Anda di halaman 1dari 23

Mata Kuliah : Gizi Geriatri

LAPORAN
HASIL PENGUKURAN ANTROPOMETRI LANSIA

KELOMPOK II BESAR

Adelia GZ1905001
Andi Jumriah T.L GZ1905003
Anjelina GZ1905004
Annisa GZ1905005
Meisy Dwi Clarissa GZ1905008
Nurfadilla GZ1905010
Nursani GZ1905013
Wiansi GZ1905018
Wirdayanti GZ1905019
Yunnike Hiranto Tandingan GZ1905020

STIKES BHAKTI PERTIWI LUWU RAYA PALOPO


TAHUN AJARAN 2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN
300 – 500 Kata
a) Latar Belakang
Proses menua (aging process) merupakan suatu proses yang alami yang pasti
terjadi pada setiap manusia. Proses menua adalah akumulasi secara progresif dari
berbagai perubahan patofisiologi organ tubuh yang berlangsung seiring dengan
berlalunya waktu dan dapat meningkatkan risiko terserang penyakit degeneratif hingga
kematian (Sudirman, 2011). Proses menua berlangsung secara alamiah, terus-menerus
dan berkesinambungan selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis
dan biokemis pada jaringan tubuh dan akhirnya akan mempengaruhi fungsi dan
kemampuan badan secara keseluruhan (Nugroho, 2008).
Peningkatan UHH dapat mepengaruhi aspek kehidupan lansia meliputi perubahan
fisik, biologis, motorik, psikologis dan sosial atau munculnya penyakit degeneratif akibat
proses penuaan tersebut.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 12 tahun 1998 lanjut usia
(Lansia) adalah seseorang yang sudah mencapai usia di atas 60 tahun. Apabila mengacu
pada usia pensiun, lansia adalah mereka yang telah berusia diatas 56 tahun (Arisman,
2010). Menurut WHO (1989) dalam Maryam (2010), batasan lansia adalah kelompok
usia 45-59 tahun sebagai usia pertengahan (middle/ young elderly), usia 60-74 tahun
disebut lansia (elderly), usia 75- 90 tahun disebut tua (old), usia diatas 90 tahun disebut
sangat tua (very old). Menurut Depkes RI (2003) dalam Maryam (2010), batasan lansia
terbagi dalam empat kelompok yaitu 45-54 tahun (virilitas), 55-64 tahun (prasenium), 65
tahun keatas (senium) dan usia lanjut dengan resiko tinggi yaitu kelompok yang berusia
lebih dari 70 tahun. (Maryam, 2010).
Peningkatan jumlah lansia terjadi karena beberapa faktor yaitu perbaikan status
kesehatan akibat kemajuan teknologi dan pelayanan kedokteran, transisi epidemiologi
dari penyakit infeksi menuju penyakit degeneratif, perbaikan status gizi yang ditandai
peningkatan kasus obesitas dibandingkan kasus gizi kurang, peningkatan Usia Harapan
Hidup (UHH) (Fatmah et al., 2008).
Malnutrisi kesehatan lansia saat ini yaitu masalah gizi kurang dan gizi lebih.
Penilaian status gizi pada lansia dilakukan dengan cara perhitungan Indeks Massa Tubuh
(IMT). IMT diukur berdasarkan rasio berat badan (dalam kilogram) dan kuadrat tinggi
badan (dalam meter). Tinggi badan (TB) merupakan indikator status gizi sehingga
pengukuran TB seseorang secara akurat penting untuk menentukan nilai IMT. Indeks
Massa Tubuh berguna sebagai indikator untuk menentukan adanya indikasi kasus Kurang
Energi Kronik (KEK) dan kegemukan (obesitas). Akan tetapi untuk memperoleh TB
yang tepat pada lansia cukup sulit karena postur tubuh, kerusakan spinal, atau
kelumpuhan yang menyebabkan harus duduk di kursi roda atau di tempat tidur dan juga
imobilitas (Fatmah, 2006).
Estimasi tinggi badan yang umum dikenal dan telah diaplikasikan di Indonesia
antara lain yaitu menggunakan tinggi lutut dan rentang lengan (Reeves, et al., 1996).
Sedangkan penentuan tinggi badan menggunakan panjang ulna masih belum banyak
dikenal oleh masyarakat dan praktisi kesehatan sehingga belum banyak diaplikasikan
(Sutriani, 2014).

