Anda di halaman 1dari 19

Laporan Praktikum Antropometri

Dasar Ilmu Gizi Kesehatan Masyarakat

Oleh :

1. Alfian Gilang Wida P. ( J410150098)


2. Dwi Hendriyaningsih (J410150099)

Dosen Windi Wulandari S.KM., MPH

KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016
Tujuan Praktikum

1. Mengetahui penilaian status gizi secara Antropometri


2. Mengetahui pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT)
3. Mengetahui pengukuran Tebal lipatan kulit (% body fat)
4. Mengetahui pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA)

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi


secara normal melalui proses digesti, adsorbsi, transportasi, penyimpanan,
metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ
serta menghasilkan energi. Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan
dalam bentuk variabel tertentu. Di masyarakat, cara pengukuran status gizi yang
paling sering digunakan adalah antropometri gizi. Penilaian status gizi merupakan
upaya menginterpretasikan semua informasi yang diperoleh melalui penilaian
antropometri, konsumsi makanan, biokimia, dan klinik. Informasi ini digunakan
untuk untuk menetapkan status kesehatan perorangan atau atau kelompok
penduduk yang dipengaruhi oleh konsumsi dan utilisasi zat gizi. Sistem penilaian
status gizi dapat dilakukan dalam bentuk survei, surveilen, atau skrining.
Penilaian status gizi perlu dilakukan untuk mengidentifikasi penyakit-penyakit
yang erat kaitannya dengan asupan gizi.
Semakin maju ilmu pengetahuan mengenai hubungan antara status gizi dan
penyakit, semakin pesat perkembangan ilmu pengetahuan mengenai indikator
yang digunakan dalam pengukuran tubuh manusia, semakin kuat pula keyakinan
tentang perlunya dilakukan penilaian status gizi terhadap masyarakat secara
teratur. Antropometri merupakan bidang ilmu yang berhubungan dengan
dimensitubuh manusia. Dimensi-dimensi ini dibagi menjadi kelompok statistika
danukuran persentil. Jika seratus orang berdiri berjajar dari yang terkecil sampai
terbesar dalam suatu urutan, hal ini akan dapat diklasifikasikan dari 1 percentile
sampai 100 persentile. Data dimensi manusia ini sangat berguna dalam
perancangan produk dengan tujuan mencari keserasian produk dengan
manusiayang memakainya.
Di masyarakat, cara pengukuran status gizi yang paling sering
digunakanadalah antropometri gizi. Dewasa ini dalam program gizi masyarakat,
pemantauanstatus gizi anak balita menggunakan metode antropometri,sebagai
cara untuk menilai status gizi. Di samping itu pula dalam kegiatan penapisan
status gizimasyarakat selalu menggunakan metode tersebut.
Penyakit infeksi dan kekurangan gizi terlihat kurang, kemakmuran
ternyatadiikuti oleh perubahan gaya hidup. Pola makan terutama di perkotaan
bergeserdari pola makan tradisional yang banyak mengkonsumsi karbohidrat,
sayuran makanan berserat ke pola makan masyarakat barat yang komposisinya
terlalu banyak mengandung lemak, protein, gula, garam tetapi miskin serat. Sejalan
dengan itu setahun terakhir ini mulai terlihat peningkatan angka
prevalensikegemukan/obesitas pada sebagian penduduk perkotaan, yang diikuti
pula padaakhir-akhir ini di pedesaan.
Perhatian utama adalah mempersiapkan dan meningkatkan kualitas
penduduk usia kerja agar benar-benar memperoleh kesempatan serta turut
berperan danmemiliki kemmpuan untuk ikut dalam upaya pembangunan. Salah
satu upayapenting untuk mewujudkan hal tersebut adalah pembangunan di idang
kesehatandan gizi. Antropometri sebagai teknik yang mula-mula dikembangkan
dikalangan antropolog biologis, kini aplikasinya menyentuh berbagai bidang
antara lain kedokteran, olahraga, antropologi gizi, keperawatan, dan pediatric
dalam ilmu pertumbuhan anak. Antropolog seperti Tanner, Bogin, Boucher,
Malina, danUlijaszek mengembangkan teknik antropometri yang dihubungkan
dengan teori pertumbuhan manusia dari intra-uterine sampai adolesentia akhir.
Aplikasi antropometri sebagai metode bioantropologi ke dalam
kedokteranmanjadi bermakna apabila disertai latar belakang teori yang adekuat
tentangpertumbuhan. Berdasarkan tujuan penelitian pengukuran antropometri,
setidak-tidaknya ada lima hal penting yang mewakili tujuan pengukuran yaitu
mengetahuikekern otot, kekekaran tualng, ukuran tubuh secara umum, panjang
tungkai danlengan, serta kandungan lemak tubuh di ekstremitas dan di torso.
Dalampemakaian untuk penilaian status gizi, antropometri disajikan dalam
bentuk indeks, misalnya berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut
umur(TB/U) atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), lingkar lengan
atasmenurut umur (LLA/U) dan sebagainya. Dari beberapa data penelitian yang
ada menunjukkan akan pentingnya dilakukan penilaian status gizi melalui
pengukuran antropometri, maka dilakukanlah praktikum ini.

B. Tinjauan Teori
Antropometri adalah ilmu yang mempelajari berbagai ukuran tubuh
manusia.Dalam bidang ilmu gizi digunakan untuk menilai status gizi. Ukuran
yang sering digunakan adalah berat badan dan tinggi badan. Selain itu juga ukuran
tubuhlainnya seperti lingkar lengan atas, lapisan lemak bawah kulit, tinggi
lutut,lingkaran perut, lingkaran pinggul. Ukuran-ukuran antropometri tersebut
bisaberdiri sendiri untuk menentukan status gizi dibanding baku atau berupa
indeksdengan membandingkan ukuran lainnyaseperti BB/U, BB/TB. TB/U. Status
gizi adalah ekspresi dari keseimbangan dalam bentuk variabel-variabel tertentu.
Status gizi juga merupakan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan
penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut atau keadaan fisiologik
akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluruh tubuh

Pertumbuhan dan perkembangan mencakup dua peristiwa yang statusnya


berbeda, tetapi saling berkaitan dan susah dipisahkan. Pertumbuhan (growth)
berkaitan dengan perubahan dalam besar, jumlah, ukuran dan fungsi tingkatsel,
organ maupun individu, yang diukur dengan ukuran berat (gram,
pound,kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan keseimbangan
metabolik. Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur
dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat
diramalkan sebagai hasil proses pematangan. Pertumbuhan terbagi atas duayaitu
pertumbuhan linier dan massa jaringan dimana kedua jenis pertumbuhantersebut
merupakan ukuran antropometri gizi. Pertumbuhan linier misalnya tinggi badan
(TB), lingkar dada, dan lingkar kepala sedangkan pertumbuhanmassa jaringan
yaitu berat badan, lingkar lengan atas (LILA) dan tebal lemak di bawah kulit
(TLK). Antropometri sangat umum digunakan utuk mengukur status gizi dari
berbagai ketidak seimbangan antara asupan protein dan energi.Gangguan ini
biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti
lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh.

Adapun beberapa syarat yang mendasari penggunaan antropometri ini adalah

 Alatnya mudah didapat dan digunakan, seperti dacin, pita lingkar


lenganatas, mikrotoa, dan alat pengukur panjang bayi yang dapat dibuat
sendiri dirumah.
 Pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan objektif.
Contohnya : apabila terjadi kesalahan pada pengukuran lingkar lengan atas
pada anak balita maka dapat dilakukan pengukuran kembali tanpa harus
persiapan alat yang rumit.
 Pengukuran bukan hanya dilakukan dengan tenaga khusus professional, juga
oleh tenaga lain setelah dilatih untuk itu.
 Biaya relatife murah, karena alat mudah didapat dan tidak memerlukan
bahan-bahan lainnya.
 Hasilnya mudah disimpulkan karena mempunyai ambang batas (cut off
points) dan baku rujukan yang sudah pasti.
 Secara ilmiah diakui kebenaraya. Hampir semua negara mengguakan
antropometri sebagai metode untuk mengukur status gizi
masyarakat,khususnya untuk penapisan (screening) status gizi.

Keunggulan antropometri yaitu :

 Prosedurnya sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah


sampelyang besar.
 Relative tidak membutuhkan tenaga ahli, tetapi cukup dilakukan dengan
tenaga yang sudah dilatih dalam waktu singkat dapat melakukan
pengukuran antropometri.
 Alatnya murah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan, dibuat didaerah
setempat.
 Metode ini tepat dan akurat karena dapat dibakukan.
 Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi masa lampau.
 Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi.
 Dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu.
 Digunakan untuk penapisan kelompok yang rawan terhadap gizi.
Kelemahan antropometri seperti :
 Tidak sensitif Metode ini tidak dapat mendeteksi status gizi dalam waktu
singkat dan tidak dapat membedakan kekurangan zat gizi tertentu seperti
zinc dan fe.
 Faktor diluar gizi (penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan energi)
dapat menurukan spesifitas dan sensifitas pengukuran antropometri.
 Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempungaruhi presisi,
akurasi, dan validitas pengukuran antropometri gizi.
 Kesalahan terjadi karena:
 Pengukuran
 Perubahan hasil pengukuran baik fisik maupun komposisi jaringan
 Analisis dan asumsi yang keliru
 Sumber kesalahan, biasanya berhubungan dengan:
 Latihan petugas yang tidak cukup
 Kesalahan alat atau alat tidak ditera
 Kesulitan pengukuran

Indeks Antropometri

a. Berat Badan Menurut Umur ( BB/U )


Indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara
pengukuran status gizi. Berat badan menurut umur tidak sensitif untuk
mengetahui apakah seseorang mengalami kekurangan gizi masa lalu atau
masa kini. Berat badan menurut umur merefleksikan status gizi masa lalu
maupun masa kini.
b. Tinggi Badan Menurut Umur ( TB/U )
Indeks ini menggambarkan status gizi masa lalu. Beaton dan bengoa
( 1973 ) menyatakan bahwa indeks TB/U disamping memberikan
gambaran statis gizi masa lampau juga lebih erat kaitannya dengan status
sosial ekonomi.
c. Berat Badan Menurut Tinggi Badan ( BB/TB )
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam
keadaan normal perkembangan berat badan akan searah dengan
pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Jelliffe pada tahun
1966 telah memperkirakan indeks ini untuk mengidentifikasi status gizi.
Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi
saat ini (sekarang ). Indeks BB/TB adalah merupakan indeks yang
independen terhadap umur.
d. Indeks Masa Tubuh/IMT Anak ( IMT/U )
IMT/U adalah indikator yang terutama bermanfaat untuk penapisan
kelebihan berat badan dan kegemukan. Biasanya IMT tidak meningkat
dengan bertabahnya umur seperti yang terjadi pada berat badan dan tinggi
badan, tetapi pada bayi peningkatan IMT naik secara tajam karena terjadi
peningkatan berat badan secara cepat relatif terhadap panjang badan pada
6 bulan pertama kehidupan. IMT menurun pada bayi setelah 6 bulan dan
tetap stabil pada umur 2-5 tahun.
Indikator IMT/U hampir sama dengan BB/PB atau BB/TB. Ketika
melakukan interpretasi resiko kelebihan berat badan, perlu
mempertimbangkan berat badan orang tua. Jika seseorang anak
mempunyai orang tua yang obes akan meningkatkan resiko terjadinya
kelebihan berat badan pada anak. Anak yang mempunyai salah satu orang
tua yang obesitas, kemungkinan 40 % untuk menjadi kelebihan berat
badan. Jika kedua orang tuanya obes, kemudian meningkat sampai 70 %.
Perlu diketahui bahwa anak yang pendek pun dapat mengalami kelebihan
berat badan atau obesitas.
e. Tebal lemak bawah kulit
Pengukuran tebal lemak bawah kulit biasanya digunakan untuk
memperkirakan jumlah lemak dalam tubuh. Persentase kandungan lemak
tubuh dapat dipakai untuk menilai status gizi dengan pengukuran tebal
lemak bawah kulit terdiri dari beberapa tempat, yakni trisep, bisep,
subskapular, suprailiaka, supraspinale, abdominal, paha depan, betis
medial, dan mid aksla. Persentase body fat dapat diestimasi dari skinfold
menggunakan persamaan secara umum atau kelompok tertentu. Lemak
dapat diukur secara absolut (dalam kg) dan secara relatif (%) terhadap
berat tubuh total. Jumlah lemak tubuh sangat bervariasi ditentukan oleh
jenis kelamin dan umur. Ketebalan lipatan kulit adalah suatu pengukuran
kandungan lemak tubuh karena sekitar separuh dari cadangan lemak
tubuh total terdapat langsung dibawah kulit. Pengukuran tebal lipatan
kulit merupakan salah satu metode penting untuk menentukan komposisi
tubuh serta presentase lemak tubuh dan tubuh untuk menentukan status
gizi cara antropometri.
f. Pengukuran lingkar lengan atas (LILA)
Lingkar lengan atas merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status
gizi, karena mudah, murah dan cepat. Tidak memerlukan data umur yang
terkadang susah diperoleh. Memberikan gambaran tentang keadaan
jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit.
Lingkar lengan bawah diukur pada bagian proksimal tidak lebih dari 6 cm
dari radial. Lingkar paha diukur di bagian paha, yaitu titik pertengahan
antara titik paling proksimal tulang patella dan titik pertengahan lipat
paha. Titik tengah lipat paha ditentukan dengan jalan menentukan terlebih
dahulu letak SIAS ketika (subjek masih berdiri), dan simfasis pubis.
Lingkar betis dapat diukur baik dalam keadaan berdiri maupun duduk.
Jika subjek berdiri, berat badan harus tertumpu pada kedua kaki secara
merata, dan jarak kedua kaki sekitar 25 cm. Jika subjeknya duduk, kedua
kaki harus dijuntaikan. Pita pengukur kemudian dilingkarkan ke betis
(tegak lurus dengan aksis memanjang betis), dan diturun-naikkan untuk
mencari diameter terbesar. Hasil pengukuran ulang tidak boleh berbeda
lebih dari 2 mm
g. Z-score
Z-Score merupakan indeks antropometri yang digunakan secara
internasional untuk menentukan status gizi dan pertumbuhan, yang
diekspresikan sebagai satuan standar deviasi (SD) populasi rujukan.
Untuk pengukuran z-score pada populasi yang distribusinya normal.

Faktor-faktor yang bisa mempengaruhi status gizi adalah sebagai berikut :


1. Faktor eksternal yang mempengaruhi status gizi antara lain:

a) Pendapatan

Masalah gizi karena kemiskinan indikatornya adalah taraf ekonomi keluarga, yang
hubungannya dengan daya beli yang dimiliki keluarga tersebut. (S

b) Pendidikan

Pendidikan gizi merupakan suatu proses merubah pengetahuan, sikap dan perilaku
orang tua atau masyarakat untuk mewujudkan dengan status gizi yang baik.

c) Pekerjaan

Pekerjaan adalah sesuatu yang harus dilakukan terutama untuk menunjang


kehidupan keluarganya. Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita
waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan
keluarga.

d) Budaya

Budaya adalah suatu ciri khas, akan mempengaruhi tingkah laku dan kebiasaan.

2. Faktor Internal yang mempengaruhi status gizi antara lain :

a) Usia

Usia akan mempengaruhi kemampuan atau pengalaman yang dimiliki orang tua
dalam pemberian nutrisi anak balita.

b) Kondisi Fisik

Mereka yang sakit, yang sedang dalam penyembuhan dan yang lanjut usia,
semuanya memerlukan pangan khusus karena status kesehatan mereka yang
buruk. Bayi dan anak-anak yang kesehatannya buruk, adalah sangat rawan, karena
pada periode hidup ini kebutuhan zat gizi digunakan untuk pertumbuhan cepat.

c) Infeksi

Infeksi dan demam dapat menyebabkan menurunnya nafsu makan atau


menimbulkan kesulitan menelan dan mencerna makanan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan makanan anak yaitu :

1. Penerimaan Makanan

Penerimaan terhadap makanan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti status


gizi, tingkat kekenyangan, rasa makanan, pengalaman masa lalu, dan kepercayaan
terhadap makanan tertentu. Belakangan ini dilakukan penelitian-penelitian tentang
faktor keturunan yang mempengaruhi kesukaan makanan. Bayi kembar satu telur
menunjukan kesamaan lebih besar dalam kesukaan makanan daripada bayi
kembar dua telur. Pengaruh keturunan yang kuat terlihat terhadap
phenylthiocarbanide (PTC) yang mempunyai rasa pahit. Mereka yang sensitive
terhadap PTC cenderung menunjukan ketidaksukaan lebih banyak terhadap
makanan (food dislikes) daripada yang tidak sensitive. Makanan yang mempunyai
rasa pahit adalah brokoli, kacang buncis, pare, daun singkong, daun papaya, apel,
dan jeruk. Keturunan tampaknya lebih berpengaruh terhadap kesukaan makanan
pada anak yang kurang sensitive terhadap rasa pahit ; mereka lebih mudah
menerima berbagai jenis makanan.

2. Pengaruh Orang Tua

Orangtua berpengaruh terhadap perilaku makan anak. Banyak penelitian


menunjukan bahwa orang tua secara sadar maupun tidak sadar telah menuntun
kesukaan makan anak dan membentuk gaya yang berpengaruh terhadap dimana,
bagaimana, dengan siapa, dan berapa banyak ia makan.

3. Pengetahuan Gizi

Pengetahan gizi orangtua dan pengasuh anak ternyata sangat berpengaruh


terhadap pilihan makan anak. Tingkat pengetahuan gizi yang dipraktikkan pada
perencanaan makanan keluarga tampaknya berhubungan dengan sikap positif ibu
terhadap diri sendiri, kemampuan ibu dalam memecahkan masalah, dan
mengorganisasikan keluarga. Urut-urutan anak pra-sekolah dalam keluarga
tampaknya berpengaruh terhadap pilihan makanan yang diberikan. Bila anak
adalah anak bungsu dalam keluarga ibu tampaknya kurang sensitive terhadap
permintaan anak akan produk baru. Sebaliknya ibu akan lebih memperhatikan
kesukaan anak apabila ia adalah anak sulung. Anak-anak umumnya menyukai
makanan yang padat energi. Orang tua sering kecewa karena anak lebih suka
makanan yang disukai daripada makanan yang lebih bergizi.

4. Interaksi Orang Tua dan Anak

Interaksi orang tua dengan anak berpengaruh terhadap pilihan makanan dan
pengembangan pola makan anak. Bila orang tua tidak terlalu menanggapi
kesukaan anak pra-sekolah terhadap makanan tertentu yang kurang baik,
kebiasaan makan ini akan cepat berlalu. Tetapi, bila orang tua sukar menerima
perilaku ini dan member perhatian dorong anak untuk makan makanan yang lain,
membicarakan ketidaksukaan anak terhadap makanan tertentu di depannya, atau
menyediakan makanan yang tidak disukai anak, anak akan terdorong untuk
menjadikan kebiasaan makan yang salah tersebut sebagai kebiasaan makan
permanen.

Lingkungan sosial-emosional anak berkaitan dengan kecukupan asupan


makanannya. Pendampingan saat maka, suasana rumah yang positif, dan perilaku
terkait dengan makanan orang tua yang sesuai sangat berpengaruh terhadap mutu
makanan anak. Orang tua hendaknya banyak berdiskusi dengan anak tentang
makanan yang tidak disukai, memberi banyak perhatian, membujuk anak untuk
makan, dan menghidangkan makanan yang bervariasi.

Interaksi orang tua dan anak juga berpengaruh terhadap jumlah makanan
yang dikonsumsi. Ada perbedaan antara interaksi anak dan orang tua pada anak
langsing dan anak gemuk, baik dalam hal makanan maupun bukan makanan.
Anak langsing lebih banyak berbicara satu sama lain dengan ibunya, makan lebih
sedikit dan lebih lambat dibandingkan dengan anak gemuk. Kesukaan terhadap
makanan meningkat bila makanan diberikan sebagai hadiah dengan interaksi
social positif dengan orang dewasa.
Hasil Praktikum

Tanggal pemeriksaan : Senin, 17 Oktober 2016

Jam : 09.20 WIB

No Nama J.K Umur BB TB LILA body


(kg) (cm) (cm) fat (%)
(Tahun)

1. Alfian Gilang L 19 60,7 173 - 14,3


W.P

2. Nugraheni Isna P 19 51,3 149,6 24,5 16,9


M

Keterangan :
J.K = Jenis Kelamin
BB = Berat Badan
TB = Tinggi Badan
LILA = Lingkar Lengan Atas
Dokumentasi Proses Pengukuran
Nugraheni Isna Muna
LILA BB TB Body fat

Alfian Gilang W.P


BB TB body fat
Pembahasan

Pengukuran antropometri yang dilakukan pada praktikum ini antara lain


pengukuran berat badan dan tinggi badan untuk menentukan Indeks Massa Tubuh
(IMT) dan pengukuran LILA dan pengukuaran tebal lemak bawah kulit,
penentuan status gizi kemudian dilakukan dengan menggunakan hasil pengukuran
di atas dalam perhitungan rumus untuk IMT. Hasil perhitungan untuk masing-
masing subjek dijabarkan sebagai berikut:

a. Subjek 1 (Alfian)

IMT = BB (kg)
────────
(TB)2 (m)

60,7
= ─────
(1,73)2
60,7
= ─────
2,99
= 20,301
b. Subjek 2 (Nugraheni)

IMT = BB (kg)
────────
(TB)2 (m)
51,3
= ─────
(1,496)2
51,3
= ─────
2,238
= 22,92
Pada pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT), praktikan melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan, kemudian setelah diperoleh hasil dari
pengukuran tersebut maka nilai hasil dimasukkan dalam rumus IMT. Pengukuran
dilakukan sebanyak dua kali dengan maksud untuk mengurangi resiko kesalahan
yang mungkin saja terjadi dalam pengukuran.
Pada pengukuran subjek 1 (alfian) untuk tinggi badan diperoleh hasil 173 cm,
sementara pada pengukuran berat badan diperoleh hasil 60,7 kg, pengukuran yg
dilakukan pada subjek 2 (Nugraheni) untuk tinggi badan diperoleh hasil 149,6 cm,
sementara pada pengukuran berat badan diperoleh hasil 51,3 kg, dan pengukuran
LILA diperoleh hasil 24,5 cm Nilai-nilai tersebut diperoleh setelah dua kali
pengukuran dan untuk pengukuran tinggi badan dan berat badan kemudian
dihitung rata-ratanya.
Setelah dilakukan pengukuran dan dihitung hasilnya, maka diperoleh nilai
IMT dari subjek 1 adalah 20,301 dan untuk subjek 2 adalah 22,92. Nilai tersebut
menyatakan bahwa subjek berada pada kategori normal. Dikatakan demikian
karena standar baku yang ada (kategori IMT), baik itu berdasarkan data WHO
2000, WHO 2000 penduduk Asia dewasa, dan data Riskesdas 2007 menyatakan
bahwa “hasil perhitungan IMT diatas 18,5 termasuk kategori normal”. Berdasarkan
pengukuran pada subjek 2 (Nugraheni) yang dilakukan diperoleh data LILA yaitu 24,5.
Artinya, subjek dalam keadaan normal. Hal ini disebabkan karena subjek
memiliki status gizi yang baik. LILA Memberikan gambaran tentang keadaan
jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit Status gizi seseorang berdasarkan
lingkar lengan atas (LILA) dibagi berdasarkan tingat umur yaitu wanita usia
subur, bayi, dan balita.. Berdasarkanreferensi kalisifikasi wanita usia subur terbagi
dua yaitu KEK(kekurangan Energi Kronis) dengan batas ukur < 23,5 dan normal
dengan batas ukur ≥ 23,5. Bagi yang berada dibawah < 23,5, memiliki resiko KEK
dimana, KEK ini ini disebabkan karena kurangnya intake energy atau zat gizi makro.
Pengukuran tebal lemak bawah kulit digunakan untuk memperkirakan jumlah
lemak dalam tubuh. Persentase kandungan lemak tubuh dapat dipakai untuk
menilai status gizi dengan pengukuran tebal lemak bawah kulit terdiri dari
beberapa tempat, yakni trisep, bisep, subskapular, suprailiaka, supraspinale,
abdominal, paha depan, betis medial, dan mid aksla. Persentase body fat dapat
diestimasi dari skinfold menggunakan persamaan secara umum atau kelompok
tertentu. Lemak dapat diukur secara absolut (dalam kg) dan secara relatif (%)
terhadap berat tubuh total. Jumlah lemak tubuh sangat bervariasi ditentukan oleh
jenis kelamin dan umur. Ketebalan lipatan kulit adalah suatu pengukuran
kandungan lemak tubuh karena sekitar separuh dari cadangan lemak tubuh total
terdapat langsung dibawah kulit. Pengukuran tebal lipatan kulit merupakan salah
satu metode penting untuk menentukan komposisi tubuh serta presentase lemak
tubuh dan tubuh untuk menentukan status gizi cara antropometri. Pada
pengukuran tebal lemak bawah kulit trisep dan subscapular diperoleh hasil
sebagai berikut :
a. Subjek 1 (Alfian)

Db = 1,0913 – 0,00116 ( Trisep + Subscapular )

= 1,0913 – 0,00116 ( 10 + 12)

= 1,0913 – 0.02552

= 1,06578

% BF = [ ( 4,97 / Db ) – 4,52 ] X 100%

= [ ( 4,97 / 1,06578 ) – 4,52 ] X 100%

= [ 4,663 – 4,52 ] X 100%

= 0,143 X 100%

= 14,3 %

c. Subjek 2 (Nugraheni)

Db = 1,0897 – 0,00133 ( Trisep + Subscapular )

= 1,0897 – 0,00133 ( 5 + 10 )

= 1,0897 – 0,00133 ( 17 )

= 1,0897 – 0,01995
= 1,06975

% BF = [ ( 4,76 / Db ) – 4,28 ] X 100%

= [ ( 4,76 / 1,06975) – 4,28 ] X 100%

= [ 4,44964 – 4,28 ] X 100%

= 0,16906 X 100%

= 16,9%

Pada pengukuran tebal lemak bawah kulit (body fat), praktikan melakukan
pengukuran tebal lemak bawah kulit trisep dan subscapular, kemudian setelah
diperoleh hasil dari pengukuran tersebut maka nilai hasil dimasukkan dalam
rumus tebal lemak bawah kulit. Pengukuran dilakukan sebanyak dua kali dengan
maksud untuk mengurangi resiko kesalahan yang mungkin saja terjadi dalam
pengukuran.
Pada pengukuran subjek 1 (alfian) untuk tebal lemak bawah kulit trisep
diperoleh hasil 10 mm, sementara pada pengukuran tebal lemak bawah kulit
subscapular diperoleh hasil 12 mm, pengukuran yg dilakukan pada subjek 2
(Nugraheni) untuk tebal lemak bawah kulit trisep diperoleh hasil 5 mm, sementara
pada pengukuran tebal lemak bawah kulit subscapular diperoleh hasil 10 mm.
Setelah dilakukan pengukuran dan dihitung hasilnya, maka diperoleh nilai body
fat dari subjek 1 adalah 14,3 % dan untuk subjek 2 adalah 16,9%. Nilai tersebut
menyatakan bahwa kedua subjek berada pada kategori normal menurut klasifikasi
usia. Sedangkan menurut tingkat kedua subjek dalam tingkat baik. Hal ini
disebabkan karena subjek memiliki status gizi yang baik.
Kesimpulan

A. Simpulan

a. Berdasakan perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT), subjek 1 dan


subjek 2 memiliki status gizi Normal dengan nilai untuk subjek 1
20,301 dan subjek 2 memiliki nilai 22,92.
b. Berdasarkan pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA), status gizi
subjek normal dengan ukuran LILA 24,5 cm.
c. Berdasarkan pengukuran tebal lemak bawah kulit nilai body fat dari
subjek 1 adalah 14,3 % dan untuk subjek 2 adalah 16,9%.
d. Dari pengukuran kedua subjek tersebut status gizi dalam keadaan
normal.

B. Saran

a. Diharapkan dalam praktikum ini mahasiswa harus teliti dalam


melakukan pengukuran agar hasilnya akurat.
b. Diharapkan adanya penyebaran informasi tentang pentingnya
pengukuran status gizi masyarakat demi terciptanya derajat kesehatan
yang optimal.
c. Diharapkan penggunaan pengukuran antropometri yang telah
diketahui kelebihannya dalam pengukuran status gizi.
d. Diharapkan Mahasiswa khususnya prodi kesehatan masyarakat
mampu melakukan pengukuran status gizi dengan antropometri.
DAFTAR PUSTAKA

Barasi, Mary E. 2008. At A Glance Imu Gizi. Jakarta: Erlangga.

Hartono, Andry. 2008. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Jakarta : EGC.

Muhammad, Halil. 2016. Penilaian status Gizi. Jakarta : EGC. `

Supariasa, Nyoman. 2012. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai