Anda di halaman 1dari 60

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penilaian status gizi secara antropometri sangat umum digunakan untuk
mengukur status gizi seseorang. Berbagai macam ukuran tubuh diukur, dan itu
merupakan indikator dari status gizi seseorang yang meliputi Indeks Massa
Tubuh (IMT), Panjang Badan Baduta (0-23 bulan), Berat Badan Baduta (0-23
bulan), Prediksi Tinggi Badan, WHR (Rasio lingkar pinggang dan panggul),
Lingkar Perut, Lingkar Lengan Atas, dan Percent Body Fat. Ketika mengalami
masalah gizi dapat dilakukan tindakan perbaikan maupun pencegahan masalah
status gizi.
Penilaian status gizi, dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
Penilaian secara langsung meliputi antropometri, biokimia, klinis dan biofisik.
Sedangkan penilaian secara tidak langsung meliputi survei konsumsi makanan,
statistik vital, dan faktor ekologi. Setiap penilaian status gizi tersebut memiliki
kelemahan dan kelebihan.
Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan
asupan protein dan energi. Antropometri sebagai indikator status gizi dapat
dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran
tunggal dari tubuh manusia. Parameter antropometri merupakan dasar dari
penilaian status gizi.1
Antropometri sudah sejak lama digunakan untuk menilai status gizi. Di
Indonesia antropometri banyak digunakan sejak tahun 1970-an. World Health
Organization (WHO) telah mengeluarkan buku The Assessment of the
Nutritional Status of the Community yang ditulis oleh Jelliffe Derrick B tahun
1996.
Pada tahun 1975, melalui kelompok kerja WHO menyarankan penggunaan
antropometri untuk menilai status gizi dalam kegiatan survei dan surveilans
gizi. Perkembangan selanjutnya, pada tahun 1983 WHO mengeluarkan lagi

1
Mega Orina Fitri. (2017). Aplikasi Monotoring Perkembangan Status Gizi Anak
dan Balita Secara Digital dengan Metode Antropometri Berbasis Android
2

buku Measuring Change in Nutritional Status yang sangat terkenal dengan


penggunaan baku rujukan National Center for Health Statistics (NSCHS).
Dewasa ini, standar yang digunakan adalah WHO 2005.
Antropometri di Indonesia sangat populer digunakan saat adanya kegiatan
“Kelompok Timbang” di desa/ kelurahan, yang dilanjutkan dengan kegiatan
Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK), dan sekarang terkenal dengan
kegiatan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) yang selalu melakukan kegiatan
pengukuran antropometri untuk memonitor pertumbuhan anak balita. Beberapa
dokumen antropometri yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI
adalah buku Pedoman Ringkas Cara Pengukuran Antropometri dan Penentuan
Keadaan Gizi yang dikeluarkan tahun 1980 oleh Puslitbang Gizi Bogor.
Dokumen terakhir menyangkut antropometri dikeluarkan oleh Kementrian
Kesehatan RI Nomor 1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri
Penilaian Status Gizi Anak yang sampai saat ini masih digunakan di seluruh
Indonesia.
Pemanfaatan antropometri gizi di Indonesia cukup banyak, baik oleh
pengelola program gizi masyarakat, petugas gizi di rumah sakit, kegiatan
olahraga, dan dalam bidang penelitian. Sebagai contoh, kegiatan Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) mulai tahun 2007, 2010, dan 2013 selalu
menggunakan antropometri dalam pengumpulan dan analisis data.
Pemanfaatan antropometri sangat luas sesuai dengan siklus dalam daur
kehidupan, yaitu mulai bayi, anak balita, anak sekolah, remaja, dewasa, dan
lanjut usia.2
Berdasarkan data yang diambil dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
2018, sebanyak 31,8% Wanita Usia Subur (WUS) di Indonesia menderita
Kurang Energi Kronis (KEK), yang terdiri dari 17,3% Wanita Usia Subur
(WUS) hamil dan 14,5% WUS (Wanita Usia Subur) tidak hamil. Berdasarkan
grafik, provinsi Sulawesi Selatan menempati urutan ke-11 yang memiliki
prevalensi penderita Kurang Energi Kronis (KEK) terbanyak di Indonesia.
Prevalensi penderita Kurang Energi Kronis (KEK) di Sulawesi Selatan

2
Pakar Gizi Indonesia.(2017). Ilmu Gizi Teori & Aplikasi
3

sebanyak 17,5% Wanita Usia Subur (WUS) tidak hamil dan sebanyak 17,5%
Wanita Usia Subur (WUS) tidak hamil.
Berdasarkan data yang diambil dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
2018, prevalensi penderita obesitas pada orang dewasa > 18 tahun di Indonesia
sebanyak 21,8%. Prevalensi tersebut terus naik dari tahun 2007. Prevalensi
penderita obesitas pada orang dewasa > 18 tahun di Indonesia pada tahun 2007
sebesar 10,5% dan pada tahun 2013 sebesar 14,8%. Indikator obesitas pada
orang dewasa > 18 tahun yaitu IMT ≥ 27,0. IMT dapat diketahui membagi
berat badan dengan kuadrat dari tinggi badan dalam meter.
Berdasarkan data yang diambil dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
2018, sebanyak 13,8% balita di Indonesia menderita gizi kurang dan sebanyak
3,9% balita di Indonesia menderita gizi buruk. Prevalensi balita yang menderita
gizi kurang di Indonesia mengalami penurunan dari tahun 2013, prevalensi gizi
kurang pada balita di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 13,19%. Adapun
prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia juga mengalami
penurunan dari tahun 2013, prevalensi gizi buruk pada balita di Indonesia pada
tahun 2013 sebesar 5,7%.
Berdasarkan grafik, provinsi Sulawesi Selatan menempati urutan ke-10
yang memiliki prevalensi balita yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk
terbanyak di Indonesia. Prevalensi balita yang mengalami gizi kurang dan gizi
buruk di Sulawesi Selatan berkisar 20%. Jumlah ini menurun dari prevalensi
pada tahun 2013, dimana prevalensi pada tahun 2013 yaitu berkisar 23%.
Berdasarkan data yang diambil dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018,
sebanyak 19,3% balita di Indonesia pendek dan sebanyak 11,5% balita di
Indonesia sangat pendek. Prevalensi balita pendek di Indonesia mengalami
kenaikan dari tahun 2013, prevalensi balita pendek di Indonesia pada tahun
2013 sebesar 19,2%. Adapun prevalensi balita sangat pendek di Indonesia
mengalami penurunan dari tahun 2013, prevalensi balita sangat pendek di
Indonesia pada tahun 2013 sebesar 18,0%.
Berdasarkan grafik, provinsi Sulawesi Selatan menempati urutan ke-4 yang
memiliki prevalensi balita pendek dan sangat pendek terbanyak di Indonesia.
4

Prevalensi balita pendek dan sangat pendek di Sulawesi Selatan berkisar 35%.
Jumlah ini menurun dari prevalensi pada tahun 2013, dimana prevalensi pada
tahun 2013 yaitu berkisar 40%.
Berdasarkan data yang diambil dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
2018, prevalensi orang dewasa > 18 tahun di Indonesia yang memiliki berat
badan lebih (overweight) sebanyak 13,6%. Prevalensi tersebut terus naik dari
tahun 2007. Prevalensi penderita berat badan lebih (overweight) pada orang
dewasa > 18 tahun di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 8,6% dan pada tahun
2013 sebesar 11,5%. Indikator berat badan lebih (overweight) pada orang
dewasa > 18 tahun yaitu IMT ≥ 25,0 sampai dengan < 27,0.
Berdasarkan data yang diambil dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
2018, prevalensi orang dewasa ≥ 15 tahun di Indonesia yang menderita
obesitas sentral sebanyak 31,0%. Prevalensi tersebut terus mengalami kenaikan
dari tahun 2007. Prevalensi penderita obesitas sentral pada orang dewasa ≥ 15
tahun di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 18,8% dan pada tahun 2013
sebesar 26,6%. Indikator obesitas sentral pada orang dewasa ≥ 15 tahun yaitu
lingkar perut, dimana ambang batas lingkar perut pada wanita yaitu > 80 cm
dan ambang batas lingkar perut pada pria yaitu > 90 cm.3
Status gizi adalah keadaan tubuh kita sebagai akibat dari makanan yang
dikonsumsi dan penggunaannya oleh tubuh. Status gizi bisa baik, cukup atau
buruk. Karakteristik status gizi yang baik adalah ditandai dengan kepribadian
yang baik hati, tubuh yang berkembang dengan baik, dengan berat badan
normal, otot yang berkembang dengan baik, kulit yang sehat, warna merah
muda kemerahan pada kelopak mata dan membran mulut, lapisan lemak
subkutan yang baik, mata jernih, rambut halus dan mengkilap, nafsu makan
baik dan kesehatan umum yang sangat baik. Status gizi buruk dibuktikan oleh
kepribadian yang lesu, apatis, atau mudah tersinggung, tubuh dengan ukuran
kurang berkembang, badan abnormal (terlalu kurus atau gemuk dan lembek),
otot kecil dan lembek, kulit pucat atau pucat, terlalu sedikit atau terlalu banyak

3
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Hasil Utama Riskesdas
2018
5

lemak subkutan, mata kusam atau memerah, rambut lustreless dan kasar, nafsu
makan yang buruk, kurangnya semangat dan daya tahan untuk bekerja dan
kerentanan terhadap infeksi.4
Antropometri dalam ilmu gizi dikaitkan dengan proses pertumbuhan tubuh
manusia. Ukuran tubuh manusia akan berubah seiring dengan bertambahnya
umur, pertumbuhan yang baik akan menghasilkan berat dan tinggi badan yang
optimal. Kesesuaian antara pertumbuhan seseorang dengan pertumbuhan yang
umum terjadi pada anak sehat, akan menghasilkan status gizi yang baik.
Pertambahan ukuran tubuh dapat menjadi acuan dalam penentuan status gizi.
Beberapa contoh jenis ukuran antropometri yang sering digunakan untuk
menilai status gizi diantaranya berat badan, panjang atau tinggi badan, lingkar
lengan atas, lapisan lemak bawah kulit, lingkar kepala, lingkar dada, dan
lainnya. Pada kegiatan penimbangan balita di Posyandu dilakukan pengukuran
berat badan dengan menggunakan dacin, di Puskesmas pengukuran berat badan
pasien dengan timbangan detecto atau bathroom scale, pengukuran tinggi
badan dengan mikrotois. Jenis alat yang dipakai di Posyandu, Puskesmas
maupun di rumah sakit tersebut adalah merupakan jenis alat ukur antropometri.
Antropometri sebagai penilaian status pertumbuhan, digunakan untuk
menilai pertambahan ukuran tubuh dari waktu ke waktu. Pertumbuhan tubuh
akan berkembang dan bertambah setiap waktu tergantung asupan gizi yang
dikonsumsi. Ukuran tubuh yang dapat dinilai untuk mengukur pertumbuhan di
antaranya adalah berat badan, panjang/tinggi badan, lingkar kepala yang
dilakukan teratur setiap periode tertentu. Misalnya, pemantauan pertumbuhan
yang dilakukan di posyandu dengan memantau pertambahan berat badan
dengan menggunakan KMS (Kartu Menuju Sehat), atau pemantauan
pertumbuhan yang dilakukan pada setiap anak balita yang berkunjung di
Puskesmas dengan menggunakan Grafik Pertumbuhan Anak (GPA).
Fungsi kedua antropometri adalah untuk penilaian status gizi pada waktu
tertentu. Kegiatan penilaian status gizi di sini dilakukan dalam kurun waktu

4
Mudambi and Rajagopal. (2007). Fundamentals of Foods, Nutrition and Diet
Therapy
6

yang panjang, misalnya setiap 1 tahun atau 5 tahun sekali atau hanya dilakukan
pada 1 kali periode saja dan dilakukan pada populasi. Tujuan penilaian status
gizi di sini adalah untuk mengetahui prevalensi status gizi pada waktu tertentu
atau dapat juga dilakukan untuk mengetahui perkembangan prevalensi status
gizi pada populasi dari waktu ke waktu. Biasanya hasilnya dibandingkan
dengan daerah lagi untuk mengetahui apakah prevalensi status gizinya lebih
baik atau tidak. Contohnya adalah kegiatan Pemantauan Status Gizi (PSG)
yang dilakukan setiap tahun oleh Kementerian Kesehatan RI dan Dinas
Kesehatan. Hasil kegiatan PSG ini dapat mengetahui prevalensi status gizi dari
setiap daerah.5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat ditarik rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan status gizi?
2. Bagaimana penentuan status gizi secara antropometri?
3. Bagaimana penentuan status gizi individu berdasarkan Indeks Massa
Tubuh (IMT)?
4. Bagaimana penentuan status gizi individu berdasarkan prediksi tinggi
badan berdasarkan tinggi lutut?
5. Bagaimana penentuan status gizi individu berdasarkan LiLA?
6. Bagaimana penentuan status gizi individu berdasarkan lingkar perut?
7. Bagaimana penentuan status gizi individu berdasarkan WHR?
8. Bagaimana penentuan status gizi individu berdasarkan Percent Body Fat?
9. Bagaimana penentuan status gizi individu berdasarkan prediksi tinggi
badan arm span dan demi span?
10. Bagaimana penentuan status gizi individu berdasarkan prediksi tinggi
badan ulna length?
11. Bagaimana penentuan status gizi individu berdasarkan panjang badan dan
berat badan bayi?

