Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada negara berkembang seperti Indonesia, pola konsumsi pangan satu


orang denganorang lain berbeda-beda. Perbedaan pola konsumsi yang terjadi
dapat dipengaruhi oleh beberapafaktor, antara lain:
a. Faktor Internal
Faktor internal berasal dari individu itu sendiri. Faktor internal meliputi
keadaan fisik danmental seseorang. Keadaan fisik seseorang seperti kondisi
sehat mengakibatkan nafsu makanorang tersebut tetap bahkan bisa meningkat.
Sedangkan keadaan fisik yang sakit, dapatmenurunkan nafsu makan seseorang.
Faktor mental seperti emosi dan stres dapatmempengaruhi nafsu makan
seseorang.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal berasal dari luar individu. Faktor eksternal meliputi faktor
lingkunganalam, topografi dan geografi dari pemukiman seseorang;
pendidikan, sosial, budaya danagama; serta status ekonomi.

Faktor yang paling banyak mempengaruhi dalam pola konsumsi pangan


masyarakatIndonesia adalah faktor ekonomi. Dimana, faktor ekonomi pada negara
berkembang memiliki pendapatan per kapita tinggi. Akan tetapi, pendapatan
tersebut bila di survey, pendapatan satuorang dengan orang lain terdapat
perbedaan tingkat pendapatan yang tinggi. Akibat dari perbedaan tingkat ekonomi
ini timbul berbagai macam gangguan pola konsumsi dan pemenuhan gizi bagi
tubuh. Status ekonomi seseorang menunjukkan daya beli masyarakatterhadap
produk pangan dalam pemenuhan kebutuhan gizi sehari-hari. Pada masyarakat
yangtingkat ekonominya tinggi maka akan dapat memenuhi semua kebutuhan
makanan yangdiperlukan oleh tubuhnya, bahkan mereka dapat membeli makanan
yang lebih bervariasi,cenderung berprotein tinggi dan banyak mengkonsumsi
makanan berbasis hewani. Padamasyarakat yang tingkat ekonominya rendah,
kebutuhan mereka akan pangan cenderung kurangdari kebutuhan makanan dari

1
yang seharusnya. Sehingga masyarakat dengan tingkat ekonomirendah, pola
makan menjadi terbatasi dan cenderung makanan yang dikonsumsi sama
dan berulang setiap harinya, dalam arti tidak bervariasi. Kelebihan maupun
kekurangan tersebutmemiliki arti kelebihan atau kekurangan salah satu atau lebih
zat gizi.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa pengertian dari pola konsumsi pangan ?
1.2.2 Apa pengertian dari pola pangan harapan ?
1.2.3 Bagaimana penilaian pola konsumsi pangan nasional berdasarkan PPH?
1.2.4 Bagaimana penilaian konsumsi pangan regional (wilayah) dengan
pendekatan PPH ?
1.2.5 Bagaimana pola konsumsi pangan berdasarkan pendapatan ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui dan memahami pengertian dari pola konsumsi pangan.
1.3.2 Untuk mengetahui dan memahami pengertian dari pola pangan harapan.
1.3.3 Untuk mengetahui dan memahamipenilaian pola konsumsi pangan nasional
berdasarkan PPH.
1.3.4 Untuk mengetahui dan memahami penilaian konsumsi pangan regional
(wilayah) dengan pendekatan PPH.
1.3.5 Untuk mengetahui dan memahami pola konsumsi pangan berdasarkan
pendapatan.

