Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PRAKTIKUM

KESEHATAN MASYARAKAT DASAR (GIZI)

PENILAIAN STATUS GIZI


ANTROPOMETRI

Oleh
KEZIA DJELAU
K11114314
KELOMPOK 3
KELAS C

LABORATORIUM KIMIA BIOFISIK


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Zaman selalu berubah. Hal ini dipengaruhi oleh pesatnya perkembangan
teknologi. Seiring berjalannya waktu, dengan perubahan-perubahan yang
terjadi, pola hidup manusia pun ikut berubah. Begitu banyak kebiasan-
kebiasaan yang berubah dengan majunya teknologi ini. Salah satu pola hidup
yang dapat dilihat perubahannya adalah pola makan. Zaman yang serba instan
ini menawarkan berbagai macam produk makanan yang menggiurkan dan
cepat saji. Belum lagi ditambah dengan kesibukan-kesibukan tiap-tiap orang
terutama kalangan usia produktif yang mungkin sudah tidak sempat lagi
memikirkan makanan sehari-harinya sehingga membuat pola makan banyak
orang yang berubah.
Perubahan pola makan ini mempengaruhi status gizi seseorang. Seperti
yang kita ketahui bahwa status gizi seseorang dapat dilihat dari pola
makannya, karena sumber gizi itu sendiri berasal dari makanan yang kita
konsumsi sehari-hari. Karena itu perubahan asupan makanan yang masuk
dalam tubuh kita mempengaruhi zat-zat gizi dalam tubuh kita. Dua
kemungkinan yang bisa terjadi yaitu, kekurangan zat gizi dan kelebihan zat
gizi.
Di negara berkembang, khususnya negara yang sedang mengalami
transisi, gizi kurang yang sudah merupakan masalah tetap, bahkan kini timbul
bersamaan dengan masalah gizi lebih (kegemukan). Kegemukan atau
overweight merupakan akibat dari kelebihan lemak tubuh karena tidak adanya
keseimbangan antara kalori yang dikonsumsi dan energi yang dikeluarkan dan
seringkali menyebabkan gangguan kesehatan (Asmayuni, 2007).
Di Indonesia, kegemukan maupun obesitas sudah merupakan masalah
kesehatan di kota-kota baik pada perempuan maupun laki-laki dewasa. Indeks
Masa Tubuh (IMT) > 25kg/m2, >27 kg/m2 dan 30kg/m2 berturut-turut
ditemukan sebesar 21,0%,11,1% dan 3,9% . Di Indonesia ada 14 provinsi
memiliki prevalensi obesitas umum di atas angka prevalensi nasional. Lima
provinsi yang memiliki prevalensi obesitas umum terendah adalah Nusa
Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Barat dan
Sumatera Selatan. Sedangkan lima provinsi dengan prevalensi obesitas umum
tertinggi adalah: Kalimantan Timur, Maluku Utara, Gorontalo, DKI Jakarta
dan Sulawesi Utara. Secara nasional prevalensi obesitas umum pada laki-laki
lebih rendah dibandingkan dengan perempuan (masing-masing 13,9% dan
23,8%). Prevalensi obesitas sentral untuk tingkat nasional adalah 18,8%. Dari
33 provinsi, 17 di antaranya memiliki prevalensi obesitas sentral di atas angka
prevalensi nasional. Menurut kelompok umur, prevalensi obesitas sentral
cenderung meningkat sampai umur 45-54 tahun, selanjutnya berangsur
menurun kembali. Prevalensi obesitas sentral pada perempuan (29%) lebih
tinggi dibanding laki-laki (7,7%) (Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, 2008).
Risiko akibat perubahan statsus gizi seseorang (obesitas) dapat dilihat
dengan cara pengukuran antropometri. Antropometri berasal dari anthro yang
berarti manusia dan metronyang berarti ukuran. Secara definitif antropometri
dinyatakan sebagai suatustudi yang menyangkut pengukuran dimensi tubuh
manusia dan aplikasirancangan yang menyangkut geometri fisik, massa,
kekuatan dan karakteristiktubuh manusia yang berupa bentuk dan ukuran.
Pengukuran antropometri ini membantu untuk mengevaluasi status kesehatan
dan diet seseorang, risiko penyakit, dan perubahan komposisi tubuh serta
dapat menilai status obesitas seseorang.
Pengukuran antropometri dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu Indeks
Massa Tubuh (IMT), Prediksi tinggi badan berdasarkan tinggi lutut, arm
span, demi span, dan ulna span, kemudian Waist to Hip Ratio (WHR) yaitu
rasio lingkar pinggang dan panggul, serta lingkar perut, dan yang terakhir
yaitu pengukuran lingkar lengan atas (LILA) dan pengukuran tebal kulit
bicep, tricep, dan subscapular (Percent Body Fat) (Sirajuddin, dkk., 2016).
Melalui pengukuran-pengukuran di atas, akan membantu kita untuk
menilai status gizi seseorang dilihat dari status obesitasnya, tebal kulitnya,
dan kadar lemat tubuhnya.
B. Tujuan Praktikum
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari praktikum ini adalah untuk mengetahui status gizi
seseorang melalui pengukuran antropometri.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui Indeks Massa Tubuh (IMT)
b. Untuk mengetahui beberapa pengukuran prediksi tinggi badan
c. Untuk mengetahui Waist Hip Ratio (WHR)
d. Untuk mengetahui lingkar perut
e. Untuk mengetahui pengukuran lingkar lengan atas (LILA)
f. Untuk mengetahui Percent Body Fat

C. Manfaat Praktikum
Adapun manfaat dari praktikum ini agar dapat mengetahui pengukuran
antropometri dan melihat risiko obesitas dan penyakit lainnya melalui :
1. Indeks Massa Tubuh (IMT)
2. Pengukuran prediksi tinggi badan
3. Waist Hip Ratio (WHR)
4. Lingkar perut
5. Lingkar lengan atas (LILA)
6. Percent Body Fat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Indeks Massa Tubuh (IMT)


Indeks antropometri adalah pengukuran dari beberapa parameter. Indeks
antropometri bisa merupakan rasio dari satu pengukuran terhadap satu atau
lebih pengukuran atau yang dihubungkan dengan umur dan tingkat gizi. Salah
satu contoh dari indeks antropometri adalah Indeks Massa Tubuh (IMT) atau
yang disebut dengan Body Mass Index (Supariasa, 2002).
Menurut Pranadji (1997) Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan alat atau
cara yang sederhana untuk menentukan status gizi orang dewasa, khususnya
yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Berat badan
kurang dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat
badan berlebih akan meningkatkan risiko terhadap penyakit
degeneratif(Sirajuddin, dkk., 2016).
Penggunaan IMT (Indeks Massa Tubuh) hanya berlaku untuk orang dewasa
berumur di atas 18 tahun. Indeks massa tubuh tidak dapat diterapkan pada
bayi, anak-anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan. Disamping itu pula,
indeks massa tubuh tidak bisa diterapkan pada keadaan khusus (penyakit)
lainnya seperti adanya edema, asites, dan hepatomegali. Pengukuran status
gizi umur dibawah 18 tahun dapat menggunakan beberapa indikator,
seperti ZScore IMT/U, ZScore BB/U, dan ZScore TB/U.Indeks
massa tubuh merupakan perbandingan antara berat badan dan kuadrat dari
tinggi badan dalam meter (Sirajuddin, dkk.,2016).
Biasanya, berat badan yang ideal dikaitkan dengan tinggi badan
seseorang. Dalam hal ini, dapat dilakukan pengukuran Indeks Massa Tubuh.
Indeks Massa Tubuh atau dalam bahasa Inggrisnya Mass Body Index
(MBI) merupakan salah satu alat ukur yang biasa digunakan dalam
pengukuran antropometri untuk melihat tingkat obesitas seseorang terutama
untuk usia >18 tahun. Pada usia <18 tahun, pengukuran IMT ini tidak dapat
digunakan. Rumus dari IMT adalah sebagai berikut:
Berat badan(kg)
IMT=
Tinggi badan ( m) Tinggi badan( m)

Saat ini indeks massa tubuh sudah mulai digunakan untuk penentuan status
gizi pasien dewasa di beberapa rumah sakit. Sebagai salah satu indeks
antropometri yang telah mendapatkan rekomendasi FAO/WHO/UNU dalam
penentuan status gizi orang dewasa, indeks massa tubuh ternyata sangat
sensitif untuk menentukan berat badan kurang, normal, dan lebih pada laki-
laki maupun perempuan. Bray (1992) member batasan untuk nilai indeks
massa tubuh antara 19 dan 25 untuk pria dan wanita yang berumur antara 19
dan 34 tahun, serta 21-27 tahun pria dan wanita di atas 35 tahun termasuk
baik.
Tinggi rendahnya tingat obesitas dapat dilihat pada tabel klasifikasi BMI
menurut WHO. Namun terdapat perbedaan kategori dalam kriteria WHO dan
WHO Asia Pasifik. Kriteria Asia Pasifik diperuntukkan untuk orang-orang
yang berdomisili di daerah Asia, karena Index Massa Tubuh orang Asia lebih
kecil sekitar 2-3 kg/m2 dibanding orang Afrika, orang Eropa, orang Amerika,
ataupun orang Australia. Berikut klasifikasi BMI Menurut WHO (2000).

Tabel 2.1 Klasifikasi BMI Menurut WHO Tahun 2000


Klasifikasi BMI
Underweight < 18,50
- Severe thinness < 16,00
- Moderate thinness 16,00 16,99
- Mild thinness 17,00 18,49
Normal 18,50 24, 99
Overweight 25,00
- Pre-obesitas 25,00 29,99
Obesitas 30,00
- Obesitas kelas I 30,00 34,99
- Obesitas kelas II 35,00 39,99
- Obesitas kelas III 40,00
Sumber: WHO 2000
Berat badan yang berlebih dapat menyebabkan berbagai macam penyakit. Oleh
sebab itu perlu adanya pengontrolan berat badan tubuh agar tidak terjadi
kelebihan berat badan yang dapat menjadi faktor risiko penyebab berbagai
macam penyakit.

B. Pengukuran Prediksi Tinggi Badan


Perkiraan parameter farmakokinetik dan evaluasi status gizi bergantung
pada pengukuran yang akurat tidak hanya berat badan tetapi juga tinggi
badan. Namun, sejumlah penyakit dapat menyebabkan kesulitan dalam
pengukuran tinggi badan secara akurat. Oleh karena itu, berbagai rumus
berdasarkan tulang yang tidak berubah panjang telah dikembangkan
(Sirajuddin, dkk. 2016).
Pengukuran prediksi tinggi badan ini dapat dilakukan dengan berbagai
cara, yaitu pengukuran tinggi badan berdasarkan tinggi lutut, pengukuran
tinggi badan berdasarkan arm span, pengukuran tinggi badan berdasarkan
demi span, dan pengukuran tinggi badan berdasarkan ulna span. Berikut
penjelasannya.

1. Pengukuran Tinggi Badan berdasarkan Tinggi Lutut


Salah satu indikator penting dalam pengukuran IMT adalah tinggi badan
(TB). TB seseorang biasanya dihitung menggunakan microtoice dengan posisi
orang yang akan diukur bersandar tegak pada tembok. Namun hal ini akan
semakin sulit dilakukan pada orang lansia. Seiring bertambahnya usia,
penyakit osteoporosis juga mulai menggerogoti tubuh manusia, maka
kebanyakan dari orang lansia kehilangan tegak tubuhnya dan menjadi
bungkuk. Karena itu pengukuran tinggi badan
menggunakan microtoice akan sulit dilakukan. Seperti
yang kita ketahui, bertambahnya usia seseorang juga
memengaruhi metabolisme tubuh sehingga sangat mudah
untuk terserang penyakit dan terkena gizi kurang. Untuk itu, prediksi tinggi
badan dapat dilakukan dengan mengukur tinggi lutut.
Tinggi lutut diukur dengan posisi lutut dan paha membentuk satu sudut siku,
setelah itu barulah tinggi lutut dapat diukur. Adapun rumus yang digunakan
untuk menghitung pengukuran tinggi badan berdasarkan tinggi lutut sebagai
berikut.

Tabel 2.2 Rumus Prediksi Tinggi Badan Berdasarkan Tinggi Lutut

Sex Formula prediktif

Lelaki TB = 64.19 - (0.04 usia) + (2.02 TL cm)

Wanita 75age
TB = 84.88 - (0.24 usia) + (1.83 TL cm) 1,2
5

Ktr.: TB (tinggi badan/m), TL (tinggi lutut/cm), usia (tahun)


Sumber: Sirajuddin,dkk., 2016

2. Pengukuran Tinggi Badan berdasarkan Arm span


Pengukuran tinggi badan berdasarkan arm span adalah pengukuran tinggi
badan dimana yang diukur adalah panjang rentangan tangan, dari ujung jari
tengah kanan hingga ujung jari tengah kiri. Kemudian setelah diiukur
panjangnya (cm) akan dihitung prediksi tinggi badannya melalui rumus
sebagai berikut.

Tabel 2.3 Rumus Prediksi Tinggi Badan Berdasarkan Arm Span


Male
stature (cm) : 118,24 + (0,2 x arm span) (0,07 x age) cm
Female
stature (cm) : 63,18 + (0,63 x arm span) (0,17 x age) cm
Sumber: Sirajuddin, dkk., 2016

3. Pengukuran Tinggi Badan berdasarkan Demi span


Pengukuran tinggi badan berdasarkan demi span
adalah pengukuran tinggi badan dimana yang
diukur adalah dari titik tengah badan hingga ujung
jari tengah tangan yang direntangkan (setengah
dari arm span). Setelah didapat panjangnya (dalam cm), tinggi badan
diprediksi dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Tabel 2.4 Rumus Prediksi Tinggi Badan Berdasarkan Demi Span


Male
= 67,51 + (1,29 x demi span) (0,12 x age) + 4,13 cm
Female
= 67,51 + (1,29 x demi span) (0,12 x age) cm
Sumber: Sirajuddin, dkk., 2016

4. Pengukuran Tinggi Badan berdasarkan Ulna span


Pengukuran tinggi badan ini berdasarkan pengukuran
panjang tulang ulna yang terdpat di bagian lengan bawah
tangan manusia. Ulna ini diukur dengan posisi tangan
yang akan diukur membentuk sudut 45 derajat.
Kemudian diukur dari ujung tulang ulna hingga ujung
siku.