5
Holil M Par’i, Sugeng Wiyono, dan Titus Priyo Harjatmo. (2017). Penilaian
Status Gizi
7

C. Tujuan Praktikum
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum kegiatan praktikum ini adalah untuk menilai
status gizi individu secara antropometri.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus kegiatan praktikum ini adalah:
a. Untuk mengetahui apa itu status gizi.
b. Untuk mengetahui pengukuran status gizi secara antropometri.
c. Untuk mengetahui Indeks Massa Tubuh (IMT).
d. Untuk mengetahui prediksi tinggi badan berdasarkan tinggi lutut.
e. Untuk mengetahui LiLA.
f. Untuk mengetahui lingkar perut.
g. Untuk mengetahui WHR.
h. Untuk mengetahui Percent Body Fat.
i. Untuk mengetahui prediksi tinggi badan arm span dan demi span.
j. Untuk mengetahui prediksi tinggi badan ulna length.
k. Untuk mengetahui panjang badan dan berat badan bayi.
D. Manfaat Praktikum
Adapun manfaat dari kegiatan praktikum ini adalah :
1. Praktikan dapat mengetahui apa status gizi.
2. Praktikan dapat mengetahui penentuan status gizi secara antropometri.
3. Praktikan dapat mengetahui Indeks Massa Tubuh (IMT).
4. Praktikan dapat mengetahui prediksi tinggi badan berdasarkan tinggi lutut.
5. Praktikan dapat mengetahui LiLA.
6. Praktikan dapat mengetahui lingkar perut.
7. Praktikan dapat mengetahui WHR.
8. Praktikan dapat mengetahui Percent Body Fat.
9. Praktikan dapat mengetahui prediksi tinggi badan arm span dan demi
span.
10. Praktikan dapat mengetahui prediksi tinggi badan ulna length.
11. Praktikan dapat mengetahui panjang badan dan berat badan bayi.
8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Status Gizi
1. Definisi
Nutritional status (status gizi) adalah keadaan yang diakibatkan oleh
keseimbangan antara asupan zat gizi dari makanan dengan kebutuhan zat
gizi yang diperlukan untuk metabolisme tubuh. Setiap individu
membutuhkan asupan zat gizi yang berbeda antar individu, hal ini
tergantung pada usia orang tersebut, jenis kelamin, aktivitas tubuh dalam
sehari, berat badan, dan lainnya.5 Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai
akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara
status gizi buruk, kurang, baik dan lebih.Status gizi buruk, kurang maupun
lebih akan terjadi gangguan gizi.6
2. Klasifikasi
Tabel 2.1 Klasifikasi WHO
> 120% median BB/u baku WHO-
Gizi lebih bila BB saat ini
NCHS
80%-120% median BB/u baku
Gizi baik bila BB saat ini
WHO-NCHS
Gizi sedang bila BB saat ini 70%-79,9% median BB/u baku
WHO-NCHS
Gizi kurang bila BB saat ini 60%-69,9% median BB/u WHO-
NCHS
< 60% median BB/u baku WHO-
Gizi buruk bila BB saat in
NCHS
Sumber : Mardalena, Eda. 2017
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi
Lingkungan fisik seperti kemarau panjang dapat menyebabkan gagal
panen, akibatnya ketersediaan makanan terbatas dan menyebabkan status
gizi kurang. Data kesehatan dan data statistik vital juga berkaitan dengan
status gizi, seperti proporsi rumah tangga yang mendapat air bersih, proporsi

5
Holil M Par’i, Sugeng Wiyono, dan Titus Priyo Harjatmo. (2017). Penilaian
Status Gizi
6
Wan Anita. (2018). Relations Dietary And Gender With Nutritional Status Of
Children In SDN 43 Kota Pekanbaru
9

anak yang mendapat imunisasi, data persentase BBLR, proporsi ibu yang
memberikan ASI eksklusif, d`an data spesifik angka kematian berdasarkan
umur. Faktor primer ialah faktor asupan makanan yang dapat menyebabkan
zat gizi tidak cukup atau berlebihan. Hal ini disebabkan oleh susunan
makanan yang dikonsumsi tidak tepat, baik kualitas maupun kuantitasnya.
Faktor sekunder ialah faktor yang memengaruhi pemanfaatan zat gizi
dalam tubuh. Zat gizi yang tidak mencukupi kebutuhan tubuh disebabkan
karena adanya gangguan pada pemanfaatan zat gizi, yaitu ketika seseorang
sudah mengonsumsi makanan dalam jumlah yang cukup, tetapi zat gizi
tidak dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin. Lingkungan (environment)
dapat memengaruhi gizi seseorang.7
B. Tinjauan Umum tentang Antropometri
1. Definisi
Antropometri berasal dari kata Anthropos (tubuh) dan metros (ukuran).
Secara umum antropometri diartikan sebagai ukuran tubuh manusia. Dalam
bidang gizi, antropometri berhubungan dengan berbagai macam pengukuran
dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat
gizi.2 Antropometri adalah ilmu pengukuran dan seni aplikasi yang
menetapkan geometri fisik, sifat massa, dan kemampuan kekuatan tubuh
manusia.8
2. Jenis-jenis Pengukuran
a. Berat Badan
Berat badan menggambarkan jumlah protein, lemak, air, dan mineral
yang terdapat di dalam tubuh. Berat badan merupakan komposit
pengukuran ukuran total tubuh. Beberapa alasan mengapa berat badan
digunakan sebagai parameter antropometri. Alasan tersebut di antaranya

7
Holil Muhammad Par’i. (2018). Penilaian Status Gizi Dilengkapi Proses Asuhan
Gizi Standar
2
Pakar Gizi Indonesia.(2017). Ilmu Gizi Teori & Aplikasi
8
Surabhi Singh, Santosh Ahlawat, Sneha Pandya, and Barot Prafull. (2013).
Anthropometric Measurements and Body Composition Parameters of Farm
Women in North Gujarat
10

adalah perubahan berat badan mudah terlihat dalam waktu singkat dan
menggambarkan status gizi saat ini, pengukuran berat badan mudah
dilakukan dan alat ukur untuk menimbang berat badan mudah diperoleh.
b. Tinggi Badan atau Panjang Badan
Tinggi badan atau panjang badan menggambarkan ukuran
pertumbuhan massa tulang yang terjadi akibat dari asupan gizi. Oleh
karena itu tinggi badan digunakan sebagai parameter antropometri untuk
menggambarkan pertumbuhan linier. Pertambahan tinggi badan atau
panjang terjadi dalam waktu yang lama sehingga sering disebut akibat
masalah gizi kronis.
c. Lingkar kepala
Lingkar kepala dapat digunakan sebagai pengukuran ukuran
pertumbuhan lingkar kepala dan pertumbuhan otak, walaupun tidak
sepenuhnya berkorelasi dengan volume otak. Pengukuran lingkar kepala
merupakan predikator terbaik dalam melihat perkembangan syaraf anak
dan pertumbuhan global otak dan struktur internal. Cara mengukur
lingkar kepala dilakukan dengan melingkarkan pita pengukur melalui
bagian paling menonjol di bagian kepala belakang (protuberantia
occipitalis) dan dahi (glabella). Saat pengukuran sisi pita yang
menunjukkan sentimeter berada di sisi dalam agar tidak meningkatkan
kemungkinan subjektivitas pengukur, kemudian cocokkan terhadap
standar pertumbuhan lingkar kepala.
d. Lingkar Lengan Atas (LiLA)
Lingkar lengan atas (LiLA) merupakan gambaran keadaan jaringan
otot dan lapisan lemak bawah kulit. LiLA mencerminkan tumbuh
kembang jaringan lemak dan otot yang tidak berpengaruh oleh cairan
tubuh. Ukuran LiLA digunakan untuk skrining kekurangan energi kronis
yang digunakan untuk mendeteksi ibu hamil dengan risiko melahirkan
BBLR. Pengukuran LILA ditujukan untuk mengetahui apakah ibu hamil
atau wanita usia subur (WUS) menderita Kurang Energi Kronis (KEK).
11

e. Panjang Depa
Panjang depa merupakan ukuran untuk memprediksi tinggi badan bagi
orang yang tidak bisa berdiri tegak, misal karena bungkuk atau ada
kelainan tulang pada kaki. Panjang depa relatif stabil, sekalipun pada
orang yang usia lanjut. Panjang depa direkomendasikan sebagai
parameter prediksi tinggi badan, tetapi tidak seluruh populasi memiliki
hubungan 1:1 antara panjang depa dengan tinggi badan. Pengukuran
panjang depa juga relatif mudah dilakukan, alat yang murah, prosedur
pengukuran juga mudah sehingga dapat dilakukan di lapangan.
f. Tinggi Lutut
Ukuran tinggi lutut (knee height) berkorelasi dengan tinggi badan.
Pengukuran tinggi lutut bertujuan untuk mengestimasi tinggi badan klien
yang tidak dapat berdiri dengan tegak, misalnya karena kelainan tulang
belakang atau tidak dapat berdiri. Pengukuran tinggi lutut dilakukan pada
klien yang sudah dewasa. Pengukuran tinggi lutut dilakukan dengan
menggunakan alat ukur caliper (kaliper).
g. Rasio Lingkar Pinggang dan Panggul (Waist to Hip Ratio)
Lingkar pinggang menunjukkan simpanan lemak. Kandungan lemak
yang terdapat di sekitar perut menunjukkan adanya perubahan
metabolisme dalam tubuh. Perubahan metabolisme tersebut dapat berupa
terjadinya penurunan efektivitas insulin karena beban kerja yang terlalu
berat. Peningkatan jumlah lemak di sekitar perut juga dapat menunjukkan
terjadinya peningkatan produksi asam lemak yang bersifat radikal bebas.5
3. Kelebihan dan Kelemahan
a. Kelebihan
1) Prosedurnya sederhana, aman, dan dapat dilakukan pada jumlah
sampel yang besar.
2) Relatif tidak membutuhkan tenaga yang sudah dilatih dalam waktu
singkat agar dapat melakukan pengukuran antropometri. Kader gizi

5
Holil M Par’i, Sugeng Wiyono, dan Titus Priyo Harjatmo. (2017). Penilaian
Status Gizi
12

(Posyandu) tidak perlu seorang ahli, tetapi dengan pelatihan singkat ia


dapat melaksanakan pengukuran antropometri secara rutin.
3) Alatnya murah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan dan dibuat
di daerah setempat. Memang ada alat antropometri yang mahal dan
harus diimpor dari luar negeri, tetapi penggunaan alat itu hanya untuk
pengukuran tertentu saja, seperti Skin Fold Caliper untuk mengukur
ketebalan lemak di bawah kulit.
4) Metode ini tepat dan akurat karena dapat dilakukan.
5) Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau.
6) Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi kurang dan gizi buruk
karena sudah terdapat ambang batas yang jelas.
7) Metode antropometri dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada
periode tertentu, atau dari satu generasi ke generasi berikutnya.
8) Metode antropometri gizi dapat digunakan untuk penapisan kelompok
yang rawan terhadap gizi.
b. Kelemahan
1) Tidak sensitif, yang mengandung arti metode ini tidak dapat
mendeteksi status gizi dalam waktu singkat,. Selain itu, metode ini
juga tidak dapat membedakan kekurangan zat gizi tertentu seperti zink
dan zat besi.
2) Faktor di luar gizi (penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan
energi) dapat menurunkan spesifitas dan sensivitas pengukuran
antropometri.
3) Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi
presisi, akurasi, dan validitas pengukuran antropometri gizi.
4) Kesalahan ini terjadi karena pengukuran, perubahan hasil pengukuran
baik fisik maupun komposisi jaringan dan analisis dan asumsi yang
keliru.
13

5) Sumber kesalahan biasanya berhubungan dengan latihan petugas yang


tidak cukup, kesalahan alat atau tidak ditera kesulitan pengukuran2.
C. Tinjauan Umum tentang IMT
1. Definisi
Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah metode sederhana yang digunakan
untuk menilai status gizi seorang individu. IMT merupakan metode yang
murah dan mudah dalam mengukur status gizi namun tidak dapat mengukur
lemak tubuh secara langsung.9 Body Mass Index (BMI) atau Indeks massa
tubuh (IMT) merupakan salah satu indek pengukuran status gizi yang biasa
digunakan untuk mengukur status gizi usia remaja dan dewasa.10
2. Klasifikasi

Tabel 2.2 Kategori IMT (WHO 2000)


Klasifikasi BMI (kg/m2)
Underweight < 18,50
- Severe thinness < 16,00
- Moderate thinness 16,00 - 16,99
- Mild thinness 17,00 – 18,49
Normal 18,50 – 24,99
Overwieght > 25,00
- Pre-obesitas 25,00 – 29,99
Obesitas > 30,00
- Obesitas kelas I 30,00 – 34,99
- Obesitas kelas II 35,00 – 39,00
- Obesitas kelas III > 40,00
Sumber : Saifuddin Sirajuddin, dkk. 2019
3. Kegunaan
IMT merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa
khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.
Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur di atas 18

2
Pakar Gizi Indonesia.(2017). Ilmu Gizi Teori & Aplikasi
9
Koko Nugroho, Mulyadi Gresty, dan Natalia Maria Masi. (2016). Hubungan
Aktivitas Fisik dan Pola Makan Dengan Perubahan Indeks Massa Tubuh pada
Mahasiswa Semester 2 Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
10
Sri Soenaryati Matin dan Vilda Ana Veria. (2013). Body Mass Index (BMI)
Sebagai Salah Satu Faktor yang Berkontribusi Terhadap Prestasi Belajar Remaja
14

tahun.11 IMT berguna sebagai indikator untuk menentukan adanya indikasi


kasus KEK (Kurang Energi Kronik) dan kegemukan (obesitas)12.
4. Hubungan IMT dengan Masalah Gizi
IMT yang rendah dapat menyebabkan rendahnya imunitas tubuh
terhadap berbagai penyakit infeksi. IMT yang rendah mendahului terjadinya
infeksi pada individu dan masalah kesehatan lainnya yang berhubungan
dengan rendahnya sistem imunitas tubuh. Kondisi ini meningkat pada
kelompok yang memiliki risiko tinggi, seperti pada kelompok yang sangat
membatasi makannya. Ketidakcukupan gizi pada masa diet akan
mengurangi sekresi immunoglobulin.
Keadaan gemuk/obesitas yang diukur dari IMT/U merupakan kontribusi
dari tinggi badan yang tidak proporsional terhadap berat badan menurut
umur. Obesitas dapat terjadi ketika sel-sel lemak mengalami peningkatan
ukuran (hypertrophy) dan atau peningkatan jumlah (hyperplasia). Sel-sel
lemak mempunyai pola yang normal mengikuti perkembangan dan
pertumbuhan seseorang. Keadaan underweight, overweight, dan obesitas
akan berdampak pada peningkatan angka kesakitan dan kematian sebagai
akibat berbagai penyakit yang ditimbulkan dari masalah status gizi
tersebut.13
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Jumlah IMT dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti asupan nutrisi, pola
makan, aktivitas fisik, gaya hidup, status sosial-ekonomi, tingkat
pendidikan, tingkat pengetahuan, keadaan lingkungan, paparan penyakit
kronis dan persentase lemak. Semakin tinggi asupan nutrisi maka semakin
tinggi kemungkinan seseorang mengalami peningkatan IMT. Asupan nutrisi

11
Merryana Adriani dan Bambang Wirjatmadi. (2016). Peranan Gizi dalam Siklus
Kehidupan
12
Fatmah. (2006). Persamaan (Equation) Tinggi Badan Manusia Usia Lanjut
(Manula) Berdasarkan Usia dan Etnis pada 6 Panti Terpilih di DKI Jakarta dan
Tangerang Tahun 2005
13
Demsa Simblon. (2013). Model Prediksi Indeks Massa Tubuh Remaja
Berdasarkan Riwayat Lahir dan Status Gizi Anak
15

ini dipengaruhi oleh pola makan, tingkat pendidikan dan pengetahuan, status
sosial-ekonomi. Semakin sering seseorang makan, maka makin tinggi pula
asupan nutrisinya, begitu pula dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan
yang berpengaruh terhadap jenis makanan yang di konsumsi.
Tingginya status sosial-ekonomi juga dapat meningkatkan daya beli
seseorang untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Tingkat pendidikan,
pengetahuan dan tingkat sosial ekonomi juga dapat mempengaruhi gaya
hidup dan aktivitas seseorang sehari-hari dan akhirnya mempengaruhi IMT.
Penyakit yang telah lama diderita seseorang (kronis) juga dapat
mempengaruhi kondisi fisik dan pola makannya sehingga dapat
mempengaruhi IMT, contohnya seseorang yang sudah lama menderita
kanker ataupun penyakit infeksi yang lama seperti tuberkulosis akan
mengalami penurunan berat badan secara drastis.14
D. Tinjauan Umum tentang Prediksi Tinggi Badan berdasarkan Tinggi
Lutut
1. Definisi
Tinggi lutut adalah jarak vertikal dari lantai hingga titik tengah
tempurung lutut.15 Pengukuran yang sering digunakan untuk
memperkirakan tinggi badan adalah tinggi lutut. Tinggi lutut sering
menunjukkan korelasi yang lebih kuat terhadap tinggi badan. Tinggi lutut
erat kaitannya dengan tinggi badan seseorang dan dapat digunakan untuk
mengukur tinggi badan penderita gangguan tulang belakang atau seseorang
yang tidak dapat berdiri.16
2. Kegunaan
Pengukuran tinggi badan usila tidak dapat diukur dengan tepat sehingga
untuk mengetahui tinggi badan usila dapat dilakukan dari prediksi tinggi

