Anda di halaman 1dari 37

Penilaian status Gizi

Secara Konsumsi
Pangan (Recall)

S1 Pendidikan Tata Boga 2017 B


Nama kelompok:

• Alma Ilfatikha Ramayanti 17050394041


• Atiqo Mufidatul Khoirun Nisa’ 17050394080
• Aulia Rahmah Dhanty 17050394081
• Rohmatin Alifia Arining 17050394084
Survei Konsumsi Pangan
Penilaian konsumsi pangan adalah salah satu metode yang digunakan
dalam penentuan status gizi perorangan atau kelompok. Pada awal tahun 40-
an survei konsumsi, terutama metode recall 24 jam banyak digunakan dalam
penelitian kesehatan dan gizi. Di Amerika Serikat survei konsumsi makanan
digunakan sebagai salah satu cara dalam penentuan status gizi (Willet, 1990).
Di Indonesia, survei konsumsi sudah sering digunakan dalam penelitian
dibidang gizi.
Banyak pengalaman membuktikan bahwa dalam melakkan penilaian
konsumsi pangan (survei dietetik) banyak terjadi bias tentang hasil yang
dperoleh. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: ketidak
sesuaian dalam menggunakan alat ukur, waktu pengumpulan data yang tidak
tepat, instrumen tidak sesuai dengan tujuan, ketelitian alat timbang makanan,
kemampuan petugas 7 data, daya ingat responden, daftar komposisi makanan
yang digunakan tidak sesuai dengan makanan yang dikonsumsi responden
dan interpretasi hasil yang kurang tepat.
Tujuan Survei Konsumsi Pangan
Tujuan Umum Tujuan Khusus
Secara lebih khusus, survei konsumsi digunkan untuk
Survei konsumsi makanan berbagai tujuan antara lain:
dimakasudkan untuk mengetahui • Menentukan tingkat kecukupan konsumsi pangan
kebiasaan makan dan gambaran nasional dan kelompok masyarakat
tingkat kecukupan bahan • Menetukan status kesehatan gizi keluarga dan individu
makanan dan zat gizi pada tingkat • Menentukan pedoman kecukupan makanan dan
kelompok, rumah tangga, dan program pengadaan pangan
perorangan serta faktor –faktor • Sebagai dasar perencanaan dan program pengembang
yang berpengaruh terhadap gizi
konsumsi makanan tersebut • Sebagai sarana pendidikan gizi masyarakat, khususnya
golongan yang beresiko tinggi mengalami kekurangan
gizi.
• Menentukan perundang – undangan yang berkenaan
dengan makanan, kesehatan, dan gizi masyarakat.
Metode Pengukuran Konsumsi Makanan
Berdasarkan Jenis Data Yang Diperoleh
Berdasarkan jenis data yang diperoleh, maka pengukuran konsumsi
makanan menghasilkan 2 jenis data konsumsi yaitu:

1 Metode Kualitatif
Metode yang bersifat kualitatif biasanya untuk mengetahui frekuansi makan,
frekuansi menurut jenis bahan makanan, dan mnggali informasi tentang kebiasaan
makan atau food habit serta cara – cara memperoleh bahan makanan tersebut. Metode -
metode pengukuran konsumsi makanan bersifat kualitatif antara lain:
• Metode frekuansi makanan (food frequency)
• Metode dietery history
• Metode telepon
• Metode pendaftaran makanan (food list)
2 Metode Kuantitatif

Metode secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah makanan


makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung jumlah zat gizi
menggunakan DKBM (daftar konsumsi bahan makanan) atau daftar lain yang
diperlukn atara lain: daftar ukuran rumah tangga (URT), daftar Konfersi mentah
masak (DKMM), dan daftar penyerapan minyak. . Metode - metode pengukuran
konsumsi makanan bersifat kuantitatif antara lain:
• Metode recall 24 jam
• Perkiraan makanan (estimated food records)
• Penimbangan makanan (food weighting)
• Metode food account
• Metode inventaris (eventory method)
• Pencatatan (household food record)
3 Metode Kualitatif dan Kuantitatif

