Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR ILMU GIZI

PENGUKURAN ANTROPOMETRI
(INDEKS MASSA TUBUH DAN LILA)

Disusun oleh :
Retno Suci Wulandari
J410191130
Shift A

Dosen Pengampu :
Windi Wulandari, S.K.M., M.P.H.

Asisten Dosen :
Annisa Fauziah Dwi Andari, SKM

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAN MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
A. TUJUAN
1. Untuk mengetahui penilaian status gizi secara antropometri
2. Untuk mengetahui pengukuran Indeks Masa Tubuh (IMT)
3. Untuk mengetahui pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA)
4. Untuk memberikan bahan evaluasi terhadap hasil status gizi seseorang.

B. PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Antropometri adalah ilmu yang mempelajari berbagai ukuran tubuh
manusia. Dalam bidang ilmu gizi digunakan untuk menilai status gizi.
Ukuran yang sering digunakan adalah berat badan dan tinggi badan. Selain
itu juga ukuran tubuh lainnya seperti lingkar lengan atas, lapisan lemak
bawah kulit, tinggi lutut, lingkaran perut, lingkaran pinggul. Ukuran-
ukuran antropometri tersebut bisa berdiri sendiri untuk menentukan status
gizi dibanding baku atau berupa indeks dengan membandingkan ukuran
lainnya seperti BB/U, BB/TB, TB/U. (Sandjaja, dkk., 2010).
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau
dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan berbagai
macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi dari berbagai tingkat
umur dan tingkat gizi (Supariasa, dkk., 2001).
Antropometri merupakan bidang ilmu yang berhubungan dengan
dimensi tubuh manusia. Dimensi-dimensi ini dibagi menjadi kelompok
statistika dan ukuran persentil. Jika seratus orang berdiri berjajar dari yang
terkecil sampai terbesar dalam suatu ukuran, hal ini akan dapat
diklasifikasikan dari 1 percentile sampai 100 persentil. Data dimensi
manusia ini sangat berguna dalam perancangan produk dengan tujuan
mencari keserasian produk dengan manusia yang memakainya (Nugroho,
2002).
Di masyarakat, cara pengukuran status gizi yang paling sering
digunakan adalah antropometri gizi. Dewasa ini dalam program gizi
masyarakat, pemantauan status gizi anak balita menggunakan metode
antropometri, sebagai cara untuk menilai status gizi. Disamping itu pula
dalam kegiatan penapisan status gizi masyarakat selalu menggunakan
metode tersebut (Supariasa,dkk. 2001).
Penyakit infeksi dan kekurangan gizi terihat kurang, kemakmuran
ternyata diikuti oleh perubahan gaya hidup. Pola makan terutama di
perkotaan bergeser dari pola makan tradisonal yang banyak
mengkonsumsi karbohidrat, sayuran makanan berserat ke pola makan
masyarakat barat yang komposisinya terlalu banyak mengadung lemak,
protein, gula, garam tetapi miskin serat. Sejalan dengan itu setahun
terakhir ini dimulai terlihat peningkatan angka prevalensi
kegemukan/obesitas pada sebagaian penduduk perkotaan, yang diikuti
pula pada akhir-akhir ini di pedesaan (Asmavuni, 2007)
Perhatian utama adalah mempersiapkan dan meningkatkan kualitas
penduduk usia kerja agar benar-benar memperoleh kesempatan serta turut
berperan dan memiliki kemampuan untuk ikut dalam upaya pembangunan.
Salah satu upaya penting untuk mewujudkan hal tersebut adalah
pembangunan dibidang kesehatan dan gizi. Antropometri sebagai teknik
yang mula-mula dikembangkan dikalangan antropolog biologis, kini
aplikasinya menyentuh berbagai bidang antara lain kedokteran, olahraga,
antropologizi, keperawatan, dan pediatric dalam ilmu pertumbuhan anak.
Antropolog seperti Tanner, Bogin, Boucher, Malina, dan Ulijaszek
mengembangkan teknik antropometri yang dihubungkan dengan teori
pertumbuhan manusia dari intra-uterine sampai adolesentia akhir (Sekitar
20 tahun) (Barasi. 2008).
Aplikasi antropometri sebagai metode bioantropologi kedalam
kedokteran menjadi bermakna apabila disertai latar belakang teori yang
adekuat tentang pertumbuhan. Berdasarkan tujuan penelitian pengukuran
antropometri , setidak-tidaknya ada lima hal penting yang mewakili tujuan
pengukuran yaitu mengetahui kekekaran otot, kekekaran tulang, ukuran
tubuh secara umum, panjang tungkai dan lengan, serta kandungan lemak
tubuh di ekstremitas dan di torso. Dalam pemakaian untuk penilaian status
gizi, antropometri disajikan dalam bentuk indeks, misalnya berat badan
menurut tinggi badan (BB/TB) , tinggi badan menurut umur (TB/U) atau
berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), lingkar lengan atas menurut
umur (LLA/U) dan sebagainya (Barasi,2008).
Karena antropometri sebagai indicator penilaian status gizi yang
paling mudah dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter,
antara lain; umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar
kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak dibawah kulit. Oleh
karena itu, untuk mengetahui status gizi seseorang, maka dilakukan
pengukuran antropometri ini.

II. Tinjauan Teori


Antropometri secara umum digunakan untuk melihat
ketidakseimbangan asupan protein dan energy. Ketindakseimbangn ini
terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh sperti
lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa,dkk., 2001).
Pemakaiaan data antopometri mengusahakan semua alat disesuaikan
dengan kemampuan manusia, bukan manusia disesuaikan dengan alat.
Rancangan yang mempunyai kompatibilitas tinggi dengan manusia yang
memakainnya sangat penting untuk mengurangi timbulnya bahaya akibat
terjadinya kesalahan kerja akibat adanya kesalahann desain (design-
induced error) (Nugroho, 2002).
Dilihat dari penggunaan antropopmetri yang sangat luas, maka salah
satu keahlian yang harus dimiliki oleh seseorang sarjana gizi adalah
mampu mengukur status gizi mengenai konsep pertumbuhan, ukuran
antropometri, control kualitas data antropometri dan evaluasi indeks
antropometri, kelemahan dan keunggulan penggunaan antropometri
dalam penilaian status gizi (Supariasa,dkk., 2001).
Dari definisi tersebut di atas dapat ditarik pengertian bahwa
antropometri gizi adalah berhubungan degan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat
umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis tingkat ukuran tubuh anatara lain
berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, dan tebal lemak dibawah
kulit (Supariasa,dkk.,2001).
Beberapa syarat yang mendasari penggunaan dari antropometri
adalah :
a. Alatnya mudah didapat dan digunakan, seperti dacin, pita lingkar
lengan atas ,mikrotoa, dan alat pengukur panjang bayi yang dapat
dibuat senidri dirumah.
b. Pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan
objektif. Contohnya apabila terjadi kesalahan pada pengukuran
lingkar lengan atas pada anak balita.
c. Pengukuran bukan hanya dilakukan dengan tenaga khusus
professional, juga oleh tenaga lain setelah dilatih untuk itu.
d. Biaya relative murah, karena alat mudah didapat dan tidak
memerlukan bahan-bahan lainnya.
e. Hasilnya mudah disimpulkan karena mempunyai ambang batas (cut
off points) dan baku rujukan yang sudah pasti.
f. Secara ilmiah diakui kebenarannya. Hampir semua Negara
menggunakan antropometri sebagai metode untuk mengukur status
gizi masyarakat, khususnya untuk penapisan (screening) status gizi.
Hal ini dikarenakan antropometri diakui kebenarannya secara
ilmiah.
Antropometri adalah suatu studi yang berhubungan dengan
pengukuran dimensi tubuh manusia. Antropometri secara luas akan
digunakan sebagai pertimbangan ergonomis dalam proses perencanaan
(design) produk maupun sitem kerja yang memerlukan interaksi
manusia. dimensi yang ukur pada antropometri status diambil secara
linear (lurus) dan dilakukan pada permukaan tubuh. Agar hasilnya dapat
representative, maka pengukuran harus dilakukan dengan metode
tertentu terhadap individu (Gibson, 2005).
Indicator antropometri antara lain berat badan (BB), tinggi badan
(TB), Lingkar Lengan Atas (LILA) dan Lapisan Bawah Lemak Kulit
(LLBK). Dalam pemakaian untuk penilaian status gii, antropometri
disajikan dalam bentuk indeks, misalnya berat bdan menurut (BB/U),
tinggi badan menurut umur(TB/U) atau berat badan menurut tinggi
badan (BB/TB), lingkar lengan atas menurut (LILA/U) dan sebagainya
(Barasi,2008).
IMT berguna sebagai indicator untuk menentukan adanya indikasi
kasus KEK (Kurang Energi Kronik) dan kegemukan (obesitas). Namun
untuk memperoleh pengukuran TB yang tepat pada usia cukup sulit
karena masalah postur tubuh, kerusakan spinal, atau kelumpuhan yang
menyebabkan harus duduk dikursi roda atau ditempat tidur. Beberapa
penelitian menunjukkan perubahan TB usia sejalan dengan peningkatan