14
Rahmat Nurul Yuda Putra, Ermawati, dan Arni Ami. (2016). Hubungan Indeks
Massa Tubuh (IMT) dengan Usia Menarche pada Siswi SMP Negeri 1 Padang
15
Julius Panero dan Martin Zelnik. (2003). Dimensi Manusia & Ruang Interior
16
Etisa Adi Murbawani, Niken Puruhita, dan Yudomurti. (2012). Tinggi Badan
yang Diukur dan Berdasarkan Tinggi Lutut Menggunakan Rumus Chumlea pada
Lansia
16

lutut (knee height). Tinggi lutut dapat digunakan untuk melakukan estimasi
TB usila dan orang cacat. Proses penuaan tidak mempengaruhi panjang
tulang di tangan, kaki, dan tinggi tulang vertebral. Selanjutnya prediksi TB
usila dianggap sebagai indikator cukup valid dalam mengembangkan indeks
antropometri dan melakukan interpretasi pengukuran komposisi tubuh.12
3. Hubungan Tinggi Lutut dengan Masalah Gizi
Perubahan TB lansia sejalan dengan peningkatan usia dan efek beberapa
penyakit seperti osteoporosis. Oleh karena itu, pengukuran tinggi badan
lansia tidak dapat diukur dengan tepat sehingga untuk mengetahui tinggi
badan lansia dapat dilakukan suatu estimasi dengan formula berdasarkan
beberapa para meter antara lain tinggi lutut, panjang lengan, dan panjang
depa (demi span). Penuaan berhubungan dengan berbagai perubahan
fisiologis dan psikologis termasuk komposisi tubuh, berupa peningkatan
massa lemak tubuh dan penurunan massa tubuh bebas lemak, yang dapat
mengawali perubahan postur dan penipisan diskusvertebra yang
berkontribusi terhadap penurunan tinggi badan.
Perubahan postur merupakan fenomena umum yang dijumpai akibat
penuaan. Manusia menjadi bertambah pendek seiring bertambahnya umur,
penurunan tinggi badan lebih besar pada wanita dibandingkan laki-laki.
Hiperkifosis dan penurunan tinggi badan pada usia lanjut dengan
osteoporosis sebagai akibat fraktur kompresi tulang belakang, maupun
faktornon skeletal seperti kehilangan tonus otot atau kombinasi kedua
keadaan tersebut. Tinggi lutut dapat digunakan untuk melakukan estimasi
TB lansia dan orang cacat.17

12
Fatmah. (2006). Persamaan (Equation) Tinggi Badan Manusia Usia Lanjut
(Manula) Berdasarkan Usia dan Etnis pada 6 Panti Terpilih di DKI Jakarta dan
Tangerang Tahun 2005
17
Cilik Wiryani, Tuty Kuswardhani, Suka Aryana, Nyoman Astika, Yanson, dan
K Widana. (2010). Hubungan Antara Sudut Kelengkungan Thorak dan Selsih
Tinggi Badan Ukur dan Tinggi Badan Hitung Berdasarkan Tinggi Lutut pada
Pasien Lanjut Usia di Poliklinik Geriatri Rumah Sakit Sanglah Denpasar
17

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi


Mengukur tinggi badan yang tepat pada usia lanjut cukup sulit karena
masalah postur tubuh, kerusakan spinal atau kelumpuhan. Oleh karena itu,
pengukuran tinggi badan usia lanjut tidak dapat diukur dengan tepat
sehingga dapat dilakukan dari predileksi tinggi lutut. Gangguan nutrisi pada
lansia bisa berupa kekurangan gizi (undernutrisi) maupun karena kelebihan
gizi (overnutrisi).
Penurunan massa tulang dan penurunan massa otot dan berat badan pada
lansia dapat mengubah struktur tulang. Hal ini dapat menyebabkan
perubahan postur tubuh dan menipisnya diskus vertebralis yang
berkontribusi pada penurunan tinggi badan seseorang, bahkan kyphosis pada
individu lansia dengan osteoporosis. Beberapa penelitian mengatakan
bahwa pengukuran tinggi badan yang tidak akurat pada lansia disebabkan
adanya beberapa perubahan fisik yang mempengaruhi tinggi badan. Maka
berbagai usaha dilakukan untuk mengembangkan persamaan, mengestimasi
tinggi badan dari tulang panjang seperti panjang lutut, panjang rentang
lengan, dan demispan.18
E. Tinjauan Umum tentang LILA
1. Definisi
Lingkar Lengan Atas (LiLA) adalah salah satu indikator yang digunakan
untuk menilai status gizi dengan cara mengukur lingkar lengan atas.2
Pengukuran LiLA merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi,
karena mudah, murah dan cepat. Pengukuran LiLA tidak memerlukan data
dan umur yang terkadang susah diperoleh, serta dapat memberikan
penggambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak tubuh.19

18
M. Nurrizki Haitamy, dan Ageng Brahmadhi. (2016). Hubungan Antara
Rentang Lengan Terhadap Tinggi Badan Dalam Penentuan Indeks Massa Tubuh
(IMT) Pada Lansia Di Kelurahan Adipala Kabupaten Cilacap
2
Pakar Gizi Indonesia.(2017). Ilmu Gizi Teori & Aplikasi
19
Meutia Maulina. (2015). Gambaran Karakteristik dan Status Gizi Berdasarkan
Lingkar Lengan Atas (LiLA) pada Pasien Penyakit Jantung Koroner (PJK) di
Rumah Sakit Umum Cut Meutia
18

2. Kegunaan
Penggunaan ukuran lingkar lengan atas pada pelayanan kesehatan
digunakan untuk mengetahui risiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) pada
wanita usia subur. Ukuran lingkar lengan atas tidak dapat digunakan untuk
mengetahui perubahan status gizi dalam jangka pendek.5 Lingkar lengan
atas (LiLA) telah digunakan sebagai indikator proksi terhadap risiko
Kekurangan Energi Kronis (KEK) untuk ibu hamil di Indonesia karena tidak
terdapat data berat badan prahamil pada sebagian besar ibu hamil.20
3. Hubungan LiLA dengan Masalah Gizi
Kasus Kekurangan Energi Kronis (KEK) banyak terjadi di Indonesia
terutama disebabkan oleh ketidakseimbangan asupan gizi sehingga dapat
mengakibatkan pertumbuhan tubuh baik fisik maupun mental yang tidak
sempurna. Usia kehamilan yang paling penting adalah usia trimester
pertama karena pada usia tersebut terbentuk berbagai organ vital janin.
Wanita yang menderita malnutrisi sebelum hamil atau selama minggu
pertama kehamilan cenderung melahirkan bayi yang menderita kerusakan
otak dan sumsum tulang karena sistem saraf pusat sangat peka pada 2–5
minggu pertama.21
Bila mencerminkan cadangan energi, sehingga pengukuran ini dapat
mencerminkan status KEP (kurang energi dan protein) pada balita atau KEK
(kurang energi kronik) pada WUS dan ibu hamil. Pengukuran LiLA pada
WUS dan ibu hamil adalah untuk mendeteksi risiko terjadinya kejadian bayi
dengan BBLR (Berat badan lahir rendah). Cut off point dengan balita yang

5
Holil M Par’i, Sugeng Wiyono, dan Titus Priyo Harjatmo. (2017). Penilaian
Status Gizi
20
Diny Eva Ariyani, Endang L Achadi, dan Anies Irawati. (2012). Validitas
Lingkar Lengan Atas Mendeteksi Risiko Kekurangan Energi Kronis pada Wanita
Indonesia
21
Anisatun Azizah dan Merryana Adriani. (2017). Tingkat Kecukupan Energi
Protein Pada Ibu Hamil Trimester Pertama dan Kejadian Kekurangan Energi
Kronis
19

menderita KEP adalah < 12,5 cm sedangkan risiko KEK dan WUS dan
bumil adalah < 23,5 cm.5
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Berbagai penelitian membuktikan bahwa gizi berperan sebagai faktor
penentu utama kualitas sumber daya manusia, terutama sejak 1.000 hari
pertama kehidupan. Peran penting gizi pada masa kehamilan membuat
status gizi ibu hamil mendapat perhatian yang besar. Status Kekurangan
Energi Kronis (KEK) sebelum hamil memengaruhi pertumbuhan janin dan
menjadi pertimbangan capaian peningkatan berat selama kehamilan. berat
badan prahamil umumnya tidak diketahui sehingga lingkar lengan atas
(LiLA) dijadikan indikator risiko KEK pada ibu hamil. Sampai sedemikian
jauh, ambang batas yang digunakan untuk menentukan seorang ibu hamil
berisiko KEK adalah 23,5 cm.20
F. Tinjauan Umum tentang Lingkar Perut
1. Definisi
Lingkar perut adalah besaran panjang keliling badan seseorang yang
sejajar dengan pusar. Lingkar perut umumnya digunakan sebagai ukuran
pada obesitas sentral. Obesitas sentral diartikan sebagai kelebihan lemak
dalam tubuh disertai dengan penumpukan sebagian jumlah lemak pada
bagian visceral perut. Obesitas sentral dianggap faktor risiko yang berkaitan
dengan beberapa penyakit kronis.22
Lingkar perut dapat menggambarkan adanya timbunan lemak di dalam
rongga perut. Semakin panjang lingkar perut menunjukkan bahwa semakin
banyak timbunan lemak di dalam rongga perut yang dapat memicu
timbulnya antara lain penyakit jantung dan diebetes melitus. Untuk pria

5
Holil M Par’i, Sugeng Wiyono, dan Titus Priyo Harjatmo. (2017). Penilaian
Status Gizi
20
Diny Eva Ariyani, Endang L Achadi, dan Anies Irawati. (2012). Validitas
Lingkar Lengan Atas Mendeteksi Risiko Kekurangan Energi Kronis pada Wanita
Indonesia
22
Fedia Riska Amilia, Huldani, dan Asnawati. (2019). Hubungan IMT dan
Lingkar Perut dengan Kapasitas Oksigen Maksimal Calon Jemaah Haji
20

dewasa Indonesia lingkar perut normal adalah 92.0 cm dan untuk wanita
80.0 cm.5
2. Kegunaan
Lingkar perut dapat menggambarkan adanya timbunan lemak di dalam
rongga perut. Semakin panjang lingkar perut menunjukkan bahwa semakin
banyak timbunan lemak di dalam rongga perut yang dapat memicu
timbulnya antara lain penyakit jantung dan diebetes mellitus. Untuk pria
dewasa Indonesia lingkar perut normal adalah 92.0 cm dan untuk wanita
80.0 cm.5 Pengukuran lingkar perut sebaiknya digunakan dalam kegiatan
posyandu lansia untuk mendeteksi individu yang berisiko tinggi diabetes.23
3. Hubungan Lingkar Perut dengan Masalah Gizi
Cara sederhana untuk menentukan terjadinya obesitas sentral adalah
dengan mengukur lingkar perut. Pengukuran dilakukan pada bagian
pinggang, di antara tulang panggul bagian atas dan tulang rusuk bagian
bawah. Seseorang dikatakan obesitas sentral bila lingkar perutnya > 90 cm
(untuk pria) atau > 80 cm (untuk perempuan).
Ketika ukuran lingkar perut Anda memasuki batasan obesitas sentral,
biasanya tidak menimbulkan keluhan atau gejala penyakit, tapi bisa saja
sebenarnya sudah mulai terjadi bermacam gangguan metabolisme dalam
tubuh Anda dikenal sebagai Sindrom Metabolik yang di kemudian hari
dapat menimbulkan masalah kesehatan yang lebih besar seperti diabetes
mellitus tipe 2, penyakit jantung koroner (PJK), hipertensi atau tekanan
darah tinggi, stroke, perlemakan hati (fatty liver), dan gagal jantung.5
Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya peningkatan tekanan darah dan
kadar trigliserida, yang selanjutnya menjadi faktor risiko penyakit
kardiovaskular.24

5
Holil M Par’i, Sugeng Wiyono, dan Titus Priyo Harjatmo. (2017). Penilaian
Status Gizi
23
Nenni Septyaningrum dan Santi Martini. (2014). Lingkar Perut Mempunyai
Hubungan Paling Kuat dengan Kadar Gula Darah
24
Marini Khairana Sari, Nur Indrawati Lipoeto, dan Rahmatina B. Herman.
(2016). Hubungan Lingkar Abdomen (Lingkar Perut) dengan Tekanan Darah
21

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi.


Pengukuran lingkar perut (waist circumference) sekarang menjadi
metode paling populer kedua (setelah indeks massa tubuh) untuk
menentukan status gizi seseorang. Lingkar perut mempunyai hubungan yang
paling kuat dengan kadar gula darah. Korelasi yang postif atau searah yaitu
jika lingkar perut naik maka kadar gula darah juga naik, sebaliknya jika
lingkar perut turun maka kadar gula darah juga turun. Lingkar perut yang
mengecil secara bermakna akan menurunkan faktor risiko kardiovaskuler,
sindrom metabolik yang meliputi diabetes mellitus tipe dua, gangguan
toleransi glukosa, hipertensi dan dislipidemia walaupun berat badan tidak
berubah.
Seseorang dengan tingkat pendidikan tinggi cenderung lebih besar
mengetahui beberapa hal yang dapat meningkatkan status kesehatannya
seperti olahraga secara teratur dan menjaga pola makan. Kelompok lansia
yang mengalami penurunan fisiologis dan penurunan aktivitas fisik yang
mengakibatkan kecenderungan mengalami berat badan berlebih. Kelompok
lansia mengalami perubahan komposisi tubuh. Seseorang yang semakin
bertambah umurnya menyebabkan semakin bertambah lemak dalam
tubuhnya dan deposit lemak dibagian viseral juga meningkat.23
G. Tinjauan Umum tentang WHR (Waist to Hip Ratio)
1. Definisi
Waist to Hip Ratio (WHR) atau Rasio Lingkar Pinggang Panggul (RLPP)
adalah rasio lingkar pinggang terhadap lingkar panggul yang merupakan
salah satu indeks antropometri yang menunjukkan status kegemukan,
terutama central obesity atau abdomen adiposity.25 Rasio lingkar pinggang-
pinggul (waist to hip ratio), nilai rasio antara ukuran lingkar pinggang
dibandingkan lingkar pinggul. Nilai ini menunjukkan jumlah lemak yang
tersimpan di sekitar perut. Oleh sebab itu, rasio lingkar pinggang dan

23
Nenni Septyaningrum, dan Santi Martini. (2014). Lingkar Perut Mempunyai
Hubungan Paling Kuat dengan Kadar Gula Darah
25
Zaleha dan Alfian Yusuf. (2012). Hubungan Status Obesitas Terhadap
Hipertensi di Puskesmas Sungkai Kabupaten Banjar
22

panggul (RLPP) atau waist to hip ratio (WHR) dapat menggambarkan


kegemukan.5
2. Kegunaan
Indeks antropometri yang biasa digunakan untuk mendeteksi obesitas
antara lain Indeks Massa Tubuh (IMT) dan Rasio Lingkar Pinggang-
Panggul (RLPP). Penilaiannya mudah dilakukan sehingga sering
dicantumkan dalam semua macam penilaian gizi. Rasio lingkar pinggang
dan panggul dapat digunakan untuk mendeteksi hiperkolesterolemia dan
hipertrigliseridemia karena tingkat sensitivitasnya baik. RLPP lebih baik
dalam mendeteksi hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia
dibandingkan IMT karena memiliki tingkat sensitivitas yang lebih tinggi.26
3. Hubungan WHR dengan Masalah Gizi
Obesitas dapat diukur melalui antropometri seseorang dengan indikator
seperti indeks masa tubuh dan rasio lingkar pinggang pinggul. Obesitas
abdominal atau obesitas sentral merupakan faktor risiko dari diabetes
melitus. Seseorang dengan obesitas abdominal dengan penimbunan jaringan
lemak di sekitar perut mempunyai asosiasi terhadap faktor risiko lebih
tinggi terhadap diabetes melitus. Cara mengidentifikasi obesitas abdominal
yang mudah dan praktis yaitu dengan menggunakan ukuran antropometri
dan rasio lingkar pinggang pinggul.27
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Rasio lingkar pinggang-panggul menjadi prediktor kuat dalam
peningkatan lemak viseral tubuh. Peningkatan ini dipengaruhi oleh jenis
kelamin dan usia manusia. Peningkatan lemak viseral lebih besar pada pria
dibandingkan pada wanita.