C. Waist Hip Ratio (WHR)


Pengukuran antropometri dengan indikator berat badan dan tinggi badan
atau biasa dikenal dengan IMT merupakan pengukuran yang dilakukan untuk
melihat risiko seseorang terkena obesitas ataupun kurang gizi. Namun IMT
ini berfokus dengan perbandingan berat badan dan tinggi badan secara
keseluruhan sehingga tidak dapat menggambarkan obesitas sentral secara
tepat pada tiap individu. Untuk itu diperlukan pengukuran antropometri yang
lebih akurat dan bisa menggambarkan seberapa besar risiko obesitas dan
risiko timbulnya penyakit akibat obesitas.
Untuk melihat risiko terkena penyakit akibat obesitas dapat dilihat dari
Waist Hip Ratio (WHR). Lingkar pinggang dan lingkar panggul merupakan
indikator penting karena penumpukan lemak umumnya terjadi pada bagian
pinggang dan panggul. Semakin kecil perbedaan lingkar pinggang dan
panggul maka semakin besar risiko timbulnya penyakit akibat penimbunan
lemak.
Banyaknya lemak dalam perut menunjukkan ada beberapa perubahan
metabolisme, termasuk terhadap insulin dan meningkatnya produksi asam
lemak bebas, dibanding dengan banyaknya lemak bawah kulit pada kaki dan
tangan. Perubahan metabolisme memberikan gambaran tentang pemeriksaan
penyakit yang berhubungan dengan perbedaan distribusi lemak tubuh. Ukuran
yang umum digunakan adalah rasio lingkar pinggang-pinggul. Pengukuran
lingkar pinggang dan panggul harus dilakukan oleh tenaga terlatih dan posisi
pengukuran harus tepat, karena perbedaan posisi pengukuran memberikan
hasil yang berbeda (Lawrence, 2007).
Dari hasil penelitian Lawrence (2007) menyimpulkan hubungan antara
lingkar pinggang, lingkar pinggal-panggul dan rasio lingkar pinggang dan
panggulterhadap risiko kardiovaskuler. Obesitas yang diukur dengan lingkar
pinggang dan rasio lingkar pinggang-panggul secara signifikan berhubungan
dengan risiko kejadian insiden kardiovaskuler. Kenaikan 1 cm di lingkar
pinggang dikaitkan dengan peningkatan 2% risiko masa depan kardiovaskuler
dan peningkatan 0,01 di rasio lingkar pinggang-panggul dikaitkan dengan
peningkatan 5% dalam risiko. Hasil ini konsisten pada pria dan wanita.
Rasio lingkar pinggang dan panggul untuk perempuan adalah 0,77 dan
0,90 untuk laki-laki. Sedangkan, rata-rata rasio lingkar pinggang dan panggul
untuk penderita penyakit kardiovaskular dengan orang yang sehat adalah
0,938 dan 0,925 (Karina,2007).
WHR (Waist to Hip Ratio) merupakan salah satu pengukuran untuk
menentukan status gizi perorangan. WHR ini diperoleh dengan membagi
antara lingkar pinggang dan lingkar panggul. Rumus Waist to Hip Ratio
(WHR) (Sandjaja,2010).
Letak pinggang ditentukan dengan cara tarik napas dalam untuk dilihat
tulang rusuknya, lingkar pinggang diukur tepat di bawah tulang rusuk (bagian
terkecil daerah atas perut). Sementara lingkar panggul dihitung tepat di atas
tulang panggul (biasanya merukapan bagian terbesar dari daerah sekitar
panggul)Berikut rumus yang digunakan untuk menghitung WHR.
WHR (Waist to Hip Ratio) merupakan salah satu pengukuran untuk
menentukan status gizi perorangan. WHR ini diperoleh dengan membagi
antara lingkar pinggang dan lingkar panggul.

Lingkar Pinggang(LPi)
WHR=
Lingkar Panggul (LPa)

Tabel 2.5Interprestasi Hasil Pengukuran


Lingkar Pinggang dan Panggul
Kelompok Risiko
Jenis Kelamin
Umur Low Moderate High Very High
20 29 < 0,83 0,83 0,88 0,89 0,94 > 0,94
30 39 < 0,84 0,84 0,91 0,92 0,96 > 0,96
Laki laki 40 49 < 0,88 0,88 0,95 0,96 1,00 > 1.00
50 59 < 0,90 0,90 0,96 0,87 1,02 > 1,02
60 69 < 0,91 0,91 0,96 0,99 1,03 > 1.03
20 29 < 0,71 0,71 0,77 0,78 0,82 > 0,82
30 39 < 0,72 0,72 0,78 0,79 0,84 > 0,84
Perempuan 40 49 < 0,73 0,73 0,79 0,80 0,87 > 0,87
50 59 < 0,74 0,74 0,81 0,83 0,88 > 0,88
60 69 < 0,76 0,76 0,83 0,84 0,90 > 0,90
Sumber: Sirajuddin, dkk., 2016

D. Lingkar Perut
Pengukuran lingkar perut kini mejadi metode paling popular kedua
setelah IMT untuk menentukan status gizi. Cara pengukuran lingkar perut ini
dapat membedakan obesitas menjadi jenis abdominal (obesitas tipe android)
dan perifer (obesitas tipe ginoid). Pasien dengan obesitas abdominal yang
merupakan faktor risiko untuk berbagai penyakit metabolik, vaskuler, dan
degeneratif memiliki lingkaran perut yang lebih besar dari normal. Untuk
diagnosis obesitas abdominal, lingkaran perut bagi wanita Asia adalah 80
cm dan bagi pria Asia 90 cm (Hartono,2006).
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan prevalensi
obesitas sentral sebanyak 18,8% dari 19,1% prevalensi obesitas secara umum.
Riskesdas 2007 melaporkan bahwa tiga prevalensi obesitas sentral tertinggi,
yaitu Sulawesi Utara, Gorontalo, dan DKI Jakarta berturut-turut 31,5%, 27%,
dan 27,9%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Himpunan Studi
Obesitas Indonesia (HISOBI) tahun 2004 ditemukan bahwa prevalensi
obesitas sentral lebih tinggi daripada obesitas umum yaitu sebanyak 11,2%
wanita dan 9,6% pria menderita obesitas umum. Sementara prevalensi yang
lebih tinggi ditemukan pada kelompok obesitas sentral dimana pada pria
41,2% dan pada wanita 53,3%. Kelompok dengan karakterisitik obesitas
sentral tertinggi di Indonesia berada dalam rentan umur 4554 tahun
sebanyak 27,4% (Hartono,2006).
Pengukuran lingkar perut lebih memberi arti dibandingkan IMT dalam
menentukan timbunan lemak di dalam rongga perut (obesitas sentral) karena
peningkatan timbunan lemak di perut tercermin dari meningkatnya lingkar
perut (Gotera, 2006).
Pengukuran untuk lingkar perut memberikan gambaran lebih rinci dalam
menentukan timbunan lemak yang menyebabkan obesitas pada bagian perut.
Berikut tabel nilai ambang batas lingkar perut menurut berbagai Negara.

