Anda di halaman 1dari 15

ANATOMI DAN FISIOLOGI MANUSIA

INDEKS MASSA TUBUH (IMT)

DISUSUN OLEH :

Monika Anggrainy 20180311138

Anisa Aulia Pratiwi 20180311142

Andhika Rahmad Rydzeky 20180311146

Liu Su Na 20180311150

Nora Lidia Panjaitan 20180311156

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ESA UNGGUL

2019
Tgl Praktikum : 12 April 2019

Tgl Pengumpulan : 10 Mei 2019

I. TUJUAN

1. Mengetahui cara mengukur berat badan dan tinggi badan


2. Menghitung IMT

II. DASAR TEORI

1. Indeks Massa Tubuh (IMT)


Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan alat
atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya
yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Berat badan kurang
dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat badan lebih
akan meningkatkan resiko terhadap penyakit degeneratif. Oleh karena itu,
mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai
usia harapan hidup yang lebih panjang.
Indeks Massa Tubuh (IMT) Adalah parameter yang ditetapkan oleh WHO
(Badan Kesehatan Dunia) sebagai perbandingan berat badan (dalam kilogram)
dibagi dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter). IMT ditentukan dengan cara
mengukur berat dan tinggi badan secara terpisah kemudian nilai berat dan tinggi
tersebut dibagikan untuk mendapatkan nilai IMTdalam satuan kg/m2.
Penggunaan rumus ini hanya dapat diterapkan pada seseorang berusia
antara 19 hingga 70 tahun, berstruktur tulang belakang normal, bukan atlet atau
binaragawan, dan bukan ibu hamil atau menyusui. Pengukuran IMT ini dapat
digunakan terutama jika pengukuran tebal lipatan kulit tidak dapat dilakukan atau
nilai bakunya tidak tersedia.
Interpretasi IMT pada anak tidak sama dengan IMT pada orang dewasa.
IMT pada anak disesuaikan dengan umur dan jenis kelamin anak.karena anak
lelaki dan perempuan memiliki kadar lemak tubuh yang berbeda.
Rumus untuk mengetahui nilai IMT dapat dihitung dengan rumus metrik
berikut:

IMT = Berat badan (Kg )


[Tinggi badan (m)]2

Nilai IMT diberikan atas lima kriteria yaitu: kurus berat (<17 kg/m2),
kurus ringan (17,0 –18,4 kg/m2),normal(18,5 - 25,0 kg/m2), gemuk ringan (25,1 –
27,0 kg/m2 ) dan gemuk berat ( > 27 kg/m2 ).

2. Komponen Indeks Massa Tubuh


a. Tinggi Badan
Tinggi badan diukur dengan keadaan berdiri tegak lurus, tanpa
menggunakan alas kaki, kedua tangan merapat ke badan, punggung dan
bokong menempel pada dinding serta pandangan di arahkan ke depan. Kedua
lengan tergantung relaks di samping badan. Bagian pengukur yang dapat
bergerak disejajarkan dengan bagian teratas kepala (vertex) dan harus
diperkuat pada rambut kepala yang tebal.
Orang yang tidak dapat berdiri, tinggi badannya dapat diperkirakan
dengan cara mengukur tinggi lutut (TL) menggunakan kaliper. Posisi subjek
ditelentangkan dan lutut ditekuk sampai membentuk sudut 90o. Batang kaliper
diposisikan sejajar dengan tibia. Satu lengan kaliper diletakkan di bawah
tumit, sedangkan lengan yang satu lagi ditempelkan di bagian atas
kondisi tulang tibia tepat di bagian proksimal tulang patella. Tekanan
kaliper harus dipertahankan pada 10g/mm2. Pengukuran dilakukan dua kali
paling sedikit. Ketelitian bacaan skala ± 0,5cm. Tinggi badan menurut
Chumlea yang ditemukan pada tahun 1984 diperoleh dengan rumus :

TB Laki-laki = 64,19 – (0,40 x usia) + (2,02 x TL)


TB perempuan= 153,1 – (0,26 x usia) - (1 x 2 ) + (1,05 x TF)

Fibula dapat dijadikan acuan selain menggunakan tulang tibia. Tinggi


tulang fibula (dalam cm), selanjutnya ditulis TF diukur dari kaput fibula
hingga malleolus lateralis.
Tinggi badan diperoleh dengan menerapkan tinggi tulang fibula
dengan rumus :