5
Holil M Par’i, Sugeng Wiyono, dan Titus Priyo Harjatmo. (2017). Penilaian
Status Gizi
26
Tenta Septina, Martalena Purba, dan Yayuk Hartriyanti. (2010). Studi Validasi
Indeks Massa Tubuh dan Rasio Lingkar Pinggang Panggul Terhadap Profil Lipid
pada Pasien Rawat Jalan di Poli Jantung RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
27
Mitha Karimah. (2018). Rasio Lingkar Pinggang-Panggul Memiliki Hubungan
Paling Kuat dengan Kadar Glukosa Darah
23

Pada wanita akumulasi lemak viseral meningkat pesat setelah


menopause. Selain itu, terdapat hubungan antara usia dengan peningkatan
RLPP. Hal ini didasarkan pada kelompok usia yang lebih tua mengalami
perubahan secara fisiologis termasuk komposisi tubuh.
Pada kelompok usia tua, terjadi deposisi lemak tubuh. Sehingga
komposisi lemak tubuh semakin meningkat sementara massa tubuh
menurun. Hal ini berhubungan dengan penurunan kebutuhan energi basal
sebesar 100 kkal/decade, sehingga semakin tua usia seseorang maka berat
badan meningkat sejalan dengan menurunnya BMR.28
H. Tinjauan Umum tentang Percent Body Fat
1. Definisi
Percent body fat adalah proporsi massa lemak dalam tubuh manusia.
Percent body fat memiliki hubungan langsung yang signifikan dengan
peningkatan faktor risiko penyakit kardiovaskular, seperti kolesterol total,
trigliserida, kolesterol lipoprotein densitas rendah, dan glukosa plasma
puasa.29 Percent body fat atau massa lemak total digunakan untuk
mencerminkan komposisi lemak tubuh, yang dapat diukur dengan
pemeriksaan antropometri atau teknik khusus termasuk analisis impedansi
bioelektrik (BIA).30
2. Kegunaan
Identifikasi obesitas dengan mengukur tebal lipatan kulit mencerminkan
deposit lemak subkutan. Presentasi lemak tubuh dapat menunjukkan
estimasi jumlah total lemak tubuh, baik lemak viseral maupun lemak
subkutan. Pengukuran dan estimasi lemak di tempat-tempat tertentu dapat

28
Muharni Harahap dan Yusrizal Mochta. (2016). Gambaran Rasio Lingkar
Pinggang Pinggul, Riwayat Penyakit dan Usia Pada Pegawai Polres Pekanbaru
29
Sesilia Effendy, Maria Felicia Gunawan, Daniel Lintang Adhi Argoputra,
Patricia Dian Anggraeni, YB. Abraham, and Fenty. (2018). The Relationship
Between Physical Activity and Obesity Based On Body Fat Percentage in
Banjaroyo Village, Kalibawang, Kulon Progo, D.I. Yogyakarta
30
Andon Hestiantoro, et al. (2018). Body Fat Percentage is a Better Marker Than
Body Mass Index For Determining Inflammation Status in Polycystic Ovary
Syndrome
24

melambangkan jumlah simpanan lemak subkutan yang meningkat pada


obesitas sebagai cadangan energi.31
3. Hubungan PBF dengan Masalah Gizi
Seseorang yang memiliki persen lemak tubuh dengan persentil > 95
dikategorikankan obesitas dan yang memiliki persentil 2-85 dikategorikan
non obesitas. Obesitas disebabkan adanya keseimbangan energi positif,
yaitu ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan energi yang
keluar dimana jumlah asupan energi berlebihan namun aktivitas fisik yang
digunakan untuk pengeluaran energi sangat minimal, sehingga terjadi
kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Faktor lain
selain aktivitas fisik yaitu ketidaksesuaian pemenuhan zat gizi seperti
asupan energi yang berlebihan tidak hanya memberikan pengaruh terhadap
status gizinya, tetapi juga memberikan pengaruh terhadap kualitas dietnya.32
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Persentase lemak tubuh dipengaruhi dua faktor utama yakni konsumsi
kalori dan energi ekspenditur. Konsumsi kalori berlebih yang tidak
diimbangi dengan energi ekspenditur yang tinggi akan menyebabkan
peningkatan persentase lemak tubuh. Energi ekspenditur adalah energi yang
dimanfaatkan tubuh untuk menjalankan beberapa fungsinya. Salah satu
komponen energi ekspenditur ialah aktivitas fisik. Peningkatan aktivitas
fisik seperti olahraga yang rutin meningkatkan energi ekspenditur dan
berpontensi menurunkan persentase lemak tubuh.33
Memiliki kebiasaan sarapan tidak teratur mengakibatkan peningkatan
jumlah lemak dalam tubuh dikarenakan kecenderungan untuk
mengkonsumsi kudapan dan makanan tinggi kalori. Seseorang yang terbiasa
melakukan sarapan pagi memiliki risiko peningkatan lemak tubuh lebih

31
Toto Sudargo, Harry Freitag LM, Felecia Rosiyani, dan Nur Aini Kusmayanti.
(2014). Pola Makan dan Obesitas
32
Garnis Retnaningrum dan Fillah Fithra Dieny. (2015). Kualitas Diet dan
Aktivitas Fisik Pada Remaja Obesitas dan Non Obesitas
33
Brigitta A Tendean, Damajanty H. C. Pangemanan, and Ivonny M. Sapulete.
(2018). Perbandingan Persentase Lemak Tubuh Sebelum dan Setelah Melakukan
Senam Zumba pada Wanita Dewasa
25

rendah daripada yang tidak terbiasa. Menghindarkan seseorang dari


peningkatan lemak tubuh yang berlebih, dianjurkan untuk memiliki
kebiasaan sarapan teratur dan tetap melakukan aktivitas fisik yang cukup.34
Usia, jenis kelamin, dan etnis mempengaruhi kekuatan hubungan antara
BMI dan persentase lemak tubuh. Jenis kelamin mempengaruhi sejauh mana
BMI memprediksi lemak tubuh. Wanita memiliki persentase lemak tubuh
yang lebih tinggi dibandingkan dengan pria dari segala usia dan kelompok
etnis dan, untuk IMT yang setara, wanita memiliki jumlah total lemak tubuh
yang lebih besar daripada pria di seluruh rentang usia dewasa.35
I. Tinjauan Umum tentang Prediksi Tinggi Badan Arm Span & Demi Span
1. Definisi
Rentang lengan adalah pengukuran antropometrik panjang dari ujung jari
tengah tangan kiri dan kanan ketika dinaikkan sejajar dengan tanah setinggi
bahu pada sudut seratus delapan puluh derajat.36 Demi span merupakan
jarak antara titik tengah tulang sternum dengan pangkal jari tengah.
Berbagai studi di antaranya pada Ras Kaukasid dan Malaysia juga
membuktikan hubungan yang kuat antar-demi span dengan tinggi badan.
Panjang depa (arm span) adalah ukuran panjang seseorang bila kedua
lengannya dibentangkan ke kiri dan ke kanan. Panjang depa dilakukan pada
orang dewasa.5
2. Kegunaan
Tinggi badan dapat diperoleh melalui prediksi dari rentang lengan.
Rentang lengan relatif kurang dipengaruhi oleh penambahan usia seperti

34
Mohammad Arraniri, Desmawati, and Dinda Aprilia. (2017). Hubungan
Kebiasaan Sarapan dan Asupan Kalori dengan Persentase Lemak Tubuh pada
Mahasiswa Prodi Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Angkatan 2013-2015
35
Catherine L Carpenter, et al. (2013). Body Fat and Body-Mass Index among a
Multiethnic Sample of College-Age Men and Women
36
Rajko Milasinovic, Stevo Popovic, Radenko Matic, Jovan Gardasevic and
Dusko Bjelica. (2016) Body Height and its Estimation Utilizing Arm Span
Measurements in Male Adolescents from Southern Region in Montenegro
5
Holil M Par’i, Sugeng Wiyono, dan Titus Priyo Harjatmo. (2017). Penilaian
Status Gizi
26

pada kelompok lansia terlihat adanya penurunan nilai rentang lengan yang
lebih lambat dibandingkan dengan penurunan TB sehingga dapat
disimpulkan bahwa rentang lengan cenderung tidak banyak berubah sejalan
penambahan usia. Rentang lengan direkomendasikan sebagai parameter
prediksi tinggi badan.37 Rentang lengan menunjukkan tingkat akurasi yang
lebih tinggi dalam memprediksi tinggi dibandingkan dengan panjang ulna,
sedangkan panjang ulna dapat berfungsi sebagai pengganti yang lebih baik
pada anak-anak dengan masalah postur tubuh (Seperti Deformitas sendi atau
chondrodysplasia).38
3. Hubungan Arm Span & Demi Span dengan Masalah Gizi
Panjang depa identik dengan tinggi badan orang yang diukur. Perbedaan
panjang depa dengan tinggi badan menunjukkan adanya gangguan
pertumbuhan tulang termasuk osteoporosis. Alat ukur yang digunakan untuk
mengukur panjang depa adalah ukuran meteran khusus panjang depa, pada
kondisi tertentu karena keterbatasan alat dapat menggunakan pita meteran
kain yang ditempelkan pada sudut dinding yang datar.5
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Hasil koefisien korelasi antara tinggi badan dan rentang lengan yang
berbeda pada setiap penelitian disebabkan karena variabel-variabel ini
berhubungan dengan genetik, etnis, jenis kelamin, perbedaan gaya hidup,
status sosial ekonomi, dan faktor lingkungan sehingga menyebabkan
perbedaan karakteristik antropometri. Hubungan yang kuat dan signifikan
antara tinggi badan dan rentang lengan disebabkan dalam pertumbuhannya
rentang lengan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sama dengan tinggi

37
Kuntari Astriana, Budiyanti Wiboworini, dan Kusnandar. (2018). Hubungan
rentang lengan, tinggi lutut, panjang ulna dengan tinggi badan lansia perempuan
di Kecamatan Sewon
38
Michele R. Forman, et al. (2014). Arm Span and Ulnar Length Are Reliable and
Accurate Estimates of Recumbent Length and Height in a Multiethnic Population
of Infants and Children under 6 Years of Age
5
Holil M Par’i, Sugeng Wiyono, dan Titus Priyo Harjatmo. (2017). Penilaian
Status Gizi
27

badan. Perbedaannya dengan tinggi badan perkembangan tulang panjang ini


tidak dipengaruhi oleh usia, sehingga relatif lebih stabil.39
J. Tinjauan Umum tentang Prediksi Tinggi Badan Ulna Length
1. Definisi
Ulna merupakan salah satu tulang panjang pada anggota gerak atas yang
memiliki rasio tertentu dengan tinggi badan dan tumbuh dengan proporsi
yang konstan terhadap tinggi badan. Panjang ulna adalah jarak dari titik
utama pada bagian siku (olecranon) hingga titik utama pada bagian tulang
yang menonjol pada pergelangan tangan (styloid).5 Ulna memiliki landmark
permukaan yang mudah diidentifikasi yang memungkinkan pengukuran
pada postur tubuh yang dikompromikan, daripada pada tulang lainnya. Oleh
karena itu, dapat digunakan untuk merumuskan ketinggian secara tidak
langsung.40
2. Kegunaan
Panjang tulang lengan seperti ulna memberikan akurasi lebih dalam
merancang persamaan regresi tinggi daripada panjang tulang ekstremitas
bawah seperti tulang kering dan secara tepat memprediksi ketinggian. Ulna
sebagian besar subkutan sepanjang panjangnya dan mudah didekati untuk
pengukuran. Panjang ulna kanan dan kiri diukur secara terpisah (dalam
sentimeter) dari puncak olecranon ke proses styloid dengan siku dalam
fleksi penuh dan telapak tangan tersebar di bahu yang berlawanan dengan
caliper yang terbuat dari kuningan (kisaran: 0-600 mm) setelah dibulatkan
berakhir.41

39
Desti Ambar Wati. (2018). Hubungan Rentang Lengan Dengan Tinggi Badan
Dalam Menentukan Indeks Massa Tubuh Lansia
5
Holil M Par’i, Sugeng Wiyono, dan Titus Priyo Harjatmo. (2017). Penilaian
Status Gizi
40
Malay Kumar Mondal, Tapan Kumar Jana, Susmita Giri, and Hironmoy Roy.
(2012). Height Prediction from Ulnar Length in Females: A Study in Burdwan
District of West Bengal (Regression Analysis)
41
Subodh Kumar Yadav, Birendra Kumar Mandal, and Abhishek Karn. (2015).
Determination of stature from ulnar length in Nepalese population
28

3. Hubungan Ulna Length dengan Masalah Gizi


Tahap penilaian status gizi harus segera dilakukan apabila pada fase
skrining gizi subjek diindikasikan berisiko masalah gizi. Hal ini dilakukan
untuk mengetahui tingkat keparahan masalah gizi. Penambahan berat badan
dapat menunjukkan terjadinya peningkatan risiko obesitas namun dapat juga
menunjukkan adanya penumpukan cairan dalam tubuh. Apabila berat badan
dan tinggi badan dikombinasikan, dapat digunakan untuk mengidentifikasi
masalah gizi.
Pentingnya penilaian status gizi dalam pengambilan keputusan klinis
menyebabkan menjadi penting pula untuk mengukur berat badan dan tinggi
badan dengan tepat. Pasien dengan kondisi yang tidak memungkinkan untuk
berdiri tegak, memerlukan alternatif pengukuran untuk dapat menilai status
gizi. Lingkar lengan atas dan panjang ulna dapat menjadi alternatif
pengukuran untuk memperkirakan berat badan dan tinggi badan42.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Formula dari panjang tulang ulna dapat menjadi alternatif estimasi tinggi
badan dalam keadaan tertentu. Panjang ulna dapat secara mudah diukur saat
alat gerak tubuh bagian bawah mengalami cedera atau patah tulang yang
parah. Karakteristik yang mempengaruhi tumbuh kembang manusia antara
lain usia, ras, gender dan status gizi. Oleh karena itu, tiap populasi memiliki
karakteristik yang berbeda dan formula yang dihasilkan spesifik untuk
populasi tertentu.43
K. Tinjauan Umum tentang Panjang Badan & Berat Badan Bayi
1. Definisi
Panjang badan menggambarkan ukuran pertumbuhan massa tulang yang
terjadi akibat dari asupan gizi. Istilah tinggi badan digunakan untuk anak