b) Tujuan
Tujuan dari pengukuran antropometri lansia ini yaitu untuk mengetahui dari ketiga
pengukuran antropometri yang paling mendekati dari tinggi badan real lansia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Lansia
Lanjut usia didefinisikan sebagai penurunan, kelemahan, meningkatnya kerentanan terhadap
berbagai penyakit dan perubahan lingkungan, hilangnya mobilitas dan ketangkasan, serta
perubahan fisiologis yang terkait dengan usia (Aru, 2009). Lansia merupakan seseorang yang
berusia 60 tahun keatas baik pria maupun wanita, yang masih aktif beraktivitas dan bekerja
ataupun mereka yang tidak berdaya untuk mencari nafkah sendiri sehingga bergantung
kepada orang lain untuk menghidupi dirinya (Tamher, 2009).
B. Pengukuran Antropometri Pada Lansia
Pengukuran antropometri adalah pengukuran tentang ukuran, tinggi badan, berat badan,
dan proporsi tubuh manusia dengan tujuan untuk mengkaji status nutrisi dan ketersediaan
energy pada tubuh serta mendeteksi adanya masalh-masalah nutrisi pada seseorang
(Nurachmah,2001).
Pengukuran antropometri yang dapat digunakan menentukan status gizi pada manusia
meliputi tinggi badan, berat badan, tinggi lutut, tinggi duduk, dan panjang depa. Cara yang
paling sederhana dan banyak digunakan adalah dengan menghitung indeks massa tubuh
(IMT) (Fatmah, 2010).
Ada beberapa pengukuran antropometri pada lansia sebagai berikut :
1. Tinggi badan
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan
skeletal. Pada keadaan normal, TB tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Tinggi
badan merupakan parameter paling penting bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan
sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat, serta dapat digunakan sebagai
ukuran kedua yang penting, karena dengan menghubungkan BB terhadap TB factor
umur dapat dikesampingkan.
Tinggi badan diukur dengan alat Microtoise dengan ketelitian 0,1 cm. Teknik
pengukuran tinggi badan subyek diukur dalam posisi tegak pada permukaan
tanah/lantai yang rata (flat surface) tanpa memakai alas kaki. Ujung tumit kedua
telapak kaki dirapatkan dan menempel di dinding dalam posisi agak terbuka di bagian
depan jari-jari kaki, pandangan mata lurus ke depan, kedua lengan dikepal erat, tulang
belakang dan pantat menempel di dinding,

2. Berat badan
Berat badan merupakan ukuran antropometri terpenting dan paling sering digunakan.
Pengukuran berat badan dapat memberikan gambaran status gizi seseorang dengan
mengetahui IMT.
Berat badan diukur dengan menggunakan timbangan injak digital dengan ketelitian
0,1 gram. Lansia berdiri tegak dengan dengan memakai pakaian seminimal mungkin,
tidak membawa beban atau benda apapun dan tanpa alas kaki (sandal, sepatu). Mata
menatap lurus kedepan dan tubuh tidak membungkuk. Pembacaan dilakukan pada
alat secara langsung.

3. Tinggi lutut
Tinggi lutut erat kaitannya dengan tinggi badan, sehingga data tinggi badan bisa
didapatkan dari tinggi lutut bagi orang tidak dapat berdiri atau lansia. Tinggi lutut
dapat dilakukan pada usia lanjut yang tulang punggungnya mengalami osteoporosis,
sehingga terjadi penurunan tinggi badan (Fatmah, 2006). Dari tinggi lutut dapat
dihitung ti nggi badan sesungguhnya dengan rumus persamaan Chumlea (1988).

Tinggi Badan (laki-laki) = 64,19 – (0,04 – usia dalam tahun) + (2,02 – tinggi
lutut dalam cm)
Tinggi Badan (Perempuan) = 84,88 – (0,24 – usia dalam tahun) + (1,83 – tinggi lutut
dalam cm)

4. Tinggi duduk
Tinggi Duduk Tegak (TDT), mengukur jarak vertikal dari permukaan alas duduk
subjek hingga ujung atas kepala.

5. Panjang depa
Panjang depa / arm span. Teknik pengukuran panjang depa dilakukan pengukuran
panjang depa bagi subyek dengan alat mistar panjang 2 meter. Subyek berdiri dengan
kaki dan bahu menempel melawan tembok sepanjang pita pengukuran ditempel di
tembok. Pembacaannya dilakukan dengan skala 0,1 cm mulai dari bagian ujung jari
tengah tangan kanan hingga ujung jari tengah tangan kiri.
BAB III
METODE