Tabel 2.6 Nilai Ambang Batas Lingkar Perut Menurut Berbagai Negara

Negara Laki laki (cm) Perempuan (cm)

USA (ATP III) 102 (90) 88 (85)

Europeans 94 80

Middle Eastern, Eastern European, 94 80


North African

Sub-Saharan Africans 94 80

Asian (including Chinese, South Asia


90 80
and Japanese)

Ethnic south and central Americans 90 80

Indonesia 90 80

Sumber: Sirajuddin, dkk., 2016

E. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA)


Menurut Supariasa (2002), lingkar lengan atas dewasa ini memang
merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, karena mudah
dilakukan dan tidak memerlukan alat-alat yang sulit diperoleh dengan harga
yang lebih murah. Akan tetapi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,
terutama jika digunakan sebagai pilihan tunggal untuk indeks status gizi.
Ambang batas LILA (Lingkar Lengan Atas) wanita usia subur dengan
risiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm. Lingkar lengan atas
menggambarkan jumlah simpanan protein di dalam tubuh. WHO (World
Health Organization) mengklasifikasikan ukuran lingkar lengan atas menjadi
3 kelompok untuk menentukan status nutrisi ibu hamil. Lingkar lengan atas
(LILA) < 23 cm mengindikasikan status kurang gizi (undernutrition), LILA
23 33 berarti status gizi normal, sementara LILA > 33 cm mengindikasikan
obesitas.
Beberapa tujuan pengukuran lingkar lengan atas adalah mencakup
masalah WUS baik ibu hamil maupun calon ibu, masyarakat umum dan peran
petugas lintas sektoral. Adapun tujuan tersebut adalah (Hartono, 2006):
1. Mengetahui risiko KEK WUS , baik ibu hamil maupun calon ibu, untuk
menapis wanita yang mempunyai risiko melahirkan bayi berat lahir rendah
(BBLR).
2. Meningkatkan perhatian dan kesadaran masyarakat agar lebih berperan
dalam pencegahan dan penanggulangan KEK.
3. Mengembangkan gagasan baru di kalangan masyarakat dengan tujuan
meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak.
4. Meningkatkan peran petugas lintas sektoral dalam upaya perbaikan gizi
WUS yang menderita KEK.
5. Mengarahkan pelayanan kesehatan pada kelompok sasaran WUS yang
menderita KEK.

Tabel 2.7 Klasifikasi Lingkar Lengan Atas (LILA)


Klasifikasi Batas Ukur
Wanita Usia Subur
KEK < 23,5 cm
Normal 23,5 cm
Bayi Usia 0 30 hari
KEP < 9,5 cm
Normal 9,5 cm
Balita
KEK < 12,5 cm
Normal 12,5 cm
Sumber: Sirajuddin, dkk., 2016

Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian pada pengukuran ini adalah
(Supariasa, dkk., 2002):
1. Baku Lingkar Lengan Atas (LILA) yang sekarang digunakan belum
mendapat pengujian yang memadai untuk digunakan di Indonesia. Hal ini
didasarkan pada hasil-hasil penelitian yang umumnya menunjukkan
perbedaan angka prevalensi Kekurangan Energi Protein (KEP) yang cukup
berarti antar penggunaan LILA di satu pihak dengan berat badan menurut
umur atau berat badan menurut tinggi badan maupun indeks-indeks lain di
pihak lain, sekalipun dengan LILA.
2. Kesalahan pengukuran pada LILA (pada berbagai tingkat keterampilan
pengukur) relatif lebih besar dibandingkan dengan tinggi badan, megingat
batas antara baku dengan gizi kurang, lebih sempit pada LILA dari pada
tinggi badan. Ini berarti kesalahan yang sama besar jauh lebih berarti pada
LILA dibandingkan dengan tinggi badan.
3. Lingkar lengan atas sensitif untuk semua golongan tertentu (prasekolah)
tetapi kurang sensitif pada golongan lain terutama orang dewasa. Tidak
demikian halnya dengan berat badan.

6. Percent Body Fat


Pengukuran lemak tubuh ini merupakan salah satu indikator untuk
melihat gambaran jumlah persentase lemak tubuh seseorang. Pengukuran
lemak tubuh ini dapat dilakukan melalui cara pengukuran tebal lipatan kulit.
Pengukuran lemak tubuh melalui pengukuran ketebalan lemak bawah
kulit (skinfold) dilakukan pada beberapa bagian tubuh, misalnya lengan atas
(trisep dan bisep), lengan bawah (forearm), tulang belikat (subscapular),
ditengah garis ketiak (midaxilarry), sisi dada (pectoral), perut (abdominal),
suprailiaka, paha, tempurung lutut (suprapatellar), pertengahan tungkai
bawah (medial calv) (Sirajuddin, dkk., 2016).
Lemak dapat diukur secara absolute (dalam kg) dan secara relatif (%)
terhadap berat tubuh total. Jumlah lemak tubuh sangat bervariasi ditentukan
oleh jenis kelamin dan umur. Ketebalan lipatan kulit adalah suatu pengukuran
kandungan lemak tubuh karena sekitar separuh dari cadangan lemak tubuh
total terdapat langsung dibawah kulit. Pengukuran tebal lipatan kulit
merupakan salah satu metode penting untuk menentukan komposisi tubuh
serta presentase lemak tubuh dan untuk menentukan status gizi secara
antropometri (Sirajuddin, dkk., 2016).
Jumlah lemak dalam tubuh dapat dinilai dengan mengukur tebal lemak
bawah kulit dengan alat kaliper. Pengukuran dapat dilakukan di satu bagian
badan yaitu trisep atau empat bagian badan yaitu bisep, trisep,
subscapular,dan suprailiak. Adapun tujuan pengukuran tebal lemak bawah
kulit berbeda-beda sesuai dengan tempat pengukurannya, yaitu:
1. Bisep adalah untuk memprediksi total lemak tubuh dan bila
dikombinasikan dengan pengukuran tebal lemak bawah kulit pada trisep
pengukuran ini akan dapat digunakan untuk menghitung besarnya otot dan
tulang pada daerah pengukuran tersebut.
2. Trisep yang paling umum digunakan dengan tujuan untuk memperkirakan
persentase lemak tubuh dan total lemak tubuh.
3. Subskapular untuk mengukur status gizi dengan kombinasi pada
pengukuran tebal lemak bawah kulit lainnya, ini baik digunakan untuk
memprediksi total lemak tubuh dan lipid darah.
4. Suprailiak digunakan untuk studi mengenai distribusi jaringan adiposa
bawah kulit.

Tabel 2.8 Rumus Perhitungan Percent Body Fat


Laki laki (18 27 tahun)
Db = 1,0913 0,00116 (tricep+scapula)
%Body Fat = [(4,97/Db) 4,52] x 100
Wanita (18 23 tahun)
Db = 1,0897 0,00133 (tricep+scapula)
%Body Fat = [(4,76/Db) 4,28] x 100
Sumber: Sirajuddin, dkk., 2016

Tabel 2.9Klasifikasi Percent Body Fat


berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin
Healthy
Sex Under Fat Overweight Obese
Range
Woman (years)
20 40 < 21 % 21 33 % 33 39 % > 39 %
41 60 < 23 % 23 35 % 35 40 % > 40 %
61 79 < 24 % 24 36 % 36 42 % > 42 %
Men (years)
20 40 <8% 89% 19 25 % >25 %
41 60 < 11 % 11 12 % 22 27 % > 27 %
61 79 < 13 % 13 25 % 25 30 % > 30 %
Sumber: Sirajuddin, dkk., 2016
BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Tempat dan Waktu Praktikum


Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanuddin pada hari Kamis, 24 Maret 2016, pukul
13:00 17:00 WITA.

B. Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah timbangan digital Seca
untuk berat badan, microtoice untuk tinggi badan, alat ukur tinggi lutut, pita
LiLA, penggaris siku-siku, pita circumference, dan skinfold caliper.

C. Peserta Praktikum
Adapun peserta praktikum adalah kelompok 3 kelas C Mahasiswa
Program Studi Kesehatan Masyarakat FKM Universitas Hasanuddin.

D. Prosedur Kerja
1. Indeks Massa Tubuh (IMT)
a. Pengukuran Berat Badan
1) Subjek mengenakan pakaian biasa (usahakan dengan pakaian yang
minimal). Subjek tidak mengguakan alas kaki.
2) Pastikan timbangan berada pada penunjukkan skala dengan angka
0,0
3) Subjek berdiri diatas timbangan dengan berat yang tersebar merata
pada kedua kaki dan posisi kepala dengan pandangan lurus ke
depan. Usahakan tetap tenang.
4) Bacalah berat badan pada tampilan dengan skala 0,1 kg terdekat.
b. Pengukuran Tinggi Badan
1) Subjek tidak mengenakan alas kaki. Posisikan subjek tepat
dibawah microtoice.
2) Kaki rapat, lutut lurus. Tumit, pantat, dan bahu menyentuh dinding
vertical.
3) Subjek dengan pandang lurus kedepan, kepala tidak perlu
menyentuh dinding vertical. Tangan lepas kesamping badan dengan
telapak tangan menghadap paha.
4) Mintalah subjek untuk menarik nafas panjang dan berdiri tegak
tanpa mengangkat tumit untuk membantu menegakkan tulang
belakang. Usahakan bahu tetap santai.
5) Tarik microtoice hingga menyentuk ujung kepala, pegang secara
horizontal. Pengukuran tinggi badan diambil pada saat menarik
nafas maksimum. Dengan mata pengukur sejajar dengan alat
penunjuk angka untuk menghindari kesalahan penglihatan. Catat
tinggi badan pada skala 0,1 cm terdekat
2. Prediksi Tinggi Badan
a. Pengukuran tinggi lutut
1) Subjek duduk dengan salah satu kaki ditekuk hingga membentuk
sudut 900 proksimal hingga patela.
2) Kaki diletakkan di atas alat pengukur tinggi lutut dan pastikan kaki
subjek membentuk sudut 900 dengan melihat kelurusannya pada
tiang alat ukur.
3) Dibaca dengan sedikit menjongkok sehingga mata pembaca tepat
berada pada angka yang ditunjukkan oleh alat ukur. Dicatat tinggi
badan pada skala 0,1 cm terdekat.
b. Pengukuran arm span
1) Arm span diukur dalam posisi duduk.
2) Kedua lengan direntangkan horizontal pada sudut 90o pada bidang
datar.
3) Jarak diantara ujung jari tengah masing-masing tangan diukur.
4) Rerata dari 2 pengukuran digunakan untuk langsung diperkirakan
tinggi.
c. Pengukuran demi span
1) Demi-span diukur dalam posisi duduk dilengan kiri.
2) Lengan diangkat setinggi bahu dan direntangkan dengan jari
diperpanjang.
3) Jarak diantara bagian tengah suprasternal dan akar jari tengah
diukur.
d. Pengukuran ulna length
1) Ulna length diukur dalam posisi duduk di lengan kiri
2) Bahu ditempatkan di adduksi dan rotasi internal
3) Siku ditekuk pada 45o dan telapak tangan diletakkan di dada
dengan jari diperpanjang.
4) Jarak antara ujung proksimal ulna pada siku dan titik
apophysisstyloud di pergelangan tangan diukur
5) Rerata dari 2 pengukuran dihitung terdekat 0,5 cm dan digunakan
untuk memprediksi tinggi menggunakan tabel standar.
3. Perhitungan Waist to Hip Ratio (WHR)
a. Lingkar Pinggang (Lpi)
1) Subjek menggunakan pakaian yang longgar (tidak menekan)
sehingga alat ukur dapat diletakkan dengan sempurna. Sebaiknya
pita pengukur tidak berada di atas pakaian yang digunakan.
2) Subjek berdiri tegak dengan perut dalam keadaan yang relaks.
3) Pengukur menghadap ke subjek dan meletakkan alat ukur
melingkar pinggang secara horizontal dimana merupakan bagian
yang paling kecil dari tubuh. Seorang pembantu diperlukan untuk
meletakkan alat ukur dengan tepat. Bagi mereka yang gemuk,
dimana sukar menentukan bagian paling kecil, daerah yang harus
diukur adalah antara tulang rusuk dan tonjolan iliaca.
4) Pengukuran dilakukan di akhir dari ekspresi yang normal, dan alat
ukur tidak menekan kulit
5) Bacalah dengan teliti hasil pengukuran pada pita hingga 0,1 cm
terdekat
b. Lingkar Panggul (Lpa)
1) Subjek mengenakan pakaian yang tidak terlalu menekan
2) Subjek berdiri tegak dengan kedua lengan berada pada kedua sisi
tubuh dan kaki rapat.
3) Pengukur jongkok di samping subjek sehingga tingkat maksimal
dari panggul terlihat
4) Alat pengukur dilingkarkan secara horizontal tanpa menekan kulit.
Seorang pembantu diperlukan untuk mengatur posisi alat ukur pada
sisi lainnya.
5) Bacalah dengan teliti hasil pengukuran pada pita hingga 0,1 cm
terdekat.
4. Pengukuran Lingkar Perut
a. Jelaskan pada responden tujuan pengukuran lingkar perut dan tindakan
apa saja yang akan dilakukan dalam pengukuran.
b. Untuk pengukuran ini responden diminta dengan cara yang santun
untuk membuka pakaian bagian atas atau menyingkapkan pakaian
bagian atas dan raba tulang rusuk terakhir responden untuk
menetapkan titik pengukuran
c. Tetapkan titik batas tepi tulang rusuk paling bawah
d. Tetapkan titik uung lengkung tulang pangkal paha/pangkal
e. Tetapkan titik tengah di antara titik tulang rusuk terakhir titik ujung
lengkung tulang pangkal paha/panggul dan tandai titik tengah tersebut
dengan alat tulis
f. Minta responden untuk berdiri tegak dan bernafas dengan normal
(ekspirasi normal)
g. Dilakukan pengukuran lingkar perut dimulai atau diambil dari titik
tengah kemudian secara sejajar horizontal melingkari pinggang dan
perut kembali menuju titik tengah diawal pengukuran.
h. Apabila subjek mempunyai perut yang gendut ke bawah, pengukuran
mengambil bagian yang paling buncit lalu berakhir pada titik tengah
tersebut lagi.
5. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA)
a. Penentuan Titik Mid Point Pada Lengan
1) Subjek diminta berdiri tegak.
2) Subjek diminta untuk membuka lengan pakaian yang menutup
lengan kiri atas (bagi yang kidal digunakan lengan kanan).
3) Ditekukan tangan subjek membentuk 900 dengan telapak tangan
menghadap ke atas. Pengukur berdiri dibelakang dan menentukan
titik tengah antara tulang rusuk atas pada bahu kiri dan siku.
4) Ditandai titik tengah tersebut dengan pena.
b. Mengukur Lingkar Lengan Atas (LILA)
1) Dengan tangan tergantung lepas dan siku lurus di samping badan,
telapak tangan menghadap ke bawah.
2) Diukur lingar lengan atas pada posisi mid point dengan pita
LILA menempel pada kulit dan dilingkarkan secara hotizontal pada
lengan. Perhatikan jangan sampai pita menekan kulit atau ada
rongga antara kulit dan pita.
3) Lingkar lengan atas dicatat pada skala 0,1 cm terdekat.
6. Percent Body Fat
a. Penentuan Tebal Lipatan Kulit (TLK)
1) Ibu jari dan jari telunjuk dari tangan kiri digunakan untuk
mengangkat kedua sisi kulit dan lemak subkutan kurang lebih 1 cm
proksimal dari daerah yang diukur.
2) Lipatan kulit diangkat pada jarak kurang lebih 1 cm tegak lurus
arah garis kulit.
3) Lipatan kulit tetap diangkat sampai pengukuran selesai.
4) Caliper dipegang oleh tangan kanan.
5) Pengukuran dilakukan dalam 4 detik setelah penekanan kulit oleh
caliper dilepas.
b. Pengukuran TLK Pada Tricep
1) Subjek berdiri tegak dengan kedua lengan tergantung bebas pada
kedua sisi tubuh.
2) Pengukuran dilakukan pada titik mid point (sama pada LILA).
3) Pengukur berdiri di belakang subjek dan meletakkan telapak
tangan kirinya pada bagian lengan kearah tanda yang telah dibuat
dimana ibu jari dan telunjuk menghadap ke bawah. Tricep skinfold
diambil dengan menarik pada 1 cm dari proximal tanda titik tengah
tadi.
4) Tricep skinfold diukur dengan mendekati 0,1 mm.
c. Pengukuran TLK Pada Subscapular
1) Subjek berdiri tegak dengan kedua lengan tergantung bebas pada
kedua sisi tubuh.
2) Tangan diletakkan kiri ke belakang.
3) Untuk mendapatkan tempat pengukuran, pemeriksa meraba
skapula dan mencarinya ke arah bawah lateral sepanjang batas
vertebrata sampai menentukan sudut bawah scapula.
4) Subscapular skinfold ditarik dalam arah diagonal (infero-lateral)
kurang lebih 450 ke arah horizontal garis kulit. Titik scapula
terletak pada bagain bawah sudut skapula.
5) Caliper diletakkan 1 cm infero-lateral dari ibu jari dan jari telunjuk
yang mengangkat kulit dan subkutan dan ketebalan kulit diukur
mendekati 0,1 mm.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Indeks Massa Tubuh


Adapun hasil praktikum pemeriksaan Indeks Massa Tubuh (IMT) yang
dilakukan oleh kelompok III kelas C pada tanggal 24 Maret 2016 di
laboratorium ditunjukkan pada tabel 4.1 di bawah ini:

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Indeks Massa Tubuh pada Praktikan


kelompok III kelas C Tahun 2016
IMT
No
Nama BB
. TB (cm) Hasil Ket.
(kg)
Nur Miftahul
1. 46,6 148,8 21,08 Normal
Jannah
2. Nimatul Khaerah 44 149 19,81 Normal
Mutmainnah
3. 61 152,5 26,29 Pre-Obese
Lukman
4. Novita Toding 57,2 160,4 22,25 Normal
5. Kezia Djelau 66,5 151 29,16 Pre-Obese
6. Muh. Yahya 52 159,4 20,47 Normal
Sumber: Data Primer, 2016

Pengukuran IMT ini bertujuan untuk melihat dimana kategori obesitas


dari praktikan. Adapun nilai IMT tiap praktikan adalah 21,08 (Nur Miftahul
Jannah), 19,81 (Nimatul Khaerah), 26,29 (Mutmainnah Lukman), 22,25
(Novita Toding), 29,16 (Kezia Djelau), dan 20,47 (Muh. Yahya).
Pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa peserta praktikumdengan IMT yang
paling besar adalah Kezia Djelau yaitu 29,16dan peserta praktikum yang
paling kecil nilai IMTnya adalah Nimatul Khaerah, yaitu 19,81. Tabel 4.1
menunjukkan bahwa 4 dari 6 orang praktikan IMT nya masuk dalam kategori
normal dan ada 2 orang praktikan yang berada dalam kategori Pre-Obese.
Hal ini menandakan bahwa sebagian besar pada kelompok 3 memiliki
berat badan yang ideal terhadap tinggi badan. Berat badan yang cukup ideal
dapat menurunkan resiko terhadap penyakit infeksi yang tinggi serta penyakit
degeneratif. Dalam pengukuran IMT ini, pengukuran tinggi badan yang
pertama kali dilakukan, pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan alat
ukur microtoice.
Hasil yang pengukuran tinggi badan penulis, yaitu 151 cm. Kemudian
dilakukan pengukuran berat badan denganalat ukur timbangan digital. Hasil
pengukuran berat badan penulis, yaitu 66,5 kg. Berdasarkan data tersebut
disimpulkan bahwa IMT dari penulis yaitu 29,16. Hasil ini dikategorikanPre-
Obese berdasarkan kategori WHO pada tahun 2000, Penduduk Asia Dewasa
batas normal adalah 18,50-22,99.
Seseorang yang berada dalam kategori Pre-obese jika tidak segera
melakukan diet sehat, maka risiko untuk terkena penyakit degeneratif
sangatlah besar. Olahraga teratur dan menjaga pola makan sangat
direkomendasikan untuk seseorang pada kategori Pre-obese.

B. Prediksi Tinggi Badan


Hasil pemeriksaan prediksi tinggi badanyang dilakukan oleh kelompok
III kelas C pada tanggal 24 Maret 2016 di laboratorium ditunjukkan pada
tabel 4.2 di bawah ini:

Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan prediksi tinggi badan pada Praktikan


kelompok III kelas C Tahun 2016
TB TB
Demi- Arm TB
Nama Peserta TL Menurut Menurut Ulna
Span Spam Menurut
Praktikum (cm) Tinggi Demi- (cm)
(cm) (cm) Arm-Spam
Lutut (cm) Span(cm)
Nur Miftahuljannah 48 135,3 76,5 163,8 156 158 25
Nimatul Khaerah 46,3 129,8 76,5 163,9 153,2 156,5 25
Mutmainnah
49,4 137,8 78 165,4 159 160 24
Lukman
Novita Toding 52,8 141,7 79 167,1 159 160,1 24
Kezia Djelau 47,5 131,9 76 162,9 150 154,4 23
Muh. Yahya 50 149,7 83 168,1 167 150,3 23.2
Sumber: Data Primer, 2016
Tujuan dari prediksi tinggi badan ini adalah untuk melihat tinggi badan
praktikan melalui pengukuran tinggi badan tidak langsung yaitu melalui
tinggi lutut, arm span, demi span, dan ulna span. Namun untuk ulna span,
tidak dihitung prediksi badannya dengan rumus.
Adapun hasil dari pengukuran prediksi tinggi badan berdasarkan tinggi
lutut, arm span, dan demi span praktikan secara berturut-turut adalah sebagai
berikut. Untuk praktikan Nur Miftahul Jannah secara berturut-turut 135,3 cm,
158 cm, 163,8 cm. Praktikan Nimatul Khaerah, 129,8 cm, 156,5 cm, 163,9
cm. Praktikan Mutmainnah Lukman, 137,8 cm, 160 cm, 165,4 cm. Praktikan
Novita Toding, 141,7 cm, 160,1 cm, 167,1 cm. Praktikan Kezia Djelau, 131,9
cm. 154,4 cm, 162,9 cm. Dan praktikan terakhir Muh. Yahya, 149,7 cm,
150,3 cm, 168,1 cm.
Pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa peserta praktikum yang mempunyai
tinggi lutut yang terpanjang adalah Novita Toding yaitu 52,8 cm. Dan
praktikan dengan tinggi lutut terpendek adalah Nimatul Khaerah yaitu 46,3
cm. Kemudian demi span terpanjang adalah 83 cm (Muh. Yahya) dan
terpendek 76 cm (Kezia Djelau). Untuk arm span terpanjang adalah 167 cm
(Muh. Yahya) dan terpendek adalah 150 cm (Kezia Djelau).
Hasil yang diperoleh untuk pengukuran tinggi lutut penulis adalah 47,5
cm. Setelah dimasukkan ke dalam perhitungan, didapatkan bahwa prediksi
tinggi badan penulis berdasarkan tinggi lutut ialah 131,9cm.Hasil ini
memiliki perbedaan yang sangat jauh dengan hasil pengukuran tinggi badan
secara normal (berdiri tegak), dengan selisih 19,1 cm. Dapat dikatakan bahwa
hasil prediksi tinggi lutut dan tinggi badan tidak signifikan karena selisihnya
lebih dari 5.
Kemudian hasil pengukuran tinggi badan berdasarkan demi span milik
penulis, dengan panjang demi span penulis adalah 76 cm dan hasil
pengukuran prediksi tinggi badannya yaitu, 162,9. Hasil prediksi ini juga
tidak signifikan karena terdapat selisih kurang lebih 11 cm.
Hasil prediksi tinggi badan yang paling signifikan dan mendekati tinggi
penulis sebenarnya adalah prediksi tinggi badan berdasarkan armspan, yaitu
154,45 cm dengan selisih3,45 dari tinggi asli penulis.

C. WaitsHip To Ratio (WHR)


Adapun hasil praktikum pemeriksaan Waits-Hip To Ratio (WHR) yang
dilakukan oleh kelompok III kelas C pada tanggal 24 Maret 2016 di
laboratorium ditunjukkan pada tabel 4.3 di bawah ini:

Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Waits-Hip To Ratio (WHR) pada


Praktikan kelompok III kelas C Tahun 2016
WHR
No
Nama Lpi
. LPa (cm) Nilai Risiko
(cm)
Nur
1. 69 83 0,83 Very High
Miftahuljannah
2. Nimatul Khaerah 70 81 0,86 Very High
Mutmainnah
3. 81 92 0,88 Very High
Lukman
4. Novita Toding 79 90 0,87 Very High
5. Kezia Djelau 85 102 0,83 Very High

6. Muh. Yahya 64,2 71 0,90 High


Sumber: Data Primer, 2016

Pemeriksaan Waist-Hip Ratioini adalah untuk melihat seberapa besar


risiko terkena penyakit akibat penimbunan lemak di pinggang dan panggul.
Adapaun hasil pengukuran WHR tiap praktikan adalah sebagai berikut, 0.83
(Nur Miftahul Jannah), 0,86 (Nimatul Khaerah), 0.88 (Mutmainnah
Lukman), 0.87 (Novita Toding), 0.83 (Kezia Djelau), dan 0.90 (Muh. Yahya).
Pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa peserta praktikum laki-laki yang
mempunyai WHR yang paling besar adalah Muh. Yahya. yaitu 0,90 dan
peserta praktikum perempuan yang mempunyai WHR yang paling besar
adalah Mutmainnah Lukman yaitu 0,88. Sedangkan WHR yang paling kecil
adalah Kezia Djelau dan Nur Miftahuljannah dengan nilai 0,83.
Adapun hasil pengukuran WHR penulis adalah 0,83. Ini berarti risiko
terkena penyakit kardiovaskularVery High. Terdapat hubungan yang
signifikan dengan faktor resiko penyakit kardiovaskular yang juga terlihat
pada saat pengukuran lingkar perut yang secara tidak langsung merupakan
pengukuran antropometrik seperti lingkar pinggang.

D. Lingkar Perut
Adapun hasil praktikum pemeriksaan lingkar perutyang dilakukan oleh
kelompok III kelas C pada tanggal 24 Maret 2016 di laboratorium
ditunjukkan pada tabel 4.4 di bawah ini:

Tabel 4.4 Hasil Pemeriksaan Lingkar Perut pada Praktikan


kelompok III kelas C Tahun 2016
No
Nama Lp (cm) Ket.
.
1. Nur 78 Normal
Miftahuljannah
2. Nimatul 75 Normal
Khaerah
3. Mutmainnah 87 Normal
Lukman
4. Novita Toding 84 Normal
5. Kezia Djelau 94 Obesitas
6. Muh. Yahya 65,5 Normal
Sumber: Data Primer, 2016

Tujuan pengukuran lingkar perut ini untuk menentukan obesitas


berdasarkan penimbunan lemak di bagian perut. Hasil lingkar perut tiap
praktikan adalah 78 cm (Nur Miftahul Jannah), 75 cm (Nimatul Khaerah), 87
cm (Mutmainnah Lukman), 84 cm (Novita Toding), 94 cm (Kezia Djelau),
dan 65,5 cm (Muh. Yahya). Hasil pengukuran lingkar perut dinyatakan
normal apabial untuk laki-laki <80 cm dan untuk perempuan <90 cm.
Pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa peserta praktikum yang mempunyai
lingkar perut yang paling besar adalahKezia Djelau yaitu 94 cmdalam hal ini
Kezia Djelau berisiko terkena penyakit metabolik, vaskuler, dan degeneratif
karena memiliki lingkaran perut yang lebih besar dari normal dan peserta
praktikum yang paling kecil adalah Muh. Yahya yaitu 65,5 cm.
Semua ukuran lingkar perut dari semua peserta praktikum rata-rata
normal, tapi ada 1 orang praktikan yang mengalami obesitas. Berarti ukuran
rata-rata lingkar perut kelompok III masih normal. Terdapat hubungan yang
signifikan dengan faktor risiko penyakit kardiovaskular yang juga terlihat
pada saat pengukuran lingkar perut yang secara tidak langsung merupakan
pengukuran antropometrik seperti lingkar pinggang.
Hasil pengukuran lingkar perut penulis yang didapatkan dalam penelitian
ini adalah 94 cm dan diindikasikan ke dalam golongan obesitas sesuai dengan
standar lingkar perut yang diatas. Hal ini berarti bahwa penulis memiliki
faktor risiko penyakit kardiovaskular.

E. Lingkar Lengan (LILA)


Adapun hasil praktikum pemeriksaan lingkar lengan (LILA)yang
dilakukan oleh kelompok III kelas C pada tanggal 24 Maret 2016 di
laboratorium ditunjukkan pada tabel 4.5 di bawah ini:

Tabel 4.5 Hasil Pemeriksaan Lingkar Lengan (LILA) pada


Praktikan kelompok III pada Tahun 2016
No Nama LILA (cm) Ket.
.
1. Nur 24,8 Normal
Miftahuljannah
2. Nimatul Khaerah 23 Tidak Normal
3. Mutmainnah 30,3 Normal
Lukman
4. Novita Toding 23,7 Normal
5. Kezia Djelau 32,9 Normal
6. Muh. Yahya 24,3 Normal
Sumber: Data Primer, 2016
Pengukuran lingkar lengan atas sebenarnya merupakan pengukuran
khusus untuk perempuan yang bertujuan untuk melihat apakah seorang
perempuan KEK ataukah normal. Ini merupakan salah satu indikator penting
bagi perempuan untuk melihat apakah seorang perempuan bisa melahirkan
atau tidak.
Hasil pengukuran LILA praktikan yaitu 24,8 cm (Nur Miftahul Jannah),
23 cm (Nimatul Khaerah), 30.3 cm (Mutmainnah Lukman), 23,7 cm (Novita
Toding), 32.9 cm (Kezia Djelau), dan 24,3 cm (Muh. Yahya).Dari semua
peserta praktikum ada satu orang yang berada dalam kategori KEK
(Kekurangan Energi Kronik).
Hasil pengukuran lingkar lengan atas penulis adalah 32,9 yang
dikategorikan normal sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Berarti
penulis tidak mengalami KEK (Kurang Energi Kronik).

F. Percent Body Fat


Adapun hasil praktikum pemeriksaan percent body fat yang dilakukan oleh
kelompok III kelas C pada tanggal 24 Maret 2016 di laboratorium
ditunjukkan pada tabel 4.6 di bawah ini:

Tabel 4.6 Hasil Pemeriksaan Percent Body Fat pada Praktikan


kelompok III kelas C Tahun 2016
Percent Body Fat
No. Nama Tricep Bisep Subscapula Hasil
Ket
(cm) (cm) (cm) (%)
1. Nur
6 3 11 18,07 Under Fat
Miftahuljannah
2. Nimatul Khaerah 5 3 8 15,86 Under Fat
3. Mutmainnah Healthy
17 14 19 28,89
Lukman Range
4. Novita Toding 8 5 11 19,18 Under Fat
5. Healthy
Kezia Djelau 17 12 13 25,41
Range
6. Healthy
Muh. Yahya 12 8 11 14,83
Range
Sumber: Data Primer, 2016
Hasil Percent Body Fat praktikan adalah 18,07% (Nur Miftahul Jannah),
15,86% (Nimatul Khaerah), 28,89% (Mutmainnah Lukman), 19,18%
(Novita Toding), 25,41% (Kezia Djelau), dan 14,83% (Muh. Yahya).Dari
hasil % Body Fat di atas menunjukkan bahwa ada 3 praktikan yang berada
dalam kategori Under Fat dan 3 praktikan berada dalam kategori Healthy
Range.
Hasil yang diperoleh untuk pengukuran TLK pada trisep penulis adalah
17 cm, sedangkan pada subskapular adalah 13 cm. Dari kedua hasil
pengukuran ini, kita dapat mengetahui % Body Fat penulis sebesar 25,41 %.
Hal ini menandakan persen lemak tubuh penulis berada pada kategori
Healthy Range.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum oleh praktikan (Kezia Djelau) adalah
sebagai berikut:
1. Hasil pengukuran IMT praktikan adalah 29,16 dimana termasuk dalam
kategori Pre-Obese.
2. Prediksi tinggi badan hasil tinggi lutut, demi span, dan arm spanpraktikan
yaitu 47,5, 76, dan 150.Prediksi tinggi badan berdasarkan tinggi lutut
praktikan yaitu 131,9 cm, prediksi tinggi badan menurut demi span yaitu
162,9 cm dan menurut arm span yaitu 154,4 cm.
3. Hasil pengukuran WHR praktikan yaitu 0,83 dan termasuk kategori
VeryHigh.Berarti praktikan berisiko tinggi untuk terkena penyakit
kardiovaskular.
4. Dilihat dari nilai ambang batas lingkar perut, hasil pengukuran lingkar
perut praktikan adalah 94 dan termasuk pada kategori obesitas.

5. Hasil pengukuran LILA praktikan adalah 32,9 cm, dan termasuk dalam
kategori normal.
6. Hasil pengukuran Percent Body Fatpraktikan yaitu 25,41% dan termasuk
kategori Healthy Range.
B. Saran
1. Untuk Asisten
Sebaiknya setiap asisten menetapkan waktu pasti untuk tiap pengukuran
di tiap sektor agar tidak terjadi tabrakan waktu antarkelompok.
2. Untuk Laboratorium
Sebaiknya alat praktikum yang digunakan saat praktikum dilengkapi
untuk melancarkan kegiatan praktikum.
3. Untuk Praktikum
Sebaiknya waktu praktikum dimulai tepat waktu agar praktikum dapat
berjalan efektif dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA

Chumlea, dkk.1985.Nutritional anthropometric assessment in elderly persons 65


to 90 years of age. J Nutr Elder 1985;4:3951.

Hartono, Andry. 2006. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Jakarta : EGC

Karina, Esa.2007.Besar Resiko Lingkar pinggang Pinggul dan Asupan Natrium


Terhadap Kejadian Hipertensi. Cermin Dunia Kedokteran. XXI : 239-298

Lawrence. 2007. Waist circumference and waist-to-hip ratio as predictors


ofcardiovascular events: meta-regression analysis of prospective studies.
European Heart Journal vol 28 (7): 850-6 hlm.

Murbawani, Etisa dkk.2012.Tinggi Badan yang Diukur dan Berdasarkan Tinggi


Lutut Menggunakan Rumus Chumlea Pada Lansia.MMI VOLUME 46

Sandjaja, dkk. 2010. Kamus Gizi. Jakarta: Kompas

Sirajuddin, Saifuddin dkk. 2016. Penuntun Praktikum Kesehatan Masyarakat


Dasar. Makassar: Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002. Penilian Status Gizi. Jakarta: EGC.

Universitas Sriwijaya.2012.Skill Lab GIZI KLINIS 2012.


http://www.gizi.fk.unsri.ac.id/index.php/menu/3(online) diakses pada
tanggal 25 Maret 2016

WHO Expert Consultation.2004.Appropriate body-mass index for Asian


populations and its implications forpolicy and intervention strategies.THE
LANCET vol. 363

WHO Expert Consultation.2011.Waist Circumference and Waist-Hip


Ratio.http://www.who.int/nutrition/publications/obesity/WHO_report_waist
circumference_and_waisthip_ratio/en/(online) di akses tanggal 25 Maret
2016

Anda mungkin juga menyukai