42
Indri Mulyasari dan Purbowati. (2018). Lingkar lengan atas dan panjang ulna
sebagai parameter antropometri untuk memperkirakan berat badan dan tinggi
badan orang dewasa
43
Kholishah Thahriana Sutriani dan Muflihah Isnawati. (2014). Perbedaan Antara
Tinggi Badan Berdasarkan Panjang Ulna Dengan Tinggi Badan Aktual Dewasa
Muda di Kota Semarang
29

yang diukur dengan cara berdiri, sedangkan panjang badan jika anak diukur
dengan berbaring (belum bisa berdiri). Berat badan menggambarkan jumlah
protein, lemak, air, dan mineral yang terdapat di dalam tubuh. Berat badan
merupakan komposit pengukuran ukuran total tubuh.5
Panjang badan merupakan indikator pertumbuhan yang secara bersama-
sama dapat menggambarkan pertumbuhan seseorang.44 Berat badan
merupakan parameter antropometri pilihan utama karena beberapa alasan,
yaitu untuk melihat perubahan dalam waktu singkat, memberikan gambaran
status gizi sekarang, dan parameter yang sudah umum digunakan. Penentuan
dilakukan dengan cara menimbang.2
2. Kegunaan
Pertumbuhan anak dalam usia dini, yaitu masa balita terutama bayi
sangat pesat terjadi. Secara garis besar, berat badan bayi usia 6 bulan
tumbuh 2 kali lipat dibandingkan berat badan lahir. Dengan penimbangan
dan pengukuran yang rutin dilakukan dalam mendeteksi secara dini ketidak
normalan.45
Berat badan digunakan sebagai salah satu parameter antropometri.
Alasan tersebut diantaranya adalah perubahan berat badan mudah terlihat
dalam waktu singkat dan menggambarkan status gizi saat ini. Pengukuran
berat badan mudah dilakukan dan alat ukur untuk menimbang berat badan
mudah diperoleh.5
3. Hubungan dengan Masalah Gizi
Masalah gizi kurang dan buruk dipengaruhi langsung oleh faktor
konsumsi pangan dan penyakit infeksi. Bayi dan balita adalah kelompok
anak yang berumur di bawah lima tahun dan menjadi istimewa karena

5
Holil M Par’i, Sugeng Wiyono, dan Titus Priyo Harjatmo. (2017). Penilaian
Status Gizi
44
Chyka Febria, Masrul, dan Eva Chundrayetti. (2017). Hubungan Kadar Kalsium
Dalam ASI, PASI Dan MPASI dari Asupan Bayi dengan Panjang Badan Bayi
Usia 6 Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Buaya Padang 2017
2
Pakar Gizi Indonesia.(2017). Ilmu Gizi Teori & Aplikasi
45
Febrianti, Rika Sri Wahyuni, dan Dewinny Septalia Dale. (2019). Pemeriksaan
Pertumbuhan Tinggi Badan Dan Berat Badan Bayi Dan Balita
30

menuntut perhatian untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan


perkembangannya sebagai fondasi bagi seluruh kehidupan di dunia. Sumber
daya manusia yang berkualitas baik fisik, psikis, maupun intelegensianya
berawal dari balita yang sehat.46
Stunting menjadi indikator malnutrisi kronis yang menggambarkan
riwayat kurang gizi anak dalam jangka waktu lama dan tidak menutup
kemungkinan sejak dalam kandungan atau pernah menderita penyakit
infeksi berulang setelah lahir. Anak yang mengalami stunting berat
berdampak tidak hanya pada fisik yang lebih pendek, tetapi juga pada fungsi
kognitifnya. Anak yang menderita gangguan gizi, termasuk pendek,
mempunyai rata-rata IQ 10-15 poin lebih rendah daripada anak normal.47
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Faktor-faktor yang berhubungan dengan pertumbuhan bayi adalah ASI
Esklusif dimana ada hubungan antara pemberian ASI Eksklusif terhadap
pertumbuhan bayi, selain ASI Eksklusif pengetahuan, pekerjaan ibu juga
ada berhubungan dengan pertumbuhan bayi. Bayi yang mendapatkan ASI
eksklusif umumnya akan mengalami pertumbuhan yang pesat pada umur 2-
3 bulan, namun lebih lambat dibandingkan bayi yang mendapat ASI non
eksklusif. Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif akan memperoleh semua
kelebihan ASI serta terpenuhinya kebutuhan gizinya secara maksimal
sehingga bayi lebih sehat, lebih tahan terhadap infeksi, tidak mudah terkena
alergi, dan lebih jarang sakit karena ASI mengandung antibodi.48

46
Sasmiyanto dan Luh Titi Handayani. (2016). Studi Komparasi Indikator Sehat
Bayi, Balita dan Ibu Hamil di Wilayah Pesisir Pantai dan Pegunungan di
Kabupaten Jember Tahun 2015
47
Fitrah Ernawati, Yuniar Rosmalina, dan Yurista Permanasari. (2013). Pengaruh
Asupan Protein Ibu Hamil dan Panjang Badan Bayi Lahir Terhadap Kejadian
Stunting pada Aank Usia 12 Bulan di Kabupaten Bogor
48
Sara Herlina. (2018). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pertumbuhan
Bayi 6-12 Bulan di Puskesmas Simpang Baru
31

BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Peserta Praktikum
Adapun peserta praktikum antropometri kelompok 5 (Nurul Hikmawati
Idris, Nur Rezkyana Asyhad, Winda Lestari Lande’, Ahmad Arif Hidayat,
Jihan Fadila, Idyah Hadiyanti, Indra Ayu Ningsih), gelombang A mahasiswa
Program Studi Ilmu Gizi angkatan 2018 FKM Universitas Hasanuddin.
B. Tempat dan Waktu Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 12 Oktober 2019 pukul 08:00-
19:30 WITA di Laboratorium Kimia Biofisik FKM Universitas Hasanuddin.
C. Alat dan Bahan
1. Alat

Gambar 3.1 Gambar 3.2


Microtoice Timbangan Digital
32

Gambar 3.3 Gambar 3.4


Baby Scale Kneemometer

Gambar 3.5 Gambar 3.6


Meteran Length Board

Gambar 3.7 Gambar 3.8


Skin Fold Caliper Pita LiLA
33

Gambar 3.9 Gambar 3.10


Mistar Segitiga Siku-Siku Mistar Kayu

D. Prosedur Kerja
1. IMT
a. Berat badan
1) Digunakan timbangan digital yang sudah dikalibrasi terlebih
dahulu.
2) Pakaian yang seminim mungkin digunakan oleh subjek
3) Alas kaki tidak dikenakan oleh subjek
4) Dipastikan timbangan berada pada penunjukan skala dengan
angka 0,0.
5) Subjek berdiri diatas timbangan dengan posisi berat badan
merata pada kedua kaki dan pandangan lurus kedepan dilakukan
oleh subjek
6) Dibaca dan dicatat berat badan pada tampilan dengan skala 0,1
kg terdekat.
b. Tinggi badan
1) Alas kaki dilepas terlebih dulu oleh subjek. Diposisikan subjek
tepat di bawah microtoice.
2) Kaki rapat, lutut lurus, bagian belakang kepala, bahu, pantat dan
tumit diusahakan agar dirapatkan ke didinding oleh subjek.
3) Subjek dengan pandangan lurus ke depan, kepala tidak perlu
menyentuh dinding vertikal. Tangan lepas kesamping badan
dengan telapak tangan menghadap paha.
34

4) Subjek diminta menarik nafas panjang dan berdiri tegak tanpa


mengangkat tumit untuk membantu menegakkan tulang
belakang. Diusahakan bahu tetap santai.
5) Tarik microtoice hingga menyentuh ujung kepala, pegang secara
horizontal. Pengukuran tinggi badan dilakukan saat menarik
nafas maksimum. Dengan mata pengukur sejajar dengan alat
penunjuk angka untuk menghindari kesalahan penglihatan.
Kemudian dicatat tinggi badan pada skala 0,1 cm terdekat.
2. Prediksi tinggi badan berdasarkan tinggi lutut
a. Pastikan terkalibrasinya alat yang digunakan
b. Subjek duduk dengan salah satu kaki ditekuk hingga dibentuk sudut
900 proximal hingga patella.
c. Kaki diletakkan di atas alat pengukur tinggi lutut dan dipastikan kaki
subjek membentuk sudut 900 dengan melihat kelurusannya pada
tiang alat ukur.
d. Dibaca dengan sedikit menjongkok sehingga mata pembaca tepat
berada pada angka yang ditunjukkan oleh alat ukur. Dicatat tinggi
badan pada skala 0,1 cm terdekat.
3. Lingkar Lengan Atas (LiLA)
a. Menentukan titik mid point pada lengan.
1) Responden diminta untuk berdiri tegak.
2) Responden diminta untuk membuka lengan pakaian yang
menutup lengan kiri atas (bagi yang kidal gunakan lengan kanan).
3) Tekukan tangan responden membentuk 900 dengan telapak tangan
menghadap ke atas. Pengukur berdiri dibelakang dan ditentukan
titik tengah antara tulang rusuk atas pada bahu kiri dan siku.
4) Ditandai titik tengah tersebut dengan pena.
b. Mengukur Lingkar Lengan Atas
1) Tangan tergantung lepas dan siku lurus di samping badan, telapak
tangan menghadap ke bawah.
35

2) Lingkar lengan atas diukur pada posisi mid point dengan pita
LiLA menempel pada kulit. diperhatikan jangan sampai pita
menekan kulit atau ada rongga antara kulit dan pita.
3) Lingkar lengan atas dicatat pada skala 0,1 cm terdekat.
4. Lingkar perut
a. Diminta dengan cara yang santun pada subjek untuk membuka
pakaian bagian atas atau menyingkapkan pakaian bagian atas dan
raba tulang rusuk terakhir responden untuk ditetapkan titik
pengukuran.
b. Ditetapkan titik batas tepi tulang rusuk paling bawah.
c. Ditetapkan titik ujung lengkung tulang pangkal paha/panggul.
d. Ditetapkan titik tengah di antara titik tulang rusuk terakhir titik ujung
lengkung tulang pangkal paha atau panggul dan ditandai titik tengah
tersebut dengan alat tulis.
e. Subjek diminta untuk berdiri tegak dan bernafas dengan normal
(ekspirasi normal)
f. Pengukuran lingkar perut dimulai atau diambil dari titik tengah
kemudian sejajar secara horizontal melingkari pinggang dan perut
kembali menuju titik tengah diawal pengukuran.
g. Apabila subjek mempunyai perut yang gendut ke bawah, pengukuran
diambil pada bagian yang paling buncit lalu berakhir pada titik
tengah tersebut lagi.
5. Pengukuran Lingkar Pinggang (Lpi)
a. Subjek menggunakan pakaian yang longgar (tidak menekan)
sehingga alat ukur dapat diletakkan dengan sempurna. Sebaiknya
pita pengukur tidak berada di atas pakaian yang digunakan.
b. Subjek berdiri tegak dengan perut dalam keadaan rileks.
c. Pengukur menghadap ke subjek dan alat ukur diletakkan melingkar
pinggang secara horizontal dimana merupakan bagian paling kecil
36

dari tubuh atau pada bagian tulang rusuk paling terakhir. Seorang
pembantu diperlukan untuk meletakkan alat ukur dengan tepat.
d. Pengukuran dilakukan di akhir dari ekspresi yang normal dan alat
ukur tidak menekan kulit.
e. Dibaca dengan teliti hasil pengukuran pada pita hingga 0,1 cm
terdekat.
6. Lingkar Panggul (Lpa)
a. Subjek mengenakan pakaian yang tidak terlaku menekan.
b. Subjek berdiri tegak dengan kedua lengan berada pada kedua sisi
tubuh dan kaki rapat.
c. Pengukur jongkok di samping subjek sehingga tingkat maksimal dari
penggul terlihat.
d. Alat pengukur dilingkarkan secara horizontal tanpa menekan kulit.
Seorang pembantu diperlukan untuk meletakkan alat ukur dengan
tepat.
e. Dibaca dengan teliti hasil pengukuran pada pita hingga 0,1 cm
terdekat.
7. Pengukuran Percent Body Fat
a. Menentukan Tebal Lipatan Kulit (TLK)
1) Ibu jari dan jari telunjuk dari tangan kiri digunakan untuk
mengangkat kedua sisi kulit dan lemak subkutan kurang lebih 1
cm proximal dari daerah yang diukur.
2) Lipatan kulit diangkat pada jarak kurang lebih 1 cm tegak lurus
arah garis kulit.
3) Lipatan kulit tetap diangkat sampai pengukuran selesai.
4) Caliper dipegang oleh tangan kanan.
5) Pengukuran dilakukan dalam 4 detik setelah penekanan kulit oleh
caliper dilepas.
37

b. Prosedur Pengukuran TLK Pada Tricep


1) Responden berdiri tegak dengan kedua lengan tergantung bebas
pada kedua sisi tubuh.
2) Pengukuran dilakukan pada titik mid point (sama pada LiLA).
3) Pengukur berdiri di belakang responden dan telapak tangan
kirinya diletakkan pada bagian lengan kearah tanda yang telah
dibuat dimana ibu jari dan telunjuk menghadap ke bawah. Tricep
skinfold diambil dengan menarik pada 1 cm dari proximal tanda
titik tengah tadi.
4) Tricep skinfold diukur dengan mendekati 0,1 mm.
c. Prosedur Pengukuran TLK Pada Subscapular
1) Responden berdiri tegak dengan kedua lengan tergantung bebas
pada kedua sisi tubuh.
2) Tangan kiri diletakkan ke belakang.
3) Untuk mendapatkan tempat pengukuran, pemeriksa meraba
scapula dan mencarinya ke arah bawah lateral sepanjang batas
vertebrata sampai sudut bawah scapula ditentukan.
4) Subscapular skinfold ditarik dalam arah diagonal (infero-lateral)
kurang lebih 450 ke arah horizontal garis kulit. Titik scapula
terletak pada bagain bawah sudut scapula
5) Caliper diletakkan 1 cm infero-lateral dari ibu jari dan jari
telunjuk yang mengangkat kulit dan subkutan dan ketebalan kulit
diukur mendekati 0,1 mm
8. Prediksi tinggi badan arm span dan demi span
a. Pengukuran Demi Span
1) Demi span diukur dalam posisi duduk atau berdiri di lengan kiri
2) Lengan diangkat setinggi bahu dan direntangkan dengan jari
diperpanjang
3) Jarak diantara bagian tengah suprasternal dan akar jari tengah
diukur.
38

b. Pengukuran Arm Span


1) Arm span diukur dalam posisi duduk atau senyaman mungkin
2) Kedua lengan direntangkan horizontal pada sudut 90o pada bidang
datar.
3) Jarak diantara ujung jari tengah masing-masing tangan diukur.
4) Rata-rata dari 2 pengukuran digunakan untuk langsung
diperkirakan tinggi.
9. Pengukuran Ulna Length
a. Ulna length diukur dalam posisi duduk di lengan kiri.
b. Bahu ditempatkan di adduksi dan rotasi internal.
c. Siku ditekuk pada 45o dan telapak tangan diletakkan di dada dengan
jari diperpanjang.
d. Jarak antara ujung proksimal ulna pada siku dan titik apophysis
styloid di pergelangan tangan diukur.
e. Rata-rata dari 2 pengukuran dihitung terdekat 0,1 cm dan digunakan
untuk memprediksi tinggi menggunakan tabel standar.
10. Pengukuran Berat Badan dan Panjang Badan Bayi
a. Panjang badan bayi
1) Length Board disiapkan dan diletakkan di bidang yang datar dan
tidak bergelombang.
2) Bagian Length Board dilapisi dengan kain tipis untuk menjaga
kebersihan serta kenyamanan bayi.
3) Ibu bayi diminta untuk meletakkan anaknya di atas Length Board
dengan posisi kepala rapat pada fixed headboard dan membantu
dalam proses pengukuran.
4) Ibu diminta untuk menahan kepala bayinya dan memposisikan
kepala bayinya sehingga mata dan telinga bayi membentuk garis
lurus terhadap bidang Length Board.
5) Bayi dipastikan berbaring lurus di atas papan dan tidak mengubah
posisi. Bahu harus menyentuh papan, dan tulang belakang tidak
boleh melengkung. Ibu diminta untuk memberi tahu pengukur
39

jika bayi melengkungkan punggung atau keluar dari posisinya.