Beberapa metode pengukuran bahkan dapat menghasilkan data yang bersifat


kualitatif maupun kuantitatif. Metode tersebut antara lain:
• Metode recall 24 jam
• Metode riwayat makan (dietery history)
No. Cara Penilaian Konsumsi Pangan Keterangan
• Informasi pola konsumsi pangan seseorang
Food Frequency Questionnaire • Kuesioner, terdiri 2 komponen :
1.
(Metode Frekuensi Pangan ) 1) Daftar Jenis Pangan
2) Frekuensi Konsumsi Pangan
• Menemukan pola konsumsi pangan pada jangka waktu
lama
• Kaitan konsumsi pangan dengan kejadian penyakit
tertentu
• Terdiri dari tiga komponen dasar:
2. Dietary History
A.Wawancara mendalam pola konsumsi pangan sehari-hari
(Metode Riwayat Makanan)
(termasuk recall 24 jam yang lalu)
B. Checklist frekuensi konsumsi pangan
C. Pencatatan konsumsi pangan 2-3 hr, sbg pemeriksaan
silang
• Estimasi makanan & minuman yang dimakan oleh
seseorang 24 jam yll
Metode Recall • Besarnya porsi makanan diukur dengan ukuran rumah
3.
24 jam yll tangga (URT), kemudian dikonversi ke ukuran metrik
(gr)
No. Cara Penilaian Konsumsi Pangan Keterangan
• Pewawancara mengukur scr langsung be-rat setiap jenis
Weighing Method (Metode
4. makanan yang dikonsumsi oleh seseorang pada hari
penimbangan)
wawancara
• Responden mencatat makanan & minum-an yang
dikonsumsi selama seminggu.
• Pencatatan dilakukan oleh responden dengan ukuran
5. Food Records rumah tangga (URT/Estimated Food Records) dg cara
menimbang langsung berat makanan yang dimakan
(Weighed Food Records).
Metode Pengukuran Konsumsi Makanan
Berdasarkan Sasaran Pengamatan Atau
Pengguna
Tingkat Metode

Nasional Food balance sheet (Neraca bahan makanan/NBM)

Market databases (Database perdagangan)

Rumah tangga Food account (Pencatatan keluar masuk pangan di rumah tangga)

List-recall (Mengingat kembali & mencocokkan dengan daftar pangan


yang sudah disusun)

Inventory (Metode Inventaris)

Household food record (Pencatatan pangan rumahtangga)


Lanjutan...
Tingkat Metode

Individu 24-hour recall (Mengingat kembali 24 jam y.l.)

Repeated 24-hour recalls (Penambahan jumlah hari dalam


menggunakan metode mengingat kembali 24 jam y.l.)
Estimated food records (Pencatatan pangan)

Weighed food records (Penimbangan pangan)

Dietary history (Sejarah Konsumsi)

Food frequency questionnaire (Kuesioner Frekuensi Pangan


Pemilihan Metode Pengukuran Konsumsi
Makanan
Pemilihan metode yang sesuai ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
• Tujuan penelitiian
• Jumlah responden yang diteliti
• Umur dan jenis kelamain responden
• Keadaan sosial ekonomi responden
• Ketersediaan dana dan tenaga
• Kemampuan tenaga pengumpul data
• Pendidikan responden
• Bahasa yang digunakan oleh responden sehari – hari
• Pertimbangan logistik pengumpulan data.
Kesalahan Dalam Pengukuran Konsumsi
Makanan

2 Bias Sistematik

1 Bias Secara Acak


(Random Bias) Bias sistematik terjadi karena:
• Kesalahan dari kuesioner, misalnya
tidak memasukkan bahan makanan
Bias acak terjadi karena yang sebenarnya penting.
kesalahan pengukuran, tetapi • Kesalahan pewawancara yang secara
hasilnya tidak mempengaruhi sengaja dan berulang melewatkan
nilai rata-rata. Bias ini dapat pertanyaan tentang makanan tertentu.
memperbesar sebaran • Kesalahan dari alat yang tidak akurat
(deviasi) dari nilai pengukuran dan tidak distandarkan sebelum
penggunaan.
Sumber Bias Dalam Pengukuran Konsumsi
Makanan
Sumber bias pengukuran konsumsi makanan berasal dari beberapa
factor antara lain:
• Kesalahan atau bias dari pengumpulan data
• Kesalahan atau bias dari responden (respondent bias)
• Kesalahan atau bias karena alat
• Kesalahan atau bias dari Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM)
• Kesalahan atau bias karena kehilangan zat gizi dalam proses
pemasakan, perbedaan penyerapan, dan penggunaan zat gizi tertentu
berdasarkan perbedaan fisiologi tubuh
Mengurangi Bias Dalam Pengukuran
Konsumsi Makanan
Untuk dapat mengurangi kesalahan yang bersifat sistematik dapat
dilakukan dengan cara:
• Gunakan sampel dalam jumlah besar (semakin besar sampel semakin kecil
variasinya)
• Ulangi pengukuran intake konsumsi terhadap subjek atau responden yang
sama dalam beberapa waktu.
• Usahakan selalu melakukan kalibrasi terhadap alat-alat ukur.
Untuk mengurangi bias yang berhubungan dengan pengetahuan
responden mengenai ukuran porsi, digunakan alat-alat bantu seperti gambar-
gambar, model atau contoh bahan makanan langsung dan alat makan yang
biasa dipergunakan.
Perencanaan & Pengorganisasian Survei
Konsumsi Makanan
Untuk menjamin ketepatan dan kebenaran data hasil survei
konsumsi makanan, maka diperlukan suatu perencanaan dan
pengorganisasian yang baik dalam menentukan metode, teknis
pelaksanaan, pengolahan dan Analisa data serta interpretasinya.
Langka-langkahnya antara lain:
• Penentuan Tenaga Pelaksana
• Pelatihan Tenaga
• Penentuan sasaran dan besar sampel penelitian
• Pemilihan alat dan bahan
• Periode waktu penelitian
• Persiapan masyarakat
Pengolahan, Analisis, Dan Interpretasi Data
Hasil Pengukuran Konsumsi Makanan

1 Faktor Konversi

2 Analisis Zat Gizi


1 Faktor Konversi

1. Bagian Yang Dapat Dimakan (BDD)

Bagian bahan makanan yang dikonsumsi oleh keluarga dapat digolongkan menjadi dua,
yaitu “refuse” dan “waste”.
Refuse adalah bagian makanan yang tidak dapat dimakan, biji, kulit, buah, kulit telur,
tulang ayam atau ikan, bagian yang keras dari sayur – sayuran.
Waste adalah sisa – sisa makanan yang sebenarnya dapat dimakan tapi dibuang oleh
keluraga atau responden.
Banyaknya sisa (waste) ini harus diperhitungkan dalam menentukan banyaknya konsumsi
makan responden. Sedangkan refuse harus diperhitungkann pada saat mengkonversi dari
bentuk bahan makanan kedalam bentuk zat gizi.
Pada daftar komposisi bahan makanan biasanya terdapat daftar bagian yang tidak dapat
dimakan pada setiap 100 gram jenis bahan makanan. Dengan demikian dapat diperhitungkan
berat bagian yang dapat dimakan.
2. Konversi Bahan Mentah Masak

Untuk menaksir berat bahan makanan mentah dan makanan olahan


(masak) atau sebaliknya dapat digunakan rumus sebagai berikut.
BM = Fj x Boj digunakan untuk menaksirkan berat bahan makanan
mentah dari berat masak
BOj = BMj Fj digunakan untuk menaksirkan berat bahan makanan masak
dari berat mentah.
Keterangan:
Fj = Faktor konversi berat mentah masak dari makanan J
(dapat dilihat pada tabel DMM)
BMj = Berat bahan makanan J dalam bentuk mentah
BOj = Berat bahan makanan J dalam bentuk olahan (masak)
Contoh Perhitungan:
Seorang responden mengkonsumsi 75 gram pepes udang,
faktor mentah masak (F) dari pepes udang tersebut adalah 1,3
(tabel DMM). Untuk mengetahui kandungan zat gizinya, maka
harus diubah menjadi berat udang terlebih dahulu, yaitu :
Berat udang mentah = F udang x berat pepes udang (BO udang)
= 1,3 x 75 gram
= 97,5 gram
Selanjutnya dapat dihitung kandungan zat gizinya dari bahan
makanan (udang) tersebut dengan menggunakan DKBM.
3. Kehilangan dan Penambahan Zat Gizi

Secara umum rumus perhitungn yang digunakan adalah sebagai berikut :


BKa
Ma = x 100 atau
BMa
Ma X BMa
BKa =
100
Keterangan :
BKa = Berat minyak yang diserap bahan makanan a (gram)
Ma = Faktor konversi penyerapan minyak pada makanan a (%)
(dapat dilihat pada tabel DKPM)
BMa = Berat bahan makanan a dalam bentuk mentah BDD (gram)
Contoh perhitungan penyerapan minyak:
Apabila diketahui responden mengkonsumsi perkedel jagung /BDD,
maka untuk menghitung minyak yang di serap, pada tahap pertama terlebih
dahulu dihitung berat mentah jagung seperti berikut:
Diketahui faktor konveksi mentah masak untuk perkedel jagung = 0,9, jadi
berat mentah jagung = 0,9 x 50 gr = 45 gr
Selanjutnya dapat dihitung banyak minyak yang diserap dari perkedel jagung
tersebut, yaitu: diketahui faktor konversi penyerapan minyak (M). Untuk
perkedel jagung (pada table DKPM) adalah 16,7%.
Jadi:
𝑀 𝑥 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑡𝑎ℎ 16,7 𝑥45
Berat minyak yang diserap= = = 7,5 gr
100 100
4. Ukuran Rumah Tangga (URT)

Ukuran rumah tangga adalah satuan jumlah dari bahan makanan atau
makanan yang dinyatakan dalam ukuran peralatan yang digunakan di rumah
tangga sehari-hari, seperti: piring, sendok, gelas, potongan, buah, ikat, dsb.
Daftar ukuran rumah tangga (lampiran 13)
Daftar URT digunakan dalam menaksirkan ukuran jumlah bahan
makanan, bila ingin mengkonversi dari URT ke dalam Ukuran berat (gram)
dan Ukuran volume (liter). Pada umumnya URT untuk setiap daerah dan
rumahtangga berbeda-beda, oleh karena itu sebelum menggunakan bahan
URT perlu dilakukan koreksi sesuai dengan URT yang digunakan terutama
untuk ukuran-ukuran potong, buah, butir, iris, bungkus, biji, batang, ikat, dll,
sehingga informasi dan pencatatan harus dilengkapi dengan besar atau kecil
ukuran bahan makanan atau makanan tersebut.
5. Daftar Bahan Makanan Penukar

Daftar bahan makanan penukar adalah daftar dari bahan makanan dengan
kandungan zat gizi yang relative sama antara URT dan ukuran berat pada
berbagai golongan bahan makanan, sehingga masing-masing bahan makanan
tersebut dapat ditukarkan.
6. Taksiran Konsumsi ASI

Menurut penelitian Jansen (1960) di Biak, volume asi akan menurun sesuai dengan
waktu (usia anak), yaitu:
Tahun Pertama : Volume ASI berkisar 400-700 ml/24jam
Tahun Kedua : Volume ASI berkisar 200-400 ml/24jam
Setelah itu : Volume ASI berkisar 200ml/24jam
Selain itu berdasarkan penilaian dari Baylay K.V. di New Guenea (1965), ditemukan
bahwa dengan kenaikan jumalah anak terjadi perubahan terhadap volume ASI yang
dihasilka, seperti berikut:
Anak Pertama : Jumlah ASI 580ml/hari
Anak Kedua : Jumlah ASI 645ml/hari
Anak Ketiga : Jumlah ASI 602ml/hari
Anak Keempat : Jumlah ASI 600ml/hari
Anak Kelima:Jumlah ASi 506ml/hari
Anak Keenam : Jumlah ASI 524ml/hari
2 Analisis Zat Gizi
1. Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM)

DKBM adalah memuat susunan kandungan zat-zat gizi berbagai jenis bahan
makanan atau makanan. Zat gizi tersebut meliputi energy, protein, lemak,
karbohidrat, beberapa mineral penting (kalsium, besi) dan vitamin (Vitamin A,
B, C, dan Niacin).
2. Daftar Kandungan Zat Gizi Makanan Jajanan (DKGJ)

DKGJ adalah daftar yang memuat angka-angka kandungan zat gizi berbagai jenis
makanan jajanan. Hardinsyah dan Dodik Briawan (1990) telah membuat rangkuman
berbagai jenis makanan jajanan khas yang dijumpai diberbagai daerah di Indonesia, akan
tetapi baru sebagian kecil dari keanekaragaman makanan jajanan tersebut yang telah
dianalisis kandungan zat gizinya. Rangkuman tersebut diperoleh dari berbagai sumber hasil
penelitian.
Apabila akan menghitung kandungan zat gizi suatu makanan yang dikonsumsi oleh
responden, dengan menggunakan DKGJ, maka rumus yang digunakan sbg berikut :
𝐵𝑗
𝐾𝐺𝑖𝑗 = 𝑥 𝐺𝑖𝑗
𝐵𝑗𝑑
Keterangan :
KGij = Kandungan zat gizi makanan jajanan (j)
Bj = Berat makanan jajanan j yang akan dianalisis (gr)
Bjd = Berat makanan jajanan j yang tercantum dalam DKGJ (gr)
Gij = Kandungan zat gizi i makanan jajanan j pada tabel DKGJ
Contoh perhitungan :
Misalnya seseorang mengkonsumsi kue kroket satu buah seberat 50 gr.
Untuk menghitung kandungan protein kroket tersebut :

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑟𝑜𝑘𝑒𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑘𝑎𝑛


Kadar protein kroket =𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑟𝑜𝑘𝑒𝑡 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 𝐷𝐾𝐺𝐽 𝑥 𝐾𝑎𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑃𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 DKGJ

Catatan : bila diketahui berat kroket pada tabel DKGJ adalah 25 gr dan
kandungan protein kroket 25 gr tersebut 1,2 gr (Pada tabel DKGJ)
3. Komposisi Air Susu Ibu

Komposisi ASI tidak konstan dan tidak sama dari waktu dan waktu.
Beberapa faktor yang mempengaruhi komposisi ASI adalah :
• Stadium Laktasi
• Ras
• Keadaan gizi
• Diet
Tingkat Kecukupan Energi Dan Zat Gizi

1. Angka Kecukupan Gizi (AKG) Tingkat Nasional

Berdasarkan widyakarya Nasional pangan dan Gizi VI th 1998


ditetapkan bahwa rata-rata AKG pada tinngkat konsumsi untuk
penduduk Indonesia adalah 2.170 kilo kalori untuk energi dan 48 gram
protein. Sedangkan untuk tingkat persediaan adalah 2800 kilo kalori
untuk 58,5 gram protein. Hasil perhitungan dari neraca bahan makanan
yang diperoleh langsung dibandingkan dengan AKG yang telah
ditetapkan tersebut.
2. Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk
kelompok dan Rumah Tangga

AKG yang ada disajikan berdasarkan golongan umur. Dalam


menentukan AKG untuk kelompok masyarakat (Institusi dan Rumah
Tangga) yang terdiri dari berbagai golongan umur, dihitung dari
penjumlahan dari AKG masing-masing anggota keluarga/kelompok
tersebut sesuai yang tercantum pada tabel/daftar AKG pada anggota
golongan umur masing-masing kemudian dihitung rata-ratanya. Apabila
pada institusi (Asrama, Panti asuhan dsb) yang mana anggota-
anggotanya mempunyai kelompok umur yang sama, maka AKG dari
mereka adalah sama dengan AKG yang terdapat pada tabel pada
golongan umur tersebut. Selanjutnya hasil perhitungan tingkat konsumsi
pada kelompok masyarakat atau rata-rata pada rumah tangga langsung
dibandingkan dengan hasil perhitungan AKG tadi.
2. Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk
perorangan/individu

Contoh perhitungan :
Misalnya diketahui BB seorang laki-laki usia 18 tahun adalah 45 kg.
Berdasarkan hasil recall 24 jam diketahui tingkat konsumsi energi sehari
adalah 2750 kalori. Pada tabel AKG (1993) diketahui BB standar laki-laki
usia 16-19 tahun adalah 56 kg dan AKG untuk energi adalah 2500 kalori.
Jadi AKG energi laki-laki tersebut adalah :
45 𝑘𝑔
AKG individu = 𝑥 2500 𝑘𝑎𝑙𝑜𝑟𝑖
56 𝑘𝑔
= 2009 kalori
Selanjutnya pencapaian AKG (Tingkat Konsumsi Energi) untuk
individu tersebut adalah
2750 𝑘𝑎𝑙𝑜𝑟𝑖
x 100 % = 137 %
2009 𝑘𝑎𝑙𝑜𝑟𝑖
Interpretasi Hasil

1. Tingkat Konsumsi
Untuk klasifikasi dari tingkat konsumsi kelompok/rumah tangga atau
perorangan, belum ada standar yang pasti. Berdasarkan Buku Pedoman
Petugas Gizi Puskesmas, Depkes RI (1990), Klasifikasi tingkat konsumsi
dibagi menjadi 4 dengan cut of point masing-masing sbg berikut :
• Baik : ≥ 100% AKG
• Sedang : 80 - 99% AKG
• Kurang : 70 – 80% AKG
• Defisit : < 70%
2. Skor Pola Pangan Harapan (PPH)
Langkah-langkah menghitung skor pola pangan harapan (PPH) :
Hitung jumlah energi masing-masing kelompok bahan makanan dengan
menggunakan DKBM.
Hitung presentase energi masing-masing kelompok bahan makanan
tersebut terhadap total energi (kalori) perhari dengan rumus :
% terhadap total energi (kkal)
𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑚𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔 − 𝑚𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝐵𝑀
𝑥 100 %
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑒𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖
Hitung skor PPH tiap kelompok bahan makanan, dengan rumus sebagai
berikut:
Skor PPH kelompok BM = % terhadap total energi x bobot
Jumlahkan skor PPH semua kelompok bahan makanan, sehingga
diperoleh total skor PPH
Validasi Data Hasil Pengukuran Konsumsi
Makanan
1. Validasi dan Akurasi
Menurut Willet (1990), ada beberapa cara untuk menguji validitas suatu
metode survei konsumsi, yaitu:
• Melakukan observasi langsung terhadap makanan yang dikonsumsi responden.
• Menimbang semua bahan makanan yang sudah dipilih sebelum mulai makan.
• Membandingkan dua metode yang digunakan dalam survei konsumsi.
• Melakukan analisis kimia dari sebagian contoh makanan yang diambil dari
responden pada waktu makan.
• Melakukan pemeriksaan biokimia terhadap variabel yang berhubungan secara
fisiologis dengan zat gizi yang dimaksud. Contohnya untuk menetukan jumlah
konsumsi protein, dilakukan pemeriksaan kadar nitrogen dalam urine selama
24 jam.
2. Presisi atau Reabilitas

Presisi (tingkat kepercayaan/reabilitas) adalah kemampuan suatu metode


dapat memberikan hasil yang relatif sama bila digunakan pada waktu yang
berbeda. Presisi ditentukan oleh kesalahan dalam pengukuran dan perbedaan
konsumsi dari individu diantara kedua pengukuran (true daily variation).
Tingkat presisi suatu metode dalam survei konsumsi ditentukan oleh
beberapa hal, antara lain:
• Lama waktu pengamatan yang digunakan
• Macam populasi yang diteliti
• Zat gizi yang ingin diketahui
• Alat yang dipakai untuk mengukur harus sesuai tingkat ketelitiannya
• Varians antara dan intra responden

Anda mungkin juga menyukai