Anda di halaman 1dari 10

ELEMEN DAN SUB ELEMEN PANGAN

Sistem Ketahanan Pangan


Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri atas subsistem ketersediaan, distribusi
dan konsumsi. Kinerja dari masing-masing subsistem tersebut tercermin dalam hal stabilitas
pasokan pangan, akses masyarakat terhadap pangan, serta pemanfaatan pangan (food
utilization) termasuk pengaturan menu dan distribusi pangan dalam keluarga.
Kinerja dari ketiga subsistem ketahanan pangan akan terlihat pada status gizi masyarakat, yang
dapat dideteksi antara lain dari status gizi anak balita (usia di bawah lima tahun). Apabila salah
satu atau lebih, dari ke tiga subsistem tersebut tidak berfungsi dengan baik, maka akan terjadi
masalah kerawanan pangan yang akan berdampak peningkatan kasus gizi kurang dan/atau gizi
buruk. Dalam kondisi demikian, negara atau daerah dapat dikatakan belum mampu
mewujudkan ketahanan pangan.
a. Sub Sistem Ketersediaan
Subsistem ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan pangan untuk memenuhi
kebutuhan seluruh penduduk, dari segi kuantitas, kualitas, keragaman dan keamanannya.
Terdapat acuan kuantitatif untuk ketersediaan, yaitu Angka Kecukupan Gizi (AKG) rekomendasi
Widya Karya Pangan dan Gizi VIII tahun 2004, dalam satuan rata-rata perkapita perhari untuk
energi sebesar 2.200 Kilo kalori dan protein 57 gram. Angka tersebut merupakan standar
kebutuhan energi bagi setiap individu agar mampu menjalankan aktivitas sehari-hari. Di
samping itu juga terdapat acuan untuk menilai tingkat keragaman ketersediaan pangan, yaitu
Pola Pangan Harapan (PPH) dengan skor 100 sebagai PPH yang ideal. Kinerja keragaman
ketersediaan pangan pada suatu waktu dapat dinilai dengan metoda PPH (suaramerdeka.com).
Ketersediaan pangan dapat dipenuhi dari tiga sumber yaitu: (1) produksi dalam negeri, (2)
impor pangan dan (3) pengelolaan cadangan pangan. Dengan jumlah penduduk cukup besar
dan kemampuan ekonomi relatif lemah, maka kemauan untuk menjadi bangsa yang mandiri di
bidang pangan harus terus diupayakan. Karena itu, bangsa Indonesia mempunyai komitmen
tinggi untuk memenuhi kebutuhan pangannya dari produksi dalam negeri. Impor pangan
merupakan pilihan akhir, apabila terjadi kelangkaan produksi pangan dalam negeri. Hal ini
sangat penting untuk menghindari ketergantungan pangan terhadap negara lain, yang dapat
berdampak pada kerentanan oleh campur tangan asing baik secara ekonomi maupun politik.
Hal yang perlu disadari adalah, bahwa kemampuan memenuhi kebutuhan pangan dari produksi
sendiri, khususnya bahan pangan pokok, juga menyangkut harkat martabat dan kelanjutan
eksistensi bangsa.
Impor pangan sebagai alternatif terakhir untuk mengisi kesenjangan antara produksi dan
kebutuhan pangan dalam negeri, diatur sedemikian rupa agar tidak merugikan kepentingan
para produsen pangan di dalam negeri, yang mayoritas petani skala kecil, juga kepentingan
konsumen khususnya kelompok miskin. Kedua kelompok produsen dan konsumen tersebut
rentan terhadap gejolak perubahan harga yang tinggi.
Cadangan pangan merupakan salah satu sumber pasokan untuk mengisi kesenjangan antara
produksi dan kebutuhan dalam negeri atau daerah. Stabilitas pasokan pangan dapat dijaga
dengan pengelolaan cadangan yang tepat. Cadangan pangan terdiri atas cadangan pangan
pemerintah dan cadangan pangan masyarakat. Cadangan pangan masyarakat meliputi rumah
tangga, pedagang dan industri pengolahan. Cadangan pangan pemerintah (pemerintah pusat,
propinsi dan kabupaten/kota) hanya mencakup pangan tertentu yang bersifat pokok.
Untuk menjaga dan meningkatkan kemampuan produksi pangan domestik diperlukan kebijakan
yang kondusif, meliputi insentif untuk berproduksi secara efisien dengan pendapatan yang
memadai, serta kebijakan perlindungan dari persaingan usaha yang merugikan petani. Seperti
dibahas di muka, kebijakan perdagangan perlu diterapkan dengan tepat untuk melindungi
kepentingan produsen maupun konsumen.
b. Subsistem Distribusi
Subsistem distribusi berfungsi mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan efisien, sebagai
prasyarat untuk menjamin agar seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan dalam jumlah
dan kualitas yang cukup sepanjang waktu, dengan harga yang terjangkau. Bervariasinya
kemampuan produksi pangan antar wilayah dan antar musim menuntut kecermatan dalam
mengelola sistem distribusi, sehingga pangan tersedia sepanjang waktu di seluruh wilayah.
Kinerja subsistem distribusi dipengaruhi oleh kondisi prasarana dan sarana, kelembagaan dan
peraturan perundangan.
Sebagai negara kepulauan, selain memerlukan prasarana dan sarana distribusi darat dan antar
pulau yang memadai untuk mendistribusikan pangan, juga input produksi pangan ke seluruh
pelosok wilayah yang membutuhkan. Untuk itu penyediaan prasarana dan sarana distribusi
pangan merupakan bagian dari fungsi fasilitasi pemerintah, yang pelaksanaannya harus
mempertimbangkan aspek efektivitas distribusi pangan sekaligus aspek efisiensi secara
ekonomi. Biaya distribusi yang paling efisien harus menjadi acuan utama, agar tidak
membebani produsen maupun konsumen secara berlebihan.
Lembaga pemasaran berperan menjaga kestabilan distribusi dan harga pangan. Lembaga ini
menggerakkan aliran produk pangan dari sentra-sentra produksi ke sentra-sentra konsumsi,
sehingga tercapai keseimbangan antara pasokan dan kebutuhan. Apabila lembaga pemasaran
bekerja dengan baik, maka tidak akan terjadi fluktuasi harga terlalu besar pada musim panen
maupun paceklik, pada saat banjir maupun sungai (sebagai jalur distribusi) mengering, ketika
ombak normal maupun ombak ganas, saat normal maupun saat bencana.
Peraturan-peraturan pemerintah daerah, seperti biaya retribusi dan pungutan lainnya dapat
mengakibatkan biaya tinggi yang mengurangi efisiensi kinerja subsistem distribusi. Di samping
itu, keamanan di sepanjang jalur distribusi, di lokasi pemasaran maupun pada proses transaksi
sangat mempengaruhi besarnya biaya distribusi. Untuk itu, iklim perdagangan yang adil,
khususnya dalam penentuan harga dan cara pembayaran perlu diwujudkan, sehingga tidak
terjadi eksploitasi oleh salah satu pihak terhadap pihak lain (pihak yang kuat terhadap yang
lemah). Dalam hal ini, penjagaan keamanan, pengaturan perdagangan yang kondusif dan
penegakan hukum menjadi kunci keberhasilan kinerja subsistem distribusi.
Stabilitas pasokan dan harga merupakan indikator penting yang menunjukkan kinerja subsistem
distribusi. Harga yang terlalu berfluktuasi dapat merugikan petani produsen, pengolah,
pedagang hingga konsumen, sehingga berpotensi menimbulkan keresahan sosial. Oleh sebab
itu hampir semua negara melakukan intervensi kebijakan untuk menjaga stabilitas harga
pangan pokok yang mempengaruhi kehidupan sebagian besar masyarakat. Dalam kaitan ini
Pemerintah telah menerapkan kebijakan stabilitasi harga pangan, melalui pembelian maupun
penyaluran bahan pangan (beras) oleh Perum Bulog.
Sistem perdagangan pangan global yang semakin terbuka dapat menjadi kendala dalam upaya
stabilitasi harga pangan. Kebijakan-kebijakan subsidi domestik, subsidi ekspor dan kredit
ekspor yang diterapkan oleh negara-negara eksportir telah menyebabkan harga pangan global
terdistorsi dan tidak merefleksikan biaya produksi yang sebenarnya. Untuk melindungi produsen
dalam negeri dari persaingan yang tidak adil, diperlukan kebijakan proteksi secara selektif
dengan perhitungan yang cermat.
c. Subsistem Konsumsi
Subsistem konsumsi berfungsi mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan secara nasional
memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi, keamanan dan kehalalan, Di samping
juga efisiensi untuk mencegah pemborosan.
Subsistem konsumsi juga mengarahkan agar pemanfaatan pangan dalam tubuh (food utility)
dapat optimal, dengan peningkatan kesadaran atas pentingnya pola konsumsi beragam dengan
gizi seimbang mencakup energi, protein, vitamin dan mineral, pemeliharaan sanitasi dan
higiene serta pencegahan penyakit infeksi dalam lingkungan rumah tangga. Hal ini dilakukan
melalui pendidikan dan penyadaran masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran,
dan kemauan menerapkan kaidah –kaidah tersebut dalam pengelolaan konsumsi.
Kinerja subsistem konsumsi tercermin dalam pola konsumsi masyarakat di tingkat rumah
tangga. Pola konsumsi dalam rumah tangga dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain kondisi
ekonomi, sosial dan budaya setempat. Untuk itu, penanaman kesadaran pola konsumsi yang
sehat perlu dilakukan sejak dini melalui pendidikan formal dan non-formal. Dengan kesadaran
gizi yang baik, masyarakat dapat menentukan pilihan pangan sesuai kemampuannya dengan
tetap memperhatikan kuantitas, kualitas, keragaman dan keseimbangan gizi. Dengan
kesadaran gizi yang baik, masyarakat dapat meninggalkan kebiasaan serta budaya konsumsi
yang kurang sesuai dengan kaidah gizi dan kesehatan. Kesadaran yang baik ini lebih menjamin
terpenuhinya kebutuhan gizi masing-masing anggota keluarga sesuai dengan tingkatan usia
dan aktivitasnya.
Acuan kuantitatif untuk konsumsi pangan adalah Angka Kecukupan Gizi (AKG) rekomendasi
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) ke-VIII tahun 2004, dalam satuan rata-rata per
kapita perhari, untuk energi 2.000 Kilo kalori dan protein 52 gram. Acuan untuk menilai tingkat
keragaman konsusi pangan adalah Pola Pangan Harapan (PPH) dengan skor 100 sebagai pola
yang ideal. Kinerja keragaman konsumsi pangan pada suatu waktu untuk komunitas tertentu
dapat dinilai dengan metoda PPH (suaramerdeka.com).
Dalam kondisi kegagalan berfungsinya salah satu subsistem di atas, maka pemerintah perlu
melakukan tindakan intervensi. Berbagai macam intervensi yang dapat dilakukan adalah: (a)
pada subsistem ketersediaan berupa bantuan/subsidi saprodi, kebijakan harga pangan,
kebijakan impor/ekspor, kebijakan cadangan pangan pemerintah; (b) pada subsistem distribusi
berupa penyaluran pangan bersubsidi, penyaluran pangan untuk keadaan darurat dan operasi
pasar untuk pengendalian harga pangan; dan (c) pada subsistem konsumsi dapat dilakukan
pemberian makanan tambahan untuk kelompok rawan pangan/gizi buruk, pemberian bantuan
tunai untuk meningkatkan kemampuan mengakses pangan.

2.3 ELEMEN DAN SUB ELEMEN GIZI


Kriteria Gizi Seimbang
a. Makanan beraneka ragam dapat memberikan manfaat yang besar terhadap kesehatan.
Sebab zat gizi tertentu yang tidak terkandung dalam satu jenis bahan makanan akan dapat
dilengkapi oleh gizi serupa dari bahan makanan yang lain. Demikian juga bahan makanan
dalam susunan aneka ragam menu seimbang akan saling melengkapi.
b. Bahan makanan sumber zat tenaga adalah beras, jagung, gandum, ubi kayu, ubi jalar,
kentang, sagu, roti, dan mi yang mengandung karbohidrat, serta minyak, margarine, dan santan
yang mengandung lemak.
c. Bahan makanan sumber zat pembangun yang berasal dari bahan makanan nabati adalah
kacang-kacangan, tempe, tahu. Sedangkan dari hewani adalah telur, ikan, ayam, daging, susu
serta hasil olahan seperti keju.
d. Zat pembangun berperanan sangat penting untuk perkembangan kualitas tingkat
kecerdasan seseorang.
e. Bahan makanan sumber zat pengatur adalah semua sayur-sayuran dan buah-buahan.
Bahan makanan ini mengandung berbagai vitamin dan mineral, yang berperan untuk
melancarkan bekerjanya fungsi-fungsi organ tubuh.
f. Setiap orang dianjurkan makan cukup hidangan mengandung zat tenaga atau energi,
agar dapat hidup dan melaksanakan kegiatan sehari-hari, seperti bekerja, belajar, berolah raga,
berekreasi, kegiatan sosial, dan kegiatan yang lain. Kebutuhan energi dapat dipenuhi dengan
mengkonsumsi bahan makanan sumber karbohidrat, protein, lemak. Kecukupan energi
seseorang ditandai dengan berat badannya yang normal. Untuk mengetahui berat badan
normal, seseorang dapat menggunakan digunakan indeks massa tubuh (IMT). Kekurangan
energi yang berlangsung lama akan mengakibatkan menurunnya berat badan.
g. Makanlah makanan sumber karbohidrat, setengah dari kebutuhan energi, terdapat dua
kelompok karbohidrat yaitu:
Karbohidrat kompleks: Bahan makanan sumber karbohidrat kompleks adalah padi-padian
(beras, jagung, gandum), umbi-umbian (singkong, ubi jalar, kentang) dan bahan makanan lain
yang mengandung banyak karbohidrat (sagu, pisang).
Karbohidrat sederhana: Golongan karbohidrat sederhana yang tidak mengandung zat gizi lain,
yang sifatnya hanya mengenyangkan dan cenderung dikonsumsi berlebihan. Konsumsi gula
dapat menyebabkan kegemukan, karies gigi atau keropos. Oleh karena itu konsumsi gula
sebaiknya dibatasi sampai 5% dari jumlah kecukupan energi. Seyogyanya sekitar 50-60%
kebutuhan energi diperlukan oleh karbohidrat kompleks, atau setara dengan 3-4 piring nasi.
h. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kecukupan energi Lemak dan
minyak yang terdapat di dalam makanan berguna untuk meningkatkan jumlah energi,
membantu penyerapan vitamin-vitamin A, D, E, dan K, serta menambah lezatnya hidangan.
Konsumsi lemak dan minyak paling sedikit 10% dari kebutuhan energi. Seyogyanya
menggunakan lemak dan minyak nabati, misalnya minyak kelapa, minyak jagung, minyak
kacang atau nabati yang lain.
i. Gunakan garam beryodium Garam beryodium yang dikonsumsi setiap hari bermanfaat
untuk mencegah timbulnya Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY). GAKY dapat
menghambat perkembangan tingkat kecerdasan pada balita, penyakit gondok, endemik dan
kretin.
j. Makanlah makan sumber zat besi Kekurangan zat besi dalam makanan sehari-hari
secara berkelanjutan dapat menimbulkan penyakit anemia gizi.
k. Berikan ASI saja kepada bayi sampai berumur 6 bulan Air Susu Ibu (ASI) mampu
memenuhi kebutuhan gizi bayi untuk tumbuh kembang dan menjadi sehat sampai ia berumur 6
bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan ASI saja tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan gizi
bayi, oleh karena itu setelah 6 bulan bayi mendapatkan Makanan Pendamping Air Susu Ibu
(MP-ASI) diberikan kepada bayi secara bertahap sesuai dengan pertambahan umur,
pertumbuhan berat badan dan perkembangan kecerdasannya.
l. Biasakan makan pagi Makanan pagi atau sarapan sangat bermanfaat bagi setiap orang.
Bagi orang dewasa makan pagi dapat memelihara ketahanan fisik, mempertahankan daya
tahan saat bekerja dan meningkatkan produktivitas kerjanya. Bagi anak sekolah makan pagi
dapat memudahkan konsentrasi belajar, menyerap pelajaran, sehingga prestasi belajarnya pun
menjadi lebih baik. Kebiasaan makan pagi membantu seseorang untuk mencukupi kebutuhan
gizinya sehari-hari. Jenis hidangan untuk makan pagi dapat dipilih dan disusun sesuai dengan
keadaan, dan akan lebih baik bila terdiri dari makanan sumber zat tenaga sumber zat
pembangun dan zat pengatur.
m. Minumlah air bersih, aman dan cukup jumlahnya Air minum harus bersih and bebas
kuman. Oleh karena itu, air minum harus terlebih dahulu dididihkan. Sedangkan air minum
dalam kemasan yang banyak beredar di pasaran, juga harus terlebih dulu diproses oleh pabrik
sesuai dengan ketentuan pemerintah dan memenuhi syaratsyarat kesehatan. Cairan yang
dikonsumsi seseorang terutama air minum, sekurangkurangnya dua liter atau setara dengan
delapan gelas setiap harinya, agar proses faali dalam tubuh berlangsung dengan lancar dan
seimbang. Dengan mengkonsumsi cukup cairan, seseorang dapat terhindar dari menderita
dehidrasi atau kekurangan cairan tubuh, serta dapat menurunkan risiko menderita penyakit batu
ginjal.
n. Lakukan kegiatan fisik dan olah raga secara teratur Kegiatan fisik dan olah secara teratur
dan cukup takarannya, dapat membantu mempertahankan derajat kesehatan yang optimal bagi
yang bersangkutan.
o. Hindari minuman beralkohol. Minum-minuman beralkohol dapat menyebabkan ketagihan,
mabuk dan tidak mampu mengendalikan diri. Kehilangan kendali diri sering menjadi pencetus
tindak kriminal. Selain itu minum-minuman beralkohol secara berlebihan dapat menyebabkan
penyakit gawat, misalnya penyakit hati.
p. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan. Makanan yang aman adalah makanan
yang tidak tercemar, tidak mengandung mikroorganisme atau bakteri, tidak mengandung bahan
kimia yang berbahaya, telah diolah dengan cara yang benar sehingga fisik dan zat gizinya tidak
rusak, serta tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat. Makan makanan tidak aman
dapat menyebabkan gangguan kesehatan, antara lain menderita keracunan makanan yang
dapat menyebabkan kematian.
q. Bacalah label pada makanan yang dikemas. Peraturan perundangan-undangan, bahwa
setiap produk makanan yang dikemas harus mencantumkan keterangan pada labelnya
mengenai bahan-bahan yang digunakan, susunan (komposisi) zat gizinya, tanggal
kadaluwarsa, dan keterangan penting lainnya. Semua keterangan yang rinci pada label
makanan kemas sangat membantu konsumen pada saat memilih dan menggunkannya.
Keterangan mengenai susunan zat gizi pada label diperlukan untuk memenuhi kebutuhan gizi
sesuai dengan keadaan kesehatan konsumen. Keterangan mengenai kadaluwarsa pada label
menunjukkan kelayakan makanan tersebut untuk bisa dimakan atau tidak. Sedangkan
keterangan mengenai bahan-bahan, yang terkandung dalam makanan kemas tersebut
memberikan informasi kepada konsumen untuk menilai halal atau tidaknya bahan makanan
tersebut.
2.4 PENERAPAN SUB ELEMEN DALAM MEMBENTUK SISTEM PANGAN
Berbagai kebijakan pertanian dan pangan selama ini tengah dikembangkan dan
diimplementasikan melalui aneka program. Meski demikian berita tentang rawan pangan pada
suatu komunitas tidak juga hilang begitu saja. Sedemikian banyaknya proyek-proyek tentang
ketahanan pangan, namun masih saja tidak mampu menjangkau semua kelompok masyarakat.
Hal ini bisa disebabkan oleh tingginya tingkat kerentanan masyarakat di suatu wilayah, seperti
di pulau-pulau kecil atau dampak dari bencana alam.
Fenomena rawan pangan yang terus terjadi ditengah maraknya aneka program pemerintah,
mestinya menjadi salah satu momentum untuk mawas diri. Menjamin ketahanan pangan
masyarakat yang tersebar di Nusantara dengan aneka kondisinya, tidak bisa dilakukan melalui
sebuah paket program yang masif. Kebijakan terkait ketahanan pangan, meskipun terbuka
untuk dimodifikasi dengan mengakomodasi keragaman, namun perangkat pelaksanaannya
masih serupa.
Sebagai misal, Kredit Ketahanan Pangan hingga Desa Mandiri Pangan atau Lembaga Distribusi
Pangan Masyarakat, dikembangkan atas semangat mengakomodasi keragaman dan
memberikan peluang partisipasi. Sayangnya, perangkat implementasinya justru membuat
pelaksana di tingkat operasional menjadi mekanistis. Persyaratan administratif gabungan
kelompok (gapoktan) atau ketersediaan lahan untuk membangun lumbung LDPM, justru
membuat peluang untuk mengakomodasi keragaman menjadi hilang.
Kondisi-kondisi tersebut kian menambah keyakinan KRKP bahwa untuk mewujudkan
kedaulatan bangsa atas pangan ataupun ketahanan pangan di tingkat nasional, mestinya
dilakukan dengan membangun sistem pangan komunitas. Bangsa Indonesia dibangun oleh
kesatuan keragaman atas suku suku bangsa yang berjumlah ribuan. Keragaman kondisi sosial
maupun ekologi ibarat mozaik yang menyusun sebuah gambar besar. Demikian pula sistem
pangan komunitas adalah mozaik-mozaik kecil yang cukup banyak dan tersebar, sehingga
terwujud sebuah gambaran ideal dari ketahanan pangan tersebut.
Sistem Pangan Komunitas adalah pilihan rasional untuk mewujudkan kedaulatan pangan baik
ditingkat kabupaten maupun wilayah yang lebih luas. Sistem Pangan ini tidak saja mendorong
produksi pangan, akan tetapi juga mempertimbangkan aspek distribusi dan konsumsi, bahkan
lebih lengkap lagi karena memasukkan unsuk cadangan pangan. Subsistem cadangan pangan
ini merupakan hal yang seringkali dilupakan, sehingga masyarakat menjadi rentan terhadap
goncangan (shock).
Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka sistem pangan komunitas tidak hanya
menjadi milik wilayah yang secara ekologi tersedia lahan untuk budidaya tanaman pangan.
Sistem pangan komunitas mestinya merasuk hingga ke wilayah-wilayah dimana masyarakat
tidak mampu memproduksi pangan sendiri. Dengan demikian diperlukan sebuah kelembagaan
pangan yang tidak hanya mengurus soal-soal sarana produksi tetapi juga memperhitungkan
berapa jumlah pangan yang harus disediakan oleh masyarakat dan darimana didapatkan, jika
tidak mampu memproduksi sendiri.
Terdapat lima konsep dasar dari Sistem Pangan Komunitas:
a. Memenuhi kebutuhan pangan dari masyarakat berpengahsilan rendah melalui pelatihan,
pengembangan kemampuan bisnis, penghijauan di perkotaan, pelestarian lahan pertanian, dan
revitalisasi komuniti
b. Fokus pada menghidupkan sumber daya pangan masyarakat untuk memenuhi
kebutuhann sendiri
c. Mengembangkan kemampuan dan kemandirian melalui peningkatan kemampuan
anggota masyarakat dalam penyediaan kebutuhan pangan mereka
d. Melindungi pertanian lokal dengan membangun hubungan yang lebih baik antara petani
dan konsumen
e. Meletakkan pendekatan sistem pangan dalam kerangka hubungan multi pihak,
kelompok dan rumah tangga dan keterpautan seluruh aspek dari sistem pangan.
Sistem pangan lokal mempertimbangkan beberapa prinsip dan pendekatan seperti:
a. Berpusat pada masyarakat: SPK seyogyanya focus dalam memenuhi kebutuhan semua
masyarakat baik menyangkut budaya, fisik, social, ekonomi dan lingkungan
b. Keterkaitan: SPK mestinya didasarkan pada hubungan pihak-pihak yang memproduksi
pangan, prosesing dan konsumen
c. Kewilayahan: Unit SPK merupakan satu unit komunitas yang menempati wilayah tertentu.
Pangan adalah yang diproduksi pada lahan dihadapan kita atau dimana lahannya bias kita
kunjungi. Dengan kata lain : pangan di tanam, dipanen, diproses, dijual dan dikonsumsi sebisa
mungkin dekat mungkin dengan rumah.
d. Partisipatif: sistem pangan komunitas melibatkan anggota masyarakat mulai dari yang
termiskin hingga paling kaya, mulai dari termuda hingga tertua dalam memutuskan apa yang
akan dikonsumsi dan yang harus ditanam. Dimana, bagaimana dan oleh siapa pangan ditanam
dan bagaimana didistribusikan.
e. Sehat: SPK menjamin bahwa produksi dan konsumsi pangan sehat bagi masyarakat,
lahan dan ekosistem.
f. Solidaritas: produksi dan konsumsi pangan terkait dengan semua masyarakat, semua
anggota komunitas mempunyai akses terhadap pangan ketika membutuhkan.
g. Lokal ekonomi: SPK adalah bagian dari ekonomi masyarakat. produksi, proses dan
konsumsi pangan memberikan keuntungan bagi semua anggota masyaarakat.

Sumber : Isw, 2010


Skema 1: Mendorong Sistem Pangan Nasional dari Sistem pangan komunitas
Untuk menggerakkan kelembagaan pangan, diperlukan kepedulian yang dalam tentang hak
atas pangan bagi seluruh lapisan masyarakatnya. Kelembagaan pangan dapat berkelanjutan
melebihi umur proyek yang selama ini dikembangkan oleh pemerintah. Artinya, kelembagaan
pangan dibentuk atas kesadaran masyarakat untuk menjamin ketersediaan pangan dalam
kualias dan kuantitas
yang memadai, sehingga selama masyarakat perlu pangan, kelembagaan pangan akan tetap
hidup.
Mendorong keberlanjutan kelembagaan pangan, dapat dimulai dari berbagai sisi atau berbagai
aktor. Tahapan yang lebih penting adalah pasca inisiasi program, siapa dan darimana aktor-
aktor penggerak sistem pangan, sehingga mampu menjaga dinamika dan irama sistem pangan
komunitas tetap hidup. Kelembagaan pangan sebisa mungkin berasal dari dalam masyarakat
sendiri, dan digerakkan oleh aktor atau kader-kader penggerak dari kalangan masyarakat
sendiri.
2.5 PENERAPAN SUB ELEMEN DALAM MEMBENTUK SISTEM GIZI
Banyak hal yang menjadi pertimbangan bagi konsumen untuk memilih, membeli, dan
mengonsumsi makanan, baik untuk dirinya sendiri, anggota keluarganya, maupun orang lain
yang menjadi tanggung jawabnya. Cita rasa jelas menjadi faktor utama, selanjutnya
pertimbangan harga, kepraktisan penyajian, kemudahan mendapatkan, dan manfaat bagi
kesehatan bisa berubah urutannya tergantung kondisi konsumen.
Masyarakat dewasa ini semakin meyakini bahwa melalui konsumsi makanan mereka bisa
memelihara kesehatan dan menghindarkan diri dari risiko menderita sakit. Mereka yang
berusaha mengendalikan kadar kolesterol darah berusaha menghindari lemak hewani. Yang
ingin menjaga struktur tulang yang kokoh akan mengutamakan, misalnya, mengonsumsi susu
sebagai sumber kalsium. Yang ingin mencegah risiko kanker usus besar (kolon) akan
mengonsumsi makanan berserat. Yang ingin mengendalikan berat badan akan memperhatikan
nilai kalori makanannya.
Pemahaman masyarakat tersebut muncul karena advokasi atau rekomendasi dari para ahli
berbagai asosiasi profesi yang berkaitan dengan makanan dan kesehatan hampir di seluruh
dunia, termasuk di Indonesia. Rekomendasi tersebut disebarluaskan sebagai upaya untuk
meningkatkan kesehatan masyarakat melalui konsumsi makanan. Namun, masyarakat juga
sering bingung ketika dihadapkan dengan kenyataan bahwa jenis makanan yang sama
dikonsumsi oleh individu yang berbeda menimbulkan efek yang berbeda pula.
Hal yang kurang disadari adalah walaupun secara genetik memiliki kesamaan hingga 99,9
persen, semua manusia masih menyisakan 0,1 persen perbedaan yang justru menjadi
pembeda antarindividu. Dengan kata lain, bisa dipahami bahwa tidak ada dua individu yang
semuanya sama persis sekalipun mereka saudara kembar. Dalam perjalanan usia tidak ada
dua individu yang memiliki "sejarah" makan dan kegiatan yang sama persis. Demikian pula
kondisi psikologis dan fisiologis tubuh manusia tidaklah stabil selama 24 jam.
Hal-hal inilah yang ditengarai sebagai penyebab kenapa penelitian menggunakan hewan coba
ataupun manusia hasil- hasilnya sering saling kontradiksi. Lebih parah lagi kalau perbedaan
hasil penelitian ini diatasi dengan saling menyalahkan antarpeneliti.
Hubungan antara konsumsi makanan dan beragamnnya respons pada berbagai individu
dengan latar belakang genetik yang berbeda sudah lama diketahui, misalnya pada kasus
galaktosemia dan phenylketonuria (PKU). Galaktosemia, pertama kali ditemukan tahun 1917
oleh F Goppart, adalah varian genetik di mana individu sejak lahir tidak memiliki kemampuan
memetabolisme galaktosa (tidak memiliki aktivitas enzim galaktosa-1-phosphat
uridyltranferase).
Sebagai akibatnya pada individu ini jika mengonsumi makanan yang mengandung galaktosa
akan terjadi akumulasi galaktosa dalam darahnya yang berimplikasi munculya berbagai
gangguan kesehatan, termasuk gangguan pertumbuhan mental. PKU, ditemukan tahun 1934
oleh Asbjorn Folling, adalah varian genetik pada individu yang menyebabkan tidak adanya
aktivitas enzim phenilalanin hidroksilase.
Sebagai akibatnya pada individu ini jika mengonsumsi makanan yang mengandung phenilalanin
akan terjadi akumulasi phenilalanin dalam darahnya yang bisa berakibat terjadinya kerusakan
neurologis. Namun, adanya kedua varian tersebut sudah bisa diketahui sejak dini setelah lahir
dan ditangani dengan mengelola makanannya agar rendah galaktosa atau rendah phenilalanin.
Dengan semakin majunya perkembangan ilmu gizi, biologi molekuler, genetika molekuler,
patologi, toksikologi, fisiologi, dan bioinformatika telah membawa kemajuan pengetahuan
manusia menuju dunia ilmu yang baru yang disebut Nutrigenomik. Nutrigenomik mempelajari
interaksi antara komponen bioaktif dari makanan dan pengaruhnya pada pola- pola ekspresi
gen.
Dalam hal ini termasuk juga interaksi antara komponen bioaktif dari makanan dengan sitesis
protein, degradasi protein, dan modifikasi protein yang
keseluruhannya bermuara pada metabolisme sel. Munculnya ilmu baru ini dilandasi oleh
beberapa fakta yang telah diketahui hingga saat terakhir ini.
Pertama, zat-zat kimia pada makanan berpengaruh pada gen-gen manusia, baik secara
langsung maupun tidak langsung, yang bisa mengganggu ekspresi gen.
Kedua, dalam kondisi tertentu atau pada individu tertentu, zat-zat bioaktif makanan bisa
menjadi pemicu yang menyebabkan sakit. Ketiga, sejauh mana zat makanan berpengaruh
menyehatkan atau menyebabkan sakit bagi individu tergantung pada kondisi genetik masing-
masing. Keempat, konsumsi makanan tertentu yang didasarkan pada pengetahuan kebutuhan
gizi, status gizi, dan genotipe individu bisa diarahkan untuk mencegah, mengendalikan, atau
bahkan menyembuhkan penyakit kronis.
Di atas sudah dijelaskan bahwa masing-masing kita sebagai individu memiliki perbedaan
genetik dan pola tanggap terhadap zat-zat makanan. Sekarang dari sisi makanan itu sendiri
ternyata juga sangat kompleks dan beragam kandungan zat-zat bioaktifnya. Pada berbagai
penelitian secara klinis yang ditujukan untuk mengetahui pengaruh keberadaan zat makanan
tertentu (misalnya: lemak rendah vs tinggi, atau lemak jenuh vs tidak jenuh) sering
menghasilkan efek yang berbeda-beda. Hal ini juga bisa disebabkan oleh komposisi makanan
yang terdiri dari berbagai komponen minor (kadarnya rendah) yang macamnya sangat banyak.
Untuk mempengaruhi terjadinya perubahan pada tahap ekspresi gen ataupun status
metabolisme sel, mungkin komponen minor inilah yang secara efektif berperan. Misalnya untuk
menu yang disiapkan atau diolah dengan menambahkan minyak jagung, maka bukan hanya
asam lemak tidak jenuh (85 persen) yang ada pada minyak jagung tersebut, namun terdapat
juga asam lemak jenuh (13 persen).
Bukan hanya itu, di dalam minyak jagung tersebut juga masih ditemukan berpuluh-puluh
macam senyawa lain, misalnya kelompok sterol, sterol asam lemak, tokoferol. Pada tokoferol
sendiri bisa terdiri dari alfa, beta, gama, dan delta tokoferol. Demikian pula pada minyak nabati
yang lain yang telah dimurnikan sekalipun masih mengandung senyawa- senyawa tersebut
dalam jumlah yang sangat kecil (ppm).
Hasil penelitian dari banyak studi ada yang secara konsisten menunjukkan hubungan antara
konsumsi makanan tertentu dengan munculnya penyakit kronis dan tingkat keparahannya.
Meskipun demikian, secara jelas mekanisme hubungan keduanya belum bisa disimpulkan
secara meyakinkan sebagai sebab-akibat. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh adanya zat-
zat bioaktif lain yang macamnya dan kadarnya tidak bisa dijaga agar 100 persen selalu sama.
Zat bioaktif pada makanan bisa mempengaruhi ekspresi gen baik secara langsung maupun
tidak langsung. Pada tingkat sel, zat bioaktif ada makanan bisa (1) berperan sebagai ligan
(penyambung) reseptor faktor transkripsi, (2) dimetabolisme melalui jalur metabolik primer atau
sekunder, dan (3) mempengaruhi jalur pemrosesan sinyal untuk "komunikasi" di dalam atau di
luar sel.
Bertambahnya pengetahuan baru di lingkup nutrigenomik selanjutnya akan berdampak pada
makin tipisnya batasan antara makanan dan obat. Perbedaan definisi obat dan makanan yang
sekarang ada akan mendapat tantangan baru dengan makin majunya nutrigenomik pada
dekade mendatang. Pada waktu lampau para ahli pangan dan gizi hanya bisa menduga bahwa
komponen bioaktif pada makanan memiliki pengaruh terhadap proses-proses yang berlangsung
di dalam sel. Sekarang mulai muncul bukti-bukti yang mengarah ke situ dan makin banyak
terkumpul dari waktu ke waktu. Ini bukan berarti bahwa makanan di masa datang harus
diregulasi seperti obat. Hanya saja, harus mulai disadari bahwa peranan komponen bioaktif
pada makanan kesehatan dan kebugaran konsumen makin nyata.
Lalu, bagaimanakah dampak munculnya nutrigenomik terhadap industri pangan ? Seperti
halnya pemasaran produk-produk makanan fungsional yang mulai banyak beredar dan
dikonsumsi masyarakat segmen tertentu, maka nutrigenomik akan menjadi dasar untuk
membuka era baru industri makanan kesehatan di masa depan. Hanya segmen tertentu dari
konsumen yang akan memiliki peluang untuk mencoba menggunakan produk-produk yang
didasari oleh pengetahuan nutrigenomik. Pada tahap awalnya yang diperlukan konsumen
adalah adanya layanan bagi mereka untuk mengetahui pola- pola genetik yang berbeda secara
spesifik antarindividu.
Selanjutnya berkembang menuju tersedianya metode monitoring terhadap penanda biologis
untuk mengetahui sejauh mana latar belakang genetik memberikan respons terhadap makanan.
Pada saat yang bersamaan, industri makanan akan mulai mengembangkan, memproduksi, dan
menghadirkan produk-produk baru dengan muatan nutrigenomik yang makin kuat.
Akhirnya masyarakat konsumen memerlukan layanan konsultasi atau konseling untuk
memahami arti hasil uji latar belakang genetik dan hubungannya dengan pilihan makanan yang
memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Bagi industri pengolah produk pangan jelas bahwa
munculnya nutrigenomik tidak bisa lagi dihadapi dengan cara produksi dengan pola lama.
Mengingat demikian banyaknya komponen keahlian yang terlibat, industri perlu membangun
atau memperkuat kemitraannya dengan berbagai partner bisnis, termasuk institusi penelitian
yang relevan. Sekalipun nutrigenomik diawali di negara-negara maju, bagi Indonesia memiliki
peluang yang tidak kalah besar untuk memajukan bidang ini.

Anda mungkin juga menyukai