Anda di halaman 1dari 18

Laporan Praktikum ke-3 Hari, Tanggal : Rabu, 13 Februari 2019

MK. Penilaian Status Gizi Tempat : Lab. Antropometri lt. 3

ESTIMASI TINGGI BADAN DAN BERAT BADAN

Oleh :

Kelompok 2
Ayu Aini Rifki (I14170003)
Eva Khairunnisa (I14170012)
Ainiyah Miskiyah (I14170024)
Listia Dwi Ramadhani (I14170036)
Rahmi Hayati (I14170041)
Naila Yaumima Rahma (I14170081)
Ninik Nopia Permana (I14184008)

Asisten Praktikum :

Risda Monica
Muh Guntur Sunarjono Putra

Koordinator Mata Kuliah:


Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS.

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2019
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Data berat badan dan tinggi badan sangat diperlukan dalam penilaian status
gizi, penentuan kebutuhan zat gizi pasien dan pemberian terapi seperti obat atau
obat terapi lainnya. Pengukuran tinggi badan dapat dilakukan dengan menanyakan
langsung kepada pasien, mengukur langsung ditempat dengan posisi berdiri tegak,
atau apabila tidak dapat berdiri dapat diukur dengan rentang tangan atau tinggi lutut.
Pengukuran rentang tangan dan tinggi lutut dirasa sulit dilakukan, kurang tepat
menggambarkan tinggi badan yang sebenarnya dan ketidakpraktisan alat yang
digunakan. Apabila pasien mengalami kelainan pada sendi lututnya atau
ketidakmampuan merentangkan tangan secara lurus maka pengukuran sulit atau
tidak dapat dilakukan.Estimasi tinggi badan yang umum dikenal dan telah
diaplikasikan di Indonesia antara lain tinggi lutut dan panjang depa. Sedangkan
metode estimasi dengan tulang ulna di Indonesia masih belum banyak dikenal oleh
masyarakat dan praktisi kesehatan sehingga belum banyak diaplikasikan (Sutriani
2013).
Estimasi ini dapat digunakan untuk menghitung berat badan ketika peralatan
dirumah sakit kurang memadai, misalnya tidak tersedianya kursi roda ataupun tidak
adanya bed scale sehingga pasien hanya bisa terbaring di tempat tidur. Dengan
keadaan yang seperti ini, tidak dimungkinkan untuk mengukur berat badan secara
langsung sehingga menggunakan pengukuran antropometri seperti tinggi lutut,
lingkar lengan tangan pertengahan, lingkar pergelangan tangan, dan tebal lemak
subscapular. Dengan keadaan pasien tersebut dapat diputuskan pengukuran mana
yang cocok sangat bergantung pada umur pasien dan ukuran antropometri yang
ada. Pengukuran berat badan menggunakan estimasi ini tidak meutup kemungkinan
akan terjadi kesalahan (Dasilva 2014).
Teknik dan prinsip-prinsip pengukuran untuk mengestimasi berat badan dan
tinggi badan seseorang perlu diketahui. Oleh karena itu, pada praktikum ini
dilakukan pengukuran LILA, panjang ulna, panjang depa, lingkar betis, dan tebal
subscapula agar dapat melakukan estimasi berat badan dan tinggi badan responden.

Tujuan

Praktikum penentuan tinggi badan dan berat badan dengan pengukuran alternatif
bertujuan:
1. Mahasiswa mampu mengukur tinggi lutut, panjang depa, dan panjang ulna.
2. Mahasiswa mampu menilai tinggi badan dengan menggunakan tinggi lutut,
panjang depa, dan panjang ulna.
3. Mahasiswa mampu membandingkan akurasi dari nilai estimasi tinggi badan
berdasarkan pengukuran tinggi lutut, panjang depa, dan panjang ulna.
4. Mahasiswa mampu mengukur lingkar betis, tinggi lutut, LILA, dan subscapular.
5. Mahasiswa mampu menilai berat badan berdasarkan lingkar betis, tinggi lutut,
LILA dan subscapular.
6. Mahasiswa mampu menganalisis akurasi dan nilai estimasi berat badan
berdasarkan lingkar betis, tinggi lutut, LILA, dan subscapular
TINJAUAN PUSTAKA

