Oleh :
KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016
Tujuan Praktikum
Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Tinjauan Teori
Antropometri adalah ilmu yang mempelajari berbagai ukuran tubuh
manusia.Dalam bidang ilmu gizi digunakan untuk menilai status gizi. Ukuran
yang sering digunakan adalah berat badan dan tinggi badan. Selain itu juga ukuran
tubuhlainnya seperti lingkar lengan atas, lapisan lemak bawah kulit, tinggi
lutut,lingkaran perut, lingkaran pinggul. Ukuran-ukuran antropometri tersebut
bisaberdiri sendiri untuk menentukan status gizi dibanding baku atau berupa
indeksdengan membandingkan ukuran lainnyaseperti BB/U, BB/TB. TB/U. Status
gizi adalah ekspresi dari keseimbangan dalam bentuk variabel-variabel tertentu.
Status gizi juga merupakan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan
penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut atau keadaan fisiologik
akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluruh tubuh
Indeks Antropometri
a) Pendapatan
Masalah gizi karena kemiskinan indikatornya adalah taraf ekonomi keluarga, yang
hubungannya dengan daya beli yang dimiliki keluarga tersebut. (S
b) Pendidikan
Pendidikan gizi merupakan suatu proses merubah pengetahuan, sikap dan perilaku
orang tua atau masyarakat untuk mewujudkan dengan status gizi yang baik.
c) Pekerjaan
d) Budaya
Budaya adalah suatu ciri khas, akan mempengaruhi tingkah laku dan kebiasaan.
a) Usia
Usia akan mempengaruhi kemampuan atau pengalaman yang dimiliki orang tua
dalam pemberian nutrisi anak balita.
b) Kondisi Fisik
Mereka yang sakit, yang sedang dalam penyembuhan dan yang lanjut usia,
semuanya memerlukan pangan khusus karena status kesehatan mereka yang
buruk. Bayi dan anak-anak yang kesehatannya buruk, adalah sangat rawan, karena
pada periode hidup ini kebutuhan zat gizi digunakan untuk pertumbuhan cepat.
c) Infeksi
1. Penerimaan Makanan
3. Pengetahuan Gizi
Interaksi orang tua dengan anak berpengaruh terhadap pilihan makanan dan
pengembangan pola makan anak. Bila orang tua tidak terlalu menanggapi
kesukaan anak pra-sekolah terhadap makanan tertentu yang kurang baik,
kebiasaan makan ini akan cepat berlalu. Tetapi, bila orang tua sukar menerima
perilaku ini dan member perhatian dorong anak untuk makan makanan yang lain,
membicarakan ketidaksukaan anak terhadap makanan tertentu di depannya, atau
menyediakan makanan yang tidak disukai anak, anak akan terdorong untuk
menjadikan kebiasaan makan yang salah tersebut sebagai kebiasaan makan
permanen.
Interaksi orang tua dan anak juga berpengaruh terhadap jumlah makanan
yang dikonsumsi. Ada perbedaan antara interaksi anak dan orang tua pada anak
langsing dan anak gemuk, baik dalam hal makanan maupun bukan makanan.
Anak langsing lebih banyak berbicara satu sama lain dengan ibunya, makan lebih
sedikit dan lebih lambat dibandingkan dengan anak gemuk. Kesukaan terhadap
makanan meningkat bila makanan diberikan sebagai hadiah dengan interaksi
social positif dengan orang dewasa.
Hasil Praktikum
Keterangan :
J.K = Jenis Kelamin
BB = Berat Badan
TB = Tinggi Badan
LILA = Lingkar Lengan Atas
Dokumentasi Proses Pengukuran
Nugraheni Isna Muna
LILA BB TB Body fat
a. Subjek 1 (Alfian)
IMT = BB (kg)
────────
(TB)2 (m)
60,7
= ─────
(1,73)2
60,7
= ─────
2,99
= 20,301
b. Subjek 2 (Nugraheni)
IMT = BB (kg)
────────
(TB)2 (m)
51,3
= ─────
(1,496)2
51,3
= ─────
2,238
= 22,92
Pada pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT), praktikan melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan, kemudian setelah diperoleh hasil dari
pengukuran tersebut maka nilai hasil dimasukkan dalam rumus IMT. Pengukuran
dilakukan sebanyak dua kali dengan maksud untuk mengurangi resiko kesalahan
yang mungkin saja terjadi dalam pengukuran.
Pada pengukuran subjek 1 (alfian) untuk tinggi badan diperoleh hasil 173 cm,
sementara pada pengukuran berat badan diperoleh hasil 60,7 kg, pengukuran yg
dilakukan pada subjek 2 (Nugraheni) untuk tinggi badan diperoleh hasil 149,6 cm,
sementara pada pengukuran berat badan diperoleh hasil 51,3 kg, dan pengukuran
LILA diperoleh hasil 24,5 cm Nilai-nilai tersebut diperoleh setelah dua kali
pengukuran dan untuk pengukuran tinggi badan dan berat badan kemudian
dihitung rata-ratanya.
Setelah dilakukan pengukuran dan dihitung hasilnya, maka diperoleh nilai
IMT dari subjek 1 adalah 20,301 dan untuk subjek 2 adalah 22,92. Nilai tersebut
menyatakan bahwa subjek berada pada kategori normal. Dikatakan demikian
karena standar baku yang ada (kategori IMT), baik itu berdasarkan data WHO
2000, WHO 2000 penduduk Asia dewasa, dan data Riskesdas 2007 menyatakan
bahwa “hasil perhitungan IMT diatas 18,5 termasuk kategori normal”. Berdasarkan
pengukuran pada subjek 2 (Nugraheni) yang dilakukan diperoleh data LILA yaitu 24,5.
Artinya, subjek dalam keadaan normal. Hal ini disebabkan karena subjek
memiliki status gizi yang baik. LILA Memberikan gambaran tentang keadaan
jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit Status gizi seseorang berdasarkan
lingkar lengan atas (LILA) dibagi berdasarkan tingat umur yaitu wanita usia
subur, bayi, dan balita.. Berdasarkanreferensi kalisifikasi wanita usia subur terbagi
dua yaitu KEK(kekurangan Energi Kronis) dengan batas ukur < 23,5 dan normal
dengan batas ukur ≥ 23,5. Bagi yang berada dibawah < 23,5, memiliki resiko KEK
dimana, KEK ini ini disebabkan karena kurangnya intake energy atau zat gizi makro.
Pengukuran tebal lemak bawah kulit digunakan untuk memperkirakan jumlah
lemak dalam tubuh. Persentase kandungan lemak tubuh dapat dipakai untuk
menilai status gizi dengan pengukuran tebal lemak bawah kulit terdiri dari
beberapa tempat, yakni trisep, bisep, subskapular, suprailiaka, supraspinale,
abdominal, paha depan, betis medial, dan mid aksla. Persentase body fat dapat
diestimasi dari skinfold menggunakan persamaan secara umum atau kelompok
tertentu. Lemak dapat diukur secara absolut (dalam kg) dan secara relatif (%)
terhadap berat tubuh total. Jumlah lemak tubuh sangat bervariasi ditentukan oleh
jenis kelamin dan umur. Ketebalan lipatan kulit adalah suatu pengukuran
kandungan lemak tubuh karena sekitar separuh dari cadangan lemak tubuh total
terdapat langsung dibawah kulit. Pengukuran tebal lipatan kulit merupakan salah
satu metode penting untuk menentukan komposisi tubuh serta presentase lemak
tubuh dan tubuh untuk menentukan status gizi cara antropometri. Pada
pengukuran tebal lemak bawah kulit trisep dan subscapular diperoleh hasil
sebagai berikut :
a. Subjek 1 (Alfian)
= 1,0913 – 0.02552
= 1,06578
= 0,143 X 100%
= 14,3 %
c. Subjek 2 (Nugraheni)
= 1,0897 – 0,00133 ( 5 + 10 )
= 1,0897 – 0,00133 ( 17 )
= 1,0897 – 0,01995
= 1,06975
= 0,16906 X 100%
= 16,9%
Pada pengukuran tebal lemak bawah kulit (body fat), praktikan melakukan
pengukuran tebal lemak bawah kulit trisep dan subscapular, kemudian setelah
diperoleh hasil dari pengukuran tersebut maka nilai hasil dimasukkan dalam
rumus tebal lemak bawah kulit. Pengukuran dilakukan sebanyak dua kali dengan
maksud untuk mengurangi resiko kesalahan yang mungkin saja terjadi dalam
pengukuran.
Pada pengukuran subjek 1 (alfian) untuk tebal lemak bawah kulit trisep
diperoleh hasil 10 mm, sementara pada pengukuran tebal lemak bawah kulit
subscapular diperoleh hasil 12 mm, pengukuran yg dilakukan pada subjek 2
(Nugraheni) untuk tebal lemak bawah kulit trisep diperoleh hasil 5 mm, sementara
pada pengukuran tebal lemak bawah kulit subscapular diperoleh hasil 10 mm.
Setelah dilakukan pengukuran dan dihitung hasilnya, maka diperoleh nilai body
fat dari subjek 1 adalah 14,3 % dan untuk subjek 2 adalah 16,9%. Nilai tersebut
menyatakan bahwa kedua subjek berada pada kategori normal menurut klasifikasi
usia. Sedangkan menurut tingkat kedua subjek dalam tingkat baik. Hal ini
disebabkan karena subjek memiliki status gizi yang baik.
Kesimpulan
A. Simpulan
B. Saran
Hartono, Andry. 2008. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Jakarta : EGC.