6) Kaki bayi dipegang dengan satu tangan dan footboard digerakkan
dengan tangan yang satunya. Diberikan tekanan lembut pada lutut
untuk meluruskan kaki sejauh mungkin tanpa menyebabkan
cedera. Jika bayi gelisah dan kedua kaki bayi tidak dapat
dipegang pada posisinya, pengukuran dapat dilakukan dengan
satu kaki.
7) Sambil kaki bayi dipegang, footboard ditarik ke arah telapak kaki
bayi. Telapak kaki harus rata terhadap footboard dan jari-jari
menunjuk ke atas.
8) Skala yang tertera pada Length Board dibaca hingga 0,1 cm.
b. Berat badan bayi
1) Baby Scale disiapkan dan diletakkan di bidang yang datar.
2) Baby Scale dibersihkan menggunakan kain tipis untuk menjaga
kebersihan.
3) Bayi diusahakan tidak menggunakan pakaian apapun agar hasil
timbangan lebih akurat.
4) Baby Scale dipastikan berada pada satuan kg.
5) Baby Scale dinyalakan, dan dipastikan Baby Scale menujukkan
angka 0,0.
40

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Praktikum
1. Tabel Hasil Pengukuran IMT
Adapun hasil pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT):
Tabel 4. 1 Hasil Pengukuran IMT
No. Nama BB TB IMT Ket
1. Ahmad Arif Hidayat 56 168,5 19,72 Normal
2. Winda Lestari Lande 55,8 147,3 25,71 Overweight
3. Nurul Hikmawati Idris 35,1 152 15,19 Underweight
4. Nur Rezkyana Asyhad 53,1 156,4 22,38 Normal
5. Idyah Hadiyanti 46,7 154,6 19,69 Normal
6. Jihan Fadila 47,5 150 21,11 Normal
7. Indra Ayu Ningsih 42,2 153,3 17,95 Underweight
Sumber: Data Primer, 2019
2. Tabel Hasil Pengukuran Tinggi Lutut
Adapun hasil pengukuran prediksi tinggi badan berdasarkan tinggi lutut:
Tabel 4. 2 Hasil Pengukuran Tinggi Lutut
TB menurut TL
No. Nama TB TL
Chumlea Buku
1. Ahmad Arif Hidayat 168,5 53,4 171,34 171,34
2. Winda Lestari Lande 147,3 46 164,26 151,06
3. Nurul Hikmawati Idris 152,0 46,6 165,59 152,16
4. Nur Rezkyana Asyhad 154,4 47,4 167,30 153,62
5. Idyah Hadiyanti 154,6 47,7 167,85 154,17
6. Jihan Fadila 150,0 46,7 165,78 152,34
7. Indra Ayu Ningsih 153,3 46,3 165,05 151,61
Sumber: Data Primer, 2019
3. Tabel Hasil Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA)
Adapun hasil pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA)
Tabel 4. 3 Hasil Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA)
No. Nama LiLA Ket
1. Ahmad Arif Hidayat 25,4 Normal
2. Winda Lestari Lande 29,2 Normal
3. Nurul Hikmawati Idris 19,8 Beresiko KEK
4. Nur Rezkyana Asyhad 25,4 Normal
5. Idyah Hadiyanti 24,8 Normal
6. Jihan Fadila 26 Normal
7. Indra Ayu Ningsih 24 Normal
Sumber: Data Primer, 2019
41

4. Tabel Hasil Pengukuran Lingkar Lengan Perut


Adapun hasil pengukuran Lingkar Lengan Perut (LP):
Tabel 4. 4 Hasil Pengukuran Lingkar Perut
No. Nama LP Ket
1. Ahmad Arif Hidayat 76 Dibawah ambang batas
2. Winda Lestari Lande 78 Dibawah ambang batas
3. Nurul Hikmawati Idris 61 Dibawah ambang batas
4. Nur Rezkyana Asyhad 77 Dibawah ambang batas
5. Idyah Hadiyanti 64 Dibawah ambang batas
6. Jihan Fadila 67 Dibawah ambang batas
7. Indra Ayu Ningsih 69 Dibawah ambang batas
Sumber: Data Primer, 2019
5. Tabel Hasil Pengukuran Wait To Hip Ratio (WHR)
Adapun hasil pengukuran WHR:
Tabel 4. 5 Hasil Pengukuran WHR
No. Nama L Pi L Pa WHR Ket
1. Ahmad Arif Hidayat 74,6 78,9 0,95 Very high
2. Winda Lestari Lande 76 92 0,83 Very high
3. Nurul Hikmawati Idris 58 67 0,87 Very high
4. Nur Rezkyana Asyhad 72 84 0,86 Very high
5. Idyah Hadiyanti 62 77,3 0,80 High
6. Jihan Fadila 65,5 78 0,84 Very high
7. Indra Ayu Ningsih 62 75 0,83 Very high
Sumber: Data Primer, 2019
6. Tabel Hasil Pengukuran Percent Body Fat (PBF)
Adapun hasil pengukuran PBF:
Tabel 4. 6 Hasil Pengukuran PBF
No. Nama T.Trc T.Sbs %BF Ket
1. Ahmad Arif Hidayat 4 5 07,8 Under fat
2. Winda Lestari Lande 3 4 12,62 Under fat
3. Nurul Hikmawati Idris 2 4 12,04 Under fat
4. Nur Rezkyana Asyhad 3 2 11,50 Under fat
5. Idyah Hadiyanti 3 2 11,50 Under fat
6. Jihan Fadila 1 1 09,89 Under fat
7. Indra Ayu Ningsih 2 3 11,50 Under fat
Sumber: Data Primer, 2019
42

7. Tabel Hasil Pengukuran Arm Span (AS) & Demi Span (DH)
Adapun hasil pengukuran prediksi tinggi badan Arm Span & Demi Span:
Tabel 4. 7 Hasil Pengukuran Arm Span
No. Nama AS TB menurut AS
1. Ahmad Arif Hidayat 182,2 175,47
2. Winda Lestari Lande 160 157,8
3. Nurul Hikmawati Idris 154,5 155,16
4. Nur Rezkyana Asyhad 160 157,8
5. Idyah Hadiyanti 161,5 158,52
6. Jihan Fadila 165,3 160,34
7. Indra Ayu Ningsih 162 158,76
Sumber: Data Primer, 2019
Tabel 4. 8 Hasil Pengukuran Demi Span
TB menurut DS
No. Nama DS
Tabel Rumus
1. Ahmad Arif Hidayat 81 1,73 173,97
2. Winda Lestari Lande 71 1,54 156,7
3. Nurul Hikmawati Idris 71 1,54 156,82
4. Nur Rezkyana Asyhad 72 1,56 158,23
5. Idyah Hadiyanti 72,5 1,57 158,88
6. Jihan Fadila 71 1,54 156,82
7. Indra Ayu Ningsih 72,5 1,57 158,75
Sumber: Data Primer, 2019
8. Tabel Hasil Pengukuran Ulna Lenght (UL)
Adapun hasil pengukuran prediksi tinggi badan Ulna Length
Tabel 4. 9 Hasil Pengukuran Ulna Lenght (UL)
TB menurut UL
No. Nama TB Ulna Length
Tabel Rumus
1. Ahmad Arif Hidayat 168,5 28,5 1,82 167,69
2. Winda Lestari Lande 147,3 25,0 1,65 154,23
3. Nurul Hikmawati Idris 152,0 24,0 1,62 150,53
4. Nur Rezkyana Asyhad 154,4 25,0 1,65 154,48
5. Idyah Hadiyanti 154,6 25,0 1,65 154,48
6. Jihan Fadila 150,0 24,0 1,62 150,53
7. Indra Ayu Ningsih 153,3 25,0 1,65 154,39
Sumber: Data Primer, 2019
B. Pembahasan
1. Pengukuran IMT
Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh data bahwa subjek bernama
Winda Lestari Lande’ berdasarkan IMT termasuk kategori gizi lebih
43

(overweight) dengan nilai IMT tertinggi yaitu 25,71 kg/m2. Sedangkan


subjek yang bersangkutan bernama Nurul Hikmawati Idris berdasarkan
IMT termasuk kategori gizi kurang (underweight) dengan nilai IMT
terendah 15,19 kg/m2.
Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan
alat atau cara yang sederhana untuk menentukan status gizi orang
dewasa. Berat badan kurang dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit
infeksi sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan risiko terhadap
penyakit degeneratif. Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang
dewasa berumur di atas 18 tahun. IMT tidak dapat diterapkan pada bayi,
anak-anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan.49
Solusi untuk Nurul Hikmawati Idris yang termasuk kategori gizi
kurang (underweight) yaitu meningkatkan aktivitas fisik seperti
berolahraga dan banyak minum air putih serta makan makanan yang kaya
serat dan mengandung karbohidrat agar tetap seimbang. Air mineral
sangat penting bagi tubuh karena dapat membantu metabolisme tubuh,
meningkatkan kinerja ginjal. Makanan yang seimbang diperlukan agar
kebutuhan gizi pada tubuh tetap tercukupi.
2. Pengukuran prediksi tinggi badan berdasarkan tinggi lutut
Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh data prediksi tinggi badan
berdasarkan tinggi lutut subjek bersangkutan Nurul Hikmawati Idris
dimana berdasarkan rumus chumlea 165,59 cm memiliki selisih yang
cukup besar yaitu 13,59 cm, sedangkan berdasarkan rumus di buku
penuntun yaitu 152,16 cm tidak jauh berbeda dari tinggi aktualnya
dengan selisih 0,16 cm. Hasil dari pengukuran tinggi lutut diketahui
bahwa prediksi tinggi badan berdasarkan tinggi lutut tertinggi adalah
Ahmad Arif Hidayat, dimana berdasarkan rumus chumlea dan buku
penuntun adalah 171,34 cm tidak jauh berbeda dari tinggi aktualnya

49
Saifuddin Sirajuddin, Nurhaedar Jafar, dan Rahayu Indriasari. (2019). Penuntun
Praktikum Penilaian Status Gizi Antropometri, Biokimia, Survei Konsumsi
Pangan
44

dengan selisih 2,84 cm. Prediksi tinggi badan berdasarkan tinggi lutut
terendah adalah Winda Lestari Lande, dimana berdasarkan rumus
chumlea adalah 164,26 cm memiliki selisih yang cukup besar yaitu 16,96
cm, sedangkan berdasarkan rumus di buku penuntun yaitu 151,06 cm
tidak jauh berbeda dari tinggi aktualnya dengan selisih 3,76 cm. Hasil ini
diperoleh berdasarkan pengukuran tinggi lutut dengan kneemometer.
Pengukuran tinggi badan dengan cara berdiri tegak sulit dilakukan
pada lansia karena adanya nyeri, lemah dan deformitas tulang belakang,
seperti kifosis dan osteoporosis sehingga lansia tidak dapat berdiri
dengan tegak dan stabil untuk dilakukan pengukuran tinggi badan.
Alternatif pengukuran tinggi badan yang paling banyak dilakukan salah
satunya adalah mengukur tinggi lutut, yang kemudian dikonversi menjadi
tinggi badan dengan menggunakan formula tertentu, seperti chumlea.
Salah satu alasan pengukuran tinggi lutut dilakukan adalah karena
panjang tulang pada tungkai bagian bawah tidak berubah seiring
bertambahnya usia, tidak seperti tinggi tulang belakang.50
3. Pengukuran LILA
Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh hasil bahwa ukuran LiLA
subjek bersangkutan Nurul Hikmawati Idris adalah yang terendah dengan
nilai 19,8 cm yang termasuk kategori berisiko mengalami KEK (<23,5
cm). Ukuran LiLA tertinggi adalah Winda Lestari Lande dengan nilai
29,2 cm yang termasuk kategori normal (>23,5 cm). Hasil ini diperoleh
berdasarkan pengukuran menggunakan pita LiLA.
LiLA merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi,
karena mudah, murah, dan cepat. Tidak memerlukan data umur yang
terkadang susah diperoleh. Memberikan gambaran tentang keadaan
jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit. LiLA mencerminkan

50
Triya Ulva Kusuma dan Ali Rosidi. (2018). Reliabilitas Kaliper Tinggi Lutut
dalam Penentuan Tinggi Badan
45

cadangan energy, sehingga dapat mencerminkan status KEP pada balita,


KEK pada ibu WUS dan ibu hamil.49
Solusi untuk Nurul Hikmawati Idris yang memiliki ukuran LiLA yang
beresiko KEK yaitu mengonsumsi makanan yang mengandung sumber
karbohidrat, lemak, dan protein. Asupan yang seimbang dengan
kebutuhan dan yang digunakan akan membantu menjaga keseimbangan
komposisi tubuh. Hal ini akan berdampak pada terciptanya status gizi
yang baik.
4. Pengukuran lingkar perut
Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh hasil bahwa ukuran lingkar
perut subjek bersangkutan Nurul Hikmawati Idris adalah yang terendah
dengan nilai 61 cm yang berada di bawah ambang batas (80 cm). Ukuran
lingkar perut tertinggi adalah Winda Lestari Lande dengan nilai 78 cm
yang berada di bawah ambang batas (80 cm). Hasil ini diperoleh
berdasarkan pengukuran menggunakan meteran.
Cara lain yang biasa dilakukan untuk memantau risiko kegemukan
adalah dengan mengukur lingkar perut. Ukuran lingkar perut yang baik
yaitu tidak lebih dari 90 cm untuk laki-laki dan tidak lebih dari 80 cm
untuk perempuan. Pengukuran lingkar perut lebih memberi arti
dibandingkan IMT dalam menentukan timbunan lemak di dalam rongga
perut (obesitas sentral) karena peningkatan timbunan lemak di perut
tercermin dari meningkatnya lingkar perut.49
Solusi untuk Nurul Hikmawati Idris yang memiliki ukuran lingkar
perut terendah adalah memperbanyak asupan makanan kaya serat seperti
buah-buahan dan juga sayur-sayuran serta melakukan olahraga teratur.
Hindari mengonsumsi makanan cepat saji (junkfood) yang mengandung
kalori yang sangat tinggi dan juga tidak baik untuk kesehatan. Olahraga
yang bisa dilakukan salah satunya yaitu sit up.

49
Saifuddin Sirajuddin, Nurhaedar Jafar, dan Rahayu Indriasari. (2019). Penuntun
Praktikum Penilaian Status Gizi Antropometri, Biokimia, Survei Konsumsi
Pangan
46

5. Pengukuran WHR (Waist to Hip Ratio)


Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh hasil bahwa ukuran WHR
subjek bersangkutan Nurul Hikmawati Idris adalah 0,87 cm yang
termasuk kategori very high (> 0,82 cm). Ukuran WHR tertinggi adalah
Ahmad Arif Hidayat dengan nilai 0,95 cm yang termasuk kategori very
high (> 0,94 cm). Ukuran WHR terendah adalah Idyah Hadiyanti dengan
nilai 0,80 cm yang termasuk kategori high (0,78 cm – 0,82 cm). Hasil ini
diperoleh berdasarkan pengukuran menggunakan meteran.
Waist Hip Ratio dapat menunjukkan distribusi lemak tubuh terutama
di daerah abdomen dan panggul. Akumulasi lemak berkaitan dengan
pembebanan tubuh. Kelebihan berat badan memberikan tekanan berlebih
pada musculus, tendon dan ligamen yang menyangga arcus pedis. Hal ini
menyebabkan khususnya arcus longitudinalis medialis meregang dan
melemah, tulang dan sendi kaki bergeser dan rapuh atau kolaps sehingga
menimbulkan nyeri dan flat foot deformity.51
Solusi untuk Nurul Hikmawati Idris adalah 0,87 cm yang memiliki
ukuran WHR termasuk kategori very high (> 0,82 cm) yaitu mengurangi
porsi makanan terutama sumber lemak dan memperbanyak aupan kaya
akan serat seperti buah dan sayur. Konsumsi buah dan sayur sebelum
atau sesudah makan akan membantu memberikan rasa kenyang agar
konsumsi makanan pokok menjadi berkurang. Konsumsi makanan
sumber lemak yang berlebihan dapat membuat simpanan lemak di dalam
tubuh bertambah.
6. Pengukuran Percent body fat
Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh hasil bahwa PBF subjek
bersangkutan Nurul Hikmawati Idris adalah 12,04% yang termasuk
kategori under fat (< 21 %). Ukuran PBF tertinggi adalah Winda Lestari
Lande dengan nilai 12,62% yang termasuk kategori under fat (< 21 %).

51
Rizka Aulia Tsani dan Agung Aji Prasetyo. (2019). Hubungan Antara Waist
Hip Ratio dengan Plantar Arch Index pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro
47

Ukuran PBF terendah adalah Ahmad Arif Hidayat dengan nilai 7,8 %
yang termasuk kategori under fat (< 8 %). Hasil ini diperoleh
berdasarkan pengukuran TLK pada tricep dan subscapular.
Lemak dapat diukur secara absolut (dalam kg) dan secara relatif (%)
terhadap berat tubuh total. Jumlah lemak tubuh sangat bervariasi
ditentukan oleh jenis kelamin dan umur. Ketebalan lipatan kulit adalah
suatu pengukuran kandungan lemak tubuh karena sekitar separuh dari
cadangan lemak tubuh total terdapat langsung di bawah kulit.
Pengukuran tebal lipatan kulit merupakan salah satu metode penting
untuk menentukan komposisi tubuh serta persentase lemak tubuh dan
untuk menentukan status gizi secara antropometri.49
Solusi untuk Nurul Hikmawati Idris yang memiliki PBF dengan nilai
12,04% yaitu mengatur pola makan sehat dan bergizi sesuai dengan
kebutuhan. Makanan yang sehat dan bergizi sangat baik untuk kesehatan.
Konsumsi makanan yang berlebihan dapat berdampak pada
bertambahnya berat badan dan kurang mengonsumsi makanan dapat
berdampak pada menurunnya berat badan.
7. Pengukuran prediksi tinggi badan arm span dan demi span
Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh data prediksi tinggi badan
berdasarkan arm span dan demi span diketahui bahwa prediksi tinggi
badan berdasarkan arm span terendah adalah Nurul Hikmawati Idris
dimana hasilnya yaitu 155,16 cm, sedangkan prediksi tinggi badan
berdasarkan demi span yaitu 156,82. Hasil dari pengukuran arm span dan
demi span diketahui bahwa prediksi tinggi badan berdasarkan arm span
tertinggi adalah Ahmad Arif Hidayat, dimana hasilnya overestimate yaitu
175,47 cm. Subjek bersangkutan Nurul Hikmawati Idris memiliki selisih
3,16 cm dari tinggi aktualnya.
Berdasarkan hasil dari pengukuran arm span dan demi span diketahui

49
Saifuddin Sirajuddin, Nurhaedar Jafar, dan Rahayu Indriasari. (2019). Penuntun
Praktikum Penilaian Status Gizi Antropometri, Biokimia, Survei Konsumsi
Pangan
48

bahwa prediksi tinggi badan berdasarkan demi span Winda Lestari Lande
adalah yang terendah, dimana berdasarkan tabel adalah 154 cm,
sedangkan berdasarkan rumus yaitu 156,70 cm. Berdasarkan pengukuran
demi span Ahmad Arif Hidayat adalah yang tertinggi, dimana
berdasarkan tabel adalah 173 cm, sedangkan berdasarkan rumus yaitu
173,97 cm. Hasil ini diperoleh berdasarkan pengukuran arm span dan
demi span.
Pengukuran tinggi badan yang tidak akurat pada lansia disebabkan
adanya beberapa perubahan fisik yang mempengaruhi tinggi badan.
Maka berbagai usaha dilakukan untuk mengembangkan persamaan,
mengestimasi tinggi badan dari tulang panjang seperti panjang lutut,
panjang rentang lengan6 dan demispan. Ketiga pengukuran antropometri
tersebut positif berkorelasi dengan tinggi badan (p<0,05 untuk semua
parameter). Pada penelitian yang dilakukan di Malaysia, panjang rentang
lengan menunjukkan hubungan yang paling kuat dengan tinggi badan
pada dewasa maupun lansia.39
8. Pengukuran prediksi tinggi badan ulna length
Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh hasil pengukuran ulna length
diketahui bahwa prediksi tinggi badan berdasarkan ulna length Nurul
Hikmawati Idris termasuk yang terendah dimana hasilnya overesitimate,
berdasarkan tabel adalah 162 cm memiliki selisih cukup besar dari tinggi
actual yaitu 10 cm, sedangkan berdasarkan rumus 150,53 cm dengan
selisih 1,47 cm. Hasil dari pengukuran ulna length diketahui bahwa
prediksi tinggi badan berdasarkan ulna length tertinggi adalah Ahmad
Arif Hidayat, hasilnya overestimate dimana berdasarkan tabel adalah 182
cm memiliki selisih cukup besar dari tinggi aktual yaitu 13,5 cm,
sedangkan berdasarkan rumus yaitu 167,69 cm dengan selisih 0,81 cm
dari tinggi aktual. Hasil dari pengukuran ulna length diketahui bahwa
prediksi tinggi badan berdasarkan ulna length terendah adalah Nurul

39
Desti Ambar Wati. (2018). Hubungan Rentang Lengan Dengan Tinggi Badan
Dalam Menentukan Indeks Massa Tubuh Lansia
49

Hikmawati Idris dan Jihan Fadila, hasilnya overestimate dimana


berdasarkan tabel Jihan Fadila mempunyai 162 cm dengan selisih cukup
besar dari tinggi aktual yaitu dan 12 cm, sedangkan berdasarkan rumus
yaitu 150,53 cm dengan selisih dari tinggi aktual 0,53 cm.
Panjang ulna telah terbukti reliabel dalam memprediksi tinggi badan
seseorang pada penelitian yang dilakukan di Amerika, Eropa, India dan
Thailand. Penggunaan panjang tulang ulna dalam memprediksi tinggi
badan di Eropa dan Amerika telah banyak dilakukan terutama dengan
menggunakan tabel perhitungan baku. Penelitian tersebut juga
menunjukkan panjang tulang ulna di pengaruhi oleh jenis kelamin. Akan
tetapi dari penelitian tersebut terdapat perbedaan rumus estimasi panjang
tulang ulna terhadap tinggi badan karena perbedaan genetik, lingkungan,
asupan gizi, dan tempat pengambilan data.37

37
Kuntari Astriana, Budiyanti Wiboworini, dan Kusnandar. 2018. Hubungan
rentang lengan, tinggi lutut, panjang ulna dengan tinggi badan lansia perempuan
di Kecamatan Sewon
50

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengukuran yang diperoleh :
1. Hasil pengukuran Indeks Massa Tubuh tertinggi yaitu Winda Lestari
Lande dengan nilai sebesar 25,71 kg/m2 dan terendah yaitu Nurul
Hikmawati Idris dengan nilai sebesar 15,19 kg/m2.
2. Hasil pengukuran Tinggi Badan Menurut Tinggi Lutut tertinggi yaitu
Ahmad Arif Hidayat dengan hasil sebesar 171,34 cm dan terendah yaitu
Winda Lestari Lande dengan hasil sebesar 164,26 cm.
3. Hasil pengukuran LiLA tertinggi yaitu Winda Lestari Lande dengan
hasi 29,2 cm dan terendah yaitu Nurul Hikmawati Idris dengan hasil
19,8 cm.
4. Hasil pengukuran Lingkar Perut tertinggi yaitu Winda Lestari Lande
dengan hasil 78 cm dan terendah adalah Nurul Hikmawati Idris dengan
hasil 61 cm.
5. Hasil pengukuran WHR tertinggi yaitu Ahmad Arif Hidayat dengan
hasil 0,95 cm dan terendah adalah Idyah Hadiyanti dengan nilai 0,80
cm.
6. Hasil pengukuran Percent body fat tertinggi yaitu Winda Lestari Lande
dengan nilai 12,62% dan terendah adalah Ahmad Arif Hidayat dengan
nilai 7,8%.
7. Hasil pengukuran prediksi tinggi badan arm span dan demi span
menunjukkan hasil TB menurut arm span tertinggi adalah Ahmad Arif
Hidayat dengan nilai 175,47 cm dan terendah adalah Nurul Hikmawati
Idris dengan nilai 155,16 cm, sedangkan hasil TB menurut demi span
tertinggi adalah Ahmad Arif Hidayat dan terendah adalah Winda
Lestari Lande.
8. Hasil pengukuran prediksi tinggi badan ulna length menunjukkan hasil
tertinggi adalah Ahmad Arif Hidayat dan terendah adalah Nurul
Hikmawati Idris dan Jihan Fadila.
51

B. Saran
1. Untuk Dosen
Diharapkan agar dosen mengawasi kegiatan praktikum dan
berkoordinasi dengan asisten untuk mengurangi terjadinya kesalahan
dalam kegiatan praktikum.
2. Untuk Asisten
Diharapkan kepada asisten agar lebih dapat membimbing dan
memperhatikan praktikan secara serius selama praktikum.
3. Untuk Peserta Praktikum
Diharapkan untuk laboratarium dapat melengkapi alat yang ada agar
praktikum dapat berjalan lancar.
4. Untuk Laboratorium
Diharapkan kegiatan praktikum dapat berlangsung tenang dan
waktu praktikum dapat dimanfaatkan dengan optimal.
52

DAFTAR PUSTAKA
1. Fitri, MO. Aplikasi Monotoring Perkembangan Status Gizi Anak dan Balita
Secara Digital dengan Metode Antropometri Berbasis Android. Jurnal Instek
[Serial Online] 2017 April [Diakses pada tanggal 15 Oktober 2019]; 2(2):
140-8. Tersedia dari: http://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/instek/article/download/2613/2465
2. Pakar Gizi Indonesia. Ilmu Gizi Teori & Aplikasi. Edisi 2017. Jakarta: EGC,
2016. P.133-134.
3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Hasil Utama Riskesdas 2018.
2018.
4. Mudambi, Rajagopal. Fundamentals of Foods, Nutrition and Diet Therapy.
5th Edition. New Delhi: New Age International (P) Ltd, 2007. P.5.
5. Par’i HM., Wiyono S, Harjatmo TP. Penilaian Status Gizi. Edisi 2017.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2017. P.4, 47, 48, 49,
50, 51,68, 70, 71, 85, 95, 102, 106, 212, 213, 242, 247, 271, 272.
6. Anita W. Relations Dietary And Gender With Nutritional Status Of Children
In SDN 43 Kota Pekanbaru. Jurnal Endurance [Serial Online] 2018 Juni
[Diakses pada tanggal 21 Oktober 2019]; 3(2): 253-9. Tersedia dari:
http://ejournal.kopertis10.or.id/index.php/endurance/article/view/2970
7. Par’i, HM. Penilaian Status Gizi Dilengkapi Proses Asuhan Gizi Standar.
Edisi 2018. Jakarta: EGC, 2014. P.6, 7, 11.
8. Singh S, Ahlawat S, Pandya S, Prafull B. Anthropometric Measurements and
Body Composition Parameters of Farm Women in North Gujarat. Journal of
Ergonomics [Serial Online] 2013 [Diakses pada tanggal 26 Oktober 2019];
3(1): 1-4. Tersedia dari: https://www.longdom.org/open-
access/anthropometric-measurements-and-body-composition-parameters-of-
farm-women-in-north-gujarat-2165-7556.1000114.pdf
9. Nugroho K, Mulyadi, Masi GNM. Hubungan Aktivitas Fisik dan Pola Makan
Dengan Perubahan Indeks Massa Tubuh pada Mahasiswa Semester 2
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran. E-Journal
Keperawatan [Serial Online] 2016 Juli [Diakses pada tanggal 21 Oktober
53

2019]; 4(2): 1-5. Tersedia dari:


https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/12918
10. Matin SS, Veria VA. Body Mass Index (BMI) Sebagai Salah Satu Faktor
yang Berkontribusi Terhadap Prestasi Belajar Remaja. Jurnal Visikes [Serial
Online] 2013 September [Diakses pada tanggal 21 Oktober 2019]; 12(2):
163-9. Tersedia dari:
https://publikasi.dinus.ac.id/index.php/visikes/article/download/649/446
11. Adriani M, Wirjatmadi B. Peranan Gizi Dalam Siklus Kehidupan. Edisi
Pertama. Jakarta: Prenadamedia Group, 2016. P. 369.
12. Fatmah. Persamaan (Equation) Tinggi Badan Manusia Usia Lanjut (Manula)
Berdasarkan Usia dan Etnis pada 6 Panti Terpilih di DKI Jakarta dan
Tangerang Tahun 2005. Jurnal Makara Kesehatan [Serial Online] 2006 Juni
[Diakses pada tanggal 21 Oktober 2019]; 10(1): 7-16. Tersedia dari:
http://journal.ui.ac.id/index.php/health/article/download/145/141
13. Simblon D. Model Prediksi Indeks Massa Tubuh Remaja Berdasarkan
Riwayat Lahir dan Status Gizi Anak. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional
[Serial Online] 2013 Agustus [Diakses pada tanggal 21 Oktober 2019]; 8(1):
19-27. Tersedia dari: https://media.neliti.com/media/publications/39579-ID-
model-prediksi-indeks-massa-tubuh-remaja-berdasarkan-riwayat-lahir-dan-
status-gi.pdf
14. Putra RNY, Ermawati, Ami A. Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan
Usia Menarche pada Siswi SMP Negeri 1 Padang. Jurnal Kesehatan Andalas
[Serial Online] 2016 [Diakses pada tanggal 21 Oktober 2019]; 5(3): 551-7.
Tersedia dari:
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/download/575/464
15. Panero J, Zelnik M. Dimensi Manusia & Ruang Interior. Edisi Bahasa
Indonesia. Jakarta: Erlangga, 2003. P.76.
16. Murbawani EA, Puruhita N, Yudomurti. Tinggi Badan yang Diukur dan
Berdasarkan Tinggi Lutut Menggunakan Rumus Chumlea pada Lansia.
Media Medika Indonesiana [Serial Online] 2012 [Diakses pada tanggal 21
54