Estimasi Berat Badan

Berat badan merupakan salah satu parameter dalam satuan kilogram (kg)
yang digunakan untuk pengukuran tubuh. Melalui berat badan dapat diketahui
berbagai informasi untuk menganalisa kondisi tubuh seseorang seperti Body
Surface Area (BSA) dan Body Mass Index (BMI) (Rahman et al 2017). Menurut
Trisno et al (2016), berat badan merupakan parameter yang sangat labil. Dalam
keadaan normal atau kondisi kesehatan baik dan adanya keseimbangan antara
konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, berat badan berkembang mengikuti
pertambahan umur. Sebaliknya, dalam keadaan abnormal atau kondisi sakit, dapat
berkembang cepat atau lambat dari keadaaan normal. Berat badan harus selalu
dimonitor agar memberikan informasi yang tepat tentang kondisi tubuh untuk
mengatasi kecenderungan penurunan atau penambahan berat badan yang tidak
terkendali. Penentuan berat badan secara konvensional biasanya dilakukan dengan
cara menimbang. Pengukuran berat badan pada orang dewasa tidak menjadi
masalah saat kondisi normal, tetapi dalam kondisi kesehatan yang tidak normal
ataupun pada usia lansia, pengukuran berat badan dengan cara penimbangan
lansung tidak mungkin bisa dilakukan dengan baik. Penentuan berat badan dengan
kondisi tidak normal dapat dilakukan dengan estimasi.
Menurut Anggraeni (2012), estimasi dapat digunakan untuk menghitung
berat badan ketika peralatan dirumah sakit kurang memadai, misalnya tidak
tersedianya kursi roda ataupun tidak adanya bed scale sehingga pasien hanya bisa
terbaring di tempat tidur. Dengan keadaan yang seperti ini, tidak dimungkinkan
untuk mengukur berat badan secara langsung sehingga menggunakan pengukuran
antropometri seperti tinggi lutut, lingkar lengan atas (LILA), lingkar pergelangan
tangan, lingkar betis dan tebal lemak subscapular. Pengukuran berat badan
menggunakan estimasi ini tidak menutup kemungkinan akan terjadi kesalahan.
Pengukuran LILA, subscapular, lingkar betis dimaksudkan untuk memperkirakan
jumlah lemak dalam tubuh yang terdapat di bawah kulit sebagai salah satu
penentuan komposisi tubuh. Pengukuran tebal lemak di bawah kulit merupakan
cara yang cukup akurat untuk menentukan berat badan (Hartono 2009).

Estimasi Tinggi Badan

Pengukuran antropometri dapat digunakan untuk penentuan status gizi


seseorang. Idealnya pengukuran antropometri dilakukan dengan cara berdiri tegak.
Namun, ada beberapa kondisi yang menyebabkan pengukuran tinggi badan
dilakukan terhadap individu yang memiliki kelainan anatomi, pengukuran tersebut
biasa disebut dengan pengukuran estimasi tinggi badan. Pengukuran estimasi tinggi
badan yang paling reliable adalah pengukuran dengan tinggi lutut. Menurut kusuma
& rosidi (2018) tinggi lutut merupakan alternatif pengukuran yang paling baik
dibanding dengan armspan, karena tinggi lutut tidak berkurang seiring dengan
penambahan usia dan tidak dipengaruhi oleh berkurangnya tinggi badan yang
diakubatkan adanya kompresi tulang belakang.
Akurasi Estimasi Berat Badan dan Tinggi Badan

Akurasi menunjukkan kedekatan nilai hasil pengukuran dengan nilai


sebenarnya. Untuk menentukan tingkat akurasi perlu diketahui nilai sebenarnya
dari parameter yang diukur dan kemudian dapat diketahui seberapa besar tingkat
akurasinya (Fitriya 2017). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) estimasi adalah perkiraan, penilaian atau pendapat. Estimasi adalah suatu
metode yang dapat memperkirakan nilai dari suatu populasi dengan menggunakan
nilai dari sampel. Estimator adalah nilai pendugaan atau suatu data statistik, sebagai
sampel yang digunakan untuk mengisi suatu parameter.
Menurut Rahmantya (2009), estimasi tinggi badan yang umum dikenal dan
telah diaplikasikan di Indonesia antara lain tinggi lutut dan panjang depa, metode
estimasi dengan tulang ulna di Indonesia masih belum banyak dikenal oleh
masyarakat dan praktisi kesehatan sehingga belum banyak diaplikasikan. Menurut
Sutriani (2017), estimasi tinggi badan dari panjang ulna menggunakan rumus
dari penelitian di India dan Thailand karena karakteristik subjek antara India,
Thailand, dan Indonesia hampir sama. Berikut rumus estimasi tinggi badan
berdasarkan rumus Sri Lanka, India, dan Thailand.

Tabel 1 Rumus Estimasi Tinggi Badan Berdasarkan Panjang Ulna


Pustaka Rumus pria Rumus wanita
Rumus 1: (Sri Lanka) 68,777 + 3,536 x
97,252 + 2,645 x
Ilayperuma, Nanayakkara, panjang
panjang ulna (cm)
Palahepitiya (2010) Ulna (cm)
Rumus 2: (India) 65,76 + 3,667 x
18,95 + 5,33 x panjang
Thummar, Patel Z, Patel S, panjang
ulna (cm)
Rathod (2011) ulna(cm)
Rumus 3: (Thailand)
Pureepatpong N, 64,605+3,8089 x 66,377+3,5796 x
Sangiampongsa A, panjang panjang
Lerdpipatworakul T, Ulna (cm) Ulna (cm)
Sangvichien S (2012)

Selain menggunakan panjang ulna, mengukur tinggi badan juga dapat


diestimasi dengan menggunakan tinggi lutut dan panjang depa. Tinggi lutut akan
berkorelasi positif dengan tinggi badan melalui rumus uji regresi linear dan
pengukuran dengan estimasi ini memiliki tingkat akurasi paling baik. Panjang depa
dapat digunakan sebagai estimasi tinggi badan dengan hal yang yang harus
diperhatikan yaitu, pada pertumbuhan normal, panjang rentang lengan anak-anak
kira-kira 1 cm lebih pendek daripada tinggi badannya, pada remaja panjang rentang
lengan sama dengan tinggi badan, sedangkan pada dewasa panjang rentang lengan
melebihi tinggi badan sekitar 5 cm, panjang rentang lengan terpanjang terdapat
pada anak laki-laki dan keturunan Afrika-Amerika, sehingga pengukuran
menggunakan estimasi panjang depa kurang akurat digunakan secara universal
(Scott 2009).
Mengestimasi berat badan bagi pasien dalam keadaan tidak normal dapat
diestimasi menggunakan tinggi lutut, lingkar betis, LILA, dan subscapular.
Menurut Rusetiawati et al. (2009), rumus perhitungan estimasi berat badan dari
rumus Chumlea didapatkan dari penelitian pada orang kulit hitam dan kulit putih
dari negara Amerika dan Meksiko hal ini membuktikan bahwa rumus dari Chumlea
kurang tepat digunakan untuk warga Indonesia.