2
BAB II
ISI

2.1 Pengertian dari Pola Konsumsi Pangan


Menurut Hoang yang dikutip oleh Aminah (2005) pola konsumsi
adalahberbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan
jenis bahanmakanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan mempunyai
ciri khas untuksuatu kelompok masyarakat tertentu. Pola makan adalah cara
seseorang atausekelompok orang (keluarga) dalam memilih makanan sebagai
tanggapan terhadappengaruh fisiologi, psikologis, kebudayaan dan sosial.
Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi hidup manusia. Pangan
yang dikonsumsi beragam jenis dengan berbagai cara pengolahanya. Di
masyarakat dikenal pola pangan atau kebiasaan makan yang ada pada
masyarakat dimana seseorang anak hidup.
Pangan merupakan segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan
air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai
makanan dan minuman bagi konsumsi manusia termasuk bahan tambahan
pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses
penyiapan, pengolahan dari atau pembuatan makanan dan minuman. Pangan
mempunyai fungsi sosial yang sesuai dengan keadaan lingkungan, agama,
adat, kebiasaan dan pendidikan masyarakat. Konsumsi pangan merupakan
banyaknya atau jumlah pangan, secara tunggal maupun beragam, yang
dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosiologis. Tujuan fisiologis
adalah upaya untuk memenuhi keinginan makan (rasa lapar) atau untuk
memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Tujuan psikologis adalah
untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera, sedangkan tujuan sosiologis
adalah untuk memelihara hubungan manusia dalam keluarga dan masyarakat
(Sediaoetama 1996).

Pola Konsumsi Pangan adalah susunan makanan yang mencakup jenis


dan jumlah bahan makanan rata-rata perorang perhari yang umum
dikonsumsi atau dimakan penduduk dalam jangka waktu tertentu.

3
Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi
kebutuhan gizi yang selanjutnya bertindak menyediakan energy bagi tubuh,
mengatur proses metabolisme, memperbaiki jaringan tubuh serta untuk
pertumbuhan (Harper et al.1986). Konsumsi, jumlah dan jenis pangan
dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Harper et al. (1986), faktor-faktor
yang sangat mempengaruhi konsumsi pangan adalah jenis, jumlah produksi
dan ketersediaan pangan.
Untuk tingkat konsumsi (Sedioetama, 1996) lebih banyak ditentukan
oleh kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi. Kualitas pangan
mencerminkan adanya zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh yang terdapat
dalam bahan pangan, sedangkan kuantitas pangan mencerminkan jumlah
setiap gizi dalam suatu bahan pangan. Untuk mencapai keadaan gizi yang
baik, maka unsur kualitas dan kuantitas harus dapat terpenuhi.

2.2 Pengertian dari Pola Pangan Harapan


Pola pangan harapan merupakan suatu metode yang digunakan untuk
menilai jumlah dan komposisi atau ketersediaan pangan. Pola pangan harapan
biasanya digunakan untuk perencanaan konsumsi, kebutuhan dan penyediaan
pangan wilayah. Dalam menentukan PPH ada beberapa komponen yang harus
diketahui diantaranya yaitu konsumsi energi dan zat gizi total, persentase energi
dan gizi aktual, dan skor kecukupan energi dan zat gizi.

2.3 Penilaian Pola Konsumsi Pangan Nasional Berdasarkan PPH


Pengembangan Pola Konsumsi Pangan dapat diterapkan baik untuk tingkat
Nasional, Regional ( propinsi dan Kabupaten ) dan tingkat keluarga tergantung
keperluannya, sedangkan penilaiannya dapat dilakukan melalui 2(dua) sisi yaitu :
sisi kuantitas dan sisi kualitas.
Sisi kualitas, kualitas pangan dalam hal ini dapat mencakup aspek fisik
pangan, kualitas kimiawi dan mikrobiologi/aspek keamanan pangan, aspek
organoleptik dan aspek gizi. Pangan dari sisi ini lebih ditujukan kepada aspek gizi
yang didasarkan kepada keanekaragaman pangannya , bukan hanya makanan
pokok saja, tetapi juga bahan pangan lainnya. Semakin beragam dan seimbang
komposisi pangan yang dikonsumsi akan semakin baik kualitas gizinya, karena

4
pada hakekatnya tidak ada satupun jenis pangan yang mempunyaui kandungan
gizi yang lenkap dan cukup dalam jumlah jenisnya. Untuk menilai
keanekaragaman pangan digunakan pendekatan Pola Pangan Harapan (PPH).
Semakin tinggi skor mutu pangan yang dihitung menggunakan pendekatan PPH
menunjukkan konsumsi pangan semakin beragam dan komposisinya semakin
baik/berimbang.
Sisi kuantitas, pada sisi ini ditinjau dari volume pangan yang dikonsumsi
dan konsumsi zat gizi yang dikandung bahan pangan. Kedua hal tersebut
digunakan untuk melihat apakah konsumsi pangan sudah dapat memenuhi
kebutuhan yang layak untuk hidup sehat yang dikenal sebagai Angka Kecukupan
Gizi (AKG) yang direkomendasikan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi.
Untuk menilai kuantitas konsumsi pangan masyarakat digunakan Parameter
Tingkat Konsumsi Energi (TKE) dan Tingkat Konsumsi Protein (TKP). Beberapa
kajian menunjukkan bahwa bila konsumsi energi dan protein terpenuhi sesuai
dengan norma atau angka kecukupan gizi dan konsumsi pangan beragam, maka
zat-zat lain juga akan terpenuhi dari konsumsi pangan.
Untuk menilai situasi pangan dalam rangka perumusan kebijakan di
bidang pangan dan gizi, dilakukan melalui kombinasi kedua sisi diatas, dimana
kedua penilaian tersebut dapat dipakai untuk melihat gambaran pola
konsumsi/kebiasaan makan penduduk disuatu wilayah.

2.4 Penilaian Konsumsi Pangan Regional (Wilayah) dengan Pendekatan PPH


Analisis konsumsi pangan wilayah diarahkan untuk menganalisis situasi
konsumsi pangan dengan mempertimbangkan potensi sumberdaya dan sosial
ekonomi wilayah.
Dalam menganalisis konsumsi pangan wilayah yang berbasis
sumberdaya, perlu diperhatikan faktor pendukung utama yang mempengaruhi
pola konsumsi yaitu (1) ketersediaan; (2) kondisi sosial dan ekonomi; (3) letak
geografis wilayah (desa - kota) serta (4) karakteristik rumah tangga.
Ketersediaan pangan secara makro (tingkat wilayah) sangat dipengaruhi
oleh tinggi rendahnya produksi pangan dan distribusi pangan pada daerah
tersebut. Sedangkan pada tingkat mikro (tingkat Rumah Tangga) lebih

5
dipengaruhi oleh kemampuan rumah tangga memproduksi pangan, daya beli, dan
pemberian.
Pola konsumsi pangan sangat ditentukan oleh faktor sosial ekonomi
rumah tangga seperti tingkat pendapatan, harga pangan, selera dan kebiasaan
makan. Dalam analisis pola konsumsi, faktor sosial budaya didekati dengan
menganalisa data golongan pendapatan rumah tangga. Sedangkan letak geografis
didekati dengan lokasi desa-kota dari rumah tangga yang bersangkutan.
Pola konsumsi pangan juga dipengaruhi oleh karakteristik rumah tangga
yaitu jumlah anggota rumah tangga, struktur umur jenis kelamin, pendidikan dan
lapangan pekerjaan. Dengan menggunakan data Susenas dapat dianalisis
beberapa faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan wilayah dan dilakukan
melalui tabulasi dengan mengelompokkan data konsumsi pangan sebagai
berikut:
1. Data konsumsi dan pengeluaran pangan dilakukan pengelompokkan menjadi
9 kelompok pangan .
2. Pendapatan rumah tangga didekati dengan pengeluaran rumah tangga untuk
kebutuhan pangan dan non pangan dikelompokkan (1) di daerah pedesaan
dan (2) di daerah perkotaan.
3. Pendapatan rumah tangga juga didekati dengan pengelompokkan tingkat
pengeluaran berdasarkan golongan pengeluaran perkapita perbulan.
4. Dalam melakukan analisis, berbasis pada :

2.5 Pola Konsumsi Pangan Berdasarkan Pendapatan


Pendapatan merupakan salah satu indikator yang bisa dipakai mengukur
tingkat kemakmuran penduduk suatu daerah dalam jangka waktu tertentu yang
berkaitan dengan pola konsumsi pangan.Didalam ekonomi makro, pendapatan
dibagi atas beberapa pendapatan diantaranya pendapatan relatif, pendapatan
pribadi, pendapatan nasional, dan pendapatan disposibel.
a. Pendapatan Relatif
Dalam teori pendapatan relatif yang dikembangkan oleh Duessenberry, dia
menggunakan dua asumsi, pertama, selera sebuah rumah tangga atas barang
konsumsi adalah interpenden. Artinya pengeluaran konsumsi rumah tangga

6
dipengaruhi oleh pengeluaran yangdilakukan oleh orang disekitarnya
(tetangganya) kedua, pengeluaran konsumsi adalah irreversible. Artinya, pola
pengeluaran seseorang pada saat penghasilan naik berbeda dengan pola
pengeluaran pada saat penghasilan mengalami penurunan.
Duessenberry menyatakan bahwa teori konsumsi atas dasar penghasilan
absolut sebagaimana yang dikemukakan oleh Keynes tidak mempertimbangkan
aspek psikologis seseorang dalam berkonsumsi. Duessenberry menyatakan bahwa
pengeluaran konsumsi suatu rumah tangga (seseorang) sangat dipengaruhi posisi
(kedudukan rumah tangga tersebut di masyarakat sekitarnya). Apabila seorang
konsumen senantiasa melihat pola konsumsi tetangganya yang berpenghasilan
lebih tinggi (demontrations effect). Namun, seseorang peniruan pola konsumsi
tetangga harusdilihat dari kedudukan relatif orang tersebut pada masyarakat
sekelilingnya.
Kenaikan penghasilan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi dari
tahun ke tahun tidak akan mengubah distribusi penghasilan seluruh masyarakat.
Kenaikan penghasilan absolut akan menaikkan pengeluaran masyarakat dan juga
akan menaikkan jumlah yang ditabung pada proporsi yang sama. Ini berarti APC
= C/Y tidak mengalami perubahan dan ini berarti pula APC = MPC yang
merupakan konsumsi jangka panjang.
Besarnya pengeluaran konsumsi seseorang dipengaruhi oleh besarnya
penghasilan, maka pengeluaran konsumsi cenderung meningkat dengan proporsi
tertentu. Sedangkan jika penghasilannya turun, maka ia akan mengurangi
pengeluaran konsumsinya, namun proporsi penurunan konsumsinya lebih rendah
dibandingkan dengan proporsi kenaikan pengeluaran konsumsi jika penghasilan
naik.

b. Pendapatan Pribadi
Pendapatan pribadi dapat diartikan sebagai semua jenis pendapatan,
termasuk pendapatan yang diperoleh tanpa memberikan sesuatu kegiatan apa pun,
yang diterima oleh penduduk sesuatu negara. Dari arti istilah pendapatan pribadi
ini dapatlah disimpulkan bahwa pendapatan pribadi telah termasuk juga
pembayaran pindahan. Pembayaran tersebut merupakan pemberian-pemberian

7
yang dilakukan oleh pemerintah kepada berbagai golongan masyarakat di mana
para penerimanya tidak perlu memberikan suatu balas jasa atau usaha apapun
sebagai imbalannya.
c. Pendapatan Nasional
Dalam analisis makro-ekonomi selalu digunakan istilah “pendapatan
nasional” atau “national income” dan biasanya istilah itu dimaksudkan untuk
menyatakan nilai barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu negara. Itu dipakai
apabila menggunakan istilah Produk Domestik Bruto atau Produk Nasional Bruto.
Disamping itu ada arti lain dari “pendapatan nasional”, dan untuk pengertian yang
berlainan tersebut ditulis dengan menggunakan huruf besar untuk P dan N.
Pendapatan Nasional adalah jumlah dari pendapatan faktor-faktor produksi
yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa dalam suatu tahun tertentu.
d. Pendapatan Disposibel
Apabila pendapatan pribadi dikurangi oleh pajak yang harus dibayar oleh
penerima pendapatan, nilai yang tersisa dinamakan pendapatan disposibel.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

8
Pola Konsumsi Pangan adalah susunan makanan yang mencakup jenis dan
jumlah bahan makanan rata-rata perorang perhari yang umum dikonsumsi atau
dimakan penduduk dalam jangka waktu tertentu.
Pola pangan harapan merupakan suatu metode yang digunakan untuk
menilai jumlah dan komposisi atau ketersediaan pangan. Pola pangan harapan
biasanya digunakan untuk perencanaan konsumsi, kebutuhan dan penyediaan
pangan wilayah.
Pengembangan Pola Konsumsi Pangan dapat diterapkan baik untuk tingkat
Nasional, Regional ( propinsi dan Kabupaten ) dan tingkat keluarga tergantung
keperluannya, sedangkan penilaiannya dapat dilakukan melalui 2(dua) sisi yaitu :
sisi kuantitas dan sisi kualitas.
Pendapatan merupakan salah satu indikator yang bisa dipakai mengukur
tingkat kemakmuran penduduk suatu daerah dalam jangka waktu tertentu yang
berkaitan dengan pola konsumsi pangan.

DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Ali Khomsan dkk, 2004, Pengantar Pangan dan Gizi, Bogor, Penerbit :
Swadaya.
Sediaoetama, AD. 1996. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Pofesi Jilid I. Dian
Rakyat. Jakarta.
Harper, L. J. et al., 1986. Pangan, Gizi dan Pertanian. Penerjemah Suhardjo,
UIPress, Jakarta.
http://kambing.ui.ac.id/bebas/v12/artikel/pangan/DEPTAN/materipendukung/Ped
um%20pengemb%20Konsumsi%20Pangan.html

9
PERTANYAAN HASIL DISKUSI

1. Bagaimana hubungan pola konsumsi pangan dengan pendapatan?


Jawab :
Apabila besar pengeluaran konsumsi seseorang di pengaruhi oleh
besarnya penghasilan, maka pengeluaran konsumsi cenderung meningkat
dengan proporsi tertentu, sedangkan jika penghasilannya turun, maka ia
akan mengurangi pengeluaran konsumsinya lebih rendah dibandingkan
dengan proporsi kenaikan pengeluaran konsumsi jika penghasilan naik.
Apabila penghasilan meningkat biasanya bukan pola konsumsi pangan
yang meningkat tetapi cenderung kearah konsumsi akan barang.
2. Siapa yang bertanggung jawab dalam PPH?
Jawab :
Badan Ketahanan Pangan.
Macam-macam metode apa yang dapat dilakukan dalam pola konsumsi?
Jawab:
 Recall 24 jam
 Kebiasaan Makan
 Pantangan Makan dan pengetahuan tentang pangan

3. Bagaimana hubungan karakteristik rumah tangga dengan PPH?


Jawab :

10
Hubungan karakteristik rumah tangga dengan PPH saling
berpengaruh. Karakteristik rumah tangga terdiri dari jumlah anggota
keluarga, umur, jenis kelamin, dan pendidikan, jadi karakteristik rumah
tangga mempengaruhi pola konsumsi pangan keluarga yang tentunya juga
akan mempengaruhi pola pangan harapan. Salah satu contohnya, apabila
jumlah anggota keluarganya besar maka kebutuhan akan konsumsi pangan
juga akan bertambah besar, begitu juga dengan faktor-faktor yang lainnya.

11

Anda mungkin juga menyukai