Oktober 2019]; 46(1): 1-6. Tersedia dari:


https://ejournal.undip.ac.id/index.php/mmi/article/view/4168
17. Wiryani C, Kuswardhani T, Aryana S, Astika N, Yanson, Widana K.
Hubungan Antara Sudut Kelengkungan Thorak dan Selsih Tinggi Badan
Ukur dan Tinggi Badan Hitung Berdasarkan Tinggi Lutut pada Pasien Lanjut
Usia di Poliklinik Geriatri Rumah Sakit Sanglah Denpasar. J Peny Dalam
[Serial Online] 2010 Januari [Diakses pada tanggal 20 Oktober 2019]; 11(1):
10-6. Tersedia dari:
https://ojs.unud.ac.id/index.php/jim/article/view/3918/2910
18. Haitamy MN, Brahmadhi A. Hubungan Antara Rentang Lengan Terhadap
Tinggi Badan Dalam Penentuan Indeks Massa Tubuh (IMT) Pada Lansia Di
Kelurahan Adipala Kabupaten Cilacap. Sainteks [Serial Online] 2016
Oktober [Diakses pada tanggal 20 Oktober 2019]; 13(2): 1-10. Tersedia dari:
http://jurnalnasional.ump.ac.id/index.php/SAINTEKS/article/download/1499/
1338 [diakses pada tanggal 20 Oktober 2019]
19. Maulina M. Gambaran Karakteristik dan Status Gizi Berdasarkan Lingkar
Lengan Atas (LiLA) pada Pasien Penyakit Jantung Koroner (PJK) di Rumah
Sakit Umum Cut Meutia. Lentera [Serial Online] 2015 Juni [Diakses pada
tanggal 21 Oktober 2019]; 15(13): 29-36. Tersedia dari:
http://www.jurnal.umuslim.ac.id/index.php/LTR1/article/download/678/562
20. Ariyani DE, Achadi EL, Irawati A. Validitas Lingkar Lengan Atas
Mendeteksi Risiko Kekurangan Energi Kronis pada Wanita Indonesia. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Nasional [Serial Online] 2012 September [Diakses
pada tanggal 21 Oktober 2019]; 7(2): 83-90. Tersedia dari:
http://journal.fkm.ui.ac.id/kesmas/article/view/67
21. Azizah A, Adriani M. Tingkat Kecukupan Energi Protein Pada Ibu Hamil
Trimester Pertama dan Kejadian Kekurangan Energi Kronis. Media Gizi
Indonesia [Serial Online] 2017 Juni [Diakses pada tanggal 26 Oktober 2019];
12(1): 21-6. Tersedia dari: https://e-
journal.unair.ac.id/MGI/article/download/3224/4670
55

22. Amilia FR, Huldani, Asnawati. Hubungan IMT dan Lingkar Perut dengan
Kapasitas Oksigen Maksimal Calon Jemaah Haji. Homeostasis [Serial
Online] 2019 Agustus [Diakses pada tanggal 21 Oktober 2019]; 2(2): 209-
16. Tersedia dari:
https://ppjp.ulm.ac.id/journals/index.php/hms/article/download/787/755
23. Septyaningrum N, Martini S. Lingkar Perut Mempunyai Hubungan Paling
Kuat dengan Kadar Gula Darah. Jurnal Berkala Epidemiologi [Serial Online]
2014 Januari [Diakses pada tanggal 21 Oktober 2019]; 2(1): 48-58. Tersedia
dari: https://media.neliti.com/media/publications/94971-ID-none.pdf
24. Sari MK, Lipoeto NI, Herman RB. Hubungan Lingkar Abdomen (Lingkar
Perut) dengan Tekanan Darah. Jurnal Kesehatan Andalas [Serial Online]
2016 [Diakses pada tanggal 21 Oktober 2019]; 5(2): 456-61. Tersedia dari:
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/download/539/444
25. Zaleha, Yusuf A. Hubungan Status Obesitas Terhadap Hipertensi di
Puskesmas Sungkai Kabupaten Banjar. Jurnal Media Kesehatan [Serial
Online] 2012 Juni [Diakses pada tanggal 24 Oktober 2019]; 5(1): 60-8.
Tersedia dari: https://jurnal.poltekkes-kemenkes-
bengkulu.ac.id/index.php/jmk/article/download/180/59/
26. Septina T, Purba M, Hartriyanti Y. Studi Validasi Indeks Massa Tubuh dan
Rasio Lingkar Pinggang Panggul Terhadap Profil Lipid pada Pasien Rawat
Jalan di Poli Jantung RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Jurnal Gizi Klinik
Indonesia [Serial Online] 2010 Juli [Diakses pada tanggal 20 Oktober 2019];
7(1): 34-40. Tersedia dari:
https://jurnal.ugm.ac.id/jgki/article/download/17613/11438
27. Karimah M. Rasio Lingkar Pinggang-Panggul Memiliki Hubungan Paling
Kuat dengan Kadar Glukosa Darah. Jurnal Berkala Epidemiologi [Serial
Online] 2018 [Diakses pada tanggal 20 Oktober 2019]; 6(3): 219-26.
Tersedia dari: https://e-journal.unair.ac.id/JBE/article/download/8039/6201
28. Harahap M, Mochta Y. Gambaran Rasio Lingkar Pinggang Pinggul, Riwayat
Penyakit dan Usia Pada Pegawai Polres Pekanbaru. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Andalas [Serial Online] 2016 April 1 [Diakses pada tanggal 20
56

Oktober 2019]; 10(2): 140-4. Tersedia dari:


http://jurnal.fkm.unand.ac.id/index.php/jkma/article/download/198/188
29. Effendy S, Gunawan MF, Argoputra DLA, Anggraeni PD, Abraham YB,
Fenty. The Relationship Between Physical Activity and Obesity Based On
Body Fat Percentage in Banjaroyo Village, Kalibawang, Kulon Progo, D.I.
Yogyakarta. Jurnal Farmasi Sains dan Komunitas [Serial Online] 2018 Mei
[Diakses pada tanggal 22 Oktober 2019]; 15(1): 29-36. Tersedia dari:
https://e-journal.usd.ac.id/index.php/JFSK/article/download/963/effendy
30. Hestiantoro A, et al. Body Fat Percentage is a Better Marker Than Body Mass
Index For Determining Inflammation Status in Polycystic Ovary Syndrome.
International Journal of Reproductive Bio Medicine [Serial Online] 2018
Oktober [Diakses pada tanggal 22 Oktober 2019]; 16(10): 623-8. Tersedia
dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6314644/pdf/ijrb-16-
623.pdf
31. Sudargo T, Freitag H, Rosiyani F, Kusmayanti NA. Pola Makan dan
Obesitas. Edisi Pertama. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, Agustus
2014. P. 124.
32. Retnaningrum G, Dieny FF. Kualitas Diet dan Aktivitas Fisik Pada Remaja
Obesitas dan Non Obesitas. Journal of Nutrition College [Serial Online] 2015
[Diakses pada tanggal 20 Oktober 2019]; 4(2): 469-79. Tersedia dari:
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jnc/article/download/10150/9856
33. Tendean BA, Pangemanan DHC, Sapulete IM. Perbandingan Persentase
Lemak Tubuh Sebelum dan Setelah Melakukan Senam Zumba pada Wanita
Dewasa. Jurnal e-Biomedik (eBm) [Serial Online] 2018 Desember [Diakses
pada tanggal 20 Oktober 2019]; 6(2): 145-9. Tersedia dari:
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ebiomedik/article/download/22110/218
11
34. Arraniri M, Desmawati, Aprilia D. Hubungan Kebiasaan Sarapan dan Asupan
Kalori dengan Persentase Lemak Tubuh pada Mahasiswa Prodi Profesi
Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Angkatan 2013-2015.
Jurnal Kesehatan Andalas [Serial Online] 2017 [Diakses pada tanggal 21
57

Oktober 2019]; 6(2): 265-70. Tersedia dari:


http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/viewFile/689/545
35. Carpenter CL, et al. Body Fat and Body-Mass Index among a Multiethnic
Sample of College-Age Men and Women. Journal of Obesity [Serial Online]
2013 Februari 22 [Diakses pada tanggal 26 Oktober 2019]; 2013: 1-7.
Tersedia dari:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3649342/pdf/JOBES2013-
790654.pdf
36. Milasinovic R, Popovic S, Matic R, Gardasevic J, Bjelica D. Body Height
and its Estimation Utilizing Arm Span Measurements in Male Adolescents
from Southern Region in Montenegro. Sport Mont [Serial Online] 2016 April
3[Diakses pada tanggal 26 Oktober 2019]; 14(2):. 21-3. Tersedia dari:
https://www.researchgate.net/profile/Jovan_Gardasevic/publication/31495094
7_Body_Height_and_its_Estimation_Utilizing_Arm_Span_Measurements_in
_Male_Adolescents_from_Southern_Region_in_Montenegro/links/58ffc29e0
f7e9bcf65454acc/Body-Height-and-its-Estimation-Utilizing-Arm-Span-
Measurements-in-Male-Adolescents-from-Southern-Region-in-
Montenegro.pdf
37. Astriana K, Wiboworini B, Kusnandar. Hubungan rentang lengan, tinggi
lutut, panjang ulna dengan tinggi badan lansia perempuan di Kecamatan
Sewon. Ilmu Gizi Indonesia [Serial Online] Februari 2018 [Diakses pada
tanggal 20 Oktober 2019]; 1(2): 87-92. Tersedia dari:
https://pdfs.semanticscholar.org/f38e/498d0e68cd19c510344d0e90eaafe30bf
750.pdf
38. Forman MR., et al. Arm Span and Ulnar Length Are Reliable and Accurate
Estimates of Recumbent Length and Height in a Multiethnic Population of
Infants and Children under 6 Years of Age. The Journal of Nutrition [Serial
Online] 2014 Juli 16 [Diakses pada tanggal 20 Oktober 2019]; 1480-7.
Tersedia dari:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4130829/pdf/nut1441480.pd
f
58

39. Wati DA. Hubungan Rentang Lengan Dengan Tinggi Badan Dalam
Menentukan Indeks Massa Tubuh Lansia. Journal of Holistics and Health
Sciences [Serial Online] 2018 Juni [Diakses pada tanggal 20 Oktober 2019];
2(1): 14-8. Tersedia dari:
http://ejournal.stikesholistic.ac.id/file.php?file=jurnal&id=568&cd=0b2173ff
6ad6a6fb09c95f6d50001df6&name=4%20artikel%20Desti%20Ambar%20W
ati.pdf
40. Mondal MK, Jana TK, Giri S, Roy H. Height Prediction from Ulnar Length
in Females: A Study in Burdwan District of West Bengal (Regression
Analysis). Journal of Clinical and Diagnostic Research [Serial Online] 2012
Oktober [Diakses pada tanggal 21 Oktober 2019]; 6(8): 1401-4. Tersedia dari:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3471500/pdf/jcdr-6-1401.pdf
41. Yadav SK, Mandal BK, Karn A. Determination of stature from ulnar length
in Nepalese population. European Journal of Forensic Sciences [Serial
Online] 2015 Maret [Diakses pada tanggal 21 Oktober 2019]; 2(1): 5-8.
Tersedia dari:
https://www.researchgate.net/profile/Abhishek_Karn2/publication/279866089
_Determination_of_stature_from_ulnar_length_in_nepalese_population/links/
559cc51208ae898ed65206de/Determination-of-stature-from-ulnar-length-in-
nepalese-population.pdf?origin=publication_detail
42. Mulyasari I, Purbowati. Lingkar Lengan Atas dan Panjang Ulna Sebagai
Parameter Antropometri Untuk Memperkirakan Berat Badan dan Tinggi
Badan Orang Dewasa. Jurnal Gizi Indonesia [Serial Online] 2018 Desember
[Diakses pada tanggal 21 Oktober 2019]; 7(1): 30-6. Tersedia dari:
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/jgi/article/download/20317/14468
43. Sutriani KT, Isnawati M. Perbedaan Antara Tinggi Badan Berdasarkan
Panjang Ulna Dengan Tinggi Badan Aktual Dewasa Muda di Kota Semarang.
Journal of Nutrition College [Serial Online] 2014 [Diakses pada tanggal 21
Oktober 2019]; 3(1): 117-24. Tersedia dari:
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jnc/article/download/4539/4364
59

44. Febria C, Masrul, Chundrayetti E. Hubungan Kadar Kalsium Dalam ASI,


PASI Dan MPASI dari Asupan Bayi dengan Panjang Badan Bayi Usia 6
Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Buaya Padang 2017. Jurnal Kesehatan
Andalas [Serial Online] 2017 [Diakses pada tanggal 26 Oktober 2019]; 6(3):
662-7. Tersedia dari:
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/download/754/610
45. Febrianti, Wahyuni RS, Dale DS. Pemeriksaan Pertumbuhan Tinggi Badan
Dan Berat Badan Bayi Dan Balita. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
[Serial Online] April 2019 [Diakses pada tanggal 21 Oktober 2019]; 1(1):
15-20. Tersedia dari:
http://journal.lldikti9.id/JCPKM/article/download/19/92/
46. Sasmiyanto, Handayani LT. Studi Komparasi Indikator Sehat Bayi, Balita
dan Ibu Hamil di Wilayah Pesisir Pantai dan Pegunungan di Kabupaten
Jember Tahun 2015. NurseLine Journal [Serial Online] 2016 November 2
[Diakses pada tanggal 21 Oktober 2019]; 1(2): 212-8. Tersedia dari:
https://jurnal.unej.ac.id/index.php/NLJ/article/download/4900/3615/
47. Ernawati F, Rosmalina Y, Permanasari Y. Pengaruh Asupan Protein Ibu
Hamil dan Panjang Badan Bayi Lahir Terhadap Kejadian Stunting pada Aank
Usia 12 Bulan di Kabupaten Bogor. Penelitian Gizi dan Makanan [Serial
Online] 2013 Juni [Diakses pada tanggal 26 Oktober 2019]; 36(1): 1-11.
Tersedia dari:
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/pgm/article/download/3388/33
81
48. Herlina S. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pertumbuhan Bayi 6-12
Bulan di Puskesmas Simpang Baru. Jurnal Endurance [Serial Online] 2018
Juni [Diakses pada tanggal 21 Oktober 2019]; 3(2): 330-6. Tersedia dari:
http://ejournal.kopertis10.or.id/index.php/endurance/article/download/3089/1
074
49. Sirajuddin S, Jafar N, Indriasari R. Penuntun Praktikum Penilaian Status Gizi
Antropometri, Biokimia, Survei Konsumsi Pangan. Makassar: Laboratorium
60

Kimia Biofisik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin,


2019. P.4, 17, 20, 21, 22.
50. Kusuma TU, Rosidi A. 2018. Reliabilitas Kaliper Tinggi Lutut dalam
Penentuan Tinggi Badan. Journal of Health Studies [Serial Online] 2018
Maret [Diakses pada tanggal 26 Oktober 2019]; 2(1): 96-102. Tersedia dari:
https://ejournal.unisayogya.ac.id/ejournal/index.php/JHeS/article/download/4
37/220
51. Tsani RA, Prasetyo AA. Hubungan Antara Waist Hip Ratio dengan Plantar
Arch Index pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Jurnal Kedokteran Diponegoro [Serial Online] 2019 Januari [Diakses pada
tanggal 26 Oktober 2019]; 8(1): 446-57. Tersedia dari:
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico/article/download/23375/21354

Anda mungkin juga menyukai