Pengukuran Tinggi Lutut

Tinggi badan (TB) dapat diperoleh melalui prediksi dari rentang lengan
(arm span), tinggi lutut (knee hight), dan panjang ulna. Tinggi lutut dapat digunakan
untuk melakukan estimasi TB lansia dan orang cacat. Proses penuaan tidak
mempengaruhi panjang tulang di tangan, kaki (lutut), dan tinggi tulang vertebral
(Astriana et al. 2017). Menurut Azkiyah et al. (2016), prediktor tinggi lutut juga
dapat diterapkan pada orang yang diamputasi bagian kaki, mengalami
pembengkokan tulang belakang, atau yang tidak dapat bangun dari tempat tidur.
Pengukuran tinggi lutut menggunakan knee hight caliper dengan tingkat
ketelitian 0.1 cm (Astriana et al. 2017). Digunakan juga penyangga kaki untuk
memastikan lutut membentuk sudut 90°. Prosedur pengukuran tinggi lutut yaitu
subjek dalam posisi tidur dengan tahapan yaitu subjek terlentang pada tempat tidur,
tempatkan alat penyangga diantara lipatan paha dan betis kaki membentuk sudut
siku-siku 90°, pasang alat pengukur tepat pada telapak kaki bagian tumit dan lutut,
baca angka (panjang lutut) pada alat (Azkiyah et al. 2016). Perhitungan dapat
dilakukan dengan rumus TB pria = (2.02 x tinggi lutut) - (0,04 x usia) + 64,19, TB
wanita = (1,83 x tinggi lutut) – (0,24 x usia) +84,88 (Depkes RI 2013). Menurut
Astriana et al. (2017), tinggi lutut juga mempunyai hubungan dengan tinggi badan
tetapi tingkat keeratannya paling rendah.

Pengukuran Panjang Depa

Panjang depa memiliki hubungan dengan tinggi badan, hal itu dikarenakan
faktorfaktor yang mempengaruhi pertumbuhan rentang lengan juga mempengaruhi
tinggi badan. Perbedaannya, tinggi badan dipengaruhi usia, sedangkan rentang
lengan tidak dipengaruhi usia, sehingga relatif stabil. (Jurnal Kesehatan Masyarakat,
2018). Arm span (panjang rentang lengan) merupakan jarak antara ujung jari tengah
pada salah satu lengan dengan ujung jari tengah pada lengan yang lain. Panjang
rentang lengan terdiri dari panjang humerus, lengan bawah, serta carpal,
metacarpal dan phalanges (Yousafzai, 2003).
Pada pertumbuhan normal, panjang rentang lengan anak-anak kira kira 1 cm
lebih pendek daripada tinggi badannya, pada remaja panjang rentang lengan sama
dengan tinggi badan, sedangkan pada dewasa panjang rentang lengan melebihi
tinggi badan sekitar 5 cm, panjang rentang lengan terpanjang terdapat pada anak
laki-laki dan keturunan Afrika-Amerika (Scott, 2008). Rentang lengan berkorelasi
dengan tinggi badan lebih baik daripada pengukuran menggunakan tulang panjang
lainnya. Pengukuran ini termasuk murah, dan sederhana. Rentang lengan dalam
pertumbuhannya juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sama dengan tinggi
badan. Perbedaannya dengan tinggi badan perkembangan tulang panjang ini tidak
dipengaruhi oleh usia, sehingga relatif lebih stabil (Lucia et al, 2002).
Pengukuran Panjang Ulna

Tulang ulna adalah sebuah tulang pipa yang mempunyai sebuah batang dan
dua ujung. Tulang ulna berada di sebelah medial dari lengan bawah dan lebih
panjang dari radius. Kepala ulna berada di sebelah ujung bawah (Astriana, 2016).
Ulna merupakan salah satu tulang panjang bagian medial dari lengan bawah dal
letaknya pararel dengan radius pada posisi supinasi dan juga sering digunakan
untuk menentukan tinggi badan. (Duyar and Pelin, 2010). Panjang ulna menunjukan
hubungan linear terhadap tinggi badan terutama pada pengukuran tinggi badan
orang normal ( Anggara, 2003).
Panjang ulna diukur dari ujung proksimal olekranon sampai ujung distal
prosesus stiloid dengan siku difleksikan dan tangan subjek memegangi bahu yang
berseberangan (Mondal et al. 2012).Panjang tulang ulna telah terbukti reliabel dan
presisi dalam memprediksi tinggi badan seseorang pada penelitian yang
dilakukan di Amerika, Eropa, India dan Thailand. Penggunaan panjang tulang
ulna dalam memprediksi tinggi badan di Eropa dan Amerika telah banyak
dilakukan terutama dengan menggunakan tabel perhitungan baku. Penelitian
tersebut juga menunjukkan panjang tulang ulna dipengaruhi oleh jenis kelamin.
Akan tetapi dari penelitian tersebut terdapat perbedaan rumusan estimasi
panjang tulang ulna terhadap tinggi badan karena perbedaan genetik, lingkungan,
asupan gizi dan tempat pengambilan data.