TB Laki-laki = 153,1 – (0,26 x usia) - (1 x 1 ) + (1,05 x TF)


TB perempuan= 153,1 – (0,26 x usia) - (1 x 2 ) + (1,05 x TF)
Pengukuran tinggi badan dapat pula dengan menggunakan panjang
rentang tangan (PRT). PRT adalah jarak antara dua ujung jari tangan kiri dan
kanan terpanjang (biasanya ujung jari tengah) melalui tulang dada.
Pengukuran PRT dilakukan dengan posisi pasien sama seperti ketika
ditimbang beratnya dan diukur tingginya, kecuali kedua lengan direntangkan
kesamping badan (lengan membentuk sudut 90o terhadap ketiak), sedangkan
setengah PRT adalah jarak dari ujung jari tengah (lengan yang tidak dominan)
hingga incisura jugularis. Rumus PRT tidak boleh diterapkan pada anak di
bawah lima tahun karena tungkai dan batang badan belum berkembang dalam
kecepatan yang sama. Penentuan TB menggunakan PRT dihitung dengan
rumus :

TB Laki-laki = 53,4 – (0,67 x PRT)


TB perempuan= 81,0 – (0,48 x PRT)

Penentuan TB menggunakan 1⁄2 PRT, menggunakan rumus :

TB=[0,73 x (2 x 1⁄2 PRT)] + 0,43

b. Berat badan
Penimbangan berat badan terbaik dilakukan pada pagi hari bangun
tidur sebelum makan pagi, sesudah 10-12 jam pengosongan lambung.
Timbangan badan perlu dikalibrasi pada angka nol sebagai permulaan dan
memiliki ketelitian 0,1kg. Berat badan dapat dijadikan sebagai ukuran yang
reliable dengan mengkombinasikan dan mempertimbangkannya terhadap
parameter lain seperti tinggi badan, dimensi kerangka tubuh, proporsi lemak,
otot, tulang dan komponen berat patologis (seperti edema dan splenomegali).
Berat badan ideal orang dewasa dapat diperoleh menggunakan formula
Lorentz:

BBI laki-laki = (TB cm - 100) – (TB cm − 150 )

BBI perempuan =(TB cm – 100) – (TB cm − 150 )


2,5

3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Indeks Massa Tubuh


a. Usia
Penelitian yang dilakukan oleh Kantachuvessiri, Sirivichayakul, Kaew
Kungwal, Tungtrochitr dan Lotrakul menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara usia yang lebih tua dengan IMT kategori obesitas.
Subjek penelitian pada kelompok usia 40-49 dan 50-59 tahun memiliki risiko
lebih tinggi mengalami obesitas dibandingkan kelompok usia kurang dari 40
tahun. Keadaan ini dicurigai oleh karena lambatnya proses metabolisme,
berkurangnya aktivitas fisik, dan frekuensi konsumsi pangan yang lebih
sering.
b. Jenis kelamin
IMT dengan kategori kelebihan berat badan lebih banyak ditemukan
pada laki-laki. Namun, angka kejadian 14 obesitas lebih tinggi pada
perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Data dari National Health and
Nutrition Examination Survey (NHANES) periode 1999-2000 menunjukkan
tingkat obesitas pada laki-laki sebesar 27,3% dan pada perempuan sebesar
30,1% di Amerika.
c. Genetik
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa lebih dari 40% variasi IMT
dijelaskan oleh faktor genetik. IMT sangat berhubungan erat dengan generasi
pertama keluarga.24 Studi lain yang berfokus pada pola keturunan dan gen
spesifik telah menemukan bahwa 80% keturunan dari dua orang tua yang
obesitas juga mengalami obesitas dan kurang dari 10% memiliki berat badan
normal.
d. Pola makan
Pola makan adalah pengulangan susunan makanan yang terjadi saat
makan. Pola makan berkenaan dengan jenis, proporsi dan kombinasi makanan
yang dimakan oleh seorang individu, masyarakat atau sekelompok populasi.
Makanan cepat saji berkontribusi terhadap peningkatan indeks massa tubuh
sehingga seseorang dapat menjadi obesitas. Hal ini terjadi karena kandungan
lemak dan gula yang tinggi pada makanan cepat saji. Selain itu peningkatan
porsi dan frekuensi makan juga berpengaruh terhadap peningkatan obesitas.
Orang yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak lebih cepat mengalami
peningkatan berat badan dibanding mereka yang mongkonsumsi makanan
tinggi karbohidrat dengan jumlah kalori yang sama
e. Aktifitas fisik
Aktifitas fisik menggambarkan gerakan tubuh yang disebabkan oleh
kontraksi otot menghasilkan energi ekspenditur. Menjaga kesehatan tubuh
membutuhkan aktifitas fisik sedang atau bertenaga serta dilakukan hingga
kurang lebih 30 menit setiap harinya dalam seminggu. Penurunan berat badan
atau pencegahan peningkatan berat badan dapat dilakukan dengan beraktifitas
fisik sekitar 60 menit dalam sehari.

4. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh


Orang dewasa yang berusia 20 tahun keatas, indeks massa tubuh (IMT)
diinterpretasi menggunakan kategori status berat badan standar yang sama untuk
semua umur bagi laki-laki dan perempuan. Interpretasi IMT pada anak-anak dan
remaja adalah spesifik mengikut usia dan jenis kelamin.
Tabel 1. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT).

Kategori Kg/m2

BB kurang <18.5

BB normal 18.5 – 22.9

Overweight 23.0 – 24.9

Obes I 25.0 – 29.9

Obes II >30

Tabel 2. Tabel IMT berdasarkan usia dan jenis kelamin untuk anak-anak dan
remaja.
Kategori Jarak Persentil

BB kurang Berdasarkan usia di bawah persentil 5


BB normal Berdasarkan usia antara persentil 5 – 85

Memiliki risiko kelebihan berat Berdasarkan usia antara persentil


85 – 95

BB lebih Berdasarkan usia di atas 95

5. Keterbatasan dan Kelebihan Indeks Massa Tubuh


a. Kelebihan indeks massa tubuh adalah:
 Biaya yang diperlukan murah
 Pengukuran yang diperlukan hanya meliputi berat badan dan tinggi badan
seseorang.
 Mudah dikerjakan dan hasil bacaan adalah sesuai nilai standar yang telah
dinyatakan pada tabel IMT.
b. Keterbatasan indeks massa tubuh adalah :
 Olahragawan
Olahragawan yang sangat terlatih, mungkin memiliki IMT yang tinggi
karena peningkatan massa otot. Massa otot yang meningkat dan berlebihan
pada olahragawan (terutama binaragawan) cenderung menghasilkan kategori
obesitas dalam IMT walaupun kadar lemak tubuh mereka dalam kadar yang
rendah.
 Anak-anak dan remaja
Pada anak-anak dan remaja tidak dapat digunakan rumus IMT yang
sesuai pada orang dewasa. Pengukuran dianjurkan untuk mengukur berat
badan berdasarkan nilai persentil yang dibedakan atas jenis kelamin dan usia.
Hal ini karena kecepatan pertambahan
ukuran linear tubuh (tinggi badan) dan berat badan tidak berlangsung dengan
kecepatan yang sama.
Begitu juga dengan jumlah lemak tubuh masih terus berubah seiring
dengan pertumbuhan dan perkembangan tubuh badan seseorang. Jumlah
lemak tubuh pada lelaki dan perempuan juga berbeda selama pertumbuhan.
 Bangsa yang berbeda
Tidak akurat pada bangsa tertentu karena perbedaan komposisi tubuh
yang berbeda sehingga memerlukan beberapa modifikasi untuk IMT. Bangsa
barat seperti negara di benua Eropa dengan IMT 24.9 kg/m2 termasuk dalam
kategori normal, namun bagi bangsa Asia dengan IMT 24.9 kg/m2 sudah
masuk dalam kategori BB lebih.

III. ALAT DAN BAHAN


Timbangan berat badan, alat ukur tinggi dengan skala cm

IV. CARA KERJA


1. Mengukur berat badan
a. Siapkan alat penimbang dan lakukan kalibrasi
b. Tanggalkan semua benda yang mungkin menambah berat badan OP
c. OP berdiri sesuai dengan posisi tubuh normal di atas timbangan.
d. Ukur dan catat hasil pengukuran
2. Mengukur tinggi badan
a. Siapkan alat pengukur tinggi badan dan lakukan kalibrasi
b. Tanpa menggunakan alas kaki, OP berdiri tegak dengan pandangan lurus ke
depan serta tangan di sampin
c. Ukur jarak antara telapak kaki dengan bagian atas kepala. Usahakan garis
jarak sejajar dengan poros tubuh.
d. Catat hasil pengukuran
3. Mengukur indeks massa tubuh
a. Berat badan ideal = (TB-110)±(10%(TB-110))
b. Indeks massa tubuh 𝐼𝑀𝑇 = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑘𝑔)
𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚)2
V. HASIL

