Oleh :
Kelompok 2
Ayu Aini Rifki (I14170003)
Eva Khairunnisa (I14170012)
Ainiyah Miskiyah (I14170024)
Listia Dwi Ramadhani (I14170036)
Rahmi Hayati (I14170041)
Naila Yaumima Rahma (I14170081)
Ninik Nopia Permana (I14184008)
Asisten Praktikum :
Risda Monica
Muh Guntur Sunarjono Putra
Latar Belakang
Data berat badan dan tinggi badan sangat diperlukan dalam penilaian status
gizi, penentuan kebutuhan zat gizi pasien dan pemberian terapi seperti obat atau
obat terapi lainnya. Pengukuran tinggi badan dapat dilakukan dengan menanyakan
langsung kepada pasien, mengukur langsung ditempat dengan posisi berdiri tegak,
atau apabila tidak dapat berdiri dapat diukur dengan rentang tangan atau tinggi lutut.
Pengukuran rentang tangan dan tinggi lutut dirasa sulit dilakukan, kurang tepat
menggambarkan tinggi badan yang sebenarnya dan ketidakpraktisan alat yang
digunakan. Apabila pasien mengalami kelainan pada sendi lututnya atau
ketidakmampuan merentangkan tangan secara lurus maka pengukuran sulit atau
tidak dapat dilakukan.Estimasi tinggi badan yang umum dikenal dan telah
diaplikasikan di Indonesia antara lain tinggi lutut dan panjang depa. Sedangkan
metode estimasi dengan tulang ulna di Indonesia masih belum banyak dikenal oleh
masyarakat dan praktisi kesehatan sehingga belum banyak diaplikasikan (Sutriani
2013).
Estimasi ini dapat digunakan untuk menghitung berat badan ketika peralatan
dirumah sakit kurang memadai, misalnya tidak tersedianya kursi roda ataupun tidak
adanya bed scale sehingga pasien hanya bisa terbaring di tempat tidur. Dengan
keadaan yang seperti ini, tidak dimungkinkan untuk mengukur berat badan secara
langsung sehingga menggunakan pengukuran antropometri seperti tinggi lutut,
lingkar lengan tangan pertengahan, lingkar pergelangan tangan, dan tebal lemak
subscapular. Dengan keadaan pasien tersebut dapat diputuskan pengukuran mana
yang cocok sangat bergantung pada umur pasien dan ukuran antropometri yang
ada. Pengukuran berat badan menggunakan estimasi ini tidak meutup kemungkinan
akan terjadi kesalahan (Dasilva 2014).
Teknik dan prinsip-prinsip pengukuran untuk mengestimasi berat badan dan
tinggi badan seseorang perlu diketahui. Oleh karena itu, pada praktikum ini
dilakukan pengukuran LILA, panjang ulna, panjang depa, lingkar betis, dan tebal
subscapula agar dapat melakukan estimasi berat badan dan tinggi badan responden.
Tujuan
Praktikum penentuan tinggi badan dan berat badan dengan pengukuran alternatif
bertujuan:
1. Mahasiswa mampu mengukur tinggi lutut, panjang depa, dan panjang ulna.
2. Mahasiswa mampu menilai tinggi badan dengan menggunakan tinggi lutut,
panjang depa, dan panjang ulna.
3. Mahasiswa mampu membandingkan akurasi dari nilai estimasi tinggi badan
berdasarkan pengukuran tinggi lutut, panjang depa, dan panjang ulna.
4. Mahasiswa mampu mengukur lingkar betis, tinggi lutut, LILA, dan subscapular.
5. Mahasiswa mampu menilai berat badan berdasarkan lingkar betis, tinggi lutut,
LILA dan subscapular.
6. Mahasiswa mampu menganalisis akurasi dan nilai estimasi berat badan
berdasarkan lingkar betis, tinggi lutut, LILA, dan subscapular
TINJAUAN PUSTAKA
Berat badan merupakan salah satu parameter dalam satuan kilogram (kg)
yang digunakan untuk pengukuran tubuh. Melalui berat badan dapat diketahui
berbagai informasi untuk menganalisa kondisi tubuh seseorang seperti Body
Surface Area (BSA) dan Body Mass Index (BMI) (Rahman et al 2017). Menurut
Trisno et al (2016), berat badan merupakan parameter yang sangat labil. Dalam
keadaan normal atau kondisi kesehatan baik dan adanya keseimbangan antara
konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, berat badan berkembang mengikuti
pertambahan umur. Sebaliknya, dalam keadaan abnormal atau kondisi sakit, dapat
berkembang cepat atau lambat dari keadaaan normal. Berat badan harus selalu
dimonitor agar memberikan informasi yang tepat tentang kondisi tubuh untuk
mengatasi kecenderungan penurunan atau penambahan berat badan yang tidak
terkendali. Penentuan berat badan secara konvensional biasanya dilakukan dengan
cara menimbang. Pengukuran berat badan pada orang dewasa tidak menjadi
masalah saat kondisi normal, tetapi dalam kondisi kesehatan yang tidak normal
ataupun pada usia lansia, pengukuran berat badan dengan cara penimbangan
lansung tidak mungkin bisa dilakukan dengan baik. Penentuan berat badan dengan
kondisi tidak normal dapat dilakukan dengan estimasi.
Menurut Anggraeni (2012), estimasi dapat digunakan untuk menghitung
berat badan ketika peralatan dirumah sakit kurang memadai, misalnya tidak
tersedianya kursi roda ataupun tidak adanya bed scale sehingga pasien hanya bisa
terbaring di tempat tidur. Dengan keadaan yang seperti ini, tidak dimungkinkan
untuk mengukur berat badan secara langsung sehingga menggunakan pengukuran
antropometri seperti tinggi lutut, lingkar lengan atas (LILA), lingkar pergelangan
tangan, lingkar betis dan tebal lemak subscapular. Pengukuran berat badan
menggunakan estimasi ini tidak menutup kemungkinan akan terjadi kesalahan.
Pengukuran LILA, subscapular, lingkar betis dimaksudkan untuk memperkirakan
jumlah lemak dalam tubuh yang terdapat di bawah kulit sebagai salah satu
penentuan komposisi tubuh. Pengukuran tebal lemak di bawah kulit merupakan
cara yang cukup akurat untuk menentukan berat badan (Hartono 2009).
Tinggi badan (TB) dapat diperoleh melalui prediksi dari rentang lengan
(arm span), tinggi lutut (knee hight), dan panjang ulna. Tinggi lutut dapat digunakan
untuk melakukan estimasi TB lansia dan orang cacat. Proses penuaan tidak
mempengaruhi panjang tulang di tangan, kaki (lutut), dan tinggi tulang vertebral
(Astriana et al. 2017). Menurut Azkiyah et al. (2016), prediktor tinggi lutut juga
dapat diterapkan pada orang yang diamputasi bagian kaki, mengalami
pembengkokan tulang belakang, atau yang tidak dapat bangun dari tempat tidur.
Pengukuran tinggi lutut menggunakan knee hight caliper dengan tingkat
ketelitian 0.1 cm (Astriana et al. 2017). Digunakan juga penyangga kaki untuk
memastikan lutut membentuk sudut 90°. Prosedur pengukuran tinggi lutut yaitu
subjek dalam posisi tidur dengan tahapan yaitu subjek terlentang pada tempat tidur,
tempatkan alat penyangga diantara lipatan paha dan betis kaki membentuk sudut
siku-siku 90°, pasang alat pengukur tepat pada telapak kaki bagian tumit dan lutut,
baca angka (panjang lutut) pada alat (Azkiyah et al. 2016). Perhitungan dapat
dilakukan dengan rumus TB pria = (2.02 x tinggi lutut) - (0,04 x usia) + 64,19, TB
wanita = (1,83 x tinggi lutut) – (0,24 x usia) +84,88 (Depkes RI 2013). Menurut
Astriana et al. (2017), tinggi lutut juga mempunyai hubungan dengan tinggi badan
tetapi tingkat keeratannya paling rendah.