Pengukuran Lingkar Betis

Pengukuran antropometri dapat dilakukan dengan banyak cara seperti


pengukuran skinfold di subscapula, lingkar lengan tegang, lingkar betis, dan
pengukuran lebar tulang (Penggalih et al. 2016). Pengukuran lingkar betis untuk
mengganti berat lahir untuk mengidentifikasi bayi berat lahir. ngkar betis dilakukan
pada titik paling menonjol pada bagian betis pada saat kaki dalam posisi semi-fleksi.
Betis diukur dengan pita ukur non-elastis ketelitian minimal 0.1 cm. Lalu pita ukur
direntangkan melingkari bagian betis yang paling menonjol pada saat kaki kiri
dalam keadaan semi-fleksi. Lingkar betis dapat diukur baik dalam keadaan berdiri
maupun duduk (Kusharisupeni dan Marlenywati 2015).

Pengukuran LILA

Lingkar lengan atas (LILA) dapat digunakan untuk mengetahui kekurangan


energy konis pada Wanita Usia Subur (WUS) (Kamariyah dan Musyarofah 2016).
Kategori normal yang digunakan di Indonesia adalah 18.5-25 kg/m2 dengan
ambang batas 23.5 cm. LILA berfungsi untuk mengetahui risiko kekurangan energy
kronis pada awal kehamilan karena berat badan prahamil tidak diketahui. LILA
lebih mudah digunakan oleh masyarakat awam. LILA hanya bisa digunakan untuk
skrining bukan untuk pemantauan (Ariyani et al. 2015).

Pengukuran Subscapular

Tebal lemak bawah kulit menujukkan gambaran deposit lemak subkutan yang
dapat memberikan gambaran perkiraan total lemak tubuh. Pengukuran ini akurat
pada anak dan remaja dalam penilaian resiko metabolic. Lokasi pengukuran
skinfold adalah di trisep, bisep, subskapula, suprailiaka, midaxilla, dada, abdomen,
krista iliaca, betis, dan paha (Dahriani et al. 2016). Pengukuran seringkali dilakukan
di trisep dan subskapula. Karena memiliki hubungan dengan peningkatan IMT
(Velez et al. 2016)
Pengukuran skinfold dilakukan pada tubuh bagian kanan, jaringan subkutis
dijepit dan diangkat sampai dasar permukaan otot oleh jari ke 1 dan 2 tangan kiri.
Kapiler menjepit dasar skinfold 1 cm distal dan tefak lurus terhadap jepitan.
Pengukuran dilakukan 3 kali dengan selisih paling besar 1 mm dan hasilnya dirata-
rata (Budiman 2017). Pengukuran dilakukan 20 mm dibawah scapula dengan sudut
sebesat 45 derajat.

METODE

Waktu dan Tempat

Praktikum dilakukan pada hari Rabu, 13 Februari 2019 pukul 15.00-18.00


WIB di Laboratorium Antropometri, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas
Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah alat pengukur
berat badan (timbangan digital), alat pengukur tinggi badan, alat pengukur LILA,
lingkar betis dan panjang ulna (meteran/pita pengukur), skinfold caliper, alat
pengukur tinggi lutut, alat pengukur depa (mistar panjang), bolpoin,dan kertas.

Prosedur Kerja

Praktikum penilaian status gizi ini dilakukan beberapa pengukuran di


antaranya yaitu mengukur tinggi badan, berat badan, LILA, lingkar betis, panjang
ulna, panjang depa, tinggi lutut, dan tebal subscapular. Berikut prosedur dari
masing-masing pengukuran.

A. Berat Badan

Pengukuran berat badan dilakukan 2 kali pengulangan.

Timbangan disiapkan

pastikan responden tidak menggunakan barang-barang yang berat

responden menaiki timbangan

X
X

pastikkan responden menghadap ke depan

nilai yang terbaca dicatat
Gambar 1 Prosedur pengukuran berat badan

B. Tinggi Badan

Pengukuran tinggi badan dilakukan 2 kali pengulangan.

Sebelum pengukuran pastikan responden tidak mengenakan alas kaki



responden berdiri di depan alat pengukur tinggi

dipastikan tumit, betis, bokong, punggung, dan kepala responden menyentuh
dinding alat ukur

dipastikan responden menghadap ke arah depan, dan pandangan ke depan

Dibaca dan dicatat hasil pengukuran
Gambar 2 Prosedur pengukuran tinggi badan

C. Tinggi Lutut

Pengukuran berat badan dilakukan 2 kali pengulangan.

Responden dalam keadaan terlentang atau posisi duduk



paha dan betis responden sebelah kiri dibuat membentuk sudut siku-siku (90o)

alat ukur ditempatkan pada telapak kaki sebelah kiri hingga lutut

hasil pengukuran dibaca dan dicatat
Gambar 3 Prosedur pengukuran tinggi lutut

D. Lingkar Lengan Atas (LILA)

Pengukuran LILA dilakukan 2 kali pengulangan.

Lengan kiri responden dibuat membentuk sudut siku-siku (90o)



Ditempatkan pita pengukur (meteran) antara bahu dan siku

X
X

titik tengah antara bahu dan siku ditentukan

lingkarkan pita pengukur pada titik tengah tersebut

nilai pada pita pengukur dibaca dan dicatat
Gambar 4 Prosedur pengukuran LILA

E. Lingkar Betis (CC)

Pengukuran lingkar betis (CC) dilakukan 2 kali pengulangan.

Kaki kiri responden dibuat membentuk sudut siku-siku (90o)



pita pengukur (meteran) ditempatkan antara lutut dan mata kaki

titik tengah antara lutut dan mata kaki ditentukan

lingkarkan pita pengukur pada titik tengah tersebut

nilai pada pita pengukur dibaca dan dicatat
Gambar 5 Prosedur pengukuran lingkar betis

F. Panjang Ulna

Pengukuran panjang ulna dilakukan 2 kali pengulangan.

Lengan kiri responden dibuat membentuk sudut siku-siku (90o)



pita pengukur (meteran) ditempatkan antara siku dan tulang yang menonjol pada
pergelangan tangan, sejajar dengan kelingking

nilai pada pita pengukur dibaca dan dicatat
Gambar 6 Prosedur pengukuran panjan ulna

G. Panjang Depa

Pengukuran panjang depa dilakukan 2 kali pengulangan.

disiapkan mistar panjang menempel dengan dinding yang datar



responden berdiri di depan mistar panjang dengan merentangkan kedua tangan

X
X

panjang rentangan kedua tangan responden diukur dari ujung jari tengah tangan
kanan ke ujung jari tengah tangan kiri

dicatat nilai yang terbaca
Gambar 7 Prosedur pengukuran panjan depa

H. Subscapular

Pengukuran subscapular dilakukan 2 kali pengulangan.

diletakkan tangan responden di belakang punggung untuk menonjolkan tulang


skapula

dari tonjolan tulang skapula sekitar 2 cm ambil sebagian kulit di punggung
belakang dengan dua jari

dijepit lipatan kulit tersebut dengan skinfold caliper

dibaca dan dicatat hasil pengukuran
Gambar 8 Prosedur pengukuran subscapular

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengukuran tinggi badan dapat dilakukan dengan cara estimasi melalui


pengukuran tinggi lutut, panjang depa, dan panjang ulna. Berikut ini tabel 1 hasil
pengukuran estimasi tinggi badan.

Tabel 2 Hasil pengukuran estimasi tinggi badan


Hasil Pengukuran Tinggi Badan
No. Nama Responden Tinggi Panjang
Tinggi badan aktual Ulna
lutut depa
1 Ayu Aini Rifki 154,9 46,2 167,5 23,55
2 Eva Khairunnisa 152,95 44,8 166,35 24,75
3 Ainiyah Miskiyah 155,8 47,2 172,9 24,15
4 Rahmi Hayati 151,55 43,45 166,6 25,00
5 Naila Yaumima R 151.1 43.1 170,5 24,65
6 Listia Dwi R 148,55 44,5 159,7 23,2
7 Ninik Nopia P 161,25 48 176,55 27,45
Tabel 2 menunjukan hasil pengukuran estimasi tinggi badan menggunakan
tinggi lutut, panjang depa, dan panjang ulna. Berdasarkan data yang dihasilkan
responden yang memiliki tinggi badan 161.25 cm, memiliki tinggi lutut, panjang
depa dan panjang ulna lebih tinggi dibandingkan dengan tinggi badan lainnya. Hal
ini sejalan dengan pernyataan, Anggara (2003) bahwa panjang ulna memiliki
hubungan linear terhadap tinggi badan terutama pengukuran tinggi badan orang
normal. Hal tersebut juga didukung oleh penyataan menurut Lucia et al. 2002,
bahwa rentang lengan berkorelasi dengan tinggi badan lebih baik daripada
pengukuran menggunakan tulang lainnya, dan pernyataan menurut kusuma & rosidi
(2018) bahwa tinggi lutut merupakan alternatif pengukuran yang paling baik untuk
estimasi tinggi badan, karena tinggi lutut tidak berkurang seiring dengan
penambahan usia dan tidak dipengaruhi oleh berkurangnya tinggi badan yang
diakubatkan adanya kompresi tulang belakang. Akan tetapi, terdapat beberapa
responden yang memiliki tinggi badan 151.1 cm tetapi memiliki tinggi lutut lebih
pendek daripada responden yang memiliki tinggi badan 148.85 cm. Hal ini dapat
disebabkan karena kesalahan paralaks saat pengukuran, atau prosedur pengukuran
yang kurang tepat.
Pengukuran berat badan ada kemungkinan tidak dapat dilakukan secara
langsung melalui penimbangan. Berat badan dapat diestimasi melalui pengukuran
tinggi lutut, lingkar betis, LILA, dan subscapular. Berikut ini tabel 2 menunjukkan
hasil pengukuran estimasi berat badan.

Tabel 3 Hasil Pengukuran Estimasi Berat Badan


Hasil pengukuran Berat Badan
No Nama Responden BB Lingkar Tinggi
LILA Subscapula
Aktual Betis lutut
1 Ayu Aini Rifki 50,00 23,40 1,49 35,15 46,20
2 Eva Khairunnisa 46,90 22,75 1,70 32,55 44,80
3 Ainiyah Miskiyah 52,00 24,15 1,40 34,05 47,20

4 Rahmi Hayati 52,30 26,60 1,80 33,90 43,45


5 Naila Yaumima R 44,20 22,50 1,28 32,35 43,10
6 Listia Dwi R 48,00 22,50 1,85 35,20 44,50
7 Ninik Nopiyanti 57,25 29,00 1,50 35,50 48,00

Pengukuran estimasi berat badan pada praktikum kali ini dengan mengukur
berat badan actual, lingkar lengan atas (LILA), subscapula, lingkar betis, dan tinggi
lutut. Pengukuran dilakukan masing–masing dua kali pengulangan untuk
mendapatkan hasil yang lebih akurat, kemudian diperoleh hasil pengukuran rata –
rata. Berat badan aktual menjadi acuan keakuratan dan kesesuaian dengan
pengukuran estimasi. Hasil pengukuran LILA menunjukkan kecenderungan
semakin tinggi nilai berat badan aktual, semakin tinggi pula nilai pengukuran LILA.
Hal tersebut sesuai menurut Hartono (2009) bahwa jumlah lemak dalam tubuh
dapat sebagai penentuan berat badan. Hasil yang sama ditunjukkan pada
pengukuran lingkar betis yang menunjukkan semakin tinggi berat badan responden,
semakin tinggi pula nilai pengukuran lingkar betis. Pengukuran subscapula
menunjukkan hasil yang bervariasi dengan tidak mengikuti kesesuaian dengan berat
badan. Hal tersebut terjadi karena pengukuran bagian subscapula yang cukup sulit
yaitu pada bagian belakang tubuh sehingga hasil yang di dapatkan juga kurang
akurat. Hasil pengukuran tinggi lutut juga berkorelasi dengan berat badan, semakin
besar nilai berat badan responden, semakin tinggi pula hasil pengukuran tinggi lutut.
Menurut Rusetiawati et al. (2009), rumus perhitungan estimasi berat badan
dari rumus Chumlea didapatkan dari penelitian pada orang kulit hitam dan kulit
putih dari negara Amerika dan Meksiko hal ini membuktikan bahwa rumus dari
Chumlea kurang tepat digunakan untuk warga Indonesia. Berdasarkan hasil
pengukuran diperoleh data pengukuran pada berat badan, tinggi badan, tinggi lulut,
panjang depa, dan panjang ulna sebagai berikut.

Tabel 4 Hasil pengukuran dan BB estimasi


Tinggi Berat BB
Nama Tinggi Panjang
badan badan PU1 PU2 PU3 esti-
Responden lutut depa
aktual aktual masi
Naila
Yaumima 151,1 44,2 149,8 166,0 155,9 150,3 154,6 38,8
Rahma
Listia Dwi
148,5 48,0 152,2 158,9 150,8 142,6 149,4 46,8
Ramadhani
Ninik
161,2 57,2 158,1 169,0 165,8 165,2 164,6 53,5
Nopia P
Rahmi
151,5 52,3 150,3 163,3 157,1 152,2 155,8 45,2
Hayati
Eva
152,9 46,9 152,8 163,2 156,2 150,8 154,9 40,9
Khairunnisa
Ainiyah
155,8 52,0 157,3 167,5 154,1 147,6 152,8 46,1
Miskiyah
Ayu Aini
154,9 50,0 155,5 164,0 152,0 144,4 150,7 46,0
Rifki

Seluruh responden memilki umur yang berada pada rentang 19-20 tahun.
Hasil pengukuran tinggi badan aktual yang dibandingkan dengan tinggi lutut
menunjukkan pengukuran memiliki selisih yang tidak terlalu signifikan, sehingga
tingkat akurasi pengukuran estimasi tinggi badan dengan tinggi lutut yakni sebesar
100%. Pengukuran estimasi tinggi badan dengan panjang depa memiliki perbedaan
berkisar 7-14 cm dan seluruh data estimasi tinggi badan dengan panjang depa
menunjukkan hasil yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tinggi badan
aktualnya dengan keakuratan sebesar 93%.
Tinggi badan estimasi juga dapat dilakukan dengan mengukur panjang ulna.
Berdasarkan tabel 4 di atas terdapat 3 perhitungan estimasi tinggi badan, yakni
dengan rumus Sri Lanka, India, dan Thailand. Tinggi badan estimasi dengan rumus
Sri Lanka menunjukkan hasil dengan selisih rata-rata 2.3 cm dengan akurasi sebesar
98.9%. Selisih rata-rata tinggi badan estimasi rumus India dengan tinggi badan
aktual adalah 3.25 cm dengan akurasi 97.9%. Estimasi tinggi badan dengan rumus
Thailand memiliki selisih rata-rata 0.98 cm dengan akurasi sebesar 99.3%. Sesuai
dengan Sutriani (2013) bahwa hasil estimasi panjang ulna paling akurat
menggunakan rumus Thailand, sementara terdapat ketidaksesuaian dengan
penelitian Sutriani (2013) yaitu pada pengukuran dengan rumus India.
Perbandingan estimasi tinggi badan paling akurat adalah menggunakan
tinggi lutut, selanjutnya panjang ulna yaitu dengan rumus Thailand, serta yang
kurang akurat adalah dengan estimasi panjang depa, hal ini sesuai dengan Scott
2009. Akurasi estimasi berat badan dengan tinggi lutut, lingkar betis, LILA, dan
subscapular diperoleh data dengan akurasi 90.6%. Data keseluruhan menunjukkan
berat badan estimasi lebih kecil dibandingkan berat badan aktualnya. Rumus
perhitungan tersebut kurang begitu akurat mengestimasi berat badan masyarakat
Indonesia.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pengukuran estimasi tinggi badan dapat dilakukan dengan mengukur


panjang depa, panjang ulna, tinggi lutut. Pengukuran tinggi bdan beerdasarkan
tinggi lutut memiliki akurasi paling tinggi. Sedangkan, pengukuran tinggi badan
berdasarkan panjang depa memiliki akurasi yang paling rendah. Pengukuran berat
badan dilakukan dengan mengukur tinggi lutut, lingkar betis, LILA, dan
subscapular. Pengukuran berat badan estimasi dalam praktikum emdnapatkan hasil
yang lebih kecil dari berat badan aktual. Perbedaan tersebut dapat disebabkan
karena pengukuran LILA, subscapular, dan lingkar betis sulit dilakukan secara tepat
dan akurat.

Saran

Pengukur harus sering berlatih mengukur tinggi badan dan berat badan
responden, untuk meminimalisir kesalahan pada pengukuran berikutnya.
Pengukuran juga harus lebih dilakukan dengan hati-hati, teliti, dan sebelumnya
memastikan alat masih berfungsi dengan baik dengan sering melakukan kalibrasi.
DAFTAR PUSTAKA

[Riskesdas] Riset Kesehatan Dasar .2013.Jakarta (ID): Badan Penelitian Dan


Pengembangan Kesehatan Depkes R
Anggara A. 2003. History of Forensic Identification. Maulana azad medical collage.
New Delhi Vol 1
Anggraeni AC. 2012. Asuhan Gizi : Nutritional Care Process. Yogyakarta (ID) :
Graha Ilmu.
Ariyani DE, Achadi EL, Irawati A. 2015. validitas lingkar lengan atas mendeteksi
risiko kekurangan energy kronis pada wanita Indonesia. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional. 7(2): 83—90.
Astriana Jurnal Kesehatan Holistik Volume 10, Nomor 1, Januari 2016
Astriana K, Wiboworini B, Kusnandar 2017. Hubungan rentang lengan, tinggi lutut,
panjang ulna dengan tinggi badan lansia perempuan di Kecamatan Sewon.
Jurnal Ilmu Gizi Indonesia. 1(2): 87-92
Azkiyah WSN, Handayani D, Holipah. 2016. Validasi estimasi tinggi badan
berdasarkan tinggi lutut pada lansia di Kota Malang. Indonesian Journal of
Human Nutrition. 3(2): 93-10
Budiman I. 2017. Validitas pengukuran lemak tubuh yang menggunakan skinfold
caliper di 2,3,4,7 tempat terhadap cara Bod Pod. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. 7(2): 1—12.
Dahriani TA, Murbawani EA, Panunggal B. 2016. Hubungan lingkar leher dan
tebal lemak bawah kulit (skinfold) terhadap profil lipid pada remaja. Jurnal
Kedokteran Diponegoro. 5(4): 1804—1814.
Dasilva K. 2014. Growth Assesment.Malang (ID): Universitas Brawijaya
Duyar I, Pelin C. 2010. Estimasing body height from ulna length : need of
population-specific formula. Eurasian Jurnal of anthropology 11-17.
Ebite LE. Ozoko TC. Eweka AO. Otuaga PO. Height: Ulna Ratio: A Method
of Stature Estimation In A Rural Community In Edo State, Nigeria. 2008.
The International Journal of Forensic Science, 3(1)
Fitriya. 2017. Akurasi Pengukuran. Yogyakarta (ID) : Liberty.
Hartono A. 2009. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Jakarta (ID) : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Kamariyah N, Musyarofah. 2016. Lingkar lengan atas ibu hamil akan
mempengaruhi peningkatan berat badan bayi lahir di BPS Artiningsih
Surabaya. Jurnal Ilmiah Kesehatan. 9(1): 98—105.
KBBI. 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). http://kbbi.web.id/pusat,
[Diakses 21 Juni 2016].
Kusharisupeni, Marlenywati. 2015. Lingkar betis, satu pengukuran antropometri
sederhana pengganti berat lahir. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 5(2): 81—84.
Kusuma TU, Rosidi A. 2018. Reliabilitas kaliper tinggi lutut dalam penentuan
tinggi badan. Journal of Health Studies. 2(1): 92-102.
Mondal MK, Jana TK, Jana SG, Roy M. Height Prediction from Ulnar length in
Females: A Study in Burdwan District of West Bengal (Regression Analysis).
Journal of Clinical and Diagnostic Research. 2012;6(8):1401-4.
Penggalih MHST, Pratiwi D, Fitria F, Sari MDP, Narruti NH, Winata IN, Fatimah,
Kusumawati MD. 2016. Identifikasi somatotype, status gizi, dan dietary atlet
remaja stop and go sports. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 11(2): 96—106.
Rahman F, Fauzi H, Azhar TN, Atmadja RD, dan Ayudina N. 2017. Analisa metode
pengukuran berat badan manusia dengan pengolahan citra. Jurnal Ilmiah
Bidang Ilmu Kerekayasaan. 38 (1) : 35 – 39.
Rahmantya, Krisna. 2009. Statistic for All Jilid I. Jakarta (ID) : Gramedia.
Rusetiawati, Fariadi, Haris. 2009. Pengukuran Antropometri Berat Badan. Jakarta
(ID) : Salemba.
Scott William R. 2009. Financial Accounting Theory Fifth Edition. Canada (US):
Prentice Hall.
Scott William R. 2009. Financial Accounting Theory Fifth Edition. Canada (US) :
Prentice Hall.
Sutriani KT. 2013. Perbedaan antara tinggi badan berdasarkan panjang ulna dengan
tinggi badan aktual dewasa muda di Kota Semarang [skripsi]. Semarang (ID):
Universitas Diponegoro.
Sutriani KT. 2017. Perbedaan antara tinggi badan berdasarkan panjang ulna
dengantinggi badan aktual dewasa muda di kota Semarang. Jurnal Teknik
Mesin. 5(1) : 200-210.
Trisno FRM, Atmaja RD, dan Fauzi H. 2016. Perancangan system pengukuran
berat badan dengan image processing. E-proceeding of Engineering. 3 (2) :
1737 – 1745.
Velez RR, Cifuentes MFL, Bautista JEC, Ruiz KG, Jimenez EG, Rodriguez DPC,
Reina HRT, Riovalle JS. 2016. Triceps and subscapular skinfold thickness
percentiles and cut-offs for overweight and obesity in a population-based
sample of schoolchildren and adolescents in Bogota, Colombia. Nutrients.
8(595): 1—16.
Yousafzai, A.K., Filteau, S.M, Wirz, S.L., Cole, T.J. Comparison of Arm Span, Arm
Length, and Tibia Length as Predictors of Actual Height of Disabled and
Nondisabled Children in Dharavi, Mumbai, India. European Journal of
Clinical Nutrition [Internet]. 2003 [Cited 2014, November 14]. 57:1230-234.
LAMPIRAN

Contoh perhitungan :
Responden : Naila Yaumima Rahma
1. Perhitungan tinggi badan berdasarkan tinggi lutut
Rumus :
Perempuan = 70,25 + (1,87x Tinggi lutut)
Tinggi badan estimasi = 70,25 + (1,87x43,10)
= 150,85 cm

2. Perhitungan tinggi badan berdasarkan panjang depa


Rumus :
63,525- (3,237 x jenis kelamin*) – (0,06904 x umur) + ( 1,293 x ½ Panjang
depa)

Catatan:
*1 laki-laki, *2 Wanita

Tinggi badan estimasi :


63,525- (3,237 x 2) – (0,06904 x 19) + (1,293 x ½ 166,04) = 163,08 cm

3. Perhitungan tinggi badan menggunakan panjang ulna


a. Rumus Sri Lanka
68,777 + 3,536 x Panjang ulna (cm)
Tinggi badan estimasi : 68,777 + 3,536 x 24,65 = 155, 93 cm

b. Rumus India
18,95 + 5,33 x Panjang ulna (cm)
Tinggi badan estimasi : 18,95 + 5,33 x 24,65= 150,33 cm

c. Rumus Thailand
66,377 + 3, 5796 x Panjang ulna (cm)
Tinggi badan estimasi : 66,377 + 3, 5796 x 24,5 = 154,62 cm

4. Perhitungan berta badan berdasarkan tinggi lutut, lingkar betis, LILA, dan
subscapular
Rumus wanita = (1,27 x Lingkar betis) + (0,87 x Tinggi Lutut) + (0,98 +
LILA) + (0,40 x Subscap) – 62,35

Contoh :
Berat badan estimasi = (1,27 x 32,35) + (0,87 x 43,1) + (0,98 + 22,5) + (0,40
x 1,28) – 62,35 = 38,79 kg
Contoh perhitungan akurasi : (Tinggi badan aktual terhadap panjang lutut)

𝑅𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙−𝑅𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑙𝑢𝑡𝑢𝑡


Akurasi = [1 − [ ]] 𝑋 100%
𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙

153.73−153.74
= [1 − [ ]] 𝑋100%
153.73

= 100%

Tabel 5 Pembagian tugas

Nama NIM Tugas Tanda Tangan

Tinpus dan
Ayu Aini Rifki I14170003 pembahasan
estimasi BB
Tinpus dan
Eva Khairunnisa I14170012 pembahasan TB,
editor
Editor, metode,
Ainiyah Miskiyah I14170024
lampiran, dapus.

Tinpus dan
pembahasan
Listia Dwi Ramadhani I14170036
akurasai estimasi
BB dan TB

Pendahuluan +
Rahmi Hayati I14170041
tinpus tinggi lutut

Tinpus lingkar
Naila Yaumima Rahma I14170081 betis, LILA dan
subscapular
Tinpus panjang
Ninik Nopia Permana I14184008
depa dan ulna

Anda mungkin juga menyukai