A. Waktu dan Lokasi


Senin, 29 maret 2021 ; pukul 12.46-selesai
Lokasi : sabbang – luwu utara
Senin, 5 April 2021 ; pukul 13.47-selesai
Lokasi : palopo
Senin, 29 maret 2021 ; pukul 12.18-selesai
Lokasi : walenrang
Senin, 29 maret 2021 ; pukul 10.43-selesai
Lokasi : walenrang
Senin, 29 maret 2021 ; pukul 12.21-selesai
Lokasi : sidrap
B. Sampel
Terdiri atas 5 kakek dan 5 nenek yang diukur menggunakan metode antropometri.
C. Alat / Instrumen
a. Microtoise
b. Pita ukur
c. Timbangan BB digital
D. Metode Pengukuran
Menggunakan metode antropometri yang dapat digunakan menentukan status gizi pada
manusia meliputi :
a) tinggi badan
b) berat badan
c) tinggi lutut
d) tinggi duduk
e) panjang depa
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengukuran Panjang Depa


Tabel 1.1 Hasil Pengukuran Panjang Depa
Nomor Urut Jenis Kelamin Panjang Estimasi TB Selisih
Responden Depa TB Aktual
001 Perempuan 150cm 146cm 138cm 8
002 Laki-Laki 170cm 163,6cm 170cm -6,4
003 Perempuan 140cm 138cm 148cm -10
004 Laki-Laki 138cm 137,2cm 142cm -4,8
005 Perempuan 136cm 135cm 140cm -5
006 Laki-Laki 160cm 155,4cm 163cm -7,6
007 Perempuan 135cm 134,1cm 145cm -10,9
008 Laki-Laki 140cm 139cm 150cm -11
009 Perempuan 155cm 150cm 154cm -4
010 Laki-Laki 160cm 155,4 161cm -5,6
Rata-Rata Selisih -5,73

Pembahasan tabel
Pada tabel 1.1 menunjukkan bahwa, hasil perhitungan prediksi tinggi badan perempuan
menggunakan panjang depa, yang memiliki hasil lebih mendekati tinggi badan aktual yaitu
terdapat pada lansia perempuan dengan TB aktual 154 cm dan panjang depa 155 cm.
Sedangkan pada lansia laki-laki yang paling mendekati perhitungan prediksi tinggi badan
menggunakan panjang depa memiliki hasil yang sama antara tinggi badan aktual terdapat
pada laki-laki dengan TB aktual 170 cm begitupun dengan panjang depanya. Dengan
memperoleh hasil rata-rata panjang depa seluruh lansia yaitu -5,75

B. Pengukuran Tinggi Lutut


Tabel 1.2 Hasil Pengukuran Tinggi Lutut
Nomor Urut Jenis Kelamin Tinggi Estimasi TB Aktual Selisih
Responden Lutut TB
001 Perempuan 41cm 138,3cm 138 cm 0,3
002 Laki-laki 50cm 162,3cm 170cm -7,7
003 Perempuan 43cm 148,2cm 148cm 0,2
004 Laki-laki 40cm 142cm 142cm 0
005 Perempuan 44cm 146,2cm 140cm 6,2
006 Laki-laki 52cm 166,3cm 163cm 3,3
007 Perempuan 42cm 142,5cm 145cm -2,5
008 Laki-laki 48cm 158,3cm 150cm 8,3
009 Perempuan 48cm 155,4cm 154cm 1,4
010 Laki-laki 50cm 162,1cm 161cm 1,1
Rata-rata Selisih 9,61

Pembahasan tabel
Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 5 orang lansia perempuan dan 5 orang lansia laki-
laki. Selengkapnya dapat dilihat dalam Tabel 1.2.
Pada penelitian ini, subyek memiliki rentang usia yang cukup jauh, dengan usia minimum
adalah 64 tahun dan maksimum adalah 90 tahun. Tinggi badan pada subyek juga bervariasi,
dengan tinggi badan minimum adalah 138 cm dan maksimum adalah 170 cm. Adanya tinggi
badan yang bervariasi, diperoleh hasil pengukuran tinggi lutut yang juga memiliki rentang
yang besar, yaitu minimum 41 cm dan maksimum adalah 52 cm, dengan rata-rata selisih
9,61.

C. Pengukuran Tinggi Duduk


Tabel 1.3 Hasil Pengukuran Tinggi Duduk
Nomor Urut Jenis Kelamin Tinggi Estimasi TB Aktual Selisih
Responden Duduk TB
001 Perempuan 69cm 140,2cm 138cm 2,2
002 Laki-laki 86cm 161,2cm 170cm -8,8
003 Perempuan 74cm 142,9cm 148cm -5,1
004 Laki-laki 71cm 143,8cm 142cm 1,8
005 Perempuan 70cm 131,1cm 140cm -8,9
006 Laki-laki 81cm 138,4cm 163cm -24,6
007 Perempuan 73cm 144,1cm 145cm -0,9
008 Laki-laki 75cm 154cm 150cm 4
009 Perempuan 77cm 141,5cm 154cm -3,5
010 Laki-laki 81cm 158,9cm 161cm -2,1
Rata-rata Selisih -4,59

Pembahasan tabel
Pada penelitian ini, tinggi duduk digunakan sebagai estimasi lain pada lansia yang tidak
dapat berdiri tegak. Adanya tinggi badan yang bervariasi, diperoleh juga hasil pengukuran
duduk yang memiliki rentang yang besar, yaitu minimum 69 cm dan maksimum adalah 86
cm, hasil pengukuran ini sesuai dengan tinggi badan lansia yang paling pendek dengan paling
tinggi. Dengan memperoleh rata-rata selisih -4,59.

bandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya, cari sumber perbandingan di Jurnal


ceritakan yg paling kecil selisihnya adalah …… berarti ……..
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil perhitungan rata rata tinggi badan lansia didapatkan hasil 151,1 dan rata rata
panjang depa lansia adalah -5,73, rata rata tinggi lutut 9,61 serta rata rata tinggi duduk -4,59.
Rata rata Perhitungan Antropometri yang mendekati tinggi badan aktual adalah tinggi lutut.

B. Saran
Disarankan lebih menyediakan alat-alat yang lengkap dan perlu adanya ergonomika yang
disesuaikan dengan antropometri tubuh dari sipengguna sehingga pengguna tidak akan terlalu
banyak menjangkau atau melakukan gerakan paksaan yang dapat menyebabkan cedera.
Praktikan harus memanfaatkan waktu dengan efektif dan efisien serta besungguh - sungguh
dalam melaksanakan praktikum, agar memperoleh hasil yang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Diurutkan berdasarkan abjad


Nama Belakang Penulis. Tahun Terbit. Judul Buku. Kota Tempat Terbit: Nama Penerbit.
Nama Belakang Penulis. Tahun Terbit. Judul Artikel. Nama Jurnal Vol. () No. ()

contoh :
Fatma. 2010. Gizi Lansia. Jakarta : Penerbit Erlangga
Knous BL, Arisawa M. 2002. Estimation of Height ini Elderly Japanese Using Region –Specific
Knee Height Equations. The American J. Human Biology 143 : 300-307.
LAMPIRAN

Foto-Foto Hasil Pengukuran


Gambar 1.1 Mengukur Tinggi Badan Lansia
Gambar 1.2 Mengukur Tinggi Duduk Lansia
Gambar 1.3 Mengukur Tinggi Kursi
Gambar 1.4 Mengukur Tinggi Lutut
Gambar 1.5 Mengukur Panjang Depa
Pembagian Tugas Dalam Laporan

No Nama Tugas Tanda Tangan


1 Adelia Hitung Estimasi Tinggi Badan
2 Andi Jumriah T.L Hitung Estimasi Tinggi Badan
3 Anjelina Hitung Estimasi Tinggi Badan
4 Annisa G Pembahasan Tabel dan Tujuan
5 Meisy Dwi Clarissa Latar Belakang dan Pembahasan
6 Nurfadilla Kesimpulan
7 Nursani Hitung Estimasi Tinggi Badan
8 Wiansi Mengetik dan Hitung Estimasi Tinggi Badan
9 Wirdayanti Mengetik dan Tulis Daftar Pustaka
10 Yunnike Hiranto Tandingan Lampiran dan Hitung selisih Tinggi badan
Identias Responden dan Pewawancara

No Urut Nama Usia Jenis Kelamin Nama


Reponden Responden Pengukur
001 Sitti.HA` 90 Tahun Perempuan Annisa,Wirda
yanti, Yunike
002 Yohanes 72 Tahun Laki-Laki Annisa,Wirda
yanti, Yunnike
003 Majaria 64 Tahun Perempuan Anjelina,
Wiansi
004 Buhari 79 Tahun Laki-Laki Anjelina,
Wiansi
005 Sitti Jawi 80 Tahun Perempuan Nurfadilla
006 Ramli Nur 71 Tahun Laki-Laki Nurfadilla
007 Nandu 80 Tahun Perempuan Nursani, Andi
Jumriah
008 Raden 70 Tahun Laki-Laki Nursani, Andi
Jumriah
009 Daya Nganda 72 Tahun Perempuan Adelia, Meisy
dwi clarissa
010 Sibetta 75 Tahun Laki-Laki Adelia, Meisy
dwi clarissa

Anda mungkin juga menyukai