Pengolahan Data Pengukuran

N0 NIM NAMA TB BB IMT KESIMPULAN


(cm) (Kg)
1. 20180311142 Anisa Aulia Pratiwi 150,4 41 18,14 Underweight
2. 20180311156 Nora Lidia Panjaitan 156 51 20,88 Normal
3. 20180311138 Monika Anggrainy 159,3 44 17,32 Mild thinnes
4. 20180311150 Liu Su Na 154 45 18,98 Normal
5. 20180311146 Andika Rahmad 166,6 51 18,34 Mild thinnes
Rydzeky
6. 20180311141 Rohaniva Yusnia Sari 155 42 17,89 Mild thinnes
7. 20180311155 Putriani 148 43 19,17 Normal
8. 20180311153 Nurmadina 156 46 18,90 Normal
9. 20180311152 Giri Arif Maulana 165 60 22,03 Normal
10. 20180311137 Melisa Suyadi 161,0 59 22,76 Normal
11. 20180311147 Pika Ayu Fitria 155,5 44 18,31 Mild thinnes
12. 20180311140 Ika Lutfi 159,0 54 21,36 Normal
13. 20180311154 Maria Aritonang 159,5 102 40,09 Obesitas Tipe III
14. 20180311159 Beall Cevy P 167,5 59 21,03 Normal
15. 20180311149 Nurlisa Anggraini 165,5 70 25,55 Pre – Obesitas
16. 20180311143 Finna Maya Santoso 149,6 50 27,34 Pre – Obesitas
17. 20180311160 Yolanda Febrianti 159,3 52 20,33 Normal
18. 20180311139 Febrianti Asgar 153,7 55 23,40 Normal
19. 20180311157 Weno Handriono 160,6 44 17,05 Mild thinnes
20. 20180311148 Agustina Cladina Igo 154,2 64 26,92 Pre – Obesitas
21. 20180311040 Riska Meisya 165,4 73 26,69 Pre – Obesitas
22. 20180311161 Sendy Suardi 151,1 56 24,56 Normal
23. 20180311158 Hafis Maulana 164,2 52 19,28 Normal
24. 20180311162 Rahmadan Tri Aji 168,2 54 17,24 Mild thinnes

Berdasarkan pembahasan data diatas makabeberapa individu dapat di katakana dalam


kategori berikut:
1. Underweight :1
2. Severe thinness :0
3. Moderate thinness :0
4. Mild thinness :6
5. Normal : 12
6. Overweight :0
7. Pre- obesitas :4
8. Obesitas :0
9. Obesitas klas I :0
10. Obesitas klas II :0
11. Obesitas klas III :1

VI. PEMBAHASAN
 Pada kategori yang pertama yaitu kategori Underweight terdapat 1 orang yang
mengalami dimana rentang IMT <18,50. Underweight merupakan keadaan gizi
kurang yang terjadi akibat kurangnya asupan zat gizi. Menurut Depkes RI,
underweight adalah status gizi yang didasarkan pada indeks massa tubuh, yang
merupakan padanan istilah dari Gizi Kurang. Menurut WHO, underweight
merupakan status gizi yang menggambarkan gizi kurang yaitu saat IMT (Indeks
Massa Tubuh) kurang dari 18.5 kg/m2. Faktor penyebab underweight dapat
dibedakan berdasarkan dua faktor yakni faktor fisiologis dan psikologis.
1) Kurang asupan makanan
Kurangnya asupan makanan dapat disebabkan oleh berbagai keadaan seperti
keadaan sakit, stres, mengkonsumsi obat-obatan tertentu, serta aktivitas harian
yang tinggi. Kurangnya asupan makanan juga dapat disebabkan oleh diet atau
pola makan yang tidak benar.
2) Aktivitas fisik yang tinggi
Seseorang dengan aktivitas tinggi seperti atlet/olahragawan lebih berisiko
mengalami underweight dari pada individu dengan aktivitas rendah. Saat
melakukan aktivitas tinggi, tubuh akan membakar lebih banyak kalori
sehingga tidak banyak nutrisi yang dapat disimpan.
3) Penyerapan nutrisi tidak adekuat
Setiap tubuh memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Beberapa orang
memiliki kecenderungan metabolisme tubuh lebih cepat dibandingkan dengan
orang lain, disertai dengan proses absorbsi yang tidak maksimal. Hal ini
menyebabkan tubuh tidak mendapat nutrisi sesuai dengan yang kebutuhan dan
berujung pada terjadinya underweight.
4) Faktor Genetik
Faktor genetik yang diturunkan pada seseorang dapat membuat kadar
metabolisme yang tinggi ataupun sel lemak badan yang kurang.
5) Faktor Usia
Usia dapat berpengaruh terhadap terjadinya underweight. Saat usia bertambah
tua kemampuan tubuh untuk menyerap nutrisi akan berkurang.
 Pada kategori yang kedua yaitu kategori Mild thinness terdapat 6 orang yang
mengalami dimana rentang IMT 17,00-18,49. Pada kondisi Mild thinness adalah
kondisi dimana seseorang mengalami kekurangan berat badan tingkat ringan
dimana seseorang akan mengalami terjadi karena mengkonsumsi energi yang
lebih rendah dari kebutuhan yang mengakibatkan sebagian cadangan energi tubuh
dalam bentuk lemak akan digunakan. Kategori ini juga perlu diperhatikan gizi
dalam tubuhnya karena jika tidak dapat berisiko terkena penyakit infeksi, depresi,
anemia, diare, dan berbagai penyakit yang memungkinkan.
 Pada kategori yang ketiga yaitu kategori Normal terdapat 12 orang yang
mengalami dimana rentang IMT 18,50 – 24,99. Pada kondisi normal adalah
kondisi di mana seseorang tidak mengalami kelebihan maupun kekurangan berat
badan sehingga tidak akan menimbulkan hal- hal yang beresiko terhadap penyakit
yang dapat membahayakan tubuh.
 Pada kategori yang keempat yaitu kategori Pre-obesitas terdapat 4 orang yang
mengalami dimana rentang IMT 25,00-29,99. Pada kondisi Pre-obesitas harus
dicari lebih dulu adalah apakah terdapat komorbid yang dimiliki pasien tersebut.
Yang dimaksud dengan komorbid adalah adanya penyakit komplikasi dari
obesitas atau penyakit yang akan bertambah berat karena obesitas. Kondisi
tersebut diantaranya adalah: hipertensi, diabetes, dislipidemia, penyakit jantung
koroner, osteoarthritis, sleep apneu dan lain-lain. Hal yang dapat dilakukan berupa
perubahan pola hidup, pengaturan makan serta aktifitas fisik. Hal ini harus
dilakukan secara intensif yang bertujuan membuat berat badan menjadi normal
kembali atau paling kurang tidak membuat pasien bertambah gemuk lagi.
 Pada kategori yang kelima yaitu kategori Obesitas klas III terdapat 1 orang yang
mengalami dimana rentang IMT >40,00. Obesitas adalah kelebihan lemak dalam
tubuh, yang umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), sekitar
organ tubuh dan kadang terjadi perluasan ke dalam jaringan organnya
(Misnadierly, 2007).

Faktor yang menyebabkan obesitas adalah:


a) Hormonal
Pada wanita yang telah mengalami menopause, fungsi hormone tiroid
didalam tubuhnya akan menurun. Oleh karena itu kemampuan untuk
menggunakan energi akan berkurang. Terlebih lagi pada usia ini juga terjadi
penurunan metabolisme basal tubuh, sehingga mempunyai kecenderungan
untuk meningkat berat badannya (Wirakusumah, 1997). Selain hormon tiroid
hormone insulin juga dapat menyebabkan kegemukan. Hal ini dikarenakan
hormone insulin mempunyai peranan dalam menyalurkan energi kedalam sel-
sel tubuh. Orang yang mengalami peningkatan hormone insulin, maka
timbunan lemak didalam tubuhnyapun akan meningkat. Hormon lainnya yang
berpengaruh adalah hormone leptin yang dihasilkan oleh kelenjar pituitary,
sebab hormone ini berfungsi sebagai pengatur metabolisme dan nafsu makan
serta fungsi hipotalmus yang abnormal, yang menyebabkan hiperfagia
(Purwati, 2001).
b) Obat-obatan
Saat ini sudah terdapat beberapa obat yang dapat merangsang pusat
lapar didalam tubuh. Dengan demikian orang yang mengkonsumsi obat-obatan
tersebut, nafsu makannya akan meningkat, apalagi jika dikonsumsi dalam
waktu yang relativ lama, seperti dalam keadaan penyembuhan suatu penyakit,
maka hal ini akan memicu terjadinya kegemukan (Purwati, 2001).
c) Asupan makan.
Asupan makanan adalah banyaknya makanan yang dikonsumsi
seseorang. Asupan Energi yang berlebih secara kronis akan menimbulkan
kenaikan berat badan, berat badan lebih (over weight), dan obesitas. Makanan
dengan kepadatan Energi yang tinggi (banyak mengandung lemak dan gula
yang ditambahkan dan kurang mengandung serat) turut menyebabkan
sebagian besar keseimbangan energi yang positip ini (Gibney, 2009)

