinkubasikan secara terbalik selama
24 jam pada autoklaf dan amati pertumbuhannya. Perlu diperhatikan bahwa teknik
isolasi ini harus selalu dalam keadaan steril agar biakannya tidak terkontaminan.
Kelebihan teknik spread plate adalah didapatkan biakan murni koloni bakteri yang
terpisah serta memudahkan untuk pengamatan morfologi koloni yang jelas.
Kelemahan dari metode ini adalah bakteri terlalu banyak sehingga sulit untuk
mengidentifikasi bakteri majemuk.
Teknik pour plate adalah suatu teknik dalam menumbuhkan mikroorganisme
dengan cara mencampurkan media agar dengan kultur bakteri. Metode ini dilakukan
denga menginokulasikan suspense bahan yang mengandung bakteri yang telah
dihomogenkan kedalam medium yang sedang mencair dan menuangkannya pada
cawan petri. Dalam prosedurnya yang pertama dituangkan kedalam cawan petri adalah
hasil pengenceran terakhir 10-3 sebanyak 1ml, selanjutnya baru dituangkan media yang
telah dicairkan dan dingin kedalam cawan petri sampai memenuhi setengah cawan
petri. Kemudian digoyangkan secara perlahan-lahan untuk mencampur kultur mikroba
dengan media sampai homogen. Pada saat penuangan media petri bisa diletakkan
dalam radius maksimal 20cm dari sumber api hal ini dimaksudkan agar bakteri atau
tidak mati akibat suhu yang terlalu tinggi. setelah itu dibiarkan memadat hingga pada.
B. Hasil pulasan jamur di bawah mikroskop
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui jamur oncom dan untuk
mengidentifikasi jamur dengan melihat bentuk sel, ada tidaknya misellium dan hifa
serta spora yang ada pada jamur tersebut. Tata cara pemeriksaan identifikasi jamur
yaitu dengan menyiapkan 5 preparat sampel. Dimana 2 preparat sampel diberi
perlakuan difiksasi dan ditetesi metylen blue, 2 preparat sampel dengan perlakuan
tidak difiksasi dan ditetesi metylen blue serta 1 preparat sampel yang hanya ditetesi
dengan Aquadest steril tanpa metylen blue. Setelah diberikan perlakuan diatas,
masing-masing sampel jamur oncom ditutup dengan menggunakan kaca objek steril
dan dilakukan pengamatan secara langsung dengan menggunakan mikroskop
pembesaran 40x hingga 100x.
Berdasarkan hasil pengamatan secara mikroskopik (tabel 1.2 gambar ) dapat dilihat
bahwa jamur yang diamati memiliki bentuk guratan-guratan dipermukaan spora.

Neurospora sitopilia (dahulu Monilia sitophila) atau biasa disebut jamur


oncom. Jamur oncom termasuk dalam kelompok kapang(jamur berbentuk filamen).
Sebelum diketahui perkembagbiakan secara seksualnya, jamur oncom masuk kedalam
golongan Deuteromycota, tetapi setelah diketahui fase seksualnya (teleomorph), yaitu
dengan pembentukan askus, maka jamur oncom masuk kedalam golongan
Ascomycota.

1. Klasifikasi jamur oncom

Kingdom : Fungi

Filum : Ascomycota

Subfilum : Pezizomycotina

Kelas : Ascomycetes

Ordo : Sordariales

Famili : Sordariales

Genus : Neurospora

Spesies : Neurospora sitophilia

2. Siklus hidup jamur oncom

Perkembangbiakan secara seksual dengan pembentukan Ascosporangia

a. Mula-mula hifa berbeda jenis saling berdekatan


b. Hifa betina akan membentuk askogonium dan hifa jantan akan membentuk
anteridium, masing-masing berinti haploid.
c. Dari askogonium akan tumbuh trikogin yaitu saluran yang menghubungkan
ascogonium dan anteridium
d. Melalui trikogin anteridium pindah dan masuk ke ascogonium sehingga terjadi
plasmogami.
e. Akogonium tumbuh membentuk sejumlah hifa ascogonium dan
dikarion.Pertumbuahan terjadi karena pembelahan mitosis antara inti-inti tetapi
tetap berpasangan.
f. Pada Ascomycota yang memiliki badan buah, kumpulan hifa ascogonium yang
dikariotik ini membentuk jalinan kompak yang disebut askokarp. Ujung-ujung
hifa pada askokarp membentuk askus dengan inti haploid dikariotik.
g. Didalam askus terjadi kariogami menghasilkan inti diploid
h. Didalam askus terdapat 8 buah spora.Spora terbentuk didalam askus sehingga
disebut sporaaskus. Spora askus dapat tersebar oleh angina.Jika jatuh ditempat
yang sesuai, spora askus akan tumbuh menjadi benang hifa yang baru.

Sedangkan perkembangbiakan secara aseksual dengan pembentukan konidia


yang ada ujung konidiofor. Jika konidia jatuh pada tempat yang sesuai, maka konidia
tersebut akan tumbuh menjadi miselium.

3. Karakteristik Jamur Oncom

Neurospora crassa memiliki spora berbentuk seperti urat saraf berloreng-


loreng, sering terdapat pada produk-produk bakeri dan menyebabkan kerusakan
sehingga biasanya disebut bakery mold atau red bread-mold. Neurospora crassa juga
dikenal sebagai jamur oncom. Dalam proses fermentasi jamur ini berkembang biak
dan menjadikan makanan berwarna kuning-kemerahan. Jika jamur ini menyerang
laboratorium Mikologi atau bakteriologi sebagai kontaminan, maka dapat
menimbulkan bahaya pada kultur dan sangat sulit untuk dihilangkan karena
banyaknya jumlah konidia yang mudah menyebar yang diproduksi dan karena
pertumbuhannya yang sangat cepat.

Neurospora adalah organisme yang pertumbuhannya sangat cepat tetapi


askosporanya membutuhkan perlakuan khusus. Sel hifanya memiliki inti banyak
(multinukleat). Miseliumnya berpigmen dengan jumlah pigmen bervariasi, tergantung
substratumnya.

Neurospora crassa bersifat octosporous, hermaprodit dan heterotalik. Unsur


betinanya diwakili oleh protoperithecia, dimana setiap multinukleat askogonium
ditempelkan. Askogonia menghasilkan cabang hifa panjang yang berfungsi sebagai
trichogynes. Antheridia tidak dihasilkan. Unsur jantan diwakili oleh mikrokonidia
yang diproduksi dalam rantai di microconidiophores; sejenis konidia, yang juga dapat
menyalurkan nuclei ke receptive trichogynes. Dalam spesies ini, ditemukan bahwa
peran organ seks jantan tidak terlalu besar dan fungsi seksual dikerjakan oleh bagian
khusus dari thallus. Dikenal pula dengan nama ilmiahnya Neurospora sitophila
(dahulu Monilia sitophila). Nama Neurospora berasal dari kata neuron (= sel saraf),
karena guratan-guratan pada sporanya menyerupai bentuk akson. Jamur oncom
termasuk dalam kelompok kapang (jamur berbentuk filamen). Sebelum diketahui
perkembangbiakan secara seksualnya, jamur oncom masuk ke dalam kelompok
Deuteromycota, tetapi setelah diketahui fase seksualnya (teleomorph), yaitu dengan
pembentukan askus, maka jamur oncom masuk ke dalam golongan Ascomycota.

4. Ciri-ciri Neurospora

a. Dwidjoseputro (1961) telah menemukan cara perkembangbiakan seksual jamur


oncom, sehingga jamur oncom dimasukkan ke dalam Ascomycotina. Oleh
karena itu, yang semula nama ilmiah jamur oncom itu Monilia sitophila diganti
nama spe-siesnya menjadi Neurospora sitophila.
b. Jika Neurospora sitophila jenis (+) bertemu dengan Neurospora sitophila jenis
(-), maka terjadilah perkembang-biakan seksual kemudian terbentuklah askus
yang berisi askospora. Askus-askus ini tubuh di dalam tubuh buah yang
disebut peritesium . Tiap askus mengandung 8 askospora.
c. Misellium septat, kemudian dapat pecah menjadi sel-sel yang terpisah.
d. Miselium panjang dan bebas tumbuh di atas permukaan
e. Hifa aerial membawa konidia yang bertunas, berbentuk oval dan berwarna
merah jambu serta orange-merah serta membentuk rantai bercabang pada
ujungnya.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan Praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

a. Teknik-teknik isolasi mikroba yang digunakan adalah spead plate, pour plate dan
streak plate.
b. Pada percobaan ini, mikroba alam yang digunakan adalah oncom untuk penumbuhan
jamur dan dahak untuk penumbuhan bakteri.
c. Pemindahan mikroba harus dilakukan secara aseptis agar mencegah adanya
kontaminasi mikroorganisme yang tidak dikehendaki. Hal ini dilakukan dengan cara
meminimalisir adanya kontaminan dengan mendekatkan pada lampu Bunsen saat
pemindahan mikroba.
d. Pewarnaan atau pengecatan berfungsi untuk memberi warna pada sel sehingga kontras
dan tampak lebih jelas, untuk menunjukka bagian-bagian struktur sel, membedakan
mikroba yang satu dengan yang lainnya dan untuk menentukan pH serta potensial
oksidasi reduksi ektraseluler dan intraseluler.
e. Hasil pengecatan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti Fiksasi, substrat,
dekolorisator dan sebagainya
f. Neurospora sitophilia memiliki bentuk guratan-guratan dipermukaan spora.
g. Hasil pemerikasaan ditemukan hifa dan septa.
DAFTAR PUSTAKA

Buckle,K.ADwidjoseputro, D. 1998. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan : Malang.

Dwidjoseputro, D. 2003. Dasar - Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta. 214 hal.

Fardiaz, Dedi, 2002, Panduan Pengolahan Pangan yang Baik bagi Industri Rumah Tangga, Jakarta:
Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Hadioetomo, R. S. 1993. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek : Teknik dan Prosedur Dasar
Laboratorium. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 163 hal.

Jutono, dkk.1980. Pedoman praktikum Mikrobiologi umum (Untuk Perguruan Tinggi). Yogyakarta :
UGM Press.

Marasahi. 2011. Pengenalan Alat Mikrobiologi Dasar.

http://Sarifmahasari.wordpress.com/ pengenalan-alat-mikrobiologi- dasar/, diakses pada tanggal 7


Maret 2013.

Pandey, P., Mehta A., Hajra, S., 2011, Evaluation of Antimicrobial Activity of Ruta graveolens Stem
Extracts by Disc Diffusion Method, Journal of Phytology, 92-95.

Pelczar, Michael J., dan Chan, E. C. S., 1986, 190-191, Dasar-Dasar Mikrobiologi, Universitas
Indonesia, UI-Press, Jakarta.

Schlegel, H.G. dan K. Schmidt. 2000. Mikrobiologi Umum. Yogyakarta. Gajah Mada University
Press.

Volk, W.A and M.F. Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar. Edisi Kelima. Jilid 1. Penerbit Erlangga.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai