BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penilaian status gizi secara antropometri sangat umum digunakan untuk
mengukur status gizi seseorang. Berbagai macam ukuran tubuh diukur, dan itu
merupakan indikator dari status gizi seseorang yang meliputi Indeks Massa
Tubuh (IMT), Panjang Badan Baduta (0-23 bulan), Berat Badan Baduta (0-23
bulan), Prediksi Tinggi Badan, WHR (Rasio lingkar pinggang dan panggul),
Lingkar Perut, Lingkar Lengan Atas, dan Percent Body Fat. Ketika mengalami
masalah gizi dapat dilakukan tindakan perbaikan maupun pencegahan masalah
status gizi.
Penilaian status gizi, dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
Penilaian secara langsung meliputi antropometri, biokimia, klinis dan biofisik.
Sedangkan penilaian secara tidak langsung meliputi survei konsumsi makanan,
statistik vital, dan faktor ekologi. Setiap penilaian status gizi tersebut memiliki
kelemahan dan kelebihan.
Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan
asupan protein dan energi. Antropometri sebagai indikator status gizi dapat
dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran
tunggal dari tubuh manusia. Parameter antropometri merupakan dasar dari
penilaian status gizi.1
Antropometri sudah sejak lama digunakan untuk menilai status gizi. Di
Indonesia antropometri banyak digunakan sejak tahun 1970-an. World Health
Organization (WHO) telah mengeluarkan buku The Assessment of the
Nutritional Status of the Community yang ditulis oleh Jelliffe Derrick B tahun
1996.
Pada tahun 1975, melalui kelompok kerja WHO menyarankan penggunaan
antropometri untuk menilai status gizi dalam kegiatan survei dan surveilans
gizi. Perkembangan selanjutnya, pada tahun 1983 WHO mengeluarkan lagi
1
Mega Orina Fitri. (2017). Aplikasi Monotoring Perkembangan Status Gizi Anak
dan Balita Secara Digital dengan Metode Antropometri Berbasis Android
2
2
Pakar Gizi Indonesia.(2017). Ilmu Gizi Teori & Aplikasi
3
sebanyak 17,5% Wanita Usia Subur (WUS) tidak hamil dan sebanyak 17,5%
Wanita Usia Subur (WUS) tidak hamil.
Berdasarkan data yang diambil dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
2018, prevalensi penderita obesitas pada orang dewasa > 18 tahun di Indonesia
sebanyak 21,8%. Prevalensi tersebut terus naik dari tahun 2007. Prevalensi
penderita obesitas pada orang dewasa > 18 tahun di Indonesia pada tahun 2007
sebesar 10,5% dan pada tahun 2013 sebesar 14,8%. Indikator obesitas pada
orang dewasa > 18 tahun yaitu IMT ≥ 27,0. IMT dapat diketahui membagi
berat badan dengan kuadrat dari tinggi badan dalam meter.
Berdasarkan data yang diambil dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
2018, sebanyak 13,8% balita di Indonesia menderita gizi kurang dan sebanyak
3,9% balita di Indonesia menderita gizi buruk. Prevalensi balita yang menderita
gizi kurang di Indonesia mengalami penurunan dari tahun 2013, prevalensi gizi
kurang pada balita di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 13,19%. Adapun
prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia juga mengalami
penurunan dari tahun 2013, prevalensi gizi buruk pada balita di Indonesia pada
tahun 2013 sebesar 5,7%.
Berdasarkan grafik, provinsi Sulawesi Selatan menempati urutan ke-10
yang memiliki prevalensi balita yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk
terbanyak di Indonesia. Prevalensi balita yang mengalami gizi kurang dan gizi
buruk di Sulawesi Selatan berkisar 20%. Jumlah ini menurun dari prevalensi
pada tahun 2013, dimana prevalensi pada tahun 2013 yaitu berkisar 23%.
Berdasarkan data yang diambil dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018,
sebanyak 19,3% balita di Indonesia pendek dan sebanyak 11,5% balita di
Indonesia sangat pendek. Prevalensi balita pendek di Indonesia mengalami
kenaikan dari tahun 2013, prevalensi balita pendek di Indonesia pada tahun
2013 sebesar 19,2%. Adapun prevalensi balita sangat pendek di Indonesia
mengalami penurunan dari tahun 2013, prevalensi balita sangat pendek di
Indonesia pada tahun 2013 sebesar 18,0%.
Berdasarkan grafik, provinsi Sulawesi Selatan menempati urutan ke-4 yang
memiliki prevalensi balita pendek dan sangat pendek terbanyak di Indonesia.
4
Prevalensi balita pendek dan sangat pendek di Sulawesi Selatan berkisar 35%.
Jumlah ini menurun dari prevalensi pada tahun 2013, dimana prevalensi pada
tahun 2013 yaitu berkisar 40%.
Berdasarkan data yang diambil dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
2018, prevalensi orang dewasa > 18 tahun di Indonesia yang memiliki berat
badan lebih (overweight) sebanyak 13,6%. Prevalensi tersebut terus naik dari
tahun 2007. Prevalensi penderita berat badan lebih (overweight) pada orang
dewasa > 18 tahun di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 8,6% dan pada tahun
2013 sebesar 11,5%. Indikator berat badan lebih (overweight) pada orang
dewasa > 18 tahun yaitu IMT ≥ 25,0 sampai dengan < 27,0.
Berdasarkan data yang diambil dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
2018, prevalensi orang dewasa ≥ 15 tahun di Indonesia yang menderita
obesitas sentral sebanyak 31,0%. Prevalensi tersebut terus mengalami kenaikan
dari tahun 2007. Prevalensi penderita obesitas sentral pada orang dewasa ≥ 15
tahun di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 18,8% dan pada tahun 2013
sebesar 26,6%. Indikator obesitas sentral pada orang dewasa ≥ 15 tahun yaitu
lingkar perut, dimana ambang batas lingkar perut pada wanita yaitu > 80 cm
dan ambang batas lingkar perut pada pria yaitu > 90 cm.3
Status gizi adalah keadaan tubuh kita sebagai akibat dari makanan yang
dikonsumsi dan penggunaannya oleh tubuh. Status gizi bisa baik, cukup atau
buruk. Karakteristik status gizi yang baik adalah ditandai dengan kepribadian
yang baik hati, tubuh yang berkembang dengan baik, dengan berat badan
normal, otot yang berkembang dengan baik, kulit yang sehat, warna merah
muda kemerahan pada kelopak mata dan membran mulut, lapisan lemak
subkutan yang baik, mata jernih, rambut halus dan mengkilap, nafsu makan
baik dan kesehatan umum yang sangat baik. Status gizi buruk dibuktikan oleh
kepribadian yang lesu, apatis, atau mudah tersinggung, tubuh dengan ukuran
kurang berkembang, badan abnormal (terlalu kurus atau gemuk dan lembek),
otot kecil dan lembek, kulit pucat atau pucat, terlalu sedikit atau terlalu banyak
3
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Hasil Utama Riskesdas
2018
5
lemak subkutan, mata kusam atau memerah, rambut lustreless dan kasar, nafsu
makan yang buruk, kurangnya semangat dan daya tahan untuk bekerja dan
kerentanan terhadap infeksi.4
Antropometri dalam ilmu gizi dikaitkan dengan proses pertumbuhan tubuh
manusia. Ukuran tubuh manusia akan berubah seiring dengan bertambahnya
umur, pertumbuhan yang baik akan menghasilkan berat dan tinggi badan yang
optimal. Kesesuaian antara pertumbuhan seseorang dengan pertumbuhan yang
umum terjadi pada anak sehat, akan menghasilkan status gizi yang baik.
Pertambahan ukuran tubuh dapat menjadi acuan dalam penentuan status gizi.
Beberapa contoh jenis ukuran antropometri yang sering digunakan untuk
menilai status gizi diantaranya berat badan, panjang atau tinggi badan, lingkar
lengan atas, lapisan lemak bawah kulit, lingkar kepala, lingkar dada, dan
lainnya. Pada kegiatan penimbangan balita di Posyandu dilakukan pengukuran
berat badan dengan menggunakan dacin, di Puskesmas pengukuran berat badan
pasien dengan timbangan detecto atau bathroom scale, pengukuran tinggi
badan dengan mikrotois. Jenis alat yang dipakai di Posyandu, Puskesmas
maupun di rumah sakit tersebut adalah merupakan jenis alat ukur antropometri.
Antropometri sebagai penilaian status pertumbuhan, digunakan untuk
menilai pertambahan ukuran tubuh dari waktu ke waktu. Pertumbuhan tubuh
akan berkembang dan bertambah setiap waktu tergantung asupan gizi yang
dikonsumsi. Ukuran tubuh yang dapat dinilai untuk mengukur pertumbuhan di
antaranya adalah berat badan, panjang/tinggi badan, lingkar kepala yang
dilakukan teratur setiap periode tertentu. Misalnya, pemantauan pertumbuhan
yang dilakukan di posyandu dengan memantau pertambahan berat badan
dengan menggunakan KMS (Kartu Menuju Sehat), atau pemantauan
pertumbuhan yang dilakukan pada setiap anak balita yang berkunjung di
Puskesmas dengan menggunakan Grafik Pertumbuhan Anak (GPA).
Fungsi kedua antropometri adalah untuk penilaian status gizi pada waktu
tertentu. Kegiatan penilaian status gizi di sini dilakukan dalam kurun waktu
4
Mudambi and Rajagopal. (2007). Fundamentals of Foods, Nutrition and Diet
Therapy
6
yang panjang, misalnya setiap 1 tahun atau 5 tahun sekali atau hanya dilakukan
pada 1 kali periode saja dan dilakukan pada populasi. Tujuan penilaian status
gizi di sini adalah untuk mengetahui prevalensi status gizi pada waktu tertentu
atau dapat juga dilakukan untuk mengetahui perkembangan prevalensi status
gizi pada populasi dari waktu ke waktu. Biasanya hasilnya dibandingkan
dengan daerah lagi untuk mengetahui apakah prevalensi status gizinya lebih
baik atau tidak. Contohnya adalah kegiatan Pemantauan Status Gizi (PSG)
yang dilakukan setiap tahun oleh Kementerian Kesehatan RI dan Dinas
Kesehatan. Hasil kegiatan PSG ini dapat mengetahui prevalensi status gizi dari
setiap daerah.5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat ditarik rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan status gizi?
2. Bagaimana penentuan status gizi secara antropometri?
3. Bagaimana penentuan status gizi individu berdasarkan Indeks Massa
Tubuh (IMT)?
4. Bagaimana penentuan status gizi individu berdasarkan prediksi tinggi
badan berdasarkan tinggi lutut?
5. Bagaimana penentuan status gizi individu berdasarkan LiLA?
6. Bagaimana penentuan status gizi individu berdasarkan lingkar perut?
7. Bagaimana penentuan status gizi individu berdasarkan WHR?
8. Bagaimana penentuan status gizi individu berdasarkan Percent Body Fat?
9. Bagaimana penentuan status gizi individu berdasarkan prediksi tinggi
badan arm span dan demi span?
10. Bagaimana penentuan status gizi individu berdasarkan prediksi tinggi
badan ulna length?
11. Bagaimana penentuan status gizi individu berdasarkan panjang badan dan
berat badan bayi?
5
Holil M Par’i, Sugeng Wiyono, dan Titus Priyo Harjatmo. (2017). Penilaian
Status Gizi
7
C. Tujuan Praktikum
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum kegiatan praktikum ini adalah untuk menilai
status gizi individu secara antropometri.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus kegiatan praktikum ini adalah:
a. Untuk mengetahui apa itu status gizi.
b. Untuk mengetahui pengukuran status gizi secara antropometri.
c. Untuk mengetahui Indeks Massa Tubuh (IMT).
d. Untuk mengetahui prediksi tinggi badan berdasarkan tinggi lutut.
e. Untuk mengetahui LiLA.
f. Untuk mengetahui lingkar perut.
g. Untuk mengetahui WHR.
h. Untuk mengetahui Percent Body Fat.
i. Untuk mengetahui prediksi tinggi badan arm span dan demi span.
j. Untuk mengetahui prediksi tinggi badan ulna length.
k. Untuk mengetahui panjang badan dan berat badan bayi.
D. Manfaat Praktikum
Adapun manfaat dari kegiatan praktikum ini adalah :
1. Praktikan dapat mengetahui apa status gizi.
2. Praktikan dapat mengetahui penentuan status gizi secara antropometri.
3. Praktikan dapat mengetahui Indeks Massa Tubuh (IMT).
4. Praktikan dapat mengetahui prediksi tinggi badan berdasarkan tinggi lutut.
5. Praktikan dapat mengetahui LiLA.
6. Praktikan dapat mengetahui lingkar perut.
7. Praktikan dapat mengetahui WHR.
8. Praktikan dapat mengetahui Percent Body Fat.
9. Praktikan dapat mengetahui prediksi tinggi badan arm span dan demi
span.
10. Praktikan dapat mengetahui prediksi tinggi badan ulna length.
11. Praktikan dapat mengetahui panjang badan dan berat badan bayi.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Status Gizi
1. Definisi
Nutritional status (status gizi) adalah keadaan yang diakibatkan oleh
keseimbangan antara asupan zat gizi dari makanan dengan kebutuhan zat
gizi yang diperlukan untuk metabolisme tubuh. Setiap individu
membutuhkan asupan zat gizi yang berbeda antar individu, hal ini
tergantung pada usia orang tersebut, jenis kelamin, aktivitas tubuh dalam
sehari, berat badan, dan lainnya.5 Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai
akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara
status gizi buruk, kurang, baik dan lebih.Status gizi buruk, kurang maupun
lebih akan terjadi gangguan gizi.6
2. Klasifikasi
Tabel 2.1 Klasifikasi WHO
> 120% median BB/u baku WHO-
Gizi lebih bila BB saat ini
NCHS
80%-120% median BB/u baku
Gizi baik bila BB saat ini
WHO-NCHS
Gizi sedang bila BB saat ini 70%-79,9% median BB/u baku
WHO-NCHS
Gizi kurang bila BB saat ini 60%-69,9% median BB/u WHO-
NCHS
< 60% median BB/u baku WHO-
Gizi buruk bila BB saat in
NCHS
Sumber : Mardalena, Eda. 2017
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi
Lingkungan fisik seperti kemarau panjang dapat menyebabkan gagal
panen, akibatnya ketersediaan makanan terbatas dan menyebabkan status
gizi kurang. Data kesehatan dan data statistik vital juga berkaitan dengan
status gizi, seperti proporsi rumah tangga yang mendapat air bersih, proporsi
5
Holil M Par’i, Sugeng Wiyono, dan Titus Priyo Harjatmo. (2017). Penilaian
Status Gizi
6
Wan Anita. (2018). Relations Dietary And Gender With Nutritional Status Of
Children In SDN 43 Kota Pekanbaru
9
anak yang mendapat imunisasi, data persentase BBLR, proporsi ibu yang
memberikan ASI eksklusif, d`an data spesifik angka kematian berdasarkan
umur. Faktor primer ialah faktor asupan makanan yang dapat menyebabkan
zat gizi tidak cukup atau berlebihan. Hal ini disebabkan oleh susunan
makanan yang dikonsumsi tidak tepat, baik kualitas maupun kuantitasnya.
Faktor sekunder ialah faktor yang memengaruhi pemanfaatan zat gizi
dalam tubuh. Zat gizi yang tidak mencukupi kebutuhan tubuh disebabkan
karena adanya gangguan pada pemanfaatan zat gizi, yaitu ketika seseorang
sudah mengonsumsi makanan dalam jumlah yang cukup, tetapi zat gizi
tidak dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin. Lingkungan (environment)
dapat memengaruhi gizi seseorang.7
B. Tinjauan Umum tentang Antropometri
1. Definisi
Antropometri berasal dari kata Anthropos (tubuh) dan metros (ukuran).
Secara umum antropometri diartikan sebagai ukuran tubuh manusia. Dalam
bidang gizi, antropometri berhubungan dengan berbagai macam pengukuran
dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat
gizi.2 Antropometri adalah ilmu pengukuran dan seni aplikasi yang
menetapkan geometri fisik, sifat massa, dan kemampuan kekuatan tubuh
manusia.8
2. Jenis-jenis Pengukuran
a. Berat Badan
Berat badan menggambarkan jumlah protein, lemak, air, dan mineral
yang terdapat di dalam tubuh. Berat badan merupakan komposit
pengukuran ukuran total tubuh. Beberapa alasan mengapa berat badan
digunakan sebagai parameter antropometri. Alasan tersebut di antaranya
7
Holil Muhammad Par’i. (2018). Penilaian Status Gizi Dilengkapi Proses Asuhan
Gizi Standar
2
Pakar Gizi Indonesia.(2017). Ilmu Gizi Teori & Aplikasi
8
Surabhi Singh, Santosh Ahlawat, Sneha Pandya, and Barot Prafull. (2013).
Anthropometric Measurements and Body Composition Parameters of Farm
Women in North Gujarat
10
adalah perubahan berat badan mudah terlihat dalam waktu singkat dan
menggambarkan status gizi saat ini, pengukuran berat badan mudah
dilakukan dan alat ukur untuk menimbang berat badan mudah diperoleh.
b. Tinggi Badan atau Panjang Badan
Tinggi badan atau panjang badan menggambarkan ukuran
pertumbuhan massa tulang yang terjadi akibat dari asupan gizi. Oleh
karena itu tinggi badan digunakan sebagai parameter antropometri untuk
menggambarkan pertumbuhan linier. Pertambahan tinggi badan atau
panjang terjadi dalam waktu yang lama sehingga sering disebut akibat
masalah gizi kronis.
c. Lingkar kepala
Lingkar kepala dapat digunakan sebagai pengukuran ukuran
pertumbuhan lingkar kepala dan pertumbuhan otak, walaupun tidak
sepenuhnya berkorelasi dengan volume otak. Pengukuran lingkar kepala
merupakan predikator terbaik dalam melihat perkembangan syaraf anak
dan pertumbuhan global otak dan struktur internal. Cara mengukur
lingkar kepala dilakukan dengan melingkarkan pita pengukur melalui
bagian paling menonjol di bagian kepala belakang (protuberantia
occipitalis) dan dahi (glabella). Saat pengukuran sisi pita yang
menunjukkan sentimeter berada di sisi dalam agar tidak meningkatkan
kemungkinan subjektivitas pengukur, kemudian cocokkan terhadap
standar pertumbuhan lingkar kepala.
d. Lingkar Lengan Atas (LiLA)
Lingkar lengan atas (LiLA) merupakan gambaran keadaan jaringan
otot dan lapisan lemak bawah kulit. LiLA mencerminkan tumbuh
kembang jaringan lemak dan otot yang tidak berpengaruh oleh cairan
tubuh. Ukuran LiLA digunakan untuk skrining kekurangan energi kronis
yang digunakan untuk mendeteksi ibu hamil dengan risiko melahirkan
BBLR. Pengukuran LILA ditujukan untuk mengetahui apakah ibu hamil
atau wanita usia subur (WUS) menderita Kurang Energi Kronis (KEK).
11
e. Panjang Depa
Panjang depa merupakan ukuran untuk memprediksi tinggi badan bagi
orang yang tidak bisa berdiri tegak, misal karena bungkuk atau ada
kelainan tulang pada kaki. Panjang depa relatif stabil, sekalipun pada
orang yang usia lanjut. Panjang depa direkomendasikan sebagai
parameter prediksi tinggi badan, tetapi tidak seluruh populasi memiliki
hubungan 1:1 antara panjang depa dengan tinggi badan. Pengukuran
panjang depa juga relatif mudah dilakukan, alat yang murah, prosedur
pengukuran juga mudah sehingga dapat dilakukan di lapangan.
f. Tinggi Lutut
Ukuran tinggi lutut (knee height) berkorelasi dengan tinggi badan.
Pengukuran tinggi lutut bertujuan untuk mengestimasi tinggi badan klien
yang tidak dapat berdiri dengan tegak, misalnya karena kelainan tulang
belakang atau tidak dapat berdiri. Pengukuran tinggi lutut dilakukan pada
klien yang sudah dewasa. Pengukuran tinggi lutut dilakukan dengan
menggunakan alat ukur caliper (kaliper).
g. Rasio Lingkar Pinggang dan Panggul (Waist to Hip Ratio)
Lingkar pinggang menunjukkan simpanan lemak. Kandungan lemak
yang terdapat di sekitar perut menunjukkan adanya perubahan
metabolisme dalam tubuh. Perubahan metabolisme tersebut dapat berupa
terjadinya penurunan efektivitas insulin karena beban kerja yang terlalu
berat. Peningkatan jumlah lemak di sekitar perut juga dapat menunjukkan
terjadinya peningkatan produksi asam lemak yang bersifat radikal bebas.5
3. Kelebihan dan Kelemahan
a. Kelebihan
1) Prosedurnya sederhana, aman, dan dapat dilakukan pada jumlah
sampel yang besar.
2) Relatif tidak membutuhkan tenaga yang sudah dilatih dalam waktu
singkat agar dapat melakukan pengukuran antropometri. Kader gizi
5
Holil M Par’i, Sugeng Wiyono, dan Titus Priyo Harjatmo. (2017). Penilaian
Status Gizi
12
2
Pakar Gizi Indonesia.(2017). Ilmu Gizi Teori & Aplikasi
9
Koko Nugroho, Mulyadi Gresty, dan Natalia Maria Masi. (2016). Hubungan
Aktivitas Fisik dan Pola Makan Dengan Perubahan Indeks Massa Tubuh pada
Mahasiswa Semester 2 Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
10
Sri Soenaryati Matin dan Vilda Ana Veria. (2013). Body Mass Index (BMI)
Sebagai Salah Satu Faktor yang Berkontribusi Terhadap Prestasi Belajar Remaja
14
11
Merryana Adriani dan Bambang Wirjatmadi. (2016). Peranan Gizi dalam Siklus
Kehidupan
12
Fatmah. (2006). Persamaan (Equation) Tinggi Badan Manusia Usia Lanjut
(Manula) Berdasarkan Usia dan Etnis pada 6 Panti Terpilih di DKI Jakarta dan
Tangerang Tahun 2005
13
Demsa Simblon. (2013). Model Prediksi Indeks Massa Tubuh Remaja
Berdasarkan Riwayat Lahir dan Status Gizi Anak
15
ini dipengaruhi oleh pola makan, tingkat pendidikan dan pengetahuan, status
sosial-ekonomi. Semakin sering seseorang makan, maka makin tinggi pula
asupan nutrisinya, begitu pula dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan
yang berpengaruh terhadap jenis makanan yang di konsumsi.
Tingginya status sosial-ekonomi juga dapat meningkatkan daya beli
seseorang untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Tingkat pendidikan,
pengetahuan dan tingkat sosial ekonomi juga dapat mempengaruhi gaya
hidup dan aktivitas seseorang sehari-hari dan akhirnya mempengaruhi IMT.
Penyakit yang telah lama diderita seseorang (kronis) juga dapat
mempengaruhi kondisi fisik dan pola makannya sehingga dapat
mempengaruhi IMT, contohnya seseorang yang sudah lama menderita
kanker ataupun penyakit infeksi yang lama seperti tuberkulosis akan
mengalami penurunan berat badan secara drastis.14
D. Tinjauan Umum tentang Prediksi Tinggi Badan berdasarkan Tinggi
Lutut
1. Definisi
Tinggi lutut adalah jarak vertikal dari lantai hingga titik tengah
tempurung lutut.15 Pengukuran yang sering digunakan untuk
memperkirakan tinggi badan adalah tinggi lutut. Tinggi lutut sering
menunjukkan korelasi yang lebih kuat terhadap tinggi badan. Tinggi lutut
erat kaitannya dengan tinggi badan seseorang dan dapat digunakan untuk
mengukur tinggi badan penderita gangguan tulang belakang atau seseorang
yang tidak dapat berdiri.16
2. Kegunaan
Pengukuran tinggi badan usila tidak dapat diukur dengan tepat sehingga
untuk mengetahui tinggi badan usila dapat dilakukan dari prediksi tinggi
14
Rahmat Nurul Yuda Putra, Ermawati, dan Arni Ami. (2016). Hubungan Indeks
Massa Tubuh (IMT) dengan Usia Menarche pada Siswi SMP Negeri 1 Padang
15
Julius Panero dan Martin Zelnik. (2003). Dimensi Manusia & Ruang Interior
16
Etisa Adi Murbawani, Niken Puruhita, dan Yudomurti. (2012). Tinggi Badan
yang Diukur dan Berdasarkan Tinggi Lutut Menggunakan Rumus Chumlea pada
Lansia
16
lutut (knee height). Tinggi lutut dapat digunakan untuk melakukan estimasi
TB usila dan orang cacat. Proses penuaan tidak mempengaruhi panjang
tulang di tangan, kaki, dan tinggi tulang vertebral. Selanjutnya prediksi TB
usila dianggap sebagai indikator cukup valid dalam mengembangkan indeks
antropometri dan melakukan interpretasi pengukuran komposisi tubuh.12
3. Hubungan Tinggi Lutut dengan Masalah Gizi
Perubahan TB lansia sejalan dengan peningkatan usia dan efek beberapa
penyakit seperti osteoporosis. Oleh karena itu, pengukuran tinggi badan
lansia tidak dapat diukur dengan tepat sehingga untuk mengetahui tinggi
badan lansia dapat dilakukan suatu estimasi dengan formula berdasarkan
beberapa para meter antara lain tinggi lutut, panjang lengan, dan panjang
depa (demi span). Penuaan berhubungan dengan berbagai perubahan
fisiologis dan psikologis termasuk komposisi tubuh, berupa peningkatan
massa lemak tubuh dan penurunan massa tubuh bebas lemak, yang dapat
mengawali perubahan postur dan penipisan diskusvertebra yang
berkontribusi terhadap penurunan tinggi badan.
Perubahan postur merupakan fenomena umum yang dijumpai akibat
penuaan. Manusia menjadi bertambah pendek seiring bertambahnya umur,
penurunan tinggi badan lebih besar pada wanita dibandingkan laki-laki.
Hiperkifosis dan penurunan tinggi badan pada usia lanjut dengan
osteoporosis sebagai akibat fraktur kompresi tulang belakang, maupun
faktornon skeletal seperti kehilangan tonus otot atau kombinasi kedua
keadaan tersebut. Tinggi lutut dapat digunakan untuk melakukan estimasi
TB lansia dan orang cacat.17
12
Fatmah. (2006). Persamaan (Equation) Tinggi Badan Manusia Usia Lanjut
(Manula) Berdasarkan Usia dan Etnis pada 6 Panti Terpilih di DKI Jakarta dan
Tangerang Tahun 2005
17
Cilik Wiryani, Tuty Kuswardhani, Suka Aryana, Nyoman Astika, Yanson, dan
K Widana. (2010). Hubungan Antara Sudut Kelengkungan Thorak dan Selsih
Tinggi Badan Ukur dan Tinggi Badan Hitung Berdasarkan Tinggi Lutut pada
Pasien Lanjut Usia di Poliklinik Geriatri Rumah Sakit Sanglah Denpasar
17
18
M. Nurrizki Haitamy, dan Ageng Brahmadhi. (2016). Hubungan Antara
Rentang Lengan Terhadap Tinggi Badan Dalam Penentuan Indeks Massa Tubuh
(IMT) Pada Lansia Di Kelurahan Adipala Kabupaten Cilacap
2
Pakar Gizi Indonesia.(2017). Ilmu Gizi Teori & Aplikasi
19
Meutia Maulina. (2015). Gambaran Karakteristik dan Status Gizi Berdasarkan
Lingkar Lengan Atas (LiLA) pada Pasien Penyakit Jantung Koroner (PJK) di
Rumah Sakit Umum Cut Meutia
18
2. Kegunaan
Penggunaan ukuran lingkar lengan atas pada pelayanan kesehatan
digunakan untuk mengetahui risiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) pada
wanita usia subur. Ukuran lingkar lengan atas tidak dapat digunakan untuk
mengetahui perubahan status gizi dalam jangka pendek.5 Lingkar lengan
atas (LiLA) telah digunakan sebagai indikator proksi terhadap risiko
Kekurangan Energi Kronis (KEK) untuk ibu hamil di Indonesia karena tidak
terdapat data berat badan prahamil pada sebagian besar ibu hamil.20
3. Hubungan LiLA dengan Masalah Gizi
Kasus Kekurangan Energi Kronis (KEK) banyak terjadi di Indonesia
terutama disebabkan oleh ketidakseimbangan asupan gizi sehingga dapat
mengakibatkan pertumbuhan tubuh baik fisik maupun mental yang tidak
sempurna. Usia kehamilan yang paling penting adalah usia trimester
pertama karena pada usia tersebut terbentuk berbagai organ vital janin.
Wanita yang menderita malnutrisi sebelum hamil atau selama minggu
pertama kehamilan cenderung melahirkan bayi yang menderita kerusakan
otak dan sumsum tulang karena sistem saraf pusat sangat peka pada 2–5
minggu pertama.21
Bila mencerminkan cadangan energi, sehingga pengukuran ini dapat
mencerminkan status KEP (kurang energi dan protein) pada balita atau KEK
(kurang energi kronik) pada WUS dan ibu hamil. Pengukuran LiLA pada
WUS dan ibu hamil adalah untuk mendeteksi risiko terjadinya kejadian bayi
dengan BBLR (Berat badan lahir rendah). Cut off point dengan balita yang
5
Holil M Par’i, Sugeng Wiyono, dan Titus Priyo Harjatmo. (2017). Penilaian
Status Gizi
20
Diny Eva Ariyani, Endang L Achadi, dan Anies Irawati. (2012). Validitas
Lingkar Lengan Atas Mendeteksi Risiko Kekurangan Energi Kronis pada Wanita
Indonesia
21
Anisatun Azizah dan Merryana Adriani. (2017). Tingkat Kecukupan Energi
Protein Pada Ibu Hamil Trimester Pertama dan Kejadian Kekurangan Energi
Kronis
19
menderita KEP adalah < 12,5 cm sedangkan risiko KEK dan WUS dan
bumil adalah < 23,5 cm.5
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Berbagai penelitian membuktikan bahwa gizi berperan sebagai faktor
penentu utama kualitas sumber daya manusia, terutama sejak 1.000 hari
pertama kehidupan. Peran penting gizi pada masa kehamilan membuat
status gizi ibu hamil mendapat perhatian yang besar. Status Kekurangan
Energi Kronis (KEK) sebelum hamil memengaruhi pertumbuhan janin dan
menjadi pertimbangan capaian peningkatan berat selama kehamilan. berat
badan prahamil umumnya tidak diketahui sehingga lingkar lengan atas
(LiLA) dijadikan indikator risiko KEK pada ibu hamil. Sampai sedemikian
jauh, ambang batas yang digunakan untuk menentukan seorang ibu hamil
berisiko KEK adalah 23,5 cm.20
F. Tinjauan Umum tentang Lingkar Perut
1. Definisi
Lingkar perut adalah besaran panjang keliling badan seseorang yang
sejajar dengan pusar. Lingkar perut umumnya digunakan sebagai ukuran
pada obesitas sentral. Obesitas sentral diartikan sebagai kelebihan lemak
dalam tubuh disertai dengan penumpukan sebagian jumlah lemak pada
bagian visceral perut. Obesitas sentral dianggap faktor risiko yang berkaitan
dengan beberapa penyakit kronis.22
Lingkar perut dapat menggambarkan adanya timbunan lemak di dalam
rongga perut. Semakin panjang lingkar perut menunjukkan bahwa semakin
banyak timbunan lemak di dalam rongga perut yang dapat memicu
timbulnya antara lain penyakit jantung dan diebetes melitus. Untuk pria
5
Holil M Par’i, Sugeng Wiyono, dan Titus Priyo Harjatmo. (2017). Penilaian
Status Gizi
20
Diny Eva Ariyani, Endang L Achadi, dan Anies Irawati. (2012). Validitas
Lingkar Lengan Atas Mendeteksi Risiko Kekurangan Energi Kronis pada Wanita
Indonesia
22
Fedia Riska Amilia, Huldani, dan Asnawati. (2019). Hubungan IMT dan
Lingkar Perut dengan Kapasitas Oksigen Maksimal Calon Jemaah Haji
20
dewasa Indonesia lingkar perut normal adalah 92.0 cm dan untuk wanita
80.0 cm.5
2. Kegunaan
Lingkar perut dapat menggambarkan adanya timbunan lemak di dalam
rongga perut. Semakin panjang lingkar perut menunjukkan bahwa semakin
banyak timbunan lemak di dalam rongga perut yang dapat memicu
timbulnya antara lain penyakit jantung dan diebetes mellitus. Untuk pria
dewasa Indonesia lingkar perut normal adalah 92.0 cm dan untuk wanita
80.0 cm.5 Pengukuran lingkar perut sebaiknya digunakan dalam kegiatan
posyandu lansia untuk mendeteksi individu yang berisiko tinggi diabetes.23
3. Hubungan Lingkar Perut dengan Masalah Gizi
Cara sederhana untuk menentukan terjadinya obesitas sentral adalah
dengan mengukur lingkar perut. Pengukuran dilakukan pada bagian
pinggang, di antara tulang panggul bagian atas dan tulang rusuk bagian
bawah. Seseorang dikatakan obesitas sentral bila lingkar perutnya > 90 cm
(untuk pria) atau > 80 cm (untuk perempuan).
Ketika ukuran lingkar perut Anda memasuki batasan obesitas sentral,
biasanya tidak menimbulkan keluhan atau gejala penyakit, tapi bisa saja
sebenarnya sudah mulai terjadi bermacam gangguan metabolisme dalam
tubuh Anda dikenal sebagai Sindrom Metabolik yang di kemudian hari
dapat menimbulkan masalah kesehatan yang lebih besar seperti diabetes
mellitus tipe 2, penyakit jantung koroner (PJK), hipertensi atau tekanan
darah tinggi, stroke, perlemakan hati (fatty liver), dan gagal jantung.5
Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya peningkatan tekanan darah dan
kadar trigliserida, yang selanjutnya menjadi faktor risiko penyakit
kardiovaskular.24
5
Holil M Par’i, Sugeng Wiyono, dan Titus Priyo Harjatmo. (2017). Penilaian
Status Gizi
23
Nenni Septyaningrum dan Santi Martini. (2014). Lingkar Perut Mempunyai
Hubungan Paling Kuat dengan Kadar Gula Darah
24
Marini Khairana Sari, Nur Indrawati Lipoeto, dan Rahmatina B. Herman.
(2016). Hubungan Lingkar Abdomen (Lingkar Perut) dengan Tekanan Darah
21
23
Nenni Septyaningrum, dan Santi Martini. (2014). Lingkar Perut Mempunyai
Hubungan Paling Kuat dengan Kadar Gula Darah
25
Zaleha dan Alfian Yusuf. (2012). Hubungan Status Obesitas Terhadap
Hipertensi di Puskesmas Sungkai Kabupaten Banjar
22
5
Holil M Par’i, Sugeng Wiyono, dan Titus Priyo Harjatmo. (2017). Penilaian
Status Gizi
26
Tenta Septina, Martalena Purba, dan Yayuk Hartriyanti. (2010). Studi Validasi
Indeks Massa Tubuh dan Rasio Lingkar Pinggang Panggul Terhadap Profil Lipid
pada Pasien Rawat Jalan di Poli Jantung RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
27
Mitha Karimah. (2018). Rasio Lingkar Pinggang-Panggul Memiliki Hubungan
Paling Kuat dengan Kadar Glukosa Darah
23
28
Muharni Harahap dan Yusrizal Mochta. (2016). Gambaran Rasio Lingkar
Pinggang Pinggul, Riwayat Penyakit dan Usia Pada Pegawai Polres Pekanbaru
29
Sesilia Effendy, Maria Felicia Gunawan, Daniel Lintang Adhi Argoputra,
Patricia Dian Anggraeni, YB. Abraham, and Fenty. (2018). The Relationship
Between Physical Activity and Obesity Based On Body Fat Percentage in
Banjaroyo Village, Kalibawang, Kulon Progo, D.I. Yogyakarta
30
Andon Hestiantoro, et al. (2018). Body Fat Percentage is a Better Marker Than
Body Mass Index For Determining Inflammation Status in Polycystic Ovary
Syndrome
24
31
Toto Sudargo, Harry Freitag LM, Felecia Rosiyani, dan Nur Aini Kusmayanti.
(2014). Pola Makan dan Obesitas
32
Garnis Retnaningrum dan Fillah Fithra Dieny. (2015). Kualitas Diet dan
Aktivitas Fisik Pada Remaja Obesitas dan Non Obesitas
33
Brigitta A Tendean, Damajanty H. C. Pangemanan, and Ivonny M. Sapulete.
(2018). Perbandingan Persentase Lemak Tubuh Sebelum dan Setelah Melakukan
Senam Zumba pada Wanita Dewasa
25
34
Mohammad Arraniri, Desmawati, and Dinda Aprilia. (2017). Hubungan
Kebiasaan Sarapan dan Asupan Kalori dengan Persentase Lemak Tubuh pada
Mahasiswa Prodi Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Angkatan 2013-2015
35
Catherine L Carpenter, et al. (2013). Body Fat and Body-Mass Index among a
Multiethnic Sample of College-Age Men and Women
36
Rajko Milasinovic, Stevo Popovic, Radenko Matic, Jovan Gardasevic and
Dusko Bjelica. (2016) Body Height and its Estimation Utilizing Arm Span
Measurements in Male Adolescents from Southern Region in Montenegro
5
Holil M Par’i, Sugeng Wiyono, dan Titus Priyo Harjatmo. (2017). Penilaian
Status Gizi
26
pada kelompok lansia terlihat adanya penurunan nilai rentang lengan yang
lebih lambat dibandingkan dengan penurunan TB sehingga dapat
disimpulkan bahwa rentang lengan cenderung tidak banyak berubah sejalan
penambahan usia. Rentang lengan direkomendasikan sebagai parameter
prediksi tinggi badan.37 Rentang lengan menunjukkan tingkat akurasi yang
lebih tinggi dalam memprediksi tinggi dibandingkan dengan panjang ulna,
sedangkan panjang ulna dapat berfungsi sebagai pengganti yang lebih baik
pada anak-anak dengan masalah postur tubuh (Seperti Deformitas sendi atau
chondrodysplasia).38
3. Hubungan Arm Span & Demi Span dengan Masalah Gizi
Panjang depa identik dengan tinggi badan orang yang diukur. Perbedaan
panjang depa dengan tinggi badan menunjukkan adanya gangguan
pertumbuhan tulang termasuk osteoporosis. Alat ukur yang digunakan untuk
mengukur panjang depa adalah ukuran meteran khusus panjang depa, pada
kondisi tertentu karena keterbatasan alat dapat menggunakan pita meteran
kain yang ditempelkan pada sudut dinding yang datar.5
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Hasil koefisien korelasi antara tinggi badan dan rentang lengan yang
berbeda pada setiap penelitian disebabkan karena variabel-variabel ini
berhubungan dengan genetik, etnis, jenis kelamin, perbedaan gaya hidup,
status sosial ekonomi, dan faktor lingkungan sehingga menyebabkan
perbedaan karakteristik antropometri. Hubungan yang kuat dan signifikan
antara tinggi badan dan rentang lengan disebabkan dalam pertumbuhannya
rentang lengan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sama dengan tinggi
37
Kuntari Astriana, Budiyanti Wiboworini, dan Kusnandar. (2018). Hubungan
rentang lengan, tinggi lutut, panjang ulna dengan tinggi badan lansia perempuan
di Kecamatan Sewon
38
Michele R. Forman, et al. (2014). Arm Span and Ulnar Length Are Reliable and
Accurate Estimates of Recumbent Length and Height in a Multiethnic Population
of Infants and Children under 6 Years of Age
5
Holil M Par’i, Sugeng Wiyono, dan Titus Priyo Harjatmo. (2017). Penilaian
Status Gizi
27
39
Desti Ambar Wati. (2018). Hubungan Rentang Lengan Dengan Tinggi Badan
Dalam Menentukan Indeks Massa Tubuh Lansia
5
Holil M Par’i, Sugeng Wiyono, dan Titus Priyo Harjatmo. (2017). Penilaian
Status Gizi
40
Malay Kumar Mondal, Tapan Kumar Jana, Susmita Giri, and Hironmoy Roy.
(2012). Height Prediction from Ulnar Length in Females: A Study in Burdwan
District of West Bengal (Regression Analysis)
41
Subodh Kumar Yadav, Birendra Kumar Mandal, and Abhishek Karn. (2015).
Determination of stature from ulnar length in Nepalese population
28
42
Indri Mulyasari dan Purbowati. (2018). Lingkar lengan atas dan panjang ulna
sebagai parameter antropometri untuk memperkirakan berat badan dan tinggi
badan orang dewasa
43
Kholishah Thahriana Sutriani dan Muflihah Isnawati. (2014). Perbedaan Antara
Tinggi Badan Berdasarkan Panjang Ulna Dengan Tinggi Badan Aktual Dewasa
Muda di Kota Semarang
29
yang diukur dengan cara berdiri, sedangkan panjang badan jika anak diukur
dengan berbaring (belum bisa berdiri). Berat badan menggambarkan jumlah
protein, lemak, air, dan mineral yang terdapat di dalam tubuh. Berat badan
merupakan komposit pengukuran ukuran total tubuh.5
Panjang badan merupakan indikator pertumbuhan yang secara bersama-
sama dapat menggambarkan pertumbuhan seseorang.44 Berat badan
merupakan parameter antropometri pilihan utama karena beberapa alasan,
yaitu untuk melihat perubahan dalam waktu singkat, memberikan gambaran
status gizi sekarang, dan parameter yang sudah umum digunakan. Penentuan
dilakukan dengan cara menimbang.2
2. Kegunaan
Pertumbuhan anak dalam usia dini, yaitu masa balita terutama bayi
sangat pesat terjadi. Secara garis besar, berat badan bayi usia 6 bulan
tumbuh 2 kali lipat dibandingkan berat badan lahir. Dengan penimbangan
dan pengukuran yang rutin dilakukan dalam mendeteksi secara dini ketidak
normalan.45
Berat badan digunakan sebagai salah satu parameter antropometri.
Alasan tersebut diantaranya adalah perubahan berat badan mudah terlihat
dalam waktu singkat dan menggambarkan status gizi saat ini. Pengukuran
berat badan mudah dilakukan dan alat ukur untuk menimbang berat badan
mudah diperoleh.5
3. Hubungan dengan Masalah Gizi
Masalah gizi kurang dan buruk dipengaruhi langsung oleh faktor
konsumsi pangan dan penyakit infeksi. Bayi dan balita adalah kelompok
anak yang berumur di bawah lima tahun dan menjadi istimewa karena
5
Holil M Par’i, Sugeng Wiyono, dan Titus Priyo Harjatmo. (2017). Penilaian
Status Gizi
44
Chyka Febria, Masrul, dan Eva Chundrayetti. (2017). Hubungan Kadar Kalsium
Dalam ASI, PASI Dan MPASI dari Asupan Bayi dengan Panjang Badan Bayi
Usia 6 Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Buaya Padang 2017
2
Pakar Gizi Indonesia.(2017). Ilmu Gizi Teori & Aplikasi
45
Febrianti, Rika Sri Wahyuni, dan Dewinny Septalia Dale. (2019). Pemeriksaan
Pertumbuhan Tinggi Badan Dan Berat Badan Bayi Dan Balita
30
46
Sasmiyanto dan Luh Titi Handayani. (2016). Studi Komparasi Indikator Sehat
Bayi, Balita dan Ibu Hamil di Wilayah Pesisir Pantai dan Pegunungan di
Kabupaten Jember Tahun 2015
47
Fitrah Ernawati, Yuniar Rosmalina, dan Yurista Permanasari. (2013). Pengaruh
Asupan Protein Ibu Hamil dan Panjang Badan Bayi Lahir Terhadap Kejadian
Stunting pada Aank Usia 12 Bulan di Kabupaten Bogor
48
Sara Herlina. (2018). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pertumbuhan
Bayi 6-12 Bulan di Puskesmas Simpang Baru
31
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Peserta Praktikum
Adapun peserta praktikum antropometri kelompok 5 (Nurul Hikmawati
Idris, Nur Rezkyana Asyhad, Winda Lestari Lande’, Ahmad Arif Hidayat,
Jihan Fadila, Idyah Hadiyanti, Indra Ayu Ningsih), gelombang A mahasiswa
Program Studi Ilmu Gizi angkatan 2018 FKM Universitas Hasanuddin.
B. Tempat dan Waktu Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 12 Oktober 2019 pukul 08:00-
19:30 WITA di Laboratorium Kimia Biofisik FKM Universitas Hasanuddin.
C. Alat dan Bahan
1. Alat
D. Prosedur Kerja
1. IMT
a. Berat badan
1) Digunakan timbangan digital yang sudah dikalibrasi terlebih
dahulu.
2) Pakaian yang seminim mungkin digunakan oleh subjek
3) Alas kaki tidak dikenakan oleh subjek
4) Dipastikan timbangan berada pada penunjukan skala dengan
angka 0,0.
5) Subjek berdiri diatas timbangan dengan posisi berat badan
merata pada kedua kaki dan pandangan lurus kedepan dilakukan
oleh subjek
6) Dibaca dan dicatat berat badan pada tampilan dengan skala 0,1
kg terdekat.
b. Tinggi badan
1) Alas kaki dilepas terlebih dulu oleh subjek. Diposisikan subjek
tepat di bawah microtoice.
2) Kaki rapat, lutut lurus, bagian belakang kepala, bahu, pantat dan
tumit diusahakan agar dirapatkan ke didinding oleh subjek.
3) Subjek dengan pandangan lurus ke depan, kepala tidak perlu
menyentuh dinding vertikal. Tangan lepas kesamping badan
dengan telapak tangan menghadap paha.
34
2) Lingkar lengan atas diukur pada posisi mid point dengan pita
LiLA menempel pada kulit. diperhatikan jangan sampai pita
menekan kulit atau ada rongga antara kulit dan pita.
3) Lingkar lengan atas dicatat pada skala 0,1 cm terdekat.
4. Lingkar perut
a. Diminta dengan cara yang santun pada subjek untuk membuka
pakaian bagian atas atau menyingkapkan pakaian bagian atas dan
raba tulang rusuk terakhir responden untuk ditetapkan titik
pengukuran.
b. Ditetapkan titik batas tepi tulang rusuk paling bawah.
c. Ditetapkan titik ujung lengkung tulang pangkal paha/panggul.
d. Ditetapkan titik tengah di antara titik tulang rusuk terakhir titik ujung
lengkung tulang pangkal paha atau panggul dan ditandai titik tengah
tersebut dengan alat tulis.
e. Subjek diminta untuk berdiri tegak dan bernafas dengan normal
(ekspirasi normal)
f. Pengukuran lingkar perut dimulai atau diambil dari titik tengah
kemudian sejajar secara horizontal melingkari pinggang dan perut
kembali menuju titik tengah diawal pengukuran.
g. Apabila subjek mempunyai perut yang gendut ke bawah, pengukuran
diambil pada bagian yang paling buncit lalu berakhir pada titik
tengah tersebut lagi.
5. Pengukuran Lingkar Pinggang (Lpi)
a. Subjek menggunakan pakaian yang longgar (tidak menekan)
sehingga alat ukur dapat diletakkan dengan sempurna. Sebaiknya
pita pengukur tidak berada di atas pakaian yang digunakan.
b. Subjek berdiri tegak dengan perut dalam keadaan rileks.
c. Pengukur menghadap ke subjek dan alat ukur diletakkan melingkar
pinggang secara horizontal dimana merupakan bagian paling kecil
36
dari tubuh atau pada bagian tulang rusuk paling terakhir. Seorang
pembantu diperlukan untuk meletakkan alat ukur dengan tepat.
d. Pengukuran dilakukan di akhir dari ekspresi yang normal dan alat
ukur tidak menekan kulit.
e. Dibaca dengan teliti hasil pengukuran pada pita hingga 0,1 cm
terdekat.
6. Lingkar Panggul (Lpa)
a. Subjek mengenakan pakaian yang tidak terlaku menekan.
b. Subjek berdiri tegak dengan kedua lengan berada pada kedua sisi
tubuh dan kaki rapat.
c. Pengukur jongkok di samping subjek sehingga tingkat maksimal dari
penggul terlihat.
d. Alat pengukur dilingkarkan secara horizontal tanpa menekan kulit.
Seorang pembantu diperlukan untuk meletakkan alat ukur dengan
tepat.
e. Dibaca dengan teliti hasil pengukuran pada pita hingga 0,1 cm
terdekat.
7. Pengukuran Percent Body Fat
a. Menentukan Tebal Lipatan Kulit (TLK)
1) Ibu jari dan jari telunjuk dari tangan kiri digunakan untuk
mengangkat kedua sisi kulit dan lemak subkutan kurang lebih 1
cm proximal dari daerah yang diukur.
2) Lipatan kulit diangkat pada jarak kurang lebih 1 cm tegak lurus
arah garis kulit.
3) Lipatan kulit tetap diangkat sampai pengukuran selesai.
4) Caliper dipegang oleh tangan kanan.
5) Pengukuran dilakukan dalam 4 detik setelah penekanan kulit oleh
caliper dilepas.
37
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Praktikum
1. Tabel Hasil Pengukuran IMT
Adapun hasil pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT):
Tabel 4. 1 Hasil Pengukuran IMT
No. Nama BB TB IMT Ket
1. Ahmad Arif Hidayat 56 168,5 19,72 Normal
2. Winda Lestari Lande 55,8 147,3 25,71 Overweight
3. Nurul Hikmawati Idris 35,1 152 15,19 Underweight
4. Nur Rezkyana Asyhad 53,1 156,4 22,38 Normal
5. Idyah Hadiyanti 46,7 154,6 19,69 Normal
6. Jihan Fadila 47,5 150 21,11 Normal
7. Indra Ayu Ningsih 42,2 153,3 17,95 Underweight
Sumber: Data Primer, 2019
2. Tabel Hasil Pengukuran Tinggi Lutut
Adapun hasil pengukuran prediksi tinggi badan berdasarkan tinggi lutut:
Tabel 4. 2 Hasil Pengukuran Tinggi Lutut
TB menurut TL
No. Nama TB TL
Chumlea Buku
1. Ahmad Arif Hidayat 168,5 53,4 171,34 171,34
2. Winda Lestari Lande 147,3 46 164,26 151,06
3. Nurul Hikmawati Idris 152,0 46,6 165,59 152,16
4. Nur Rezkyana Asyhad 154,4 47,4 167,30 153,62
5. Idyah Hadiyanti 154,6 47,7 167,85 154,17
6. Jihan Fadila 150,0 46,7 165,78 152,34
7. Indra Ayu Ningsih 153,3 46,3 165,05 151,61
Sumber: Data Primer, 2019
3. Tabel Hasil Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA)
Adapun hasil pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA)
Tabel 4. 3 Hasil Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA)
No. Nama LiLA Ket
1. Ahmad Arif Hidayat 25,4 Normal
2. Winda Lestari Lande 29,2 Normal
3. Nurul Hikmawati Idris 19,8 Beresiko KEK
4. Nur Rezkyana Asyhad 25,4 Normal
5. Idyah Hadiyanti 24,8 Normal
6. Jihan Fadila 26 Normal
7. Indra Ayu Ningsih 24 Normal
Sumber: Data Primer, 2019
41
7. Tabel Hasil Pengukuran Arm Span (AS) & Demi Span (DH)
Adapun hasil pengukuran prediksi tinggi badan Arm Span & Demi Span:
Tabel 4. 7 Hasil Pengukuran Arm Span
No. Nama AS TB menurut AS
1. Ahmad Arif Hidayat 182,2 175,47
2. Winda Lestari Lande 160 157,8
3. Nurul Hikmawati Idris 154,5 155,16
4. Nur Rezkyana Asyhad 160 157,8
5. Idyah Hadiyanti 161,5 158,52
6. Jihan Fadila 165,3 160,34
7. Indra Ayu Ningsih 162 158,76
Sumber: Data Primer, 2019
Tabel 4. 8 Hasil Pengukuran Demi Span
TB menurut DS
No. Nama DS
Tabel Rumus
1. Ahmad Arif Hidayat 81 1,73 173,97
2. Winda Lestari Lande 71 1,54 156,7
3. Nurul Hikmawati Idris 71 1,54 156,82
4. Nur Rezkyana Asyhad 72 1,56 158,23
5. Idyah Hadiyanti 72,5 1,57 158,88
6. Jihan Fadila 71 1,54 156,82
7. Indra Ayu Ningsih 72,5 1,57 158,75
Sumber: Data Primer, 2019
8. Tabel Hasil Pengukuran Ulna Lenght (UL)
Adapun hasil pengukuran prediksi tinggi badan Ulna Length
Tabel 4. 9 Hasil Pengukuran Ulna Lenght (UL)
TB menurut UL
No. Nama TB Ulna Length
Tabel Rumus
1. Ahmad Arif Hidayat 168,5 28,5 1,82 167,69
2. Winda Lestari Lande 147,3 25,0 1,65 154,23
3. Nurul Hikmawati Idris 152,0 24,0 1,62 150,53
4. Nur Rezkyana Asyhad 154,4 25,0 1,65 154,48
5. Idyah Hadiyanti 154,6 25,0 1,65 154,48
6. Jihan Fadila 150,0 24,0 1,62 150,53
7. Indra Ayu Ningsih 153,3 25,0 1,65 154,39
Sumber: Data Primer, 2019
B. Pembahasan
1. Pengukuran IMT
Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh data bahwa subjek bernama
Winda Lestari Lande’ berdasarkan IMT termasuk kategori gizi lebih
43
49
Saifuddin Sirajuddin, Nurhaedar Jafar, dan Rahayu Indriasari. (2019). Penuntun
Praktikum Penilaian Status Gizi Antropometri, Biokimia, Survei Konsumsi
Pangan
44
dengan selisih 2,84 cm. Prediksi tinggi badan berdasarkan tinggi lutut
terendah adalah Winda Lestari Lande, dimana berdasarkan rumus
chumlea adalah 164,26 cm memiliki selisih yang cukup besar yaitu 16,96
cm, sedangkan berdasarkan rumus di buku penuntun yaitu 151,06 cm
tidak jauh berbeda dari tinggi aktualnya dengan selisih 3,76 cm. Hasil ini
diperoleh berdasarkan pengukuran tinggi lutut dengan kneemometer.
Pengukuran tinggi badan dengan cara berdiri tegak sulit dilakukan
pada lansia karena adanya nyeri, lemah dan deformitas tulang belakang,
seperti kifosis dan osteoporosis sehingga lansia tidak dapat berdiri
dengan tegak dan stabil untuk dilakukan pengukuran tinggi badan.
Alternatif pengukuran tinggi badan yang paling banyak dilakukan salah
satunya adalah mengukur tinggi lutut, yang kemudian dikonversi menjadi
tinggi badan dengan menggunakan formula tertentu, seperti chumlea.
Salah satu alasan pengukuran tinggi lutut dilakukan adalah karena
panjang tulang pada tungkai bagian bawah tidak berubah seiring
bertambahnya usia, tidak seperti tinggi tulang belakang.50
3. Pengukuran LILA
Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh hasil bahwa ukuran LiLA
subjek bersangkutan Nurul Hikmawati Idris adalah yang terendah dengan
nilai 19,8 cm yang termasuk kategori berisiko mengalami KEK (<23,5
cm). Ukuran LiLA tertinggi adalah Winda Lestari Lande dengan nilai
29,2 cm yang termasuk kategori normal (>23,5 cm). Hasil ini diperoleh
berdasarkan pengukuran menggunakan pita LiLA.
LiLA merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi,
karena mudah, murah, dan cepat. Tidak memerlukan data umur yang
terkadang susah diperoleh. Memberikan gambaran tentang keadaan
jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit. LiLA mencerminkan
50
Triya Ulva Kusuma dan Ali Rosidi. (2018). Reliabilitas Kaliper Tinggi Lutut
dalam Penentuan Tinggi Badan
45
49
Saifuddin Sirajuddin, Nurhaedar Jafar, dan Rahayu Indriasari. (2019). Penuntun
Praktikum Penilaian Status Gizi Antropometri, Biokimia, Survei Konsumsi
Pangan
46
51
Rizka Aulia Tsani dan Agung Aji Prasetyo. (2019). Hubungan Antara Waist
Hip Ratio dengan Plantar Arch Index pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro
47
Ukuran PBF terendah adalah Ahmad Arif Hidayat dengan nilai 7,8 %
yang termasuk kategori under fat (< 8 %). Hasil ini diperoleh
berdasarkan pengukuran TLK pada tricep dan subscapular.
Lemak dapat diukur secara absolut (dalam kg) dan secara relatif (%)
terhadap berat tubuh total. Jumlah lemak tubuh sangat bervariasi
ditentukan oleh jenis kelamin dan umur. Ketebalan lipatan kulit adalah
suatu pengukuran kandungan lemak tubuh karena sekitar separuh dari
cadangan lemak tubuh total terdapat langsung di bawah kulit.
Pengukuran tebal lipatan kulit merupakan salah satu metode penting
untuk menentukan komposisi tubuh serta persentase lemak tubuh dan
untuk menentukan status gizi secara antropometri.49
Solusi untuk Nurul Hikmawati Idris yang memiliki PBF dengan nilai
12,04% yaitu mengatur pola makan sehat dan bergizi sesuai dengan
kebutuhan. Makanan yang sehat dan bergizi sangat baik untuk kesehatan.
Konsumsi makanan yang berlebihan dapat berdampak pada
bertambahnya berat badan dan kurang mengonsumsi makanan dapat
berdampak pada menurunnya berat badan.
7. Pengukuran prediksi tinggi badan arm span dan demi span
Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh data prediksi tinggi badan
berdasarkan arm span dan demi span diketahui bahwa prediksi tinggi
badan berdasarkan arm span terendah adalah Nurul Hikmawati Idris
dimana hasilnya yaitu 155,16 cm, sedangkan prediksi tinggi badan
berdasarkan demi span yaitu 156,82. Hasil dari pengukuran arm span dan
demi span diketahui bahwa prediksi tinggi badan berdasarkan arm span
tertinggi adalah Ahmad Arif Hidayat, dimana hasilnya overestimate yaitu
175,47 cm. Subjek bersangkutan Nurul Hikmawati Idris memiliki selisih
3,16 cm dari tinggi aktualnya.
Berdasarkan hasil dari pengukuran arm span dan demi span diketahui
49
Saifuddin Sirajuddin, Nurhaedar Jafar, dan Rahayu Indriasari. (2019). Penuntun
Praktikum Penilaian Status Gizi Antropometri, Biokimia, Survei Konsumsi
Pangan
48
bahwa prediksi tinggi badan berdasarkan demi span Winda Lestari Lande
adalah yang terendah, dimana berdasarkan tabel adalah 154 cm,
sedangkan berdasarkan rumus yaitu 156,70 cm. Berdasarkan pengukuran
demi span Ahmad Arif Hidayat adalah yang tertinggi, dimana
berdasarkan tabel adalah 173 cm, sedangkan berdasarkan rumus yaitu
173,97 cm. Hasil ini diperoleh berdasarkan pengukuran arm span dan
demi span.
Pengukuran tinggi badan yang tidak akurat pada lansia disebabkan
adanya beberapa perubahan fisik yang mempengaruhi tinggi badan.
Maka berbagai usaha dilakukan untuk mengembangkan persamaan,
mengestimasi tinggi badan dari tulang panjang seperti panjang lutut,
panjang rentang lengan6 dan demispan. Ketiga pengukuran antropometri
tersebut positif berkorelasi dengan tinggi badan (p<0,05 untuk semua
parameter). Pada penelitian yang dilakukan di Malaysia, panjang rentang
lengan menunjukkan hubungan yang paling kuat dengan tinggi badan
pada dewasa maupun lansia.39
8. Pengukuran prediksi tinggi badan ulna length
Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh hasil pengukuran ulna length
diketahui bahwa prediksi tinggi badan berdasarkan ulna length Nurul
Hikmawati Idris termasuk yang terendah dimana hasilnya overesitimate,
berdasarkan tabel adalah 162 cm memiliki selisih cukup besar dari tinggi
actual yaitu 10 cm, sedangkan berdasarkan rumus 150,53 cm dengan
selisih 1,47 cm. Hasil dari pengukuran ulna length diketahui bahwa
prediksi tinggi badan berdasarkan ulna length tertinggi adalah Ahmad
Arif Hidayat, hasilnya overestimate dimana berdasarkan tabel adalah 182
cm memiliki selisih cukup besar dari tinggi aktual yaitu 13,5 cm,
sedangkan berdasarkan rumus yaitu 167,69 cm dengan selisih 0,81 cm
dari tinggi aktual. Hasil dari pengukuran ulna length diketahui bahwa
prediksi tinggi badan berdasarkan ulna length terendah adalah Nurul
39
Desti Ambar Wati. (2018). Hubungan Rentang Lengan Dengan Tinggi Badan
Dalam Menentukan Indeks Massa Tubuh Lansia
49
37
Kuntari Astriana, Budiyanti Wiboworini, dan Kusnandar. 2018. Hubungan
rentang lengan, tinggi lutut, panjang ulna dengan tinggi badan lansia perempuan
di Kecamatan Sewon
50
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengukuran yang diperoleh :
1. Hasil pengukuran Indeks Massa Tubuh tertinggi yaitu Winda Lestari
Lande dengan nilai sebesar 25,71 kg/m2 dan terendah yaitu Nurul
Hikmawati Idris dengan nilai sebesar 15,19 kg/m2.
2. Hasil pengukuran Tinggi Badan Menurut Tinggi Lutut tertinggi yaitu
Ahmad Arif Hidayat dengan hasil sebesar 171,34 cm dan terendah yaitu
Winda Lestari Lande dengan hasil sebesar 164,26 cm.
3. Hasil pengukuran LiLA tertinggi yaitu Winda Lestari Lande dengan
hasi 29,2 cm dan terendah yaitu Nurul Hikmawati Idris dengan hasil
19,8 cm.
4. Hasil pengukuran Lingkar Perut tertinggi yaitu Winda Lestari Lande
dengan hasil 78 cm dan terendah adalah Nurul Hikmawati Idris dengan
hasil 61 cm.
5. Hasil pengukuran WHR tertinggi yaitu Ahmad Arif Hidayat dengan
hasil 0,95 cm dan terendah adalah Idyah Hadiyanti dengan nilai 0,80
cm.
6. Hasil pengukuran Percent body fat tertinggi yaitu Winda Lestari Lande
dengan nilai 12,62% dan terendah adalah Ahmad Arif Hidayat dengan
nilai 7,8%.
7. Hasil pengukuran prediksi tinggi badan arm span dan demi span
menunjukkan hasil TB menurut arm span tertinggi adalah Ahmad Arif
Hidayat dengan nilai 175,47 cm dan terendah adalah Nurul Hikmawati
Idris dengan nilai 155,16 cm, sedangkan hasil TB menurut demi span
tertinggi adalah Ahmad Arif Hidayat dan terendah adalah Winda
Lestari Lande.
8. Hasil pengukuran prediksi tinggi badan ulna length menunjukkan hasil
tertinggi adalah Ahmad Arif Hidayat dan terendah adalah Nurul
Hikmawati Idris dan Jihan Fadila.
51
B. Saran
1. Untuk Dosen
Diharapkan agar dosen mengawasi kegiatan praktikum dan
berkoordinasi dengan asisten untuk mengurangi terjadinya kesalahan
dalam kegiatan praktikum.
2. Untuk Asisten
Diharapkan kepada asisten agar lebih dapat membimbing dan
memperhatikan praktikan secara serius selama praktikum.
3. Untuk Peserta Praktikum
Diharapkan untuk laboratarium dapat melengkapi alat yang ada agar
praktikum dapat berjalan lancar.
4. Untuk Laboratorium
Diharapkan kegiatan praktikum dapat berlangsung tenang dan
waktu praktikum dapat dimanfaatkan dengan optimal.
52
DAFTAR PUSTAKA
1. Fitri, MO. Aplikasi Monotoring Perkembangan Status Gizi Anak dan Balita
Secara Digital dengan Metode Antropometri Berbasis Android. Jurnal Instek
[Serial Online] 2017 April [Diakses pada tanggal 15 Oktober 2019]; 2(2):
140-8. Tersedia dari: http://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/instek/article/download/2613/2465
2. Pakar Gizi Indonesia. Ilmu Gizi Teori & Aplikasi. Edisi 2017. Jakarta: EGC,
2016. P.133-134.
3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Hasil Utama Riskesdas 2018.
2018.
4. Mudambi, Rajagopal. Fundamentals of Foods, Nutrition and Diet Therapy.
5th Edition. New Delhi: New Age International (P) Ltd, 2007. P.5.
5. Par’i HM., Wiyono S, Harjatmo TP. Penilaian Status Gizi. Edisi 2017.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2017. P.4, 47, 48, 49,
50, 51,68, 70, 71, 85, 95, 102, 106, 212, 213, 242, 247, 271, 272.
6. Anita W. Relations Dietary And Gender With Nutritional Status Of Children
In SDN 43 Kota Pekanbaru. Jurnal Endurance [Serial Online] 2018 Juni
[Diakses pada tanggal 21 Oktober 2019]; 3(2): 253-9. Tersedia dari:
http://ejournal.kopertis10.or.id/index.php/endurance/article/view/2970
7. Par’i, HM. Penilaian Status Gizi Dilengkapi Proses Asuhan Gizi Standar.
Edisi 2018. Jakarta: EGC, 2014. P.6, 7, 11.
8. Singh S, Ahlawat S, Pandya S, Prafull B. Anthropometric Measurements and
Body Composition Parameters of Farm Women in North Gujarat. Journal of
Ergonomics [Serial Online] 2013 [Diakses pada tanggal 26 Oktober 2019];
3(1): 1-4. Tersedia dari: https://www.longdom.org/open-
access/anthropometric-measurements-and-body-composition-parameters-of-
farm-women-in-north-gujarat-2165-7556.1000114.pdf
9. Nugroho K, Mulyadi, Masi GNM. Hubungan Aktivitas Fisik dan Pola Makan
Dengan Perubahan Indeks Massa Tubuh pada Mahasiswa Semester 2
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran. E-Journal
Keperawatan [Serial Online] 2016 Juli [Diakses pada tanggal 21 Oktober
53
22. Amilia FR, Huldani, Asnawati. Hubungan IMT dan Lingkar Perut dengan
Kapasitas Oksigen Maksimal Calon Jemaah Haji. Homeostasis [Serial
Online] 2019 Agustus [Diakses pada tanggal 21 Oktober 2019]; 2(2): 209-
16. Tersedia dari:
https://ppjp.ulm.ac.id/journals/index.php/hms/article/download/787/755
23. Septyaningrum N, Martini S. Lingkar Perut Mempunyai Hubungan Paling
Kuat dengan Kadar Gula Darah. Jurnal Berkala Epidemiologi [Serial Online]
2014 Januari [Diakses pada tanggal 21 Oktober 2019]; 2(1): 48-58. Tersedia
dari: https://media.neliti.com/media/publications/94971-ID-none.pdf
24. Sari MK, Lipoeto NI, Herman RB. Hubungan Lingkar Abdomen (Lingkar
Perut) dengan Tekanan Darah. Jurnal Kesehatan Andalas [Serial Online]
2016 [Diakses pada tanggal 21 Oktober 2019]; 5(2): 456-61. Tersedia dari:
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/download/539/444
25. Zaleha, Yusuf A. Hubungan Status Obesitas Terhadap Hipertensi di
Puskesmas Sungkai Kabupaten Banjar. Jurnal Media Kesehatan [Serial
Online] 2012 Juni [Diakses pada tanggal 24 Oktober 2019]; 5(1): 60-8.
Tersedia dari: https://jurnal.poltekkes-kemenkes-
bengkulu.ac.id/index.php/jmk/article/download/180/59/
26. Septina T, Purba M, Hartriyanti Y. Studi Validasi Indeks Massa Tubuh dan
Rasio Lingkar Pinggang Panggul Terhadap Profil Lipid pada Pasien Rawat
Jalan di Poli Jantung RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Jurnal Gizi Klinik
Indonesia [Serial Online] 2010 Juli [Diakses pada tanggal 20 Oktober 2019];
7(1): 34-40. Tersedia dari:
https://jurnal.ugm.ac.id/jgki/article/download/17613/11438
27. Karimah M. Rasio Lingkar Pinggang-Panggul Memiliki Hubungan Paling
Kuat dengan Kadar Glukosa Darah. Jurnal Berkala Epidemiologi [Serial
Online] 2018 [Diakses pada tanggal 20 Oktober 2019]; 6(3): 219-26.
Tersedia dari: https://e-journal.unair.ac.id/JBE/article/download/8039/6201
28. Harahap M, Mochta Y. Gambaran Rasio Lingkar Pinggang Pinggul, Riwayat
Penyakit dan Usia Pada Pegawai Polres Pekanbaru. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Andalas [Serial Online] 2016 April 1 [Diakses pada tanggal 20
56
39. Wati DA. Hubungan Rentang Lengan Dengan Tinggi Badan Dalam
Menentukan Indeks Massa Tubuh Lansia. Journal of Holistics and Health
Sciences [Serial Online] 2018 Juni [Diakses pada tanggal 20 Oktober 2019];
2(1): 14-8. Tersedia dari:
http://ejournal.stikesholistic.ac.id/file.php?file=jurnal&id=568&cd=0b2173ff
6ad6a6fb09c95f6d50001df6&name=4%20artikel%20Desti%20Ambar%20W
ati.pdf
40. Mondal MK, Jana TK, Giri S, Roy H. Height Prediction from Ulnar Length
in Females: A Study in Burdwan District of West Bengal (Regression
Analysis). Journal of Clinical and Diagnostic Research [Serial Online] 2012
Oktober [Diakses pada tanggal 21 Oktober 2019]; 6(8): 1401-4. Tersedia dari:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3471500/pdf/jcdr-6-1401.pdf
41. Yadav SK, Mandal BK, Karn A. Determination of stature from ulnar length
in Nepalese population. European Journal of Forensic Sciences [Serial
Online] 2015 Maret [Diakses pada tanggal 21 Oktober 2019]; 2(1): 5-8.
Tersedia dari:
https://www.researchgate.net/profile/Abhishek_Karn2/publication/279866089
_Determination_of_stature_from_ulnar_length_in_nepalese_population/links/
559cc51208ae898ed65206de/Determination-of-stature-from-ulnar-length-in-
nepalese-population.pdf?origin=publication_detail
42. Mulyasari I, Purbowati. Lingkar Lengan Atas dan Panjang Ulna Sebagai
Parameter Antropometri Untuk Memperkirakan Berat Badan dan Tinggi
Badan Orang Dewasa. Jurnal Gizi Indonesia [Serial Online] 2018 Desember
[Diakses pada tanggal 21 Oktober 2019]; 7(1): 30-6. Tersedia dari:
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/jgi/article/download/20317/14468
43. Sutriani KT, Isnawati M. Perbedaan Antara Tinggi Badan Berdasarkan
Panjang Ulna Dengan Tinggi Badan Aktual Dewasa Muda di Kota Semarang.
Journal of Nutrition College [Serial Online] 2014 [Diakses pada tanggal 21
Oktober 2019]; 3(1): 117-24. Tersedia dari:
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jnc/article/download/4539/4364
59