Akibat yang ditimbulkan dari obesitas adalah sebagai berikut:


a. Hipertensi
Orang dengan obesitas akan mempunyai resiko yang tinggi terhadap
Penyakit hipertensi. Menurut hasil penelitian menunjukkan bahwa pada
usia 20 – 39 tahun orang obesitas mempunyai resiko dua kali lebih besar
terserang hipertensi dibandingkan dengan orang yang mempunyai berat
Badan normal (Wirakusumah, 1994).

b. Jantung koroner
Penyakit jantung koroner adalah penyakit yang terjadi akibat
penyempitan pembuluh darah koroner. Hasil penelitian menyebutkan
bahwa dari 500 penderita kegemukan, sekitar 88 % mendapat resiko terserang
penyakit jantung koroner. Meningkatnya factor resiko penyakit jantung
koroner sejalan (Purwati, 2010)
c. Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus dapat disebut penyakit keturunan, tetapi kondisi
tersebut tidak selalu timbul jika seseorang tidak kelebihan berat badan. Lebih
dari 90 % penderita diabetes mellitus tipe serangan dewasa adalah penderita
kegemukan. Pada umumnya penderita diabetes mempunyai kadar lemak yang
abnormal dalam darah. Maka, dianjurkan bagi penderita diabetes yang ingin
menurunkan berat badan sebaiknya dilakukan dengan mengurangi konsumsi
bahan makanan sumber lemak dan lebih banyak mengkonsumsi makanan
tinggi serat (Purwati, 2001)
d. Gout

Penderita obesitas mempunyai resiko tinggi terhadap penyakit radang


sendi yang lebih serius jika dibandingkan dengan orang yang berat badannya
ideal. Penderita obesitas yang juga menderita gout harus menurunkan berat
badannya secara perlahan-lahan (Purwati, 2001)

VI. Kesimpulan

Dari hasil pengukuran tinggi badan dan penimbangan berat badan dapat di simpulkan:
1. Sebanyak 1 orang mengalami Underwight
2. Sebanyak 6 orang mengalami Mild thinness
3. Sebanyak 12 orang mengalami Normal
4. Sebanyak 4 orang mengalami Pre-obesitas
5. Sebanyak 1 orang mengalami Obesitas tingkat III

DAFTAR PUSTAKA
WHO. Obesity: Preventing and Managing the Global Epidemic. Report of a WHO
consultation. Geneva, Switzerland: WHO; 2000
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI.Laporan Nasional
Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta: Balitbangkes Depkes RI; 2008
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Katalog dalam Terbitan Kementerian
Kesehatan RI Indonesia: Pusat Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2012,
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2013.
Arisman. Gizi dalam Daur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi. 2nd. ed. Suryani, editor.
Jakarta: EGC; 2008.
Bisara, D. Supraptini, & Tin A. 2002. Status Gizi Wanita Usia Subur (WUS) dan
Balita di Indonesia Menurut Data SKRT 2001. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Purwanti, S. Rahayu, Salimar. Perencanaan Menu untuk Penderita Kegemukan.
Jakarta: Penebar Swadaya; 2001
Arisman. Gizi dalam Daur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi. 2nd. ed. Suryani, editor.
Jakarta: EGC; 2008.
Ganong, W.F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 22nd. ed. Novrianti A, Dany F,
Resmisari T, Rachman LY, Muttaqin H, Nugroho AW, et al editors. Jakarta:
EGC; 2008
Departemen Kesehatan RI. Petunjuk Teknis Pemantauan Status Gizi Orang Dewasa
dengan Indeks Massa Tubuh (IMT), Jakarta: 2003

Anda mungkin juga menyukai