Panjang depa memiliki hubungan dengan tinggi badan, hal itu dikarenakan
faktorfaktor yang mempengaruhi pertumbuhan rentang lengan juga mempengaruhi
tinggi badan. Perbedaannya, tinggi badan dipengaruhi usia, sedangkan rentang
lengan tidak dipengaruhi usia, sehingga relatif stabil. (Jurnal Kesehatan Masyarakat,
2018). Arm span (panjang rentang lengan) merupakan jarak antara ujung jari tengah
pada salah satu lengan dengan ujung jari tengah pada lengan yang lain. Panjang
rentang lengan terdiri dari panjang humerus, lengan bawah, serta carpal,
metacarpal dan phalanges (Yousafzai, 2003).
Pada pertumbuhan normal, panjang rentang lengan anak-anak kira kira 1 cm
lebih pendek daripada tinggi badannya, pada remaja panjang rentang lengan sama
dengan tinggi badan, sedangkan pada dewasa panjang rentang lengan melebihi
tinggi badan sekitar 5 cm, panjang rentang lengan terpanjang terdapat pada anak
laki-laki dan keturunan Afrika-Amerika (Scott, 2008). Rentang lengan berkorelasi
dengan tinggi badan lebih baik daripada pengukuran menggunakan tulang panjang
lainnya. Pengukuran ini termasuk murah, dan sederhana. Rentang lengan dalam
pertumbuhannya juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sama dengan tinggi
badan. Perbedaannya dengan tinggi badan perkembangan tulang panjang ini tidak
dipengaruhi oleh usia, sehingga relatif lebih stabil (Lucia et al, 2002).
Pengukuran Panjang Ulna
Tulang ulna adalah sebuah tulang pipa yang mempunyai sebuah batang dan
dua ujung. Tulang ulna berada di sebelah medial dari lengan bawah dan lebih
panjang dari radius. Kepala ulna berada di sebelah ujung bawah (Astriana, 2016).
Ulna merupakan salah satu tulang panjang bagian medial dari lengan bawah dal
letaknya pararel dengan radius pada posisi supinasi dan juga sering digunakan
untuk menentukan tinggi badan. (Duyar and Pelin, 2010). Panjang ulna menunjukan
hubungan linear terhadap tinggi badan terutama pada pengukuran tinggi badan
orang normal ( Anggara, 2003).
Panjang ulna diukur dari ujung proksimal olekranon sampai ujung distal
prosesus stiloid dengan siku difleksikan dan tangan subjek memegangi bahu yang
berseberangan (Mondal et al. 2012).Panjang tulang ulna telah terbukti reliabel dan
presisi dalam memprediksi tinggi badan seseorang pada penelitian yang
dilakukan di Amerika, Eropa, India dan Thailand. Penggunaan panjang tulang
ulna dalam memprediksi tinggi badan di Eropa dan Amerika telah banyak
dilakukan terutama dengan menggunakan tabel perhitungan baku. Penelitian
tersebut juga menunjukkan panjang tulang ulna dipengaruhi oleh jenis kelamin.
Akan tetapi dari penelitian tersebut terdapat perbedaan rumusan estimasi
panjang tulang ulna terhadap tinggi badan karena perbedaan genetik, lingkungan,
asupan gizi dan tempat pengambilan data.
Pengukuran LILA
Pengukuran Subscapular
Tebal lemak bawah kulit menujukkan gambaran deposit lemak subkutan yang
dapat memberikan gambaran perkiraan total lemak tubuh. Pengukuran ini akurat
pada anak dan remaja dalam penilaian resiko metabolic. Lokasi pengukuran
skinfold adalah di trisep, bisep, subskapula, suprailiaka, midaxilla, dada, abdomen,
krista iliaca, betis, dan paha (Dahriani et al. 2016). Pengukuran seringkali dilakukan
di trisep dan subskapula. Karena memiliki hubungan dengan peningkatan IMT
(Velez et al. 2016)
Pengukuran skinfold dilakukan pada tubuh bagian kanan, jaringan subkutis
dijepit dan diangkat sampai dasar permukaan otot oleh jari ke 1 dan 2 tangan kiri.
Kapiler menjepit dasar skinfold 1 cm distal dan tefak lurus terhadap jepitan.
Pengukuran dilakukan 3 kali dengan selisih paling besar 1 mm dan hasilnya dirata-
rata (Budiman 2017). Pengukuran dilakukan 20 mm dibawah scapula dengan sudut
sebesat 45 derajat.
METODE
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah alat pengukur
berat badan (timbangan digital), alat pengukur tinggi badan, alat pengukur LILA,
lingkar betis dan panjang ulna (meteran/pita pengukur), skinfold caliper, alat
pengukur tinggi lutut, alat pengukur depa (mistar panjang), bolpoin,dan kertas.
Prosedur Kerja
A. Berat Badan
Timbangan disiapkan
↓
pastikan responden tidak menggunakan barang-barang yang berat
↓
responden menaiki timbangan
↓
X
X
↓
pastikkan responden menghadap ke depan
↓
nilai yang terbaca dicatat
Gambar 1 Prosedur pengukuran berat badan
B. Tinggi Badan
C. Tinggi Lutut
F. Panjang Ulna
G. Panjang Depa
H. Subscapular
Pengukuran estimasi berat badan pada praktikum kali ini dengan mengukur
berat badan actual, lingkar lengan atas (LILA), subscapula, lingkar betis, dan tinggi
lutut. Pengukuran dilakukan masing–masing dua kali pengulangan untuk
mendapatkan hasil yang lebih akurat, kemudian diperoleh hasil pengukuran rata –
rata. Berat badan aktual menjadi acuan keakuratan dan kesesuaian dengan
pengukuran estimasi. Hasil pengukuran LILA menunjukkan kecenderungan
semakin tinggi nilai berat badan aktual, semakin tinggi pula nilai pengukuran LILA.
Hal tersebut sesuai menurut Hartono (2009) bahwa jumlah lemak dalam tubuh
dapat sebagai penentuan berat badan. Hasil yang sama ditunjukkan pada
pengukuran lingkar betis yang menunjukkan semakin tinggi berat badan responden,
semakin tinggi pula nilai pengukuran lingkar betis. Pengukuran subscapula
menunjukkan hasil yang bervariasi dengan tidak mengikuti kesesuaian dengan berat
badan. Hal tersebut terjadi karena pengukuran bagian subscapula yang cukup sulit
yaitu pada bagian belakang tubuh sehingga hasil yang di dapatkan juga kurang
akurat. Hasil pengukuran tinggi lutut juga berkorelasi dengan berat badan, semakin
besar nilai berat badan responden, semakin tinggi pula hasil pengukuran tinggi lutut.
Menurut Rusetiawati et al. (2009), rumus perhitungan estimasi berat badan
dari rumus Chumlea didapatkan dari penelitian pada orang kulit hitam dan kulit
putih dari negara Amerika dan Meksiko hal ini membuktikan bahwa rumus dari
Chumlea kurang tepat digunakan untuk warga Indonesia. Berdasarkan hasil
pengukuran diperoleh data pengukuran pada berat badan, tinggi badan, tinggi lulut,
panjang depa, dan panjang ulna sebagai berikut.
Seluruh responden memilki umur yang berada pada rentang 19-20 tahun.
Hasil pengukuran tinggi badan aktual yang dibandingkan dengan tinggi lutut
menunjukkan pengukuran memiliki selisih yang tidak terlalu signifikan, sehingga
tingkat akurasi pengukuran estimasi tinggi badan dengan tinggi lutut yakni sebesar
100%. Pengukuran estimasi tinggi badan dengan panjang depa memiliki perbedaan
berkisar 7-14 cm dan seluruh data estimasi tinggi badan dengan panjang depa
menunjukkan hasil yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tinggi badan
aktualnya dengan keakuratan sebesar 93%.
Tinggi badan estimasi juga dapat dilakukan dengan mengukur panjang ulna.
Berdasarkan tabel 4 di atas terdapat 3 perhitungan estimasi tinggi badan, yakni
dengan rumus Sri Lanka, India, dan Thailand. Tinggi badan estimasi dengan rumus
Sri Lanka menunjukkan hasil dengan selisih rata-rata 2.3 cm dengan akurasi sebesar
98.9%. Selisih rata-rata tinggi badan estimasi rumus India dengan tinggi badan
aktual adalah 3.25 cm dengan akurasi 97.9%. Estimasi tinggi badan dengan rumus
Thailand memiliki selisih rata-rata 0.98 cm dengan akurasi sebesar 99.3%. Sesuai
dengan Sutriani (2013) bahwa hasil estimasi panjang ulna paling akurat
menggunakan rumus Thailand, sementara terdapat ketidaksesuaian dengan
penelitian Sutriani (2013) yaitu pada pengukuran dengan rumus India.
Perbandingan estimasi tinggi badan paling akurat adalah menggunakan
tinggi lutut, selanjutnya panjang ulna yaitu dengan rumus Thailand, serta yang
kurang akurat adalah dengan estimasi panjang depa, hal ini sesuai dengan Scott
2009. Akurasi estimasi berat badan dengan tinggi lutut, lingkar betis, LILA, dan
subscapular diperoleh data dengan akurasi 90.6%. Data keseluruhan menunjukkan
berat badan estimasi lebih kecil dibandingkan berat badan aktualnya. Rumus
perhitungan tersebut kurang begitu akurat mengestimasi berat badan masyarakat
Indonesia.
Simpulan
Saran
Pengukur harus sering berlatih mengukur tinggi badan dan berat badan
responden, untuk meminimalisir kesalahan pada pengukuran berikutnya.
Pengukuran juga harus lebih dilakukan dengan hati-hati, teliti, dan sebelumnya
memastikan alat masih berfungsi dengan baik dengan sering melakukan kalibrasi.
DAFTAR PUSTAKA
Contoh perhitungan :
Responden : Naila Yaumima Rahma
1. Perhitungan tinggi badan berdasarkan tinggi lutut
Rumus :
Perempuan = 70,25 + (1,87x Tinggi lutut)
Tinggi badan estimasi = 70,25 + (1,87x43,10)
= 150,85 cm
Catatan:
*1 laki-laki, *2 Wanita
b. Rumus India
18,95 + 5,33 x Panjang ulna (cm)
Tinggi badan estimasi : 18,95 + 5,33 x 24,65= 150,33 cm
c. Rumus Thailand
66,377 + 3, 5796 x Panjang ulna (cm)
Tinggi badan estimasi : 66,377 + 3, 5796 x 24,5 = 154,62 cm
4. Perhitungan berta badan berdasarkan tinggi lutut, lingkar betis, LILA, dan
subscapular
Rumus wanita = (1,27 x Lingkar betis) + (0,87 x Tinggi Lutut) + (0,98 +
LILA) + (0,40 x Subscap) – 62,35
Contoh :
Berat badan estimasi = (1,27 x 32,35) + (0,87 x 43,1) + (0,98 + 22,5) + (0,40
x 1,28) – 62,35 = 38,79 kg
Contoh perhitungan akurasi : (Tinggi badan aktual terhadap panjang lutut)
153.73−153.74
= [1 − [ ]] 𝑋100%
153.73
= 100%
Tinpus dan
Ayu Aini Rifki I14170003 pembahasan
estimasi BB
Tinpus dan
Eva Khairunnisa I14170012 pembahasan TB,
editor
Editor, metode,
Ainiyah Miskiyah I14170024
lampiran, dapus.
Tinpus dan
pembahasan
Listia Dwi Ramadhani I14170036
akurasai estimasi
BB dan TB
Pendahuluan +
Rahmi Hayati I14170041
tinpus tinggi lutut
Tinpus lingkar
Naila Yaumima Rahma I14170081 betis, LILA dan
subscapular
Tinpus panjang
Ninik Nopia Permana I14184008
depa dan ulna