usia dan efek beberapa penyakit seperti osteoporosis. Oleh karena itu,
pengukuran tinggi badan usia tidak dapat diukur dengan tepat sehingga
untuk mengetahui tinggi bdan usia dapat dilakukan denga prediksi tinggi
lutut (knee height) (Barasi,2008).
Tinggi badan adalah salah satu indicator klinik utama dalam
menentukan Indeks Masa Tubuh (IMT) dalam menentukan status gizi
individu/ populasi. Namun, pengukuran tinggi badan manusia usia lanjut
(manula) cukup sulit dilakukan dan reliabilitasnya diragukan.
Persamaan estimansi tinggi bdan dari pengukuran tinggi lutut untuk
memprediksi tinggi badan manula yaitu persamaan Chumlea telah
dikembangkan beberapa tahun lalu, tetapi ada studi yang dilakukan di
Indonesia untuk mengembangakan suatu persamaan bagi pengukuran
tinggi badan populasi usia lanjut menurut bermacam-macam kelompok
etnis. Oleh karena itu, suatu cross sectional studi untuk mengembangkan
persamaan tinggi badan manula berdasarkan pengukuran dua parameter
yaitu tinggi lutut dan panjang depa (kne height dan arm span). Telah
dilakukan pada bulan Desember 2005 lalu. Total 2017 manula (usia 60-
92 tahun) dari 3 kelompok etnik yaitu Jawa (56,7%), Cina (31,3%), dan
lain-lain (12,0%) berpartisipasi dalam studi ini (Fatmah, 2005).
Berat untuk rrrasio tinggi menunjukkan berat badan dalam
kaitannya dengan tinggi dan sangat berguna untuk menyediakan ukuran
kelebihan berat badan dan obesitas dalam populasi orang dewasa. Oleh
karena itu jatah ini kadang-kadang disebut sebagai indeks obesitas.
Indeks masa tubuh digunakan dalam preperences untuk lainnya
berat/tinggi indeks, termasuk rasio berat/tinggi, indeks ponderal dan
indeks Benn. Hal ini sekarang digunakan secara ekstensif secara
internasional untuk mengklasifikasikan kelebihan berat bdan dan
obesitas pada orang dewasa (Gibson, 2005).
Kategori Ambang batas IMT untuk Indonesia yaitu (Gibson,2005) :
Kategori IMT
Kurus Kekurangan BB tingkat berat < 17,0
Kekurangan BB tingkat ringan 17,0 – 18,5
Normal >18,5 – 25,0
Gemuk Kelebihan BB tingkat ringan >25,0 – 27,0
Kelebihan BB tingkat berat >27
Gizi kurang akut biasanya mudah untuk dideteksi, berat badan anak
akan kurang dan kurus mereka akan memiliki tinggi badan yang tidak
sesuai dengan grafik pertumbuhan dan meningkatnya resiko terkena
infeksi. Gizi kurang yang kronik lebih sulit diidentifikasi oleh suatu
komunitas-anak akan tumbuh lebih lambat daripada yang diharapkan –
baik dari segi berat badan maupun tinggi badan, dan tidak kelihatan
terlalu kurus, namun pemeriksaan berat bdan dan tinggi badan akan
menunjukkan bahwa mereka memiliki berat yang kurang pada grafik
pertumbuhan anak- misalnya kerdil. Gizi kurang kronik dapat
mempengaruhi perkembangan otak dan psikologi anak dan
meningkatkan resiko terkena infeksi. Perempuan yang kurang makan
(kurang gizi) punya kecenderungan untuk melahirkan anak dengan berat
badan rendak yang punya resiko lebih besar terkena infeksi
(Gibson,2005)
Berdasarkan tujuan pengukuran antropometri, setidak-tidaknya ada
llima hal penting yang mewakili tujuan pengukuran yaitu mengetahui
kekern otot, kekekaran tulang, ukuran tubuh secara umum, panjang
tungkai dan lengan, serta kandungan lemak tubuh di ekstremitas dan di
torso. Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi, antropometri
disajikan dalam bentuk indeks, misalnya berat badan menurut umur
(BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) atau berat badan menurut
tinggi badan (BB/TB), lingkar lengan atas menurut umur (LILA/U) dan
sebagainya (Barasi,2008).
Klasifikasi % LILA
Obesitas Lebih dari 120 %
Overweight 110 % - 120 %
Normal 90 % - 110 %
Underweight Kurang dari 90 %

Pengukuran lingkar lengan atas dapat menentukan apakah


seseorang menderita KEK atau tidak. Jika berada <23,5 maka beresiko
terkena KEK. Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana
remaja putri/wanita mengalami kekurangan gizi (kalori dan protein)
yang berlangsung lama atau menahun. Resiko Kekurangan Energi
Kronis (KEK) adalah keadaan dimana remaja putri/wanita mempunai
kecenderungan menderita KEK, Kurang Gizi akut disebabkan oleh tidak
mengkonsumsi makan dalam jumlah yang cukup atau makanan yang
baik (dari segi kandungan gizi) untuk satu periode tertentu untuk
mendapatkan tembahan kalori dan protein (untuk melawan) muntah dan
mencret (muntaber) dan infeksi lainnya. Gizi kurang kronik disebabkan
Karen tidak mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang cukup atau
makanan yang baik dalam periode/kurun waktu yang lama untuk
mendapatkan kalori dan protein dalam jumlah yang cukup atau juga
disebabkan menderita muntaber atau penyakit kronis lainnya
(Hartono,2006).

C. HASIL PRAKTIKUM
No. Nama TB BB LILA
1. Lia Kusuma B.A 155 cm 55 kg 25,9 cm

 Perhitungan
1. Indeks Masa Tubuh (IMT)
 Nama : Lia Kusuma B.A
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 23 tahun
Tinggi Badan : 155 cm = 1,55 m
Berat Badan (Rata2): 55,7 kg
IMT = BB (kg) / TB (m)2
= 55,7kg / (1,55m)2
= 55kg / 2,40 m2
= 23,1 (Normal)
2. Persen Lingar Lengan Atas (LILA)
 Nama : Lia Kusuma B.A
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 23 tahun
% LILA = Hasil Pengukuran LILA / Standar LILA x 100%
= 25,9 / 28,5 x 100 %
= 90, 8 (Normal)
 Dokumentasi
1. Mengukur berat badan (rerata dari 3 kali pengukuran BB)

2. Mengukur tinggi badan

3. Mengukur LILA
D. PEMBAHASAN
1. Status Gizi Berdasarkan IMT
Berdasarkan pengukuran yang dilakukan, subjek perempuan
memiliki BB = 55 kg dan TB 155 cm. Jika dihitung dengan menggunakan
rumus IMT maka didapat IMT = 23,1. Menurut Asia Pasific Persperive,
IMT dengan ambang batas 18,5 – 25,0 termasuk golongan normal. Hal ini
menunjukkan bahwa subjek tersebut tergolong status gizi normal karena
berada diantara ambang batas tersebut. Dengan status gizi normal yang
dimiliki, subjek diharapkan agar tetap menjaga intake gizi sehingga
terhindar dari berbagai penyakit.
Tinggi badan (TB) merupakan komponen beberapa indicator status
gizi sehingga pengukuran TB seseorang secara akurat sangatlah penting
untuk menentkan nilai IMT. Berat badan kurang dapat meningkatkan
resiko terhadap penyakit infeksi, depresi, anemia, dan juga diare sedangkan
berat bdan lebih akan meningkatkan resiko terhadap penyakit degenerative
seperti jantung, diabetes mellitus, hipertensi, dan gangguan sendi.

2. Status Gizi Berdasarkan Lingkar Lengan Atas (LILA)


Berdasarkan pengukuran yang dilakukan diperoleh data persen
LILA yaitu 90,8. Artinya subjek dalam keadaan normal. Hal ini disebabkan
karena subjek memiliki status gizi yang baik. LILA memberikan gambaran
tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit status gizi
seseorang berdasarkan LILA dibagi berdasarkan tingkat umur yaitu wanita
usia subur, bayi dan balita.
Berdasarkan referensi klasifikasi wanita usia subur terbagi dua yaitu
KEK (Kekurangan Energi Kronis) dengan batas ukur <23,5 dan normal
dengan batas ukur ≥23,5. Bagi yang berada dibawah <23 memiliki resiko
KEK dimana KEK ini disebabkan karena kurangnya intake energy atau zat
makro.

E. SIMPULAN
1. Berdasarkan penilaian status gizi secara antropometri dapat dihitung
dengan menggunakan rumus indeks masa tubuh atau yang buasa
disingkat dengan istilah IMT atau BMT (Body Mass Index).
2. Berdasarkan perhitungan Indeks Masa Tubuh (IMT), subjek /
Probandus memiliki status gizi normal dengan nilai IMT 23,1.
3. Berdasarkan pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA), status gizi
subjek normal dengan ukuran ukuran LILA 25,9 dan % LILA 90,8.

DAFTAR PUSTAKA
Asmavuni, 2007. Kegemukan (Overweight) pada perempuan umur 25-50 tahun
(dikota Padang Panjang Tahun 2007). Kesehatan Masyarakat. II :14-
38.
Barasi. Marv E. 2008. At A Glance Ilmu Gizi. Jakarta Erlangga
Fatmah. 2005. Persamaan (Equation) tinggi Badan Manusia Usia Lanjut (MAnula)
Berdasarkan Usia dan etnis pada 6 Panti terpilih di DKI Jakarta dan
Tangerang tahun 2005. Jurnal UI,X : ISSN 1693-6728
Gibson. Rosalind S. 2005. Principles Nutritional Assesment. Oxford: Universitv
Press
Hartono, Adi. 2007. Pengaruh Faktor Usia. Status Gizi dan Pendidikan Terhadap
Internasional Prostat Symtom pada Penderita Hiperplasia. Cermin
Dunia Kedokteran. XI : 678-745
Nugroho, Adi. 2002. Pengaruh Faktor Usia, Status Gizi dan Pendidikan Terhadap
International Prostat Symptom pada Penderita Hiperplasia. Cermin
Dunia Kedokteran, XI : 678-745
Sandjaja,dkk. 2010. Kamus Gizi. Jakarta: Kompas
Sirajuddin, Saifuddin. 2011. Penentuan Praktikum Penilaian Status Gizi secara
Biokimia dan Antropometri. Makasar: UNiversitas Hasanuddin
Supariasa, dkk, 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai