BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a) Alatnya mudah didapat dan digunakan, seperti dacin, pita lingkar lenganatas,
mikrotoa, dan alat pengukur panjang bayi yang dapat dibuat sendiri dirumah.
b). Pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan objektif.Contohnya
apabila terjadi kesalahan pada pengukuran lingkar lengan atas pada anak balita maka
dapat dilakukan pengukuran kembali tanpa harus persiapan alat yang rumit.
c). Pengukuran bukan hanya dilakukan dengan tenaga khusus professional, juga oleh
tenaga lain setelah dilatih untuk itu.
d). Biaya relatife murah, karena alat mudah didapat dan tidak memerlukan bahan-bahan
lainnya.
e). Hasilnya mudah disimpulkan karena mempunyai ambang batas (cut off points) dan
baku rujukan yang sudah pasti.
f). Secara ilmiah diakui kebenaraya. Hampir semua negara mengguakanantropometri
sebagai metode untuk mengukur status gizi masyarakat,khususnya untuk penapisan
( screening ) status gizi.
Normal 18,50-24,49
Overweight >25,00
Pre-obesitas 25,00-29,99
Obesitas >30,00
Obesitas kelas I 30,00-34,99
Obesitas kelas II 35,00-39,99
Obesitas kelas III >40,00
Sumber: WHO, 1995, WHO, 2000 dan 2004, www.andeka.com
Indeks massa tubuh telah digunakan dalam beberapa penelitian populasi internasional untuk
menilai risiko penyakit di antara orang dewasa. BMI meningkat jelas terkait dengan risiko
yang lebih tinggi dari tekanan darah tinggi, diabetes mellitus tipe 2, faktor risiko
kardiovaskular penyakit lainnya, dan mortalitas meningkat. Memang, risiko relatif untuk
faktor risiko penyakit kardiovaskular kejadian penyakit kardiovaskular meningkat dinilai
dengan peningkatan BMI pada semua kelompok populasi. Selain itu, asosiasi antara
gangguan muskuloskeletal, gangguan dalam fungsi pernapasan dan fisik, dan kualitas hidup.
Akibatnya, dalam studi epidemiologi, BMI digunakan untuk mengetahui kelebihan berat
badan atau obesitas pada orang dewasa dan untuk memperkirakan risiko terkena penyakit.
Perluh diketahui bahwa anak yang pendekpun dapat mengalami kelebihan berat badan. Maka
perluh mempertahankan berat badan normal.
badan menggambarkan jumlah protein, lemak, air dan mineral pada tulang.
Pada remaja, lemak cenderung meningkat dan protein otot menurun. Pada klien edema dan
asites, terjadi penambahan cairan dalam tubuh. Adanya tumor dapat menurunkan jaringan
lemak dan otot, khususnya terjadi pada orang Berat badan merupakan ukuran antropometri
terpenting dan paling sering digunakan pada bayi baru lahir (neonatus).
Digunakan untuk mendiagnosa bayi normal atau BBLR (dibawah 2500 gram). Pada
masa bayi atau balita, berat badan dapat dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik
maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis (dehidrasi, asites, edema, atau adanya
tumor). Dapat digunakan sebagai dasar perhitungan dosis obat dan makanan. Berat
perkembangan tubuh yang baik maupun yang buruk. Berat badan merupakan suatu
pencerminan dari kondisi yang kekurangan gizi.
Penimbangan (berat badan) adalah pengukuran antropometri yang umum digunakan dan
merupakan kunci yang memberi petunjuk nyata dari sedang berlaku dan ukuran yang paling
baik mengenai konsumsi kalori protein dan karbohidrat.
Alasan mengapa pengukuran berat badan merupakan pilihan utama:
- Parameter yang paling baik, mudah terlihat perubahan dalam waktu singkat karena
perubahan konsumsi makanan dan kesehatan.
- Memberikan gambaran status gizi sekarang, jika dilakukan periodik memberikan
gambaran pertumbuhan.
- Umum dan luas dipakai di Indonesia.
- Ketelitian pengukuran tidak banyak dipengaruhi oleh keterampilan pengukur.
- KMS yang digunakan sebagai alat yang baik untuk pendidikan dan memonitor
kesehatan anak menggunakan juga berat badan sebagai dasar pengisiannya.
- Karena masalah umur merupakan faktor penting untuk penilaian status gizi, berat
badan terhadap tinggi badan sudah dibuktikan dimana-mana sebagai indeks yang
tidak tergantung pada umur.
- Alat ukur dapat diperoleh di pedesaan dengan ketelitian tinggi dengan
menggunakan dacin yang juga sudah dikenal oleh masyarakat.
Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang. Alat yang digunakan di
lapangan sebaiknya memenuhi beberapa persyaratan:6
a. Mudah digunakan dan dibawa dari suatu tempat ke tempat yang lain.
b. Mudah diperoleh dan relatife murah harganya.
c. Ketelitian penimbangan sebaiknya maksimum 0,1 kg.
d. Skalanya mudah dibaca.
e. Cukup aman untuk menimbang anak balita.
Tinggi badan merupakan parameter paling penting bagi keadaan yang telah lalu dan
keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Merupakan ukuran kedua yang
penting, karena dengan menghubungkan BB terhadap TB (quac stick) factor umur dapat
dikesampingkan.
C. WHR (Rasio lingkar pinggang dan panggul)
Pengukuran rasio lingkar pinggang dan panggul yang menghasilkan indeks tinggi harus
memperhatikan penyebabnya karena simpanan lemak atau otot torso yang berkembang. Jadi
perlu diukur tebal lipatan kulit abdomen untuk mengetahuinya. Tujuan pengukuran lingkar
pinggang dan pinggul adalah untuk mengetahui resiko tinggi terkena penyakit DM II,
kolesterol, hipertensi, dan jantung. Lingkar pinggang diukur di indentasi terkecil lingkar perut
antara tulang rusuk dan krista iliaka, subjek berdiri dan diukur pada akhir ekspirasi normal
dengan ketelitian 0,6 cm menggunakan pitameter. Lingkar pinggul diukupenonjolan terbesar
pantat, biasanya di sekitar pubic sympisis, subjek berdiri diukur menggunakan pitameter
dengan ketelitian 0,1 cm
Banyaknya lemak dalam perut menunjukkan ada beberapa perubahan metabolisme,
termasuk terhadap insulin dan meningkatnya produksi asam lemak bebas, dibanding dengan
banyaknya lemak bawah kulit pada kaki dan tangan. Perubahan metabolisme memberikan
gambaran tentang pemeriksaan penyakit yang berhubungan dengan perbedaan distribusi
lemak tubuh ukuran umur yang digunakan adalah rasio lingkar pinggal-pinggul. Pengukuran
lingkar pinggang dan lingkar pinggul harus dilakukan oleh tenaga terlatih dan posisi
pengukuran harus tetap, karena perbedaan posisi pengukuran memberikan hasil yang
beerbeda.
Suatu studi prospektif menunjukkan rasio pinggang-pinggul berhubungan dengan
penyakit kardiovaskular.7
Rumus Menghitung Nilai WHR:7
Tabel 4: Standar resiko penyakit degeneratif berdasarkan pengukuran WHR pada jenis
kelamin dan kelompok umur:
Jenis Kelompok Resiko
kelamin umur Low Moderate High Very high
20-29 < 0,83 0,83-0,88 0,89-0,94 > 0,94
Pria 30-39 < 0,84 0,84-0,91 0,92-0,96 > 0,96
40-49 < 0,88 0,88-0,95 0,96-1,00 > 1,00
20-29 < 0,71 0,71-0,77 0,78-0,82 > 0,82
Wanita 30-39 < 0,72 0,72-0,78 0,79-0,84 > 0.84
40-49 < 0,73 0,73-0,79 0,80-0,87 > 0,87
Sumber. Sirajuddin 2012.
D. % BODY FAT
Semua pengukuran tebal lemak bawah kulit sebaiknya konsisten di sisi kanan badan dan
diukur tiga kali. Tebal lemak bawah kulit merupakan salah satu indeks antropometri yang
digunakan dalam pengukuran status indeks antropometri untuk mengukur status gizi.
Pengukuran tebal lemak bawah kulit biasanya digunakan untuk memperkirakan jumlah lemak
dalam tubuh. Persentase kandungan lemak tubuh dapat dipakai untuk menilai status gizi
dengan pengukuran tebal lemak bawah kulit terdiri dari beberapa tempat, yakni trisep, bisep,
subskapular, suprailiaka, supraspinale, abdominal, paha depan, betis medial, dan mid
aksla.
Persentase body fat dapat diestimasi dari skinfold menggunakan persamaan secara
umum atau kelompok tertentu.
Lemak dapat diukur secara absolut (dalam kg) dan secara relatif (%) terhadap berat tubuh
total. Jumlah lemak tubuh sangat bervariasi ditentukan oleh jenis kelamin dan umur.
Ketebalan lipatan kulit adalah suatu pengukuran kandungan lemak tubuh karena sekitar
separuh dari cadangan lemak tubuh total terdapat langsung dibawah kulit. Pengukuran tebal
lipatan kulit merupakan salah satu metode penting untuk menentukan komposisi tubuh serta
presentase lemak tubuh dan tubuh untuk menentukan status gizi cara antropometri.
Rumus menghitung tebal lemak bawah kulit:
Laki-laki 18-27 tahun
Db = 1,0913 – 0,00116 (trisep + scapula)
% BF = [(4,97/Db) – 4,52] x 100
Wanita 18-23 tahun
Db = 1,0897 – 0,00133 (trisep + scapula)
% BF = [(4,76/Db) – 4,28] x 100
Tabel 3: Klasifikasi Standar Pengukuran Tebal Lemak Bawah Kulit:
Klasifikasi Laki-laki Wanita
Lean <8% < 13 %
Optimal 8 – 15 % 14 – 23 %
Slightly overfat 16 – 20 % 24 – 27 %
Fat 21 – 24 % 28 – 32 %
Obesitas 25 % 33 %
Sumber. Sirajudin 2012.
E. LILA
Lingkar lengan atas merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, karena
mudah, murah dan cepat. Tidak memerlukan data umur yang terkadang susah diperoleh.
Memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit.
Lingkar lengan bawah diukur pada bagian proksimal tidak lebih dari 6 cm dari radial.
Lingkar paha diukur di bagian paha, yaitu titik pertengahan antara titik paling proksimal
tulang patella dan titik pertengahan lipat paha. Titik tengah lipat paha ditentukan dengan jalan
menentukan terlebih dahulu letak SIAS ketika (subjek masih berdiri), dan simfasis pubis.
Lingkar betis dapat diukur baik dalam keadaan berdiri maupun duduk. Jika subjek berdiri,
berat badan harus tertumpu pada kedua kaki secara merata, dan jarak kedua kaki sekitar 25
cm. Jika subjeknya duduk, kedua kaki harus dijuntaikan. Pita pengukur kemudian
dilingkarkan ke betis (tegak lurus dengan aksis memanjang betis), dan diturun-naikkan untuk
mencari diameter terbesar. Hasil pengukuran ulang tidak boleh berbeda lebih dari 2 mm
(Arisman, 2007).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
2.Tinggi badan
a. Diposisikan subjek tetap di bawah mikcrotoice denga tidak mengenakan alas kaki
b. Kaki rapat, lutut lurus, tumit, pantat, dan bahu menyentuh dinding vertikal.
c. Subjek dengan pandangan lurus ke depan, kepala tidak perlu menyentuh dinding vertikal.
Tangan lepas ke samping badan dengan telapak tangan mengahadap paha.
d. Diminta subjek untuk menarik nafas panjang dan berdiri tegak tanpa mengangkat tumit untuk
membantu menegakkan tulang belakang usahakan bahu tetap santai .
e. Ditarik mikcrotoice hingga menyentuh ujung kepala, dipegang secara horizontal. Pengukuran
tinggi badan di ambil pada saat menarik nafas maksimum. Dengan mata pengukur sejajar
dengan alat penunjuk angka untuk menghindari kesalahan penglihatan . catatan tinggi badan
pada skala 0.1 cm terdekat.
1. Penentuan Rasio Lingkar Pinggang dan Lingkar Panggul (WHR)
a. Lingkar Pinggang
1) Subjek menggunakan pakaian yang longgar (tidak menekan) sehingga alat ukur dapat di
letakkan dengan sempurna. Sebaiknya pita pengukur tidak berada di atas pakaian yang di
gunakan.
2) Subjek berdiri tegak dengan perut dalam keadaan yang relaks
3) Diukur menghadap ke subjek dan diletakkan alat ukur melingkar pinggang secara horizontal
dimana merupakan bagian yang paling kecil dari tubuh. Seorang pembantu di perlukan untuk
meletakkan alat ukur dengan tepat. Bagi mereka yang gemuk, dimana sukar ditentukan
bagian yang paling kecil, daerah yang harus di ukur adalah antara tulang rusuk dan tonjolan
iliaca.
4) Dilakukan pengukuran diakhir dari eksperesi yang normal, dan alat ukur tidak menekan kulit.
5) Dibaca dengan teliti hasil pengukuran pada pita hingga 0,1 cm terdekat.
b. Lingkar panggul
1) Subjek mengenakan pakaian yang tidak terlalu menekan
2) Subjek berdiri tegak dengan kedua lengan berada pada kedua sisi tubuh dan kaki rapat
3) Pengukur jongkok di samping subjek sehingga tingkat maksimal dari panggul terlihat
4) Dilingkarkan Alat pengukur secara horizontal tanpa menekan kulit. Seorang pembantu di
perlukan untuk mengatur posisi alat ukur pada sisi lainnya
5) Dibaca dengan teliti hasil pengukuran pada pita hingga 0,1 cm terdekat
2. Pengukuran Lingkar Perut
Pengukuran lingkar perut di lakukan untuk mengetahui ada tidaknya obesitas
abdominal/sentral. Jenis obesitas ini sangat berpengaruh terhadap kejadian penyakit
kardiovaskular dan diabetes melllitus.
Cara Pengukuran Lingkar perut :
a. Untuk pengukuran ini responden di minta dengan cara yang satuan untuk membuka pakaian
bagian atas dan raba tulang rusuk terakhir responden untuk ditetapkan titik pengukuran.
b. Ditetapkan titik batas tepi tulang rusuk paling bawah.
c. Ditetapkan titik ujung lengkung tulang pangkal paha /panggul.
d. Ditetapkan titik tengah diantara titik tulang rusuk terakhir titik ujung lengkung tulang pangkal
paha /panggul dan tandai titik tengah tersebut dengan alat tulis.
e. Diminta responden untuk berdiri tegak dan bernafas dengan normal (ekspirasi normal).
f. Dilakukan pengukuran lingkar perut dimulai/diambil dari titik tengan kemudian secara
sejajar horizontal melingkari pinggang dan perut kembali menuju titik tengah di awal
pengukuran.
g. Apabila responden mempunyai perut yang gendut kebawah , pengukuran mengambil bagian
yang paling buncit lalu terakhir pada titik tengah tersebut lagi.
3. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA)
a. Ditentukan titik mid point pada lengan
1) Subjek diminta untuk berdiri tegak
2) Diminta subjek untuk membuka lengan pakaian yang menutupi lengan kiri atas (bagi yang
kidal gunakan lengan kanan).
3) Ditekukan subjek 90, dengan telapak tangan dihadap keatas. Pengukur berdiri di belakang
subjek dan ditentukan titik tengah antara tulang atas pada bahu kiri dan siku .
4) Ditandai titik tengah tersebut dengan pena
b. Mengukur Lingkar Lengan Atas
1) Dengan tangan digantung lepas dan siku lurus di samping badan, telapak tangan dihadapkan
ke bawah
2) Diukur lingkar lengan atas pada posisi mid point dengan pita LILA ditempel pada kulit .
Diperhatikan jangan sampai pita menekan kulit atau ada rongga antara kulit dan pita
3) Lingkar lengan atas di catat pada skala 0,1 cm terdekat.
4. Menentukan Tebal Lipatan Kulit ( TLK)
a. Ibu jari dan jari telunjuk dari tangan kiri digunakan untuk mengangkat kedua sisi dari kulit
lemak subkutan kurang lebih 1 cm proximal dari daerah yang diukur.
b. Dilipatan kulit di angkat pada jarak kurang lebih 1 cm yang tegak lurus arah garis kulit.
c. Dilipatan kulit tetap di angkat sampai pengukuran selesai.
d. caliper di pegang oleh tangan kanan.
e. Dilakukan pengukuran dalam 4 detik setelah penekanan kulit oleh kapiler di lepas
2. WHR
Dik: L.Pi= 71
L.Pa= 90
Dit: WHR...?
Peny:
= 0,78
3. TLK
Dik: Trisep = 12
Scapula= 17
Dit: Db...?
Peny: Db = 1,0913 – 0,00116 (trisep+scapula)
= 1,0913 – 0,00116 (12+17)
= 1,0913 – 0,00116 (29)
= 1,05766
4. %BF
Dik: Db = 1,05998
Dit: %BF...?
Peny: %BF= [(4,97/Db)-4,52] x 100
= [(4,68/1,05766)-4,52] x 100
= 17%.
5. Tinggi Lutut
= 3,16.
B. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan penilaian status gizi seseorang secara antropometri.
Percobaan ini dilakukan secara berkelompok dimana masing-masing praktikan saling
mengukur satu sama lain, dan yang akan dibahas di bawah ini merupakan penilaian status
gizi secara pribadi. Percobaan yang dilakukan dalam penilaian status gizi secara antropometri
ini dibagi menjadi dua tahap. Tahap yang pertama yaitu mengukur berat badan, tinggi badan,
dan tinggi lutut. Dari ketiga pengukuran tersebut, kita bisa melakukan perhitungan Indeks
Massa Tubuh (IMT) dan menentukan tinggi badan berdasarkan tinggi lutut. Tahap yang
kedua yaitu mengukur lingkar pinggang, lingkar panggul, tebal lipatan kulit, dan lingkar
lengan atas. Dari keempat pengukuran tersebut, kita bisa melakukan perhitungan WHR
(Waist to Hip Ratio) dan % BF (Body Fat). Dengan pengukuran-pengukuran yang dilakukan
kita dapat mengetahui status gizi yang kita miliki.
5. LILA
Lingkar Lengan Atas (LILA) merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status
gizi, karena mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat-alat yang sulit diperoleh dengan
harga yang lebih murah. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian pada pengukuran ini
adalah : (Supariasa, 2001:46-48)
a. Baku Lingkar Lengan Atas (LILA) yang sekarang digunakan belum mendapat pengujian
yang memadai untuk digunakan di Indonesia. Hal ini didasarkan pada hasil-hasil penelitian
yang umumnya menunjukkan perbedaan angka prevalensi Kekurangan Energi Protein (KEP)
yang cukup berarti antar penggunaan LILA di satu pihak dengan berat badan menurut umur
atau berat badan menurut tinggi badan maupun indeks-indeks lain di pihak lain, sekalipun
dengan LILA
b. Kesalahan pengukuran pada LILA (pada berbagai tingkat keterampilan pengukur) relatif
lebih besar dibandingkan dengan tinggi badan, megingat batas antara baku dengan gizi
kurang, lebih sempit pada LILA dari pada tinggi badan. Ini berarti kesalahan yang sama besar
jauh lebih berarti pada LILA dibandingkan dengan tinggi badan
c. Lingkar lengan atas sensitif untuk semua golongan tertentu (prasekolah) tetapi kurang
sensitif pada golongan lain terutama orang dewasa. Tidak demikian halnya dengan berat
badan.
Dari hasil pengamatan pengukuran Lingkar Lengan Atas ( LILA) adalah :24,3 maka
dalam kategori normal. Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan di mana seseorang
mengalami kekurangan gizi (kalori dan protein) yang berlangsung lama atau menahun. Risiko
Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan di mana seseorang mempunyai
kecenderungan menderita KEK. Seseorang dikatakan menderita risiko KEK bilamana
LILA(Lingkar Lengan Atas) <23,5 cm (Chinue, 2009). LILA adalah suatu cara untuk
mengetahui risiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) wanita usia subur termasuk remaja
putri. Pengukuran LILA tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan status gizi dalam
jangka pendek. Status gizi yang buruk (KEK) sebelum dan selama xviii kehamilan akan
menyebabkan ibu melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Di samping itu, akan
mengakibatkan anemia pada bayi baru lahir, mudah terinfeksi, abortus terhambatnya
pertumbuhan otak janin (Supariasa, 2002).
Ibu KEK adalah ibu yang mempunyai kecenderungan menderita KEK. Untuk
memastikan seorang ibu berisiko KEK, maka ibu tersebut perlu diperiksa LILA dan Indeks
Masa Tubuh (IMT) sebelum hamil. Ibu yang mempunyai ukuran LILA <23,5 cm dan
IMT( Indeks Masa Tubuh merupakan hasil pembagian berat badan dalam kg dengan kuadrat
tinggi badan dalam meter) < 17,0 beresiko terkena KEK (As’Ad, 2002).
Tindakan pencegahan KEK yang berkaitan dengan konsumsi energi adalah
mengkonsumsi makanan yang bervariasi dan cukup mengandung kalori dan protein
termasuk makanan pokok seperti nasi, ubi dan kentang setiap hari dan makanan yang
mengandung protein seperti daging, ikan, telur, kacang-kacangan atau susu sekurang-
kurangnya sehari sekali. Minyak dari kelapa atau mentega dapat ditambahkan pada makanan
untuk meningkatkan pasokan kalori (Chinue, 2009).
Kondisi KEK pada ibu hamil harus segera ditindaklanjuti. Pemberian makanan
tambahan yang tinggi kalori dan tinggi protein dan dipadukan dengan penerapan porsi kecil
tetapi sering, faktanya memang berhasil menekan angka kejadian BBLR di Indonesia.
Penambahan 200 – 450 Kalori dan 12 – 20 gram protein dari kebutuhan ibu adalah angka
yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan gizi janin. Meskipun penambahan tersebut
secara nyata (95%) tidak akan membebaskan ibu dari kondisi KEK, bayi dilahirkan dengan
berat badan normal ( Chinue, 2009).
Menurut Nega Assefa1,dkk (2012), menyatakan bahwa LLA pada ibu yang kurang
dari 23cm dianggap menjadi tanda miskin nutrisi. LLA tidak berbeda jauh selama kehamilan
dan karena itu merupakan langkah yang tepat status gizi daripada BMI atau berat badan. Bayi
yang lahir dari ibu yang miskin, gizi, kekerasan fisik dialami selama kehamilan akan
mengalami BBLR. Dalam komunitas ini sebagian besar miskin di mana cakupan ANC
rendah, untuk mengurangi kejadian BBLR, adalah penting untuk meningkatkan akses untuk
perawatan kesehatan ibu. Keterlibatan suami dan masyarakat luas untuk mencari tindakan
kolektif pada BBLR sangat penting
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun hasil dari percobaan yang telah dilakukan dapat dilihat sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil pengukuran dan dihubungkan dengan standar Nilai Ambang Batas IMT
( WHO 2000) maka dapat dilihat bahwa pengukuran IMTnya adalah 19,8 maka hasil berada
dalam kisaran normal.
2. Berdasarkan hasil pengukuran dan kemudian disesuaikan dengan kriteria WHR (wanita umur
20-29 tahun dan laki-laki dengan umur 20-29 tahun ), maka dapat dilihat bahwa pengukuran
status gizi dengan WHR adalah: 0,74 maka hasil pengukuran termasuk dalam kategori low.
3. Dari hasil pengamatan pengukuran Lingkar Lengan Atas ( LILA) adalah :24,3
B. Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan yaitu sebagai berikut:
1. Diharapkan dalam memberikan pengarahan dalam pelaksanaan praktiukum pengajar harus
mengatur tempo pembicara.
2. Sebaiknya peralatan lebih diperbanyak lagi karena dibandingkan dengan jumlah
praktikum, alat yang disediakan sangat minim.
3. Sebaiknya asisten lebih menjelaskan secara rinci tentang mekanisme pengukuran
antropometri agar praktikan tidak kewalahan dalam melakukanpengukuran.
DAFTAR PUSTAKA
Sirajuddin, Saifuddin. 2011. Penuntun Praktikum Penilaian Status Gizi Secara Biokimia dan
Antropometri. Makassar: Laboratorium Terpada Fakultas kesehatan Masyarakat Universitas
hasanuddin.
Gibson 2005. Tinjauan Pustaka LILA. (Online) http://www.scribd.com/doc/46253718/Tinjauan-
Pustaka-Lila-Antropo-Dsb (Diakses pada tanggal 2 Agustus 2012)
Supariasta Nyoman Dewa I. 2001. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Supariasa,2001. Penilaian Status Gizi Dalam Antropometri.(Online)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25638/4/Chapter%20II.pdf (diakses pada
tanggal 2 Agustus 2012)
Sutalaksana,1996. . Bio Kimia Harper. Buku Kedokteran EGC.Jakarta.
Chinue, 2009 Perhitungan Kebutuhan Gizi. Malang.
Supariasta Nyoman Dewa I. 2001. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Assefa, N,. Berhane, Y. & Worku, A. (2012). “Wealth Status, Mid Upper Arm
Circumference (MUAC) and Antenatal Care (ANC) Are Determinants for Low Birth Weight
Goulding, A., Taylor, RW., Jones, IE., Barned, N.L., & Williams, SM. (2003). Body
composition of 4- and 5-year-old New Zealand girls: a DXA study of initial adiposity and
subsequent 4-year fat change International Journal of Obesity (2003